Pagi itu Ervin yang baru saja bangun tidur karena kelelahan akibat seorang gadis yang berhasil mengacaukan jam istirahatnya. Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan berjalan turun menuju kamar mandi. Bersih-bersih dipagi hari akan terasa segar, walaupun tak bisa dikatakan pagi juga, karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh satu menit.
Hari ini ia berencana akan menemui om Irman. Sahabat papanya yang tak lain adalah papi dari Renata, gadis yang semalam ia jemput dalam keadaan mabuk berat. Beruntung Rena tak muntah di mobilnya.
Setelah rapi dengan pakaian santainya, Ervin langsung turun ke bawah menemui sang bunda yang tengah asik menyirami tanaman. Dengan pelan Ervin melangkah dan saat dirinya tepat berada dibelakang sang bunda, ia langsung memeluk wanita paruh baya tersebut dari belakang, "Pagi nyonya Hermawan yang cantiknya ngalahin bidadari.." ucap Ervin dengan sedikit candaan.
Nyonya Hermawan tersenyum geli mendengar sapaan anak satu-satunya itu. "Pagi juga sayang. Baru bangun banget?" Ervin mengangguk dengan wajah sedikit ditekuk.
"Capek bunda. Ini gara-gara cewek menyebalkan anaknya om Irman."
Nyonya Hermawan tertawa mendenga aduan sang anak, "Ya mau gimana lagi. Kamu tahu kan alm ayah kamu dengan om Irman itu bersahabat dekat, bahkan mereka nyaris seperti saudara kembar yang tak bisa dipisahkan."
Ervin mengangguk. Ia paham tentang yang satu itu. Iya juga tahu seberapa sayangnya ayahnya dulu saat masih hidup dengan Om Irman. Bahkan saat perusahaan ayah butuh dana besar, perusahaan om Irman selalu membantu, begitupun sebaliknya.
Dan setelah ayah tiada, Ervin tak bisa begitu saja memutuskan tali persaudaraan yang sudah dibentuk oleh kedua pria tersebut. Jadilah, untuk terus menjaga, Ervin selalu menanyakan kabar om Irman dan sekarang, ia mendapatkan amanat dari sahabat ayahnya itu untuk menjaga Renata, gadis manja anak bungsu dari Om Irman yang nakalnya membuat emosi naik sampai ke ubun-ubun.
"Hari ini jadi kerumah om Irman?"
"Jadi bunda.."
Nyonya Hermawan membawa sang anak masuk dan berjalan menuju meja makan. Menyiapkan makanan yang tadi sudah ia buatkan untuk sang anak.
"Kamu makan dulu ya sebelum pergi, biar kamu ada tenaga menghadapi Renata." Ervin tertawa sedikit keras saat mendengar celetukan bundanya.
Ervin meraih ponselnya saatia merasakan ada getaran di ponsel tersebut. Ternyata ada panggilan dari Om Irman. Dengan cepat Ervin mengangkatnya, "Pagi Om.." sapa Ervin lebih dulu.
"Pagi juga nak. Kamu dimana?"
"Masih di rumah om, mau sarapan. Ada apa Om?"
"Nggak, ini om mau minta kamu untuk datang cepat hari ini, sepertinya gadis nakal itu akan berulah lagi.." Ervin tersenyum mendengar ucapan Om Irman yang diselipkan sedikit gerutuan dari pria tersebut.
"Siyap om. Tapi Ervin makan sebentar ya om. Laper..heheh"
"Ya sudah. Kamu makan yang banyak ya, biar ada tenaga mengahdapi putri om yang nakal itu.." sekali lagi Ervin nyaris tergelak karena ucapan Om Irman sama persis dengan ucapan bundanya yang meminta makan lebih banyak agar memiliki tenaga untuk menghadapi Renata.
"Iya om. Setelah makan, Ervin langsung ke sana.."
"Ya sudah. Makasi ya nak.."
"Sama-sama om."
Panggilan telpon pun sudah terputus. Ervin tanpa menunggu waktu lagi, ia langsung melahap nasi goreng buatan bundanya yang baginya makanan paling lezat di dunia, mengalahkan makanan para Chef terkenal.
