Dengan berat hati, kuizinkan Xander masuk ke dalam kamar. Saat ini aku sedang duduk di atas kasur, sedangkan Xander berjalan mengitari kamarku.
"Aku dan Balthier tak memiliki hubungan yang harmonis, kurasa kau tau. Aku bisa sampai di sini, karena ia mengundangku datang. Ia bilang pacar barunya adalah temanmu, dan kalian akan liburan bersama. Tentu saja aku akan ikut, aku tak tahu kalau ada Anne.""Mmh ... mantanmu!" lanjutku spontan. Xander melirik dan tersenyum ke arahku. Ia mengambil kursi dan duduk di depanku. "Aku tak pernah punya kekasih, Nadja. Aku tak pernah mencintai siapa pun. Hanya kau. Kau orang yang ditakdirkan untukku, untuk menemani hidupku." "Lalu ... Anne itu mantan apa? Mantan fuck buddy?" tanyaku kesal. "Kalau kujawab iya, akankah kau marah?""Tentu saja tidak. Kenapa harus marah? Kau dan aku hanya dosen dan mahasiswa, kan?" jawabku ketus."Kau dan aku lebih dari dos"Seumur hidupku, tak pernah ada 'pria biasa' yang main sosor dan cium perempuan yang sedang ia taksir, kecuali diizinkan!" protesku pada kelakuannya."Untuk hal itu, aku tak bisa tahan. Salah sendiri kau punya bibir yang menggoda untuk dicium. Jadi, kau mau aku temani berjalan ke kebun?Kau suka bunga kan? Aku tahu tempat bagus melihat bunga. Ayo!" Xander menarik tanganku, membuatku berdiri dan berjalan di belakangnya.Kami berjalan keluar vila dan berbelok sebelum keluar dari gerbang terluar vila ini. Ada jalan setapak yang memutar ke arah belakang vila, lalu membelok lagi ke kiri melewati beberapa kebun kecil dengan jalan setapak bebatuan kecil. Sepanjang jalan Xander diam, masih menggenggam tanganku. Kadang aku merutuki kebodohanku, sudah tau orang ini bukan manusia normal, kenapa aku tetap berbuat baik padanya? Sudah tahu, pria ini yang menghantui malam-malamku sampai kekurangan tidur, tapi masih saja aku mau diajak berjal
Xander membawaku kembali ke vila. Dalam perjalanan menuju vila, tubuhku terasa sangat lemas. Awalnya aku menapis tangan Xander yang ingin menggandengku, namun saat kepalaku mulai berdentum sakit tanganku berusaha meraih Xander yang sigap memegangiku."Kepalaku ... sakit. Aku tak sanggup jalan," ucapku memejamkan mata.Xander tanpa komentar menggendongku dengan kedua tangannya. Ia berjalan dengan tenang, meskipun kutahu ia merasa berat. Berjalan sedikit mendaki dan menggendongku yang berat badannya lumayan berat. Kepalaku masih sangat sakit, aku memilih memejamkan mata.Sampai di vila, Xander membaringkanku di atas kasurku. Aku membuka mata. Kepalaku masih sakit, tubuhku masih lemas. Aku hanya berbaring dalam diam. Xander sigap mencari gelas dan mengisinya dengan air. Ia mendudukkanku dan memberikan gelas berisi air untuk kuminum.
"Percayalah, kau akan merengek nanti. Memohon agar aku bercinta denganmu. Lagi dan lagi.""Nope. Never. Mmh ... mmh ... Xander ... mmh ... kenapa tubuhku panas?" Aku merasakan panas yang teramat besar, seperti terbakar dalam rumah yang terkepung api."Panas." Aku berlari menuju kamar mandi. Kubuka pakaianku dan langsung mengguyur tubuhku dengan air dari shower. "No. No. Jangan!" Xander menyusul ke kamar mandi dan menarik tanganku dari shower. Ia melihatku tanpa busana dan untuk pertama kalinya aku tak perduli. Hanya fokus dengan rasa panas dalam tubuhku."Aku kepanasan. Biarkan!" Aku menolak dan tetap mengguyur tubuhku yang terasa semakin panas. Sangat panas, kepalaku bahkan terasa ingin meledak."Kau akan semakin merasa panas kalau terkena air, percaya padaku.
