Suara dentuman musik yang begitu memekakkan telinga terdengar begitu kuat di dalam bangunan yang orang-orang kenal sebagai diskotik atau club malam. Banyak pasangan muda mudi yang tengah menari di lantai dansa untuk menikmati panasnya malam ini.
Tak hanya di lantai dansa, di meja bar dan beberapa sofa yang disediakan pun penuh dengan pengunjung yang ingin menghabiskan malam di tempat tersebut. Salah satunya sebut saja Renata. Gadis manis berusia dua puluh tahun yang nyaris tiap malam selalu menghabiskan waktunya ditempat penuh maksiat tersebut.
Kali ini gadis itu datang untuk melenyapkan beban pikirannya karena baru saja ia diputuskan oleh sang pacar. Ditinggalkan karena perempuan lain baginya begitu menyakitkan. Hanya karena ia tak mau melepaskan mahkota berharganya yang selalu dituntut oleh kekasihnya tersebut.
"Wine nya lagi..." teriak Rena yang sudah mabuk.
"Maaf nona, anda sudah sangat mabuk." Ucap sang bartender.
Rena melirik bartender itu dengan tatapan tak suka. "Hei. Aku pelanggan di sini. Kau ingin aku laporkan pada atasanmu?"
Sang bartender hanya geleng-geleng kepala melihat Renata yang sudah nyaris pingsan namun masih bersikeras untuk minum. Malas berdebat, akhirnya pria itu memberikan minuman yang diminta oleh Rena untuk bisa diteguk oleh gadis tersebut.
Rena menggapai gelas minumannya, namun selalu meleset. Ia melihat gelas itu berubah menjadi tiga yang membuatnya sulit untuk menggenggam.
"Sudah kukatakan, kau sudah mabuk berat nona.."
"Diam kau. Jangan urus aku. Urus saja pekerjaanmu!" Teriak Rena kembali. Namun sedetik kemudian gadis itu menangis histeris, membuat beberapa pengunjung yang ada di sebelah Rena melirik miris kearahnya.
"Jangan perhatikan dia. Dia selalu seperti itu jika sudah mabuk.." ucap bartender saat melihat wanita disebelah Renata sudah menatap Rena heran.
"Dia pelanggan di sini?" tanya si wanita. Bartender itu hanya mengangguk sekali untuk mengiyakan.
Sementara itu dari arah pintu masuk, seorang pria berseragam santai masuk ke dalam. Ia melirik dan mencari seseorang yang seharian ini sudah mengganggu tidur nyenyaknya.
"Kau nona kecil yang menyebalkan!" gumam pria tersebut saat matanya akhirnya menangkap sosok yang ia cari. Dengan perasaan kesal, ia melangkah menuju gadis yang sudah tak sadarkan diri.
"Kau menyusahkan sekali nona kecil.." ucap sang pria saat ia sudah sampai di sebelah gadis yang sudah mabuk berat itu, siapa lagi kalau bukan Renata.
"Kau datang Ervin? Syukurlah. Bawalah nona ini pergi. Aku takut dia mengacau disini." Ucap bartender pada pria yang dipanggilnya Ervin tersebut.
"Dia sudah mengacaukan hariku Farel, kau tahu? Orangtuanya menelponku dan mengatakan gadis kecilnya menghilang dan minta untuk dicari saat itu juga." Curhat Ervin pada Farel sang bartender. Bahkan wajah Ervin saat menceritakan curhatan orang tua Rena, ia menampilkan raut kesalnya.
Farel seketika tertawa, ia tak tega melihat sahabatnya itu disiksa oleh gadis di depannya ini. "Aku akan membawanya." Ucap Ervin.
"Silahkan. Daripada dia mengacaukan bar ini.." jawab Farel dengan tampang menyebalkannya.
Ervin menatap Renata yang sudah terlelap. Sesekali ia menggeleng melihat tingkah Renata yang bergumam tak jelas. "Huuh! Ayo kita pulang nona.." Ervin mengangkat lengan Rena dan melingkarkan di lehernya, menarik Renata kebelakang agar gadis itu terbaring dan langsung ia tangkap. Setelah aman, Ervin memasukkan tangan kananya pada bagian bawah lutut Rena dan langsung mengakat gadis itu.