*◊*◊*◊*◊*
Ervin baru saja sampai di halaman rumahnya Renata. Dan ternyata kedatangannya sudah disambut oleh pria tersebut beserta ibunya Renata. Setelah keluar dari mobil, Ervin berjalan menghampiri mereka berdua dan menyalami satu per satu.
"siang Om, siang tante.." ucapnya sopan.
"Siang juga sayang,gimana kabar bunda kamu? Sehat?" Mirna bertanya lebih adulu.
"Sehat tante. Kata bunda, hari ini tante mau pergi jalan-jalan sama bunda?"
"Oh iya. Tante mau belanja ke mall. Hehehe.."
Ervin menyahuti dengan senyuman. Inilah keluarga mereka, yang anehnya, disaat orang tua mereka akur bahkan sangat akrab, sang anak justru tak bisa disatukan. Sebenarnya hanya Renata saja, karena bagi Ervin, dia tak pernah mencari masalah dengan gadis tersebut.
"Oya nak, om bisa minta tolong?" Ervin langsung mengangguk.
"apa om?"
"Tadi om bertengkar dengan Renata. Kunci mobilnya Om sita dan dia langsung keluar. Katanya ke supermarket depan. Bisa kamu cek nak ke sana."
Ervin langsung memutar tubuhnya ke belakang, melihat supermarket yang berada tak jauh dari rumah itu.
"Bisa Om. Ya udah, Ervin ke sana dulu ya om." Ervin lagi-lagi menyalami pasangan suami istri tersebut dan langsung pergi.
"Ervin anak yang sopan ya pi.." ucap Mirna terharu.
"Karena itu, papi yakin Ervin bisa mengajarkan anak kita Mi."
"Mudah-mudahan pi.."
"Satu lagi yang buat papi yakin menyerahkan Rena pada Ervin itu, mami tahu kan Ervin seorang karate dengan tingkatan DAN 3. Ia juga sudah banyak mendapatkan medali emas dari pertandingan karate antar daerah bahkan antar negara. Jadi papi yakin, Ervin bisa menjaga anak kita dari orang-orang jahat yang berniat merusak." Mirna mengangguk setuju. Ia juga berharap, Ervin bisa merubah sifat Rena yang pecicilan menjadi gadis feminim yang selalu menjaga sikap.
*◊*◊*◊*◊*
Sudah lima belas menit Ervin bersandar di dinding luar supermarket. Ia menunggu seorang gadis yang begitu menyebalkan selesai berbelanja. Tadi Ervin sudah masuk ke dalam untuk mencari keberadaan Renata. Saat netranya menemukan gadis itu, Ervin langsung keluar dan memutuskan menunggu di luar saja. Setidaknya ia tahu, Renata benar-benar di dalam dan tak berbohong.
Lagi-lagi Ervin melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Sudah nyaris jam dua belas.
Braakk!
Suara bantingan mengganggu pendengaran Ervin. Ia segela melirik ke kiri dan menemukan Renata dengan belanjaannya yang berserakan di lantai.
Sepertinya gadis itu tengah kesal, batin Ervin.
Ervin memutar tubuhnya lurus menghadap Renata, namun masih setia bersandar, "Butuh bantuan nona?"
Rena terusik dan langsung melirik ke depan. Ia yang tadi kesal semakin kesal dengan kehadiran pria yang menjadi salah satu alasan kekesalannya hari ini.
ERVIN GERALDIN HERMAWAN
Dengan tatapan tak suka, Renata menatap tajam Ervin yang melangkah mendekat ke arahnya, "Mau apa lo ke sini?" bentak Renata kesal.
"Wuissh. Jangan galak-galak neng. Gue ke sini Cuma mau nyari gadis yang dari semalam udah nyusahin gue.." Ervin menghentikan langkahnya tepat di depan Renata, "Dan pagi ini, gue dihubungi lagi sama papi si gadis karena anaknya kabur." Tatapan Renata semakin tajam pada Ervin.
Tanpa banyak bicara, Rena langsung memungut kembali kantong belanjaan yang tadi ia jatuhkan dan berjalan meninggalkan Ervin. Kantong-kantong tersebut cukup mengganggunya. Bahkan Ervin bisa menyadari itu dari cara jalan Rena tang terganggu.
"Butuh bantuan nggak?" terika Ervin namun tak digubris oleh Renata.