Aku terbangun dengan rasa luar biasa. Tubuhku terasa lebih hidup dan bersemangat. Aku membuka mata dengan penglihatan yang lebih jelas. Aku menengok ke sebelah kanan, di sana ... pria yang tadi malam membuatku merasa spesial. Pria perenggut mahkotaku. Perenggut?Bukankah aku yang menyuruhnya? Tapi tetap saja! Gara-gara dia, aku jadi seperti ini. Huh!Timbul gejolak amarah yang membakar diriku. Gejolak tidak seperti tadi malam. Ini adalah perasaanku yang merasa sangat marah kepada pria yang sedang terbaring tanpa menggunakan pakaian di sampingku. Pria dengan dada bidang dan perut rata yang keras yang tadi malam aku cakar, cium, raba, dan jilat. Aku memukul dada Xander dengan keras, berusaha membangunkannya. Saat ini aku sudah menjadi diriku sendiri atau setidaknya lebih sadar dibandingkan keadaanku tadi malam. Aku akan mengkonfrontasinya."Xander!" ucapku menepuk dadanya keras.
Aku menuruni tangga menuju ruang makan. Sekarang sudah jam sembilan pag. Saatnya sarapan, kan? Lagi pula entah kenapa perutku rasanya sangat lapar. Aku sepertinya bisa memakan sampai lima porsi makanan normalku saat ini.Di ruang makan, sudah ada Lidya, Balthier dan Anne yang duduk manis mengitari meja. Saat kakiku menyentuh ruagn makan itu, semua mata memandang dengan heran.“Nadja? tanya Lidya dengan nada bingung. Ia seakan tak percaya kalau yang datang adalah aku. Kenapa memang? Seingatku, aku sudah memakai pakaian dengan benar dan menyisir rambutku."Ya? Kenapa, Lid? Kau seperti baru pertama melihat ku saja," ucapku sambil tersenyum dan duduk di samping Lidya. Persis di depanku, Anne memandang intens. Ini lagi, cari perkara di pagi hari."Kau Nadja?" Ulang Lidya, memperhatikan wajahku dari dekat. Matanya membulat pe
Saat kami bejalan menuju vila untuk pulang dari padang bunga yang indah itu, aku sengaja berjalan agar dekat dengan Xander. Aku berbisik padanya mau bicara, agar ia memperlambat langkahnya. Pria ini kalau ada di luar ruangan sikapnya kaku, padahal kalau cuma berdua sikapnya sangat genit.“Xander! Kenapa kau tak bilang kalau proses transform itu sangat menyakitkan?!" protesku, sedikit membentak."Balthier yang bilang? Huh!" tanyanya dengan sedikit menyindir."Kenapa kau lebih percaya kepadanya dibanding aku?""Just answer the damn question!" bentakku lagi sambil menghentikan langkah. Xander ikut berhenti dan memandangku dengan wajah tak terbaca."Ya. Proses berubah untuk pertama kali akan sangat sakit. Tapi kau punya aku. Setidaknya keberadaanku akan membuatmu tak terlalu merasakannya," jawab Xander memandang lurus kepadaku.
Wondering why we bother with love if its never lastKenapa lagu Taylor Swift ini cocokologi sekali denganku sekarang? Cuma beda ending. Di lagu yang berjudul Mine itu, Taylor Swift yang punya sejarah kelam dari kedua orang tuanya yang selalu bertengkar, akhirnya menemukan cintanya. Pria yang akhirnya bisa menghapus traumanya. Sedangkan aku, bukannya hilang, traumaku malah bertambah.Aku sedang bersiap ke kampus dengan sepada andalanku. Hari ini adalah hari pertama perkuliahan, dan aku akan melanjutkan soreku dengan bekerja di laundry. Hari pertama kuliah semoga tidak ada dosen terkutuk itu. Sejauh ini tak ada yang terjadi dengan diriku, setidaknya tidak ada bulu lebat yang tumbuh atau mulut yang bertumbuh menyerupai moncong. Sudah menjadi kebiasaanku setiap pagi untuk bercermin setelah bangun tidur. Aku takut wajahku berubah dalam semalam menjadi serigala. Setiap hari tak pernah kulewatkan untuk merutuki dan menyumpahi pria