"Hati-hati bro, dia nyaris menghabiskan tiga botol wine. Jaga mobil mahalmu agar tak dimuntahkan.." teriak Farel sembari tertawa membuat Ervin mendelik jengkel.
Bobot tubuh Rena yang tak terlalu berat, memudahkan Ervin untuk membawa gadis itu menuju mobilnya. Sedangkan untuk mobil Rena, ia akan meminta sopir dari keluarga Rena yang menjemputnya.
*◊*◊*◊*◊*
Matahari mulai menyapa. Kicauan burung sudah mulai saling bersahut-sahutan untuk menciptakan melodi sendiri di hari ini. cahaya matahari yang menyilaukan, dengan tak sopannya menyelinap masuk melalui celah gorden kamar Rena dan tepat mengenai wajah gadis tersebut.
Rena merasa terusik dan mulai menggeliat. Namun dengan cepat ia menyentuh kepalanya yang terasa sangat sakit. Kepalanya seperti ditusuk jarum membuatnya sulit untuk membuka mata.
Sebisa mungkin Rena mencoba menormalkan tubuhnya dan sedetik kemudian ia dibuat kaget dan langsung terduduk saat netranya melihat sang mami sudah berdiri dengan tangan dilipat ke dada.
"Sudah bangun nona manis?" ucap Mirna yang mulai jengkel dengan kelakuan sang anak.
Renata yang sadar dengan gaya bicara mami nya langsung tersenyum menampakkan semua gigi rapinya, "Eh Mami. Kok pagi-pagi udah datang aja mi..." ucap Rena dengan senyum manisnya.
Mendengar perkataan sang anak, Mirna langsung memajukan tangannya dan menarik kuping sang anak membuat Rena berteriak kesakitan.
"Pagi? Kamu bilang pagi? Udah jam sepuluh gini kamu bilang pagi?" Mirna semakin menarik daun telinga sang anak membuat Renata semakin mengaduh kesakitan dan mencoba melepaskan jeweran sang mami.
"Sakit Mi. Ampun, lepasin mami..!" teriak Rena dan ia bisa sedikit lega karena tangan ajaib maminya sudah terlepas.
Rena mengusap lembut telinganya yang terasa panas. "Mami main tarik aja. Nanti lepas gimana.."
"Biarin! Buat apa punya kuping tapi nggak mau dengerin omongan mami.." geram Mirna pada anak bungsunya itu.
Rena mencebik kesal. Ia melirik kesekeliling, dan benar dugaannya, ia berada di dalam kamarnya sendiri. Rena tampak berpikir, bukannya semalam ia ada di diskotik? Kenapa sekarang bisa disini?.
Rena langsung melirik mami nya kembali, dan seolah paham akan lirikan sang anak, Mirna langsung memberitahu, "Papi kamu marah besar kemaren saat tahu udah tengah malam kamu belum pulang." Ucap Mirna.
Renata seketika menggigit bibir bagian dalamnya saat sang mami bercerita. Apa? Papinya? Mampus sudah. Bisa dipastikan mobil bakalan ditarik lagi nih.
"Mi..." Renata menatap maminya dengan wajah memelas mengiba.
"Tidak! Mami nggak mau lagi bantuin kamu. Ujung-ujungnya bakalan diulang lagi." Ucap Mirna tegas.
"Tapi mi.."
"Ini resiko yang harus kamu tanggung. Kamu sudah dewasa, jadi silahkan tanggung jawab sendiri.." Mirna langsung berbalik arah dan berjalan menuju pintu. Dengan cepat Renata mengejar walaupun ia merasa kepalanya masih sakit.
"Mi, Mi, Rena mohon mi. Bujuk papi ya.." mohon gadis itu dengan mata memelasnya.
"T.I.D.A.K.!! kamu harus belajar bertanggung jawab.." tegas sang mami.