Ervin hanya tertawa kecil, ia langsung berlari mengejar Rena dan langsung meraih semua belanjaan yang tadi Rena bawa, "Sini gue bantuin. Pamalik nolak bantuan.."
Rena yang masih kesal, mencoba kembali merebut kantong tersebut namun masih dalam mode diamnya. Sementara Ervin mencoba terus mengelak bahkan ia berjalan lebih cepat agar Renata tak bisa merebut kantong tersebut.
Rena sudah tertinggal cukup jauh. Ervin sadari itu saat ia tak mendengar langkah kaki di belakangnya. Dan tebakannya benar, karena Rena masih berdiri di posisi yang sama, "Ngapain lo di situ?! Buruan ke sini. Atau gue laporin papi lo lagi!" ancaman Ervin berhasil. Walaupun dengan hentakan kaki kesal, Rena akhirnya mau melangkah mengikuti Ervin dan pulang ke rumahnya.
"Haah.. sampai juga..." lenguh Ervin sembari peregangan. Ia meletakkan belanjaan Renata di ruang keluarga dan langsung duduk di sofa empuk yang ada di ruangan tersebut. Beberapa saat kemudia, Renata muncul dengan wajah kusutnya, "Tu wajah setrika dulu neng. Kusut amat.."
"Diem Lo!" bentak Renata keras.
"Ada apa ini? Ya Tuhan Rena, ini semua belanjaan kamu?" Mirna yang baru datang tak percaya kalau anaknya belanja sebanyak itu.
"Iya tante, lengan saya sampai sakit karena dipaksa Rena untuk bawa semuanya.." aduan Ervin yang tak mendasar membuat Rena membelalakkan matanya lebar pada Ervin. Sedangkan Ervin, ia malah menggoda Rena dengan satu kedipan mata.
"Rena nggak minta dia bawa mi.." ucap Rena melakukan pembelaan, "dan lo! Jangan mengada-ada. Kapan gue minta lo bawain belanjaan gue.!"
"Rena.. yang sopan sama Ervin.."
"Mi, dia itu cowok nyebelin yang pernah Rena kenal seumur hidup Rena. Dan kenapa papi mesti minta bantuan dia sih, menyebalkan.." gerutunya..
"Itu karena papi percaya sama Ervin." Suara Irman terdengar, "Itu karena papi yakin Ervin bisa didik kamu menjadi gadis yang feminim dan tak pecicilan lagi."
"Tapi pi..."
"Sudah. Papi nggak mau dengar bantahan kamu lagi. Cukup terima dan ingat kata papi tadi, kamu kemana-mana harus sama Ervin." Ucap Irman tegas dan tak bisa diganggu gugat lagi.
****
Renata menatap papinya lirih. Ia memutar tubuhnya dan menatap Ervin dengan tatapan kebencian. Ia benar-benar kesal dengan Ervin. Pria itu berhasil mengacaukan kebebasannya.
"Sudah. Papi mau antar mami kamu dulu ke rumah tante Rima. Dan Ervin, kamu nggak keberatan kan om minta tolong kamu buat jagain Rena sebentar di sini sampai om kembali. Tapi mungkin agak lamaan nak."
"Pi!!" teriak Rena kesal.
"Oh, nggak apa-apa om. Om tenang aja, Ervin bakalan jaga Rena dengan baik."
"Ya sudah. Om pergi ya."
"Hati-hati om. Senang-senang sama bunda ya tante.." Mirna tersenyum menjawab ucapan Ervin.
Setelah kepergian orang tua Renata, gadis itu langsung berlari menuju kamarnya.
"Makanannya nggak di bawa nih? Jangan salahin kalau gue makan ya!" teriak Ervin, namun bukan jawaban yang ia dapatkan, justru suara keras batingan pintu yang membuat Ervin geleng-geleng kepala.
Ervin merasa masa bodo. Ia meraih satu kantong plastik milik Rena dan membukanya. "Wuiihh coklat.." ia meraih satu coklat yang terkenal di Indonesia, buatan anak negeri dengan cirikhas kacang almond nya.
Setelah meraih satu coklat, ia kembali duduk menikmati sembari menonton tivi. Sementara di kamarnya, Renata dibuat kesal setengah mati. Gadis itu mencak-mencak tak jelas di atas ranjangnya. Jangan lupakan sumpah serapah yang ia keluarkan untuk pria yang kini tengah bersantai di ruang keluarga rumahnya.
