"Percayalah, kau akan merengek nanti. Memohon agar aku bercinta denganmu. Lagi dan lagi."
Aku terbangun dengan rasa luar biasa. Tubuhku terasa lebih hidup dan bersemangat. Aku membuka mata dengan penglihatan yang lebih jelas. Aku menengok ke sebelah kanan, di sana ... pria yang tadi malam membuatku merasa spesial. Pria perenggut mahkotaku. Perenggut?Bukankah aku yang menyuruhnya? Tapi tetap saja! Gara-gara dia, aku jadi seperti ini. Huh!Timbul gejolak amarah yang membakar diriku. Gejolak tidak seperti tadi malam. Ini adalah perasaanku yang merasa sangat marah kepada pria yang sedang terbaring tanpa menggunakan pakaian di sampingku. Pria dengan dada bidang dan perut rata yang keras yang tadi malam aku cakar, cium, raba, dan jilat. Aku memukul dada Xander dengan keras, berusaha membangunkannya. Saat ini aku sudah menjadi diriku sendiri atau setidaknya lebih sadar dibandingkan keadaanku tadi malam. Aku akan mengkonfrontasinya."Xander!" ucapku menepuk dadanya keras.
Aku menuruni tangga menuju ruang makan. Sekarang sudah jam sembilan pag. Saatnya sarapan, kan? Lagi pula entah kenapa perutku rasanya sangat lapar. Aku sepertinya bisa memakan sampai lima porsi makanan normalku saat ini.Di ruang makan, sudah ada Lidya, Balthier dan Anne yang duduk manis mengitari meja. Saat kakiku menyentuh ruagn makan itu, semua mata memandang dengan heran.“Nadja? tanya Lidya dengan nada bingung. Ia seakan tak percaya kalau yang datang adalah aku. Kenapa memang? Seingatku, aku sudah memakai pakaian dengan benar dan menyisir rambutku."Ya? Kenapa, Lid? Kau seperti baru pertama melihat ku saja," ucapku sambil tersenyum dan duduk di samping Lidya. Persis di depanku, Anne memandang intens. Ini lagi, cari perkara di pagi hari."Kau Nadja?" Ulang Lidya, memperhatikan wajahku dari dekat. Matanya membulat pe
Saat kami bejalan menuju vila untuk pulang dari padang bunga yang indah itu, aku sengaja berjalan agar dekat dengan Xander. Aku berbisik padanya mau bicara, agar ia memperlambat langkahnya. Pria ini kalau ada di luar ruangan sikapnya kaku, padahal kalau cuma berdua sikapnya sangat genit.“Xander! Kenapa kau tak bilang kalau proses transform itu sangat menyakitkan?!" protesku, sedikit membentak."Balthier yang bilang? Huh!" tanyanya dengan sedikit menyindir."Kenapa kau lebih percaya kepadanya dibanding aku?""Just answer the damn question!" bentakku lagi sambil menghentikan langkah. Xander ikut berhenti dan memandangku dengan wajah tak terbaca."Ya. Proses berubah untuk pertama kali akan sangat sakit. Tapi kau punya aku. Setidaknya keberadaanku akan membuatmu tak terlalu merasakannya," jawab Xander memandang lurus kepadaku.