"Tapi kali ini Rena janji mi. Rena nggak akan keluar malam lagi. Kemaren itu Rena ada kejadian tragis mi..."
Mirna melirik sang anak. "Kejadian targis?" tanyanya penasaran.
Renata mengangguk, "Tragis banget mi.." balasnya.
"Emang kamu ngapain? Kecopetan?"
"Kecopetan nggak mungkin Rena bisa ke club mi.."
"Trus apa dong? Mobilnya mogok?"
Rena lagi-lagi menggeleng, "Dimarahin dosen?"
"iiiii bukan mami. Tapi diputusin Dinar."
Mendengar jawaban sang anak, Mirna langsung melayangkan telapak tangannya pada lengan Rena yang terbuka membuat anaknya itu mengaduh.
"Mami! Kenapa dipukul..!" teriak Rena.
"Kamu ya. Benar-benar. Cuma gara-gara putus cinta, kamu nyiksa diri sampai segitunya?"
"Iiii, mami, Dinar itu cinta mati Renaaaa.." rengeknya.
"Iya! Saking cinta matinya, kamu dibuat gila sama cowok itu. Apa bagusnya sih si Dinar Dinar itu..."
Rena melirik maminya kesal, "Mami nggak tahu rasanya jatuh cinta..!" teriak Rena yang lagi-lagi mendapat pukulan dari sang mami.
"Kamu kalau bicara suka sembarangan. Kalau mami nggak tahu rasanya jatuh cinta, nggak akan ada papi kamu di disi. dan kamu sama Gilang abang kamu nggak akan ada di dunia ini.." geram Mirna.
Renata langsung mencebikkan bibirnya ke bawah. "Tapi Rena sayang sama Dinar Miiiii..."
Mirna mendelik jengah melihat tingkah sang anak gadis. "Tapi Dinarnya nggak sayang sama kamu.."
"iiii Mami masa gitu amat sama Rena.."
"Biar kamu sadar." Ucap Mirna, "Udah! Jangan merengek lagi, sekarang kamu mandi karena papi kamu udah nungguin di bawah."
Mendengar papi nya disebut, Renata langsung menatap mami nya horror. Alamat bakalan ada perang besar ini. ya Tuhan, selamatkan Rena, Ucap gadis itu membatin.
Rena melihat maminya sudah turun ke bawah, dan kini gilirannya untuk bersiap-siap terutama dalam hal menghadapi papi nya yang ia yakini sudah marah besar di bawah.
"Ya Tuhan, selamatkan Rena." Ucapnya sembari berjalan menuju kamar mandi.
Sebelum masuk, Rena menarik satu handuk bermotif Hello Kitty yang tergantung di jemuran handuk di kamarnya dan langsung berjalan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih dan bersiap diri menghadapi amukan sang papi tercinta.
Ia bahkan harus dan harus siap dengan mentalnya dan telinganya. Ia tahu bagaimana papi nya jika mengamuk dan ia paham betul, bahkan maminya tak akan sanggup membujuk.