Suara perut membuyarkan kebar baran Rena. Dengan cepat ia memegang perutnya yang memang belum terisi sedari pagi. Ingin ke bawah, ia malas bertemu Ervin si cowok menyebalkan.
Lagi-lagi suara perut terdengar. "Lapernyaa.." Gumam Renata.
"WOI! CEWEK BARBAR! LO NGGAK MAKAN? KATA MAMI LO,LO BELUM MAKAN...!!!"
Suara teriakan Ervin terdengar sangat jelas di telinga Renata. "Apaan sih teriak-teriak. Dia kira di sini hutan.." gumamnya semakin kesal.
Sekesal-kesalnya Rena, rasa lapanya lebih menguasai dirinya saat ini. bermodal menurunkan gengsi, iapun akhirnya memutuskan keluar kamar dan langsung disambut dengan tawa mengejek dari cowok menyebalkan bernama Ervin tersebut.
"Nona manis bisa laper juga ternyata.." goda Ervin.
"Itu coklat gue kenapa lo makan?"
Ervin melirik coklat yang ada di tangannya, "Oh! Anggap ini sebagai upah gue bawain belanjaan lo dari supermarket." Ucap Ervin santai membuat Renata melotot kesal.
"Gue nggak minta bantuan lo!"
"Tapi ekspresi wajah lo mengisyaratkan untuk gue bantu.."
"Gue nggak minta!!!" kali ini Renata berteriak cukup keras.
Ervin berdecak. Ia tak lagi mengajak Rena bicara. Ervin kembali melanjutkan aksi menikmati coklat sambil menonton tivi nya.
"Nona barbar!" panggil Ervin yang langsung mengusik Rena yang tengah membuka satu kantong belanjaan. "Gue laper. Bikinin makanan dong.."
Rena melotot tak percaya. Setelah ketenangannya diganggu, lalu apa sekarang? Minta dibikinin makanan? Yang benar saja..
"Gue bukan pembantu lo!" desis Rena tajam.
"Yang bilang lo pembantu gue siapa? Gue bilang gue lapar dan gue minta tolong sama lo bikinin makanan." Jelas Ervin.
"ck! Bikin sendiri.." Rena langsung meraih beberapa coklat dan ciki yang ia beli tadi dan langsung berdiri bermaksud kembali ke kamarnya. Namun baru satu langkah ia berjalan, pergerakannya seketika dihentikan oleh genggaman tangan Evin di ujung baju kaos yang ia kenakan.
"Gue laper Ren.." ucap Ervin dengan mata memelas sedih seperti anak kucing. Rena mencelos melihat cara Ervin membujuk. Namun ia tak boleh tergoda. Ervin itu cowok menyebalkan dan sampai kapanpun akan terus menyebalkan. Ia tak boleh tergoda dengan tatapan memelas cowok dihadapannya ini.
"Bikin sendiri..." tolak Rena kembali.
"tapi gue nggak bisa masak.."
"Bodo'" jawab Renata acuh. Ia tak peduli mau Ervin kelaparan, mau dia nanti bakalan sakit karena tak makan, Rena tak peduli. Ia masih kesal dengan Ervin yang selalu merusak hari-harinya.
"Renata Aloeta Irman..." kali ini Ervin menyebut nama Renata dengan penuh, ia masih mencoba peruntungannya agar renata mau membuatkan dirinya makanan.
Renata memejamkan matanya kesal. Ia menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya kuat, dengan tatapan tajam ia melirik ke belakang tepat di mata Ervin. "Lo bisa masak sendiri. Bikin apa kek.." ucap Rena yang masih mencoba menolak.
"Rena.... gue Laper.." ucap Ervin kembali mengiba, membuat Rena kesal setengah mati. Beginilah Ervin. Sejak kecil Rena memang tak bisa menolak bujukan mematikan Ervin yang satu ini. kegilaan Ervin yang seperti ini sudah ia rasakan sejak dulu. Dan karena itu, Ia tak pernah bisa akur dengan pria yang tengah mengiba di hadapannya ini.
