Handpone milik Devanberdering. Bagas menelpon.Suara di seberang sana memberitahukan, tempat transit mereka sebelum sampai tujuan. Setelah itu, devan mengumumkan kepada yang lain, bahwa transit istirahat sekitar lima belas menit lagi perjalanan.
Dalam waktu yang tidak meleset, mobil berhenti di sebuah kedai makan di pinggir jalan. Bangunan tersebut terbuat dari susunan kayu pinus yang dicat biru. Sangat kontras dengan warna ladang jagung di sekitarnya.
“Akhirnya kita turun juga,” ujar Anisa yang sedari awal perjalanan sudah banyak mengeluh. Badan dan kakinya terasa pegal-pegal.
“Perjalanan ini belum berakhir, Anis,” sahut Jaki seraya melirik botol minuman berenergi yang terselip dalam tas kecil milik cewek itu.
Cewek itu langsung tahu apa yang dinginkan Jaki. Dengan tersenyum malu-malu Jaki menenggak minuman itu sampai tinggal sedikit. Anisa cuma memasang wajah cemberut sambil geleng-geleng kepala.
“Dasar muka gratisan!”gerutunya.
Sementara di dalam kedai, Devan, Kevin, Samy, menemukan Bagas tengah menjejalkan roti dan beberapa botol minuman ke dalam tas besar.
“Ya ampun Gendut, apa yang kamu lakukan?” seru Kevin seraya menekan pundaknya. “Bisa-bisa mobilku rusak kelebihan beban muatanmu.”
“Dasar gendut,” gerutu Devan seraya menarik punggung Bagas dan membawanya keluar. “Jangan makan terus. Perjalanan kita belum sampai.”
“Iya, nanti dulu,” protes Bagas sambil berusaha menarik botolminuman berenegi yang masih tersisa. “Aku mau habiskan dulu. Sayang kan, kalau nggak dihabiskan.”
Di samping kedai, Tasya dan Hera memilih berkeliling sambil menikmati pemandangan alam. Angin memainkan rambut mereka dengan halus. Tatapan Tasya jauh ke ujung garis cakrawala tak terbatas. Rasa nyaman dan damai menyelimuti jiwanya.
“Tempat ini begitu indah ya,” kata Hera berdiri disamping cewek itu seraya jarinya memainkan ujung daun jagung berwarna tua kecoklatan.
“Alam diciptakan untuk kita,” sahut Tasya sambil merenung. “Tapi kadang menjadi tempat mengerikan bagi manusia.”
Hera yang menyadari kejanggalan ucapan Tasya segara menimpali.
“Apa maksudmu?”
Justru Tasya bingung sendiri barusan berkata apa.
“Memang aku berkata apa?”
Hera mendesah dalam-dalam.
“Kamu kecapaian Sya,” ujarnya sambil menyentuh lengan Tasya. Sebelum melanjutkan ucapannya, Hera sudah menelan ludah, dengan wajah menegang ketakutan.Sebuah tangan kasar dan keriput keluar disela-selabatang jagung kering. Tasya juga menyaksikan pemandangan mengerikan itu. Mereka spontan berteriak keras.Namun mereka terjebak. Dibelakangnya batas pagar bambu setinggi satu meter lebih.
Hera mencoba memastikan makhluk apa yang muncul dari ladang jagung. Mereka tersentak sekaligus lega. Ternyata sosok itu adalah seorang lelaki tua dengan pakaian pertaniankumal sambil membawa sebilah sabit.
“Maaf, mengagetkan kalian,” katanya penuh penyesalan.
Tasya dan Hera mulai mengatur nafas seraya memperhatikan tubuhnya yang kurus kering dengan wajah tirus yang keriput. Topi koboy memenuhi kepalanya yang kotor. Tampak seperti orang-orangan sawah yang hidup. Sorot matanya cekung, terkesan jahat dan menyeramkan.
“Saya pemilik kebun ini,” katanya dingin. “Apa yang kalian lakukan disini?”
“Oh, kami hanya sekedar jalan-jalan,” sahut Tasya lega.
Sejenak lelaki berusia renta itu memperhatikan mereka dengan seksama. Asa rasa keingintahuan yang begitu besar.
“Kalian mau kemana?” katanya dengan nada mengejek.
“Kamisedang perjalanan ketempat liburan Pak,” Tasya ragu-ragu.
Sejenak lelaki tua itu mengernyitkan kening.“Kemana?”