Wondering why we bother with love if its never lastKenapa lagu Taylor Swift ini cocokologi sekali denganku sekarang? Cuma beda ending. Di lagu yang berjudul Mine itu, Taylor Swift yang punya sejarah kelam dari kedua orang tuanya yang selalu bertengkar, akhirnya menemukan cintanya. Pria yang akhirnya bisa menghapus traumanya. Sedangkan aku, bukannya hilang, traumaku malah bertambah.Aku sedang bersiap ke kampus dengan sepada andalanku. Hari ini adalah hari pertama perkuliahan, dan aku akan melanjutkan soreku dengan bekerja di laundry. Hari pertama kuliah semoga tidak ada dosen terkutuk itu. Sejauh ini tak ada yang terjadi dengan diriku, setidaknya tidak ada bulu lebat yang tumbuh atau mulut yang bertumbuh menyerupai moncong. Sudah menjadi kebiasaanku setiap pagi untuk bercermin setelah bangun tidur. Aku takut wajahku berubah dalam semalam menjadi serigala. Setiap hari tak pernah kulewatkan untuk merutuki dan menyumpahi pria
Lembar jawabanku berhasil dikumpulkan di meja Xander. Untuk jawaban nomor dua, terpaksa aku mengarag bebas. Setidaknya terisi, paling tidak aku bisa mendapat nilai ¼ untuk mengisinya asal, seperti mata kuliah lain. Kutanya Sean saat kami berjalan di koridor menuju kelasku berikutnya. Sean menuju kelasnya yang terletak satu arah denganku."Kau bisa nomor dua?" tanyaku padanya."Iya. Itu materi tersulit, jadi aku benar-benar mengulangnya saat pertama kali mendapatkannya. Professor Drake, dosenku yang sebelumnya sudah berpesan, memang itu materi yang penting," jelasnya sambil tersenyum. Sean ramah, baik dan menyenangkan."Oh. Lalu aku bagaimana? Aku sama sekali tidak paham materi itu. Kau bisa mengajariku?" pintaku sambil berhenti dan menatap wajahnya dengan memelas.Sean tertawa. "Jangan memintaku mengajarimu. Aku saja tak paham benar, aku hanya menulis teori dan penjelasan dari dosenku saat itu. Aku juga
Materi hidup? Aku heran dengan ucapannya. "Apa maksudnya?Materi kehidupan. Bagaimana melayani pasangan hidupmu yang seorang manusia serigala," jawabnya dengan tatapan mata intense."Aku tak mau. Kau kan sudah janji, kalau tak akan menyentuhku lagi!" protesku."Aku tak pernah berkata iya. Aku hanya berkata, seharusnya Balthier dan Anne tidak tahu kalau kita bersama. Mereka bisa melakukan hal gila yang membahayakanmu.Lalu kenapa berubah pikiran?" tanyaku sekarang yang menjadi penasaran. Entah kenapa dunia Xander seakan sangat asing namun sangat menarik bagiku. Ia berkata seakan dirinya berada di dunia ini namun memiliki alamnya sendiri. Seakan banyak sekali yang harus dimengerti."Seperti kataku sebelumnya, Balthier sempat memiliki niatan menjadi Alpha. Aku akan memberikannya baik-baik kalau ia memintaku dengan baik dan di
Pizza di depanku sudah habis dimakan kami berdua. Aku kurang lebih merasa tegang dengan tatapan intense Xander saat ini. Ia memasukkan potongan Pizza terakhirnya ke dalam mulut. Kedua alisnya terangkat.“Aku sangat kenyang. Bagaimana kalau saladnya buat nanti saja…setelah kau menjelaskan materimu tentang soal nomor dua. Kudengar itu materi yang akan keluar di ujian semester.” Ucapku mengalihkan topic.“Okay.” Jawabnya santai. Entah kenapa Xander yang mudah setuju degan usulanku ini membuatku semakin berdebar ngeri.Xander pergi ke dalam kamar dan kembali membawa sebuah buku notes. Ia duduk di sampingku dan membuka notes itu.“Ini materinya…kau baca dulu…nanti aku jelaskan kalau ada yang mau kau tanyakan.” Ucapnya menyodorkan sebuah notes yang berisi tulisan tangannya yang rapih tentang materi yang kutanyakan.“Ini not
“Xander! Aku lapar!” Ucapku masih bermalas-malasan di kasur milik Xander yang sedang duduk bersila di sampingku dengan laptopnya yang dibuka. Ia sedang focus mengerjakan sesuatu.“Hummm? Kau lapar? Mau kupesankan sesuatu? Kau mau apa?” Tanyanya tanpa melihat. Matanya masih focus pada sebuah grafik berwarna abu-abu dan biru, beberapa kali ia mengetikkan sesuatu.“Saat seperti ini aku merasa dilecehkan!” Ucapku ketus sambil mengeratkan selimut tebal yang difungsikan menutup tubuh polosku. Saat inipun Xander hanya mengenakan boxernya.Xander tersenyum dan menutup laptopnya. Ia membalikkan tubuhnya sepenuhnya kepadaku. “Kamu mau makan apa sayangku?” Tanyanya dengan senyum yang sangat memabukkan. Rambutnya yang masih berantakan dan wajahnya yang terlihat lebih glowing setelah aktifitas ranjang kami.“Hm….aku mau sesuatu yang mengenyangkan… dan cepat. Aku sudah sangat lapar.” Jawabku mengelus perutku yang sudah protes kar