*****
BERSAMBUNG^^
Setalah selesai memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan sedikit liptin di bibirnya, Rena mulai mengatur nafas. Menariknya kuat dan melepaskannya secara perlahan.Ia melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali sampai ia merasa cuckup nyaman dengan suasana hatinya saat ini. Setelah yakin untuk turun ke bawah menemui Papinya, ia pun akhirnya keluar dari kamar dan turun ke bawah.Selama berjalan menuju pintu kamarnya, ia selalu merapalkan doa, berharap keajaiban datang saat ia turun ke bawah nanti.Namun sepertinya itu hanya akan menjadi angan-angan Rena saja. Karena Baru saja langkahnya sampai di tangga tengah, ia sudah mendapat lirikan tajam dari papinya. Membuat Rena kesusahan meneguk salivanya sendiri.Di sebelah papinya, Rena melihat sang mami sudah duduk manis sembari menyesap minuman. Sepertinya hidupnya akan tamat hari ini. Karena sang mami yang biasa menolongnya kini pun bersikap acuh tak acuh padanya.Rena turun secara perlahan
Pagi itu Ervin yang baru saja bangun tidur karena kelelahan akibat seorang gadis yang berhasil mengacaukan jam istirahatnya. Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan berjalan turun menuju kamar mandi. Bersih-bersih dipagi hari akan terasa segar, walaupun tak bisa dikatakan pagi juga, karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh satu menit.Hari ini ia berencana akan menemui om Irman. Sahabat papanya yang tak lain adalah papi dari Renata, gadis yang semalam ia jemput dalam keadaan mabuk berat. Beruntung Rena tak muntah di mobilnya.Setelah rapi dengan pakaian santainya, Ervin langsung turun ke bawah menemui sang bunda yang tengah asik menyirami tanaman. Dengan pelan Ervin melangkah dan saat dirinya tepat berada dibelakang sang bunda, ia langsung memeluk wanita paruh baya tersebut dari belakang, "Pagi nyony
Suara benturan spatula dan wajan penggorengan terdengar sedikit berisik. Setelah direkcoki oleh bujukan menyebalkan dari Ervin, Rena akhirnya memilih mengiyakan dan langsung berjalan menuju dapur. Walaupun dengan dumelan yang tak pernah berhenti.Sebenarnya ia dan Ervin sudah mengenal sejak dulu, hanya saja Ervin yang menyebalkan membuatnya memilih tak berurusan dengan cowok itu. Tapi sekarang, apa boleh buat. Prestasi Ervin di bidang bela diri membuat papi nya meminta bantuan pada Ervin untuk menjaganya.Walaupun ia selalu menolak, papi nya pasti tak akan mau mendengarkan. Apalagi Ervin yang sudah beralih menjadi anak kesayangan papi selain bang Gilang.Bicara soal Gilang, abang satu-satunya Renata itu kini tengah menuntut ilmu di negeri pamansam. Gilang tengah menempuh kuliah kedokte
Ervin mengendarai mobilnya dengan cepat. Ia baru saja mendapat telpon dari Om Irman jika Rena pulang dalam keadaan kacau dan menangis. Bukannya Rena tadi di rumah? Bahkan Rena berjanji padanya untuk tak keluar rumah selagi dirinya diluar.Apa Rena membohonginya? Jika benar, sungguh seberapa kecewanya hatinya saat ini.Mobil yang Ervin kendarai akhirnya sampai di rumah Rena. Dengan cepat ia turun dan berlari ke dalam. Sesampainya di dalam, ia bisa melihat Rena terdiam terduduk bersimpung di lantai dengan Om Irman berdiri di hadapan Rena."Kamu bisa tidak diurus Rena? JANGAN DIAM!!!" Bentak Irman penuh emosi. Bahkan kali ini Mirna tak bisa meredakan amarah suaminya."Om..."Suara Ervin
HARI INI AKU DOUBLE UP DONG..HEHEHEH******Akhirnya setelah lama menunggu dalam penantian harap-harap cemas, Ervin bisa sedikit bernafas lega karena Renata membuka matanya. Gadis itu akhirnya bisa melihat dunia kembali walaupun masih terlihat begitu lemah."Lo udah sadar Rena?" ucap Ervin penuh syukur."Gue dimana?" tanya Rena dengan suara yang sangat kecil."Lo di rumah sakit. Lo jatuh dari tangga rumah lo dan baru sadarkan diri sekarang."Renata memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat sakit. "Jangan banyak bergerak dulu." Ucap Ervin mencoba menahan Rena yang mau merubah posisi tidur."Lo ngapain di sini? Mana mami sama papi?"