“Kalau tidak salah, ke desa.... Sriw.....” Hera menjawab sambil mengingat-ingat nama desa tersebut. “Sriwilli! Yah, saya yakin itu nama desanya.”
Lelaki tua itu nampak terkejut, namun kemudian bersikap biasa lagi.
“Ohh,” gumannya seraya kembali lagi menuju kebun jagung. Sebelum hilang didalam rerimbunan, lelaki tua itu berpaling.
“Hati-hati!” katanya suara kering dan tajam. “Tanaman jagung disana bukan sahabat yang bagus untuk kalian!Sebaiknya kalian kembali.”
“A-apa maksudnya?” tanya Tasya buru-buru.
Lelaki tua itu menyeringai misterius. Lalu masuk kedalam ladang jagung.
“Kalau tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian, sebaiknya pergi dari sini!”
Tasya dari Hera terbelalak ketakutan. Mereka saling menggenggam erat tangan dengan tubuh bergetar. Setelah melenyapkan perasaan itu, mereka menyadari lelaki tua itu sudah lenyap dari pandangan. Setelah kondisinya agak tenang, Hera memiliki pendapat, mungkin dia lelaki gila yang berkeliaran dalam ladang.
Berbeda dengan pikiran Tasya. Cewek itu semakin yakin bahwa tujuannya ke desa Sriwilli bukan ide yang tepat. Ia yakin ada sesuatu disana.
sesuatu yang mengerikan.
“Jangan termakan omongan lelaki tak jelas begitu, Sya!” tegas Hera seraya menenangkan sahabatnya. “Kita perlu suasana yang nyaman selama liburan. Dan aku rasa disinilah tempatnya.”
Tasya masih tampak diliputi kecemasan ketika Samy mengejutkannya.
“Apa yang kalian lakukan?” sapanya dengan pandangan khawatir. “Tadi aku mendengar suara teriakan kalian.”
“Ah, nggak ada ada-apa,” sahut Hera berusaha menenangkan suasana. “Cuma tadi ada—ada serangga disini. Yah, serangga.”
Sejurus cowok itu memperhatikan Tasya dengan seksama. Berusaha memastikan perkataan Hera.
Tasya mengangguk kecil.
“Wajah kalian pucat. Seperti habis melihat hantu?” ujar Samy.
“Sudahlah. Nggak apa-apa,” kata Tasya seraya bergegas meninggalkan tempat itu. Ia tidak ingin membahasnya lebih lanjut masalah itu, meksi dalam benaknya, ingin tahu apa maksud perkataan lelaki tua tadi.
Setelah semua orang berkumpul, Devan mengumumkan untuk melanjutkan perjalanan. Kira-kira hanya butuh dua puluh menit lagi untuk sampai di tempat tujuan.
*****
Perjalanan ini terasa berbeda dari sebelumnya. Tasya dan Hera lebih banyak diam. Mereka masih memikirkan kejadian di samping kedai makan. Devan dan Kevin tampak terlihat begitu menikmati perjalanan. Apalagi mereka sudah memikirkan sejuta cara untuk mengerjai Bagas.
Sementara Bagas duduk tenang dibelakang bersama Jaki dan Samy. Jaki sendiri menggerutu terus harus duduk dekat Bagas. Cowok gendut itu membuka sebungkus roti sosis sambil terus menggerutu.
“Hei, Sam,” sapa Bagas sambil terus mengunyah.
“Hei juga Gas,” sahut Samy ramah. “Aku nggak tahu kamu ikut juga.”
“Kevin memaksaku untuk ikut,” jawabnya sambil menunjukkan mata berbinar senang. Hal tersebut membuat Samy heran.
“Kamu kok kelihatan senang?” kata Samy sambil mengamati wajah temannya penuh lemak. Kemudian dengan nada berbisik ia meneruskan, “Biasanya mereka sering menjahilimu, Gas.”
“Sssstttt. Jangan keras-keras,” katanya sambil menutup mulut Samy takut terdengar Jaki yang duduknya paling dekat. Namun sepertinya ia sedang sibuk dengan air phone-nya. “Kevin memberiku banyak makanan dan uang,” lanjutnya sambil tersenyum senang. “Dia juga memberi ongkos taxi gratis padaku supaya datang kesini.”
Samy menggeleng prihatin. Terkejut dengan pengakuan temannya.
“Tenang saja Sam, aku bisa jaga diri kok,” katanya menenangkan, sambil membuka lebar isi tas dan memperlihatkan beberapa bungkusan roti dan kue.