Lembar jawabanku berhasil dikumpulkan di meja Xander. Untuk jawaban nomor dua, terpaksa aku mengarag bebas. Setidaknya terisi, paling tidak aku bisa mendapat nilai ¼ untuk mengisinya asal, seperti mata kuliah lain. Kutanya Sean saat kami berjalan di koridor menuju kelasku berikutnya. Sean menuju kelasnya yang terletak satu arah denganku."Kau bisa nomor dua?" tanyaku padanya."Iya. Itu materi tersulit, jadi aku benar-benar mengulangnya saat pertama kali mendapatkannya. Professor Drake, dosenku yang sebelumnya sudah berpesan, memang itu materi yang penting," jelasnya sambil tersenyum. Sean ramah, baik dan menyenangkan."Oh. Lalu aku bagaimana? Aku sama sekali tidak paham materi itu. Kau bisa mengajariku?" pintaku sambil berhenti dan menatap wajahnya dengan memelas.Sean tertawa. "Jangan memintaku mengajarimu. Aku saja tak paham benar, aku hanya menulis teori dan penjelasan dari dosenku saat itu. Aku juga
“Nadja…”“Nadja..” Bisikku.Aku melihat kelopak matanya bergerak perlahan. Sebuah kemajuan.“Nadja…”“Nadja..”Kepalaku terasa berat sekali, aku merasa berada di dalam dunia yang sangat gelap dengan tubuh yang sangat sakit. Seongatku...m Aku tadi memakan sebuah kue, lalu mengantuk. Tapi kenapa aku jadi seperti ini? Aku seperti sadar namun tidak bisa membuka mataku dan aku tidak bisa mengontrol tubuhku. Aku tidak bisa merasakan Jemima berada di dalam tubuhku lagi. Apakah aku sudah mati? Apakah kue itu beracun?Aku, dalam keadaan seperti ini... Dan merasa sangat lama, mungkin berhari-hari atau berminggu-minggu atau berbulan-bulan? Yang jelas, aku berada dalam kehampaan yang sangat lama. Sampai aku merasa ada sebuah sentuhan di tanganku yang sangat dingin, teramat dingin seperti aku terkena frost note, seperti aku tertimpa oleh es batu yang teramat b
“Tidurkan ia di kasur!” Perintah Devanna saat tiba di kabin. Aku sangat khawatir dengan Nadja, karena tubuhnya tak sehangat biasanya.Setelah Nadja kutidurkan di ranjang, Devanna memeriksa tangannya…mungkin memeriksa nadinya, Chralie terlihat memucat… pandangannya beralih dari Nadja kepadaku.“Kau tak merasakan apapun, Xander?” Tanya ayah kepadaku, apa maksudnya?“Nope. Aku baik-baik saja. Apa maksudnya?”“Kalau terjadi apapun yang berbahaya kepada Nadja, kau akan merasakannya… setidaknya kau tak merasakan apapun…berarti tak ada yang serius dengan Nadja.” Jelas Charlie.Aku mengembuskan napas lega, ia benar. Aku tak merasakan apapun, tak ada rasa sakit. Masalahnya adalah aku tak bisa memanggil Jemima, dan Nadja di kepalanya. Aku sama sekali tak bisa menghubungi mereka scara telepati.Devanna, berdiri dan memandang Charlie dengan pandangan cemas. “Ini jauh lebih berbahaya daripada lu
Aku mencari Charlie dan Devanna di kabinnya. Ya, dugaanku benar. Mereka ada di sana."Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanyaku heran."Xander? Dimana Nadja?" Tanya Devanna menghampiriku dengan wajah gusar. Aku melihat ke arah ayahku yang duduk bersandar di sofa. Ada sebuah cast di kakinya yang terluka."Aku menyembunyikannya di trap door di kamar." Jawabku terus terang.Devanna tak langsung menjawab, ia menengok ke arah Charlie. Aku bisa merasakan ada yang salah di sini."Pamanmu datang!" Ucap Charlie! "Ia mau membunuhku! Sepertinya ia sudah mengambil alih pack house, entah yang lain." Jelas Charlie dengan wajah suram.Aku ingin percaya bahwa Nadja baik-baik saja. Ia aman, hanya aku yang tahu tempat itu...ya ia aman."Xander, ka
Aku dan Xander sampai di pack house, aku sempat kebingungan bagaimana cara kembali berubah menjadi manusia...karena aku akan berubah dalam keadaan telanjang, atau aku naik ke atas dalam bentuk serigala?"Wait! Kau pakai pakaianku!" Ucap Xander di dalam kepalaku.Aku menengok ke arahnya, serigala Xander berubah menjadi bentuk pria tinggi besar dan tanpa pakaian, ia dengan cepat memakai celana bahannya yang ternyata ia simpan di moncongnya, jadi selama ini ia membawa pakaian dengan menggigitnya! Wow! Smart!Ia lalu memberikan kausnya dan menunjukkannya kepadaku. Aku berubah...aku membayangkan diriku berkaki dua, dan rambutku yang sebahu... Jemari tangan, dan detik berikutnya aku berubah menjadi tubuh manusiaku. Xander langsung meloloskan kaus lewat kepalaku dan memasangkannya dengan sempurna.Jadilah aku dan Xander berada di depan pack house,