Kenangan masa kecil tentang arti sebuah ciuman pertama membuatku tertegun saat kenangan tersebut kau ulang lagi saat aku sudah beranjak dewasa.⏳aku dan masa kecilku⏳*****Hari Pertama Ervin sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia melirik jam di dinding kamar, masih menunjukkan pukul lima subuh. Namun ia sudah begitu rapi seperti orang yang hendak ber olahraga.Ervin meraih kunci mobilnya dan berjalan menuju pintu kamar, namun ia teringat sesuatu. Dengan
"Aku tak mau!" Rena menolak turun. Ia tak mau pagi-pagi harus lari keliling komplek. Apa kata cowok-cowok yang lihat nanti."Yakin tak mau?" Ervin mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.Sebuah kunci mobil yang Rena sadar itu miliknya. "Kau! Kau mengancamku?" teriak Rena.Ervin menggeleng. "Sama sekali tidak. Aku tak akan mengancammu. Ini permintaan papi mu, jadi.. Yakin tak mau jalan?" ulang Ervin lagi, kali ini ia mengikutsertakan alisnya menggoda Rena.Rena ingin sekali menyumpahi kasar, menyantet, membunuh Ervin saat ini juga. Tapi ia takut masuk penjara. Ia tak bisa membayangkan masa mudanya habis di penjara.mengalah dengan situasi, Rena akhirnya memilih untuk mengikuti
Rena masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan yang sangat bahagia. Ia tak pernah merasakan rindu rumah selama ini, nmaun sekarang ia sangat merindukan rumahnya, apalagi kamar tidurnya.Setelah masuk, ia segera berlari menuju kamarnya dan menutup pintu cukup kuat. Irman bahkan dibuat terkejut saat ia baru saja keluar kamar, namun langsung mendapati anaknya berlari menuju kamar dan menutup pintu kuat tanpa menyapa dan melirik ke arahnya."Pagi om.." sapa Ervin yang baru saja sampai."Oh, pagi Vin. Rena kenapa?" tanya Om Irman pada Ervin.Ervin mengangkat bahunya, "Nggak tahu om. Datang bulan mungkin.." jawab Ervin sekenanya. Padahal kenyataannya ia tahu kenapa Rena langsung berlari ke dalam kamar.Irman menatap Ervin bingung, ia melihat raut wajah lelah Ervin, dan seketika ia paham kenapa Ervin menjawab pertanyaannya dengan sedikit dingin."Rena cari masalah lagi?" tebak Irma
Sore ini Rena baru saja pulang dari jalan-jalan bersama Ervin. Ia pergi dengan kekasihnya itu dari pagi. Dan perjalanan mereka sungguh menyenangkan.Sesuai janji Ervin pada mami Mirna tadi, ia akan mengantar Rena kembali pulang sesuai jam yang disebutkan. Sebenarnya Rena belum puas menghabiskan liburnya dengan Ervin ,tapi mau bagaimana lagi, ia belum mendapat lampu hijau dari mami dan papinya.Oh tidak, mungkin jika untuk papi, ia sudah mendapatkan angin segar. Namun untuk maminya, ia belum diberi angin segar. Apalagi Gilang yang kemaren ini berhasil mengorek kabar tersebut darinya.Rena keluar dari mobil Ervin. Diikuti oleh Ervin juga. Saat Rena membuka pintu rumahnya, ternyata terkunci.Rena mencoba mengetuk. Dan tak berapa lama, seseorang yang selama ini tak pernah ia lihat keberadaannya mendadak berdiri di hadapannya."Gilang?" Ervin terkejut melihat keberadaan Gilang di depannya
Siang ini Rena baru saja menginjakkan kakinya di halaman kantor milik Ervin. Ia merasa suntuk setelah setengah hari berdiam tanpa kepastian di kampusnya.Ini bukan kali pertamanya Rena ke ke kantor Ervin, namun untuk pertama kalinya ia melihat Ervin bisa tersenyum manis dengan seorang gadis yang tak ia kenal.Ya. Ia kini sedang menatap Ervin yang baru saja keluar dari lift bersama seorang gadis cantik yang sepertinya sebaya dengan Ervin.Rena menatap panjang kekasihnya tersebut. ia melipat kedua tangannya di dada lalu menghentakkan sepatu sebelah kanannya ke tanah.mencoba untuk tak kesal, dengan santainya Rena mendekat lalu berdehem memberi intruksi pada dua sejoli yang sedang bersenda gurau."Wuiiihh, pacar baru lagi? cepat banget dapat pacar.." ucap Rena yang langsung membuat Ervin terkejut.keberadaan Rena dikantornya membuat pria itu bingung. bukannya Rena di kampus? perasaan ia mengantarkan kekasihnya ini tadi ke kampus."Rena?