“Kamu nggak kapok-kapok, selau saja menuruti perintah Kevin,” ujar Samy setengah berbisik. Ia berani berkata begitu karena Jaki sibuk memainkan game player melalui handset. Tidak mungkin suara terdengar olehnya.
Bagas cuma nyengir seraya kembali membuka bungkus roti dan melahap isinya. Samy menarik nafas dalam-dalam. Rasanya bingung menghadapi bagas. Temannya tidak bisa menentukan sikap secara jelas mana yang baik dan mana yang tidak. Setiap kali dibuli mereka, tetap saja mau berkompromi dengan Devan dan Kevin. Seperti tidak memiliki akal sehat.
Perjalanan mereka berakhirpada ladang jagung yang berwarna kuning pucat. Mobil mereka memasuki pelataran luasyang ditumbuhi rumput-rumput pendek dan rapi. Beberapapohon jati tua tumbuh di sisi barat pelataran. Membuat tempat itu tidak sepenuhnya tersengatsinar matahari. Sebuah rumah kayu yang cukup besarbertantai duaberdiri menghadap pelataran.Rumah besar milik Kakek Johan dan Nenek Sita sudah kelihatan tua, namun masih kokoh dan indah. Para remaja turun dari mobil sambil berretiak kegirangan. Perjalanan yang menjenuhkan sudah berakhir. Mereka menginjakkan kaki di desa Sriwilli disambut tiupan angin lembut yang menyejukkan wajah. Mempermainkan perlahan rambut-rambut mereka. Anisa nampak begitumenikmati. Gaunputih seperti
Perasaan Tasyasama sekali sudah melupakan ketakutan seperti sebelumnya.Sekarang penuh keceriaan dangerai tawa bersama Hera. Diantara semua cewek, Tasya yang palingahli dalam membuat makanan.Mereka tidak mau melibatkan Anisa yang suka bersolek. Cewek itu hanya akan menambah masalah kalau dilibatkan. Namun Anisa sesekali butuh teman sesasama wanita. Jadi ia menemani Tasya dan Hera di dapur.Sejak masuk ke dapur cewek norak itu hanyasibuk menghiasdiri.Membawa serta cermim kecil kesayangannya.Cermin itu sudah seperti separuh nyawanya. Kemanapun selalu dibawa. Bahkan saat tidur sekalipun!
Tak terasa, malam pun tiba. Suasana sepi nan mencekam menyelimuti pertanian jagung maha luas. Membuat suasan dalam rumah itu nampak seperti pekuburan kono. Pukul tujuh, para remaja sudah menyelesaikan makan malam dengan meriah. Semua lauk ludes tanpa sisa. Mereka seperti tidak makan dalam beberapa hari. Perut mereka seperti lebih besar dan lebih banyak menampung makanan dari biasanya.Bagas tidak lupa mengambil dua kali lipat dari porsi teman-temannya. Permintaan Bagas, tidak gratis. Devan menuntut konpensasi, memijat punggungnya nanti malam. Seperti yang lain, Tasya juga makan dengan lahap. Ia terbawa suasana kelaparan seperti teman-temannya. Suasana yang sama sekali tidak bisa didapat didalam rumahnya, meski memiliki keluarga dan uang yang cukup. Kehidupan dalam rumah dirasakan begitu jenuh dan monoton. Tidak ada derai tawa keluarga saat berkumpul di ruang keluarga, yang tampak hanya sunyi seperti pekuburan. Kedua orang tuanya
Pesta masih berlanjut. Tasya dan Hera muncul sambil membawa minuman Bajigur dalam teko logam yang besar dan sekotak biskuit. Bagas menyusul dibekangnya sambil membawa baki berisi gelas. Samy tengah sibuk mengumpulkan kayu bakar yang diambil dari teras belakang rumah.Kemudian ke delapan anak remaja itu duduk mengitari api unggun sambil sesekali bercanda. Kevin sudah memeluk gitarnya sambil sesekali beradu pandang dengan Anis. Lagi-lagi sang Vokalis Jaki menunjukkan penampilan buruknya. Namun mereka semua menjadi lebih bersemangat.“Pesta segera dimulai, kawan!” seru Devan sambil mengacungkan tangan. Ia berusaha menguasi keadaan. Meyakinkan diri sendiri, bahwa semuanya baik-baik saja.Mereka semua sorak kegirangan. Gelas-gelas diisi minuman penghangat. Aroma harum khas kelapa menyeruak hidung. Tasya sendiri sudah sama sekali melupakan firasat buruk dan pertemuanny