‘Kau penghianat!’ Ucapku kesal kepada Jem.‘Aku hanya memberitahu Cain!’ Jawabnya merasa tak bersalah.‘Sama saja!’Setengah jam setelahnya, Xander datang dengan membawa satu buah plastic berisi beberapa test pack. Ia sudah gila!Aku memandang aneh ke arahnya. “Kau beli berapa?”“Satu…untuk setiap merek.” Jawabnya menyerahkan semuanya kepadaku. Ada sekitar dua puluh stik pemeriksaan kehamilan dalam plastic itu.“Kau kira aku bisa mengeluarkan urin satu gallon? Untuk mengetes semua alat yang kau beli?” Jawabku kesal, aku berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, setelah membaca instruksi aku melakukannya, walau dalam box instruksi dikatakan bahwa terbaik dilakukan pada urin pertama di pagi hari…ini hanya untuk memastikan saat ini. Besok pagi aku akan men
Aku dan Lidya ada di kelas ke dua dan terakhir kami di kampus hari ini.“Praktically, Kau akan keluar dari kampus ini…jadi kurasa kau di skors atau tidak, tak akan berpengaruh dnegan IPKmu? Kan?” Tanya Lidya.“Kau mengingatkanku atas derita hidupku Lidya!” Ucapku kesal.“Kapan kau pergi?” Tanyanya.“Xander bilang dalam dua minggu, ia harus berada di dalam pack. Aku meminta liburan, jadi mungkin kami akan pergi lebih awal.”“Kemana?”“Entahlah… Japan or Korea.”“Japan is cool. South Korea…is mouth watering.”“Mungkin Jepang. Ada yang ingin kulakukan di sana.”Lidya mengangguk dan diam, dosen kami telah datang. Aku berpikir, memang Lidya ada benarnya, mau aku belajar atau dapat skors sekalipun…tak akan berpengaruh dengan nilai akhirku. Karena pada akhirnya aku takkan berkuliah di sini lagi.
"Ty akan di sini bersama Lidya, sebagai gantinya ayah memintaku datang menggantikan tugas Ty. Ayah dan Devanna sepertinya kewalahan mengurus segalanya." Jelas Xander."Lalu...kalau kau nanti menjadi Alpha... Siapa yang menjadi Beta?""Aku masih harus mencari pengganti Ty, akan sangat egois kalau aku memilihnya lagi. Ia berhak menikmati hidupnya."Aku bergegas ke kelas pertamaku, hari ini sepanjang hari aku akan berada di kelas yang sama dengan Lidya. Sejak pagi aku menghiraukan Xander setelah berdebatan kami mengenai kembali ke pack.Ah…Itu dia, Lidya sudah duduk di kursi kelas dengan wajah merona dan berseri, pasti ia semalaman bersama Ty dan ia sudah mendengar kabar itu. Pantas sekali kalau ia sumringah seperti itu!“Lidya!” Sapaku dan langsung duduk di sampingnya.Lidya tersenyum sangat lebar melihatku.“Nadja,
Aku duduk di samping Lidya seperti biasa, kami mengikuti kelas seperti biasa. Aku tiba-tiba ingin ke toilet dan meminta ijin kepada dosen untuk keluar.Toilet di gedung ini terletak di pojok koridor. Hanya ada satu di lantai ini. Aku masuk dan menyelesaikan urusanku, setelah selesai aku mencuci tanganku di wastafel dan kudengar suara pintu bilik toilet terbuka dan tertutup. Aku bisa melihat seorang perempuan berjalan menuju wastafel di sampingku. Ia tersenyum, perempuan itu berambut merah dan berpakaian seksi...wajah yang sangat aku kenali. Cindy."Hai!" Sapaku berusaha tenang."Hai. Dunia sangat sempit, kita bertemu lagi di sini!" Ucapnya ia mencuci tangannya perlahan. Mata kami saling bertemu lewat cermin."Aku duluan. Bye!" Ucapku setelah selesai mencuci tanganku. Jujur saja aku ingin cepat keluar dari tempat ini....pergi menjauhinya...ja
“Mmh…Andrew…ia sengaja memantraiku.”Aku dan Xander berbarengan menjawab. “What?!”“Saat aku pulang ke kota ini, aku tak tahu…aku merasakan sebuah ketertarikan yang luar biasa kepada Andrew..bahkan melebihi perasaanku kepadanya dulu.” Jelas Lidya, ia menggenggam tangan Ty.Ty mengangguk. “Ya. Aku juga merasakan ada yang aneh dengan Lidya, beruntung aku datang ke sini.”“Ya. Dan Devanna memberinya waktu di sini lebih lama. Thanks God. Aku merasa seperti duniaku di selimuti nafsu dengan Andrew…di hari pertama kuliah… di parkiran..bahkan saat aku bersama Ty… aku membayangkannya dengan erotis.”“Lalu?” Xander bertanya sangat penasaran.“Ia manusia biasa. Itu jawaban atas pertanyaanmu. Tapi ia menggunakan seorang shaman untuk memantrai Lidya.” Ty yang menjawab.“Apakah itu mungkin?” Tanyaku.“Ya. Aku gila Nadja. Aku bertanya kepad