"Ervin!" Mutia berlari kecil mengejar sepupunya tersebut.Ervin yang tadinya ingin memasuki lift menuju ruangan kerjanya ,seketika menghentikan langkah saat ia mendengar Mutia memanggilnya.Ia melirik ke belakang dan tersenyum seketika."Pagi.." Sapa Ervin.Mutia tersenyum manis, "Pagi juga. Tumben pak bos datangnya kepagian begini.." ucap Mutia dengan nada sindiran bercanda.Tak!Ervin menjitak kepala Mutia pelan, "Berani sama boss sendiri ya?" ucapnya lalu tersenyum.Melihat perlakuan Ervin padanya, Mutia seketika dirundung perasaan yang tak menentu. Sejak lama ia berpikir tentang apa yang terjadi padanya sejak ia kenal dengan Ervin.Bisa dikatakan, pertemuannya dengan Ervin dimulai sejak ia berusia tiga belas tahun dan keanehan itu muncul saat itu juga. Ervin selalu memperlakukannya lembut walaupun dirinya selalu bar bar pada Ervin.Mutia menatap Ervin secara diam-diam. Ia melangkah mengikuti Ervin yang ma
Suasana tepian sungai yang sejuk dimana bunyi aliran air sungai mengisi gendang telinga Rena. Berpijak pada bebatuan sungai yang dialiri air yang begitu dingin membuat suasana hati Rena membaik.Di rerumputan daratan sungai ada Ervin yang saat ini tengah membentangkan tikar dan menyusun makanan yang tadi mereka bawa dari rumah.Piknik.Itulah yang saat ini mereka lakukan. Jauh dari hiruk pikuk kota, polusi udara dan kemacetan. Setelah aksi lamaran mendadak yang Ervin lakukan dan Rena menerimanya, mereka sudah seperti pasangan ABG yang dimabuk cinta.Padahal mereka berdua belum mengatakan sedikitpun status mereka pada ke dua orang tua masing-masing."Yank, udah jadi ini..!" teriak Ervin pada Rena yang masih betah menikmati suara air.Rena melirik ke belakang, ia langsung berlari mendekati Ervin dan duduk di samping kekasihnya tersebut.Ia mencomot satu potong kentag goreng dn meletakkan di ujung bibirnya.Ia me
Menyebalkan. Itulah satu kata yang bisa Rena ungkapkan untuk kekasihnya Ervin yang kini sedang duduk di kursi singgasananya.Ya.Rena saat ini berada di kantor Ervin. Setelah aksi kiss mark yang Ervin berikan padanya di mobil tadi, ia jadi tak bisa ke kampus lantaran posisi tanda itu ada di tempat terbuka di lehernya.Ingin rasanya ia mencekik Ervin namun ia tak ingin dijebloskan ke penjara.Lagi-lagi helaan nafas Rena mengganggu gendang telinga Ervin. Pria itu akhirnya memutuskan berhenti dari kerjanya sejenak."Kenapa lagi?" tanya Ervin gemas.Rena melirik kekasihnya itu dengan tatapan kesal, "bosan.." jawab Rena tegas."Yang minta ke sini kan kamu.."Rena menatap Ervin tajam, "Gara-gara kamu aku ke sini. Harusnya kan sekarang di kampus.." rutuk Rena.Ervin tersenyum geli. Ia berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati Rena