Rasanya sudah bolak-balik melewati jalan yang berbeda. Namun tetap saja rombongan remaja itu tidak menemukan rumah Kakek Johan. Devan yang memimpin di depan pun tidak bisa berbuat banyak. Mereka seolah tersesat di dalam ladang. Lalu mereka berhenti di tengah ladang yang kosong dan berhenti sambil melepas lelah. “Kita tidak bisa keluar dari ladang sialan ini!” keluh Hera sambil mengatur nafas. “Ya, kenapa bisa begini,” sahut Kevin. “Aneh, kok bisa tersesat di ladang.” Tasya menimpali seraya duduk diatas tumpukan daun jagung kering yang terikat rapi. Ia meluruskan kedua kakinyayang kaku. “Coba cari sinyal!” ujar Samy, yang sudah mengayun-ayunkan handphone di udara. “Nihil. Tidak ada sinyal!” Tasya mengeluh sambil terus berjalan mencari sinyal. Remaja yang lain juga melakukan hal yang sama. Mereka mendengus k
“Sudah pukul dua belas!” seru Tasya beberapa saat kemudian. “Apa kalian tidak ngantuk?”“Ah, rasanya malam hari begitu cepat sih,” sahut Kevin kecewa.“Benar, harusnya waktu jangan terlalu cepat,” sahut Anisa sambil menggeliat malas.“Memangnya waktu punya nenek moyangmu!” protes Jaki.“Kita harus cepat tidur. Aku ngantuk banget, besok pekerjaan kita masih banyak,” ujar Hera sambil menguap. Lalu bergegas naik menyururi tangga menuju kamar. Begitu melihat bed cover ia langsung menerjunkan diri.Sebelum menyusul yang lain, Tasya memutuskan ke kamar mandi untuk buang air. Ia pelan-pelan menuju lorong menuju kamar kecil.Lampunya tidak seterang di ruang tamu atau ruang lainnya. Dalam lima menit, ia sudah keluar dari kamar mandi. Matanya masih belum ngantuk namun tidak ada kegiatan lag
Suara itu berasal dari luar gudang. Samy bergegas berlari keluar. Hera mengikuti dibelakangnya. Mereka sempat melihatsesuatuberlari terburu-buru masuk ke ladang jagung. Sangat cepat sehingga sulit dipastikan orang atau apa.Samy menahan tangan Hera yang bermaksud mengejar.“Jangan dikejar,” katanya sambil memperhatikan selajur tanaman jagung yang masih bergoyang-goyang.“Aku penasaran Sam!” lirihnya sambil menahan geram.“Aku takut kalau itu pencuri,” ujar Samy. “Kita tidak mungkin menangkap pencuri berdua.”“Kamu takut?” tatapan mata Hera mengecam.“Bukan itu,” sahutnya. Namun cewek itu sudah melangkah ke dalam rerimbunan jagung.“Dasar keras kepala!” gumam Samy. Ia tidak tega melihat cewek itu sendirian. Akhirnya nekat masuk mengikutinya masu
Tasya muncul dari dapur dan memberitahu waktunya sarapan pagi. Saat itu di ruang tamu, semua teman-temannya tengah duduk malas-malasan. Sejak matahari mulai menunjukkan kecerahannya, Tasya dan Hera sudah sibuk di dapur. Mereka memasak tumis buncis, sosis goreng dan telur dadar.Sarapan pagi berjalan sempurna. Mereka melupakan teror-teror yang tidak jelas.Diatas meja, tidak tampak tekanan atau kesedihan. Tasya dan Hera pun terlihat tampak seperti biasanya, mencoba menikmati suasana sarapan seperti yang lain.“Ah, sambal ini terlalu pedas.” Komentar Kevin buru-buru mengambil air minum dan menenggaknya.“Salah sendiri ambil sambal terlalu banyak,” ujar Tasya yang merasa membuat sambal.“Kev, kamu cowok macam apa sih, baru makan sambal saja sudah kepedasan,” celoteh Jaki menggoda.Kevin yang merasa
Bab nektEuforia Menuju Farm JohanSebuah mobil jepp warna biru meluncur meninggalkan kota Kranviile. Terdapat enam penumpang dengan wajah penuh keceriaan. Mereka tak lain adalah Linda, Jean dan Farah. Sementara tiga lelaki, Roy dan tua temannya, Jo dan Kim. Mereka nekad berangkat ke Farm Sriwilli tanpa Tasya dan Hera. Sudah berbagai cara membujuk dan memaksa kedua cewek itu tetapi tak berhasil. Awalnya Linda memaksa Tasya dan Hera ikut serta sebagai pemangu perjalanan karena keduanya memiliki pengalaman banyak Farm Sriwilli.Setelah melewati hampir dua jam, mereka berhenti di sebuah kedai makan. Hal itu dikarenakan Jim ingin buang air kecil.Sambil menunggu cowok bertubuh gempal itu, Linda dan yang lain melihat-lihat area sekitar ladang jagung yang masih hijau segar. Mereka tak membeli perbekalan, karena Jean sud