*◊*◊*◊*◊*
JANGAN LUPA RATING DAN COMMENTNYA YA JIKA TEMAN2 SUKA DENGAN CERITANYA..^^
Suara benturan spatula dan wajan penggorengan terdengar sedikit berisik. Setelah direkcoki oleh bujukan menyebalkan dari Ervin, Rena akhirnya memilih mengiyakan dan langsung berjalan menuju dapur. Walaupun dengan dumelan yang tak pernah berhenti.Sebenarnya ia dan Ervin sudah mengenal sejak dulu, hanya saja Ervin yang menyebalkan membuatnya memilih tak berurusan dengan cowok itu. Tapi sekarang, apa boleh buat. Prestasi Ervin di bidang bela diri membuat papi nya meminta bantuan pada Ervin untuk menjaganya.Walaupun ia selalu menolak, papi nya pasti tak akan mau mendengarkan. Apalagi Ervin yang sudah beralih menjadi anak kesayangan papi selain bang Gilang.Bicara soal Gilang, abang satu-satunya Renata itu kini tengah menuntut ilmu di negeri pamansam. Gilang tengah menempuh kuliah kedokte
Ervin mengendarai mobilnya dengan cepat. Ia baru saja mendapat telpon dari Om Irman jika Rena pulang dalam keadaan kacau dan menangis. Bukannya Rena tadi di rumah? Bahkan Rena berjanji padanya untuk tak keluar rumah selagi dirinya diluar.Apa Rena membohonginya? Jika benar, sungguh seberapa kecewanya hatinya saat ini.Mobil yang Ervin kendarai akhirnya sampai di rumah Rena. Dengan cepat ia turun dan berlari ke dalam. Sesampainya di dalam, ia bisa melihat Rena terdiam terduduk bersimpung di lantai dengan Om Irman berdiri di hadapan Rena."Kamu bisa tidak diurus Rena? JANGAN DIAM!!!" Bentak Irman penuh emosi. Bahkan kali ini Mirna tak bisa meredakan amarah suaminya."Om..."Suara Ervin
HARI INI AKU DOUBLE UP DONG..HEHEHEH******Akhirnya setelah lama menunggu dalam penantian harap-harap cemas, Ervin bisa sedikit bernafas lega karena Renata membuka matanya. Gadis itu akhirnya bisa melihat dunia kembali walaupun masih terlihat begitu lemah."Lo udah sadar Rena?" ucap Ervin penuh syukur."Gue dimana?" tanya Rena dengan suara yang sangat kecil."Lo di rumah sakit. Lo jatuh dari tangga rumah lo dan baru sadarkan diri sekarang."Renata memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat sakit. "Jangan banyak bergerak dulu." Ucap Ervin mencoba menahan Rena yang mau merubah posisi tidur."Lo ngapain di sini? Mana mami sama papi?"
Kenangan masa kecil tentang arti sebuah ciuman pertama membuatku tertegun saat kenangan tersebut kau ulang lagi saat aku sudah beranjak dewasa.⏳aku dan masa kecilku⏳*****Hari Pertama Ervin sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia melirik jam di dinding kamar, masih menunjukkan pukul lima subuh. Namun ia sudah begitu rapi seperti orang yang hendak ber olahraga.Ervin meraih kunci mobilnya dan berjalan menuju pintu kamar, namun ia teringat sesuatu. Dengan
"Aku tak mau!" Rena menolak turun. Ia tak mau pagi-pagi harus lari keliling komplek. Apa kata cowok-cowok yang lihat nanti."Yakin tak mau?" Ervin mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.Sebuah kunci mobil yang Rena sadar itu miliknya. "Kau! Kau mengancamku?" teriak Rena.Ervin menggeleng. "Sama sekali tidak. Aku tak akan mengancammu. Ini permintaan papi mu, jadi.. Yakin tak mau jalan?" ulang Ervin lagi, kali ini ia mengikutsertakan alisnya menggoda Rena.Rena ingin sekali menyumpahi kasar, menyantet, membunuh Ervin saat ini juga. Tapi ia takut masuk penjara. Ia tak bisa membayangkan masa mudanya habis di penjara.mengalah dengan situasi, Rena akhirnya memilih untuk mengikuti
Rena masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan yang sangat bahagia. Ia tak pernah merasakan rindu rumah selama ini, nmaun sekarang ia sangat merindukan rumahnya, apalagi kamar tidurnya.Setelah masuk, ia segera berlari menuju kamarnya dan menutup pintu cukup kuat. Irman bahkan dibuat terkejut saat ia baru saja keluar kamar, namun langsung mendapati anaknya berlari menuju kamar dan menutup pintu kuat tanpa menyapa dan melirik ke arahnya."Pagi om.." sapa Ervin yang baru saja sampai."Oh, pagi Vin. Rena kenapa?" tanya Om Irman pada Ervin.Ervin mengangkat bahunya, "Nggak tahu om. Datang bulan mungkin.." jawab Ervin sekenanya. Padahal kenyataannya ia tahu kenapa Rena langsung berlari ke dalam kamar.Irman menatap Ervin bingung, ia melihat raut wajah lelah Ervin, dan seketika ia paham kenapa Ervin menjawab pertanyaannya dengan sedikit dingin."Rena cari masalah lagi?" tebak Irma