Renata berjalan menuruni tangga dengan raut wajah yang begitu cerah. Berjalan menghampiri meja makan di sudah diisi oleh mami dan papinya."Pagi papi sayang, pagi mami sayang.." serunya dengan sumringah.Tak menjawab sapaan Rena, Imran dan Mirna justru melongo menatap sang anak yang turun dari kamar sudah terlihat aneh."Kamu sakit?" tanya Mirna bingung.Renata menggeleng, "Nggak. Rena sehat kok Mi..""Kok senyum-senyum gitu. Kenapa? Ada kabar baik apa?" Mirna terlihat begitu penasaran.Renata menatap maminya sekilas lalu berpindah menatap papinya yang ternyata juga sedang menantikan jawaban dari pertanyaan mami."Rena punya pacar.." ucap Rena cepat dan pelan, namun masih terdengar oleh Mirna dan Imran."Waaaww, ternyata lagi jatuh cinta tooohh. Pantesaaan. Sama siapa?"Mirna berjalan mendekati sang anak dan duduk di kursi meja makan di sebelah Rena."Ih mami kepo..""Lhah? Nggak mau dikasih tahu nih? Percu
"Mau makan apa?" tanya Ervin pada Rena sambil menarik satu buku menu dari dua buku menu yang di sediakan cafe di atas meja. Ia membuka buku tersebut lalu melihat susunan menu yang menurutnya menggugah selera.Rena mengikuti apa yang Ervin lakukan, "Hmmm,.." gumamnya sambil melirik satu persatu menu yang tertulis di kertas tersebut.Ervin memanggil pelayan cafe sambil menunggu Rena memilih."Iya, mau pesan apa mas dan mbaknya?""Ayam kremes sambal terasi satu, oh ya mbak, tadi di pintu masuk saya lihat ada promo tingkat level sambal terasi ya?"Ervin langsung mengernyitkan matanya menatap Rena."Oh iya mbak. Kita lagi uji coba menu baru. Tingkat kepedasan sambal terasinya. Jadi promo ini akan berlaku sampai satu bulan ke depan. Kakak berminat?" jawab Pelayan tersebut.Rena mengangguk, "Kalau boleh tahu, tingkatannya sampai berapa?""Sampai
Rena keluar dari gudang disusul oleh Ervin. Pria itu tertawa melihat tingkah bodoh Rena. Melihat langkah Rena yang menunduk dan berjalan cepat membuat Ervin senyum-senyum sendiri.Ia yakin Rena malu karena ciuman panas mereka tadi. Tapi Rena penuh kejutan."Ren, tungguin pacar dong.. Duluan aja.." teriak Ervin."Ervin gila!" batin Rena. Sejak kapan mereka pacaran."Sayang! Tungguin dong!"Ervin berteriak keras membuat orang yang ada di sekitar langsung melirik ke arah mereka.Rena tak tahan lagi, ia berlari menuju parkiran dan langsung menghampiri mobil Ervin.Ia membuka pintunya namun terkunci. Ia segera melihat Ervin dan memberi kode untuk dibuka, namun Ervin justru tak mengindahkan. Ia berjalan mendekati Rena,"Bukain!!" perintah Rena.Ervin menggeleng, "Jadian dulu..!" pintanya mengucap syarat."Apaan
Kupikir gadis cantik itu bahagia. Kupikir kehidupannya penuh cinta. Namum ternyata pikiranku semua salah. Kini kulihat bahu kecil itu semakin rapuh.*****Ervin berdiri di belakang Rena saat gadis itu masih betah diam dari keterkejutannya. Rena bahkan tak berbalik arah menatap siapa yang tengah berdiri di belakangnya.Saat ini yang Rena rasakan adalah, suara itu begitu mirip dengan suara pria yang ia rindukan. Pria yang sudah tak menghubunginya lagi. Pria yang membuatnya uring-uringan."Kau tak ingin melihatku?" tanya Ervin lagi.Namun Rena tetap betah diam.Ervin menghela nafas panjang. Ia berjalan mendekati Rena dan duduk di samping gadis tersebut, "Kau tak merindukanku?" tanya Ervin lembut.Rena menggeleng. Menggeleng kuat, namun tak melihat Ervin sama sekali.Ervin mengangguk pelan, "Baiklah! Sepertinya aku salah menyusulmu ke sini. Padahal aku merindukanmu.."Deg!Rena menegakkan kepalanya lalu me