Tak berapa lama seorang polisi lokal yang sedang berpatroli menemukan mobil terbengkalai. Dia memeriksa mobil dengan cup yang masih terbuka. Sesaat dia meneliti di sekitar ladang kering tapi tak menemukan siapa-siapa. Lalu polisi berusia setengah abad itu masuk ke ladang kering berisi semak. Dia berinisiatif mencari sumber mata air, karena sudah dipastikan pemilik mobil mencari air untuk mengisi radiator.Beberapa saat polisi itu melihat sungai kecil. Secara perlahan dan penuh waspada dia menelusuri sungai tersebut. Di sana dia agak kecewa karena tak menemukan siapa-siapa. Namun saat dia hendak berbalik, polisi itu secara tak sengaja terkatuk sesuatu yang menyebabkannya jatuh. Dia memekik tertahan, saat melihat seseorang tergeletak dengan mulut terbuka. Di bagian leher terdapat bekas jeratan atau cekikan kuat. Dia yakin, orang tak bernyawa itu adalah pemilik mobil yang terbengkalai di jalan.Se
Tidak membuang banyak waktu lagi bagi Samy untuk segera sampai di pertanian Sriwilli. Dengan menumpang angkutan yang membawa jerami kering, Samy menuju pertanian milik Johan Farm. Hanya membutuhkan waktu dua jam, dia sampai di rumah tua bekas kediaman keluarga Johan itu. Setelah turun, Samy menebarkan pandangan ke pertanian kering itu. Sekilas memorinya mengenang ladang jagung Johan Farm yang penuh dengan monster kutukan yang meninggalkan ceceran darah dari teman-temannya.Suasana panas, membawa Samy untuk segera masuk ke rumah tua milik Kakek Johan. Perlahan Samy melintasi pelataran luas itu. Kondisi rumah sepertinya sudah jauh berbeda dari tiga tahun yang lalu. Area sekitar rumah juga sudah lapang. Hanya menyisakan bekas batang jagung kering. Jadi pertanian tersebut terlihat tidak seseram dulu. Hanya saja Samy masih terus waspada karena bagaimanapun juga tempat itu masih
Suasana masih sore, ketika Samy berada dalam perjalanan bus menuju Sriwilli. Dia masih cemas ketika turun di perbatasan kota sudah malam. Karena jika malam, kendaraan umum menuju Sriwilli Farm sangat sulit. Jarang ada angkutan yang mau menuju ke desa kecil itu. Terlebih setelah tragedi mengerikan tiga tahun yang lalu.Samy mendengus kesal, ketika kekhawatirannya terjadi. Dia sampai di batas kota ketika malam turun. Itu artinya dia tidak bisa kemana-mana di tempat itu. Akhirnya dia memilih untuk mengingap di motel tersebut dan melanjutkan perjalananan esok harinya.Setelah memesan kamar, Samy langsung memutuskan istirahat. Rasa lelah benar-benar menyergap dirinya. Bukan lelah dari fisik saja, melainkan dari pikiran yang sepanjang perjalanan terus menyelimutinya. Terutama, saat dalam perjalanan tadi. Samy terus mendapat penglihatan Sriwilli Farm banjir darah. Darah dan mayat seperti lautan yang menggenang. Penglihatan itu sangat menger
Meskipun sudah lebih baik dan terbiasa hidup dengan pernglihatan masa depan, Samy masih sering dihantui mimpi-mimpi aneh dalam tidurnya. Dalam mimpi tersebut dia tiba-tiba berada di sebuah ladang jagung yang luas. Tempat asing itu nampak begitu mengerikan dengan ratusan burung gagak berterbangan di langit ladang tersebut. Sehingga ladang itu terlihat gelap seperti malam. Samy semakin terkejut begitu mendapati dirinya sedang terikat di tiang pemancang. Semakin meronta melepaskan diri, semakin kuat lilitan tali itu mengeratnya. Samy hanya bisa menjerit dalam belenggu yang mengerikan. Dan pada detik berikutnnya burung gagak lenyap entah kemana.Seolah ada dorongan kuat dalam hati, Samy kepikiran tempat mengerikan itu. Sehingga dia memutuskan untuk pergi kesana. Samy yang sudah tidak bisa menahan diri lagi, pergi ke Sriwilli keesokan harinya dengan berbekal uang yang diberikan Tasya tanpa sepengetahuan Hera.&