Ervin dan Rena baru saja sampai di basecame mall yang ingin Rena kunjungi.Wajah gadis itu masih saja ditekuk. Ia tak rela menjadi bahan perhatian karena Ervin yang mengenakan pakaian terlalu santai.Apa kata orang orang saat melihat dirinya yang sudah cantik begini harus jalan dengan pria yang berpakaian seperti yang Ervin kenakan saat ini.Renata berjalan lebih dulu. Ia mencoba menjauhkan langkahnya dari Ervin saat ia memasuki pintu masuk Mall.Ervin yang melihat itu langsung menggelengkan kepalanya dan tersenyum gemas melihat Rena yang mencoba berjalan cepat untuk menjauhinya."Rena!" panggil Ervin. Ia berniat mengerjai gadis itu. Rena yang dipanggil pun langsung menyumpah dan menggerutu kesal."Jangan panggil gue, cowok bodoh.." batin Rena.Langkah Rena yang semakin cepat membuat Ervin semakin gemas.Ervin pun berlari mengejar
Ervin mengikuti ke mana Rena pergi. ia kini tengah menunggui Rena di depan toilet khusus perempuan. dan selama ia menunggu Rena di sana, ia sudah berhasil menjadi tontonan para cewek. sebenarnya bukan style Ervin yang menjadi perhatian para gadis-gadis itu, melainkan ketampanan pria tersebut.mereka seolah tak punya malu, memperhatikan Ervin sedetail mungkin bahkan sampai ada yang dada dada dengan Ervin, membuat pria itu risih seketika.ia kembali mengintipkan wajahnya, dan tepat saat itu Rena keluar."Na.." panggil Ervin yang langsung menghampiri Rena.melihat keberadaan Ervin di sana, Rena seketika terkejut, "Lo ngapain di sini?" tanya Rena sambil melirik ke sekelilingnya. dan sama dengan Ervin, Rena dibuat risih dengan tatapan para cewek-cewek di sekeliling mereka."Kenapa lihat-lihat mbak?" tanya Rena sinis."Itu pacarnya ya mbak?" ucap salah seorang cewek dengan nada centilnya.
Sore ini Rena baru saja pulang dari jalan-jalan bersama Ervin. Ia pergi dengan kekasihnya itu dari pagi. Dan perjalanan mereka sungguh menyenangkan.Sesuai janji Ervin pada mami Mirna tadi, ia akan mengantar Rena kembali pulang sesuai jam yang disebutkan. Sebenarnya Rena belum puas menghabiskan liburnya dengan Ervin ,tapi mau bagaimana lagi, ia belum mendapat lampu hijau dari mami dan papinya.Oh tidak, mungkin jika untuk papi, ia sudah mendapatkan angin segar. Namun untuk maminya, ia belum diberi angin segar. Apalagi Gilang yang kemaren ini berhasil mengorek kabar tersebut darinya.Rena keluar dari mobil Ervin. Diikuti oleh Ervin juga. Saat Rena membuka pintu rumahnya, ternyata terkunci.Rena mencoba mengetuk. Dan tak berapa lama, seseorang yang selama ini tak pernah ia lihat keberadaannya mendadak berdiri di hadapannya."Gilang?" Ervin terkejut melihat keberadaan Gilang di depannya
Siang ini Rena baru saja menginjakkan kakinya di halaman kantor milik Ervin. Ia merasa suntuk setelah setengah hari berdiam tanpa kepastian di kampusnya.Ini bukan kali pertamanya Rena ke ke kantor Ervin, namun untuk pertama kalinya ia melihat Ervin bisa tersenyum manis dengan seorang gadis yang tak ia kenal.Ya. Ia kini sedang menatap Ervin yang baru saja keluar dari lift bersama seorang gadis cantik yang sepertinya sebaya dengan Ervin.Rena menatap panjang kekasihnya tersebut. ia melipat kedua tangannya di dada lalu menghentakkan sepatu sebelah kanannya ke tanah.mencoba untuk tak kesal, dengan santainya Rena mendekat lalu berdehem memberi intruksi pada dua sejoli yang sedang bersenda gurau."Wuiiihh, pacar baru lagi? cepat banget dapat pacar.." ucap Rena yang langsung membuat Ervin terkejut.keberadaan Rena dikantornya membuat pria itu bingung. bukannya Rena di kampus? perasaan ia mengantarkan kekasihnya ini tadi ke kampus."Rena?