Tak menyangka sama sekali kalau nasib Samy perlahan berubah. Hal itu diawali dengan kekuatan penglihatan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Kekuatan yang awalnya membuatnya takut, perlahan mulai membawa keberuntungan. Setidaknya, Samy sudah mulai diharagai di kota Kranville. Sesuatu yang tak pernah dapatkan di tempat tinggal paman dan bibinya selama ini.Malam ini tak seperti biasanya, Tasya berkunjung ke tempat kosnya. Kunjungan cewek itu sontak membuat Samy salah tingkah. Terlebih ketika teringat pelukannya saat menolongnya dari kecelakaan itu.“Pastinya kamu belum makan malam?” tanya Tasya sambil menyodorkan kue kering yang sempat di toko seberang jalan.Samy mengangguk malu-malu. Sikapnya tak pernah berubah sejak dulu. Pemalu dan mudah salah tingkah.“Terima kasih,” jawabnya sambil mulai makan.Tasya memperhatikan cara makan Samy yang seperti k
Ternyata rencana ketiga cewek super tengil di kampus Kranville tidak main-main. Mereka memiliki tekad bulat untuk pergi ke pertanian Sriwili. Tentunya rencana itu tanpa sepengetahuan`pihak kampus karena jelas tidak akan disetujuinya. Mendengar rencana gila itu, Roy si berandal kampus serta dua temannya antusias saat Linda memberitahunya. “Kapan kita berangkat?” tanya Roy sambil membenarkan ikat kepalanya dari kain slayer. “Rencananya akhir pekan ini.” Jean memberitahu. “So, apa kita cuma berenam kesana?” tanya Roy lagi. “Siapa lagi?” sahut Linda. Roy tersenyum nakal. “Bagaimana dua cewek aneh itu?” Linda langsung tahu siapa yang dimaksud. “Mereka akan menentang rencana kita.” “Kok bisa?” Roy penasaran. “Kalau mereka ikut, tentu lebih
Sepulang acara karnaval membuat Tasya gelisah. Dia merasa harus segera membantu Samy secepatnya. Selain kasihan, dia juga masih merasa memiliki harapan cintanya kepada pria itu. Meskipun sekarang Samy tak memiliki pesona apapun. Hera memberikan usul supaya Samy mengontrak tempat dekat dengan kampus. Dengan syarat jangan sampai Linda dan kawan-kawannya tahu. Bisa gawat urusannya kalau sampai mereka tahu ada cowok simpanan. Mereka pasti akan mengira yang aneh-aneh dan bisa cepat viral di kampus. Keesokan harinya, Tasya dan Lindan menemui Samy di pasar Kranville. Awalnya mereka dibuat putus asa karena tak menjumpai pria tersebut. Namun ketika mereka hendak pulang, Samy muncul di depannya. “Aku akan membantumu. Ikutlah kami, Sam!” ujar Hera. Samy mengangguk. Tanpa sepatah kata sedikit pun. “Sam, apa yang terjadi denganmu. Kita sudah lama sekali tak bertemu... Akhirnya Ta
Sepulang acara karnaval membuat Tasya gelisah. Dia merasa harus segera membantu Samy secepatnya. Selain kasihan, dia juga masih merasa memiliki harapan cintanya kepada pria itu. Meskipun sekarang Samy tak memiliki pesona apapun.Hera memberikan usul supaya Samy mengontrak tempat dekat dengan kampus. Dengan syarat jangan sampai Linda dan kawan-kawannya tahu. Bisa gawat urusannya kalau sampai mereka tahu ada cowok simpanan. Mereka pasti akan mengira yang aneh-aneh dan bisa cepat viral di kampus.Keesokan harinya, Tasya dan Lindan menemui Samy di pasar Kranville. Awalnya mereka dibuat putus asa karena tak menjumpai pria tersebut. Namun ketika mereka hendak pulang, Samy muncul di depannya.“Aku akan membantumu. Ikutlah kami, Sam!” ujar Hera.Samy mengangguk. Tanpa sepatah kata sedikit pun.“Sam, apa yang