"Ervin!" Mutia berlari kecil mengejar sepupunya tersebut.Ervin yang tadinya ingin memasuki lift menuju ruangan kerjanya ,seketika menghentikan langkah saat ia mendengar Mutia memanggilnya.Ia melirik ke belakang dan tersenyum seketika."Pagi.." Sapa Ervin.Mutia tersenyum manis, "Pagi juga. Tumben pak bos datangnya kepagian begini.." ucap Mutia dengan nada sindiran bercanda.Tak!Ervin menjitak kepala Mutia pelan, "Berani sama boss sendiri ya?" ucapnya lalu tersenyum.Melihat perlakuan Ervin padanya, Mutia seketika dirundung perasaan yang tak menentu. Sejak lama ia berpikir tentang apa yang terjadi padanya sejak ia kenal dengan Ervin.Bisa dikatakan, pertemuannya dengan Ervin dimulai sejak ia berusia tiga belas tahun dan keanehan itu muncul saat itu juga. Ervin selalu memperlakukannya lembut walaupun dirinya selalu bar bar pada Ervin.Mutia menatap Ervin secara diam-diam. Ia melangkah mengikuti Ervin yang ma
Suasana tepian sungai yang sejuk dimana bunyi aliran air sungai mengisi gendang telinga Rena. Berpijak pada bebatuan sungai yang dialiri air yang begitu dingin membuat suasana hati Rena membaik.Di rerumputan daratan sungai ada Ervin yang saat ini tengah membentangkan tikar dan menyusun makanan yang tadi mereka bawa dari rumah.Piknik.Itulah yang saat ini mereka lakukan. Jauh dari hiruk pikuk kota, polusi udara dan kemacetan. Setelah aksi lamaran mendadak yang Ervin lakukan dan Rena menerimanya, mereka sudah seperti pasangan ABG yang dimabuk cinta.Padahal mereka berdua belum mengatakan sedikitpun status mereka pada ke dua orang tua masing-masing."Yank, udah jadi ini..!" teriak Ervin pada Rena yang masih betah menikmati suara air.Rena melirik ke belakang, ia langsung berlari mendekati Ervin dan duduk di samping kekasihnya tersebut.Ia mencomot satu potong kentag goreng dn meletakkan di ujung bibirnya.Ia me
Menyebalkan. Itulah satu kata yang bisa Rena ungkapkan untuk kekasihnya Ervin yang kini sedang duduk di kursi singgasananya.Ya.Rena saat ini berada di kantor Ervin. Setelah aksi kiss mark yang Ervin berikan padanya di mobil tadi, ia jadi tak bisa ke kampus lantaran posisi tanda itu ada di tempat terbuka di lehernya.Ingin rasanya ia mencekik Ervin namun ia tak ingin dijebloskan ke penjara.Lagi-lagi helaan nafas Rena mengganggu gendang telinga Ervin. Pria itu akhirnya memutuskan berhenti dari kerjanya sejenak."Kenapa lagi?" tanya Ervin gemas.Rena melirik kekasihnya itu dengan tatapan kesal, "bosan.." jawab Rena tegas."Yang minta ke sini kan kamu.."Rena menatap Ervin tajam, "Gara-gara kamu aku ke sini. Harusnya kan sekarang di kampus.." rutuk Rena.Ervin tersenyum geli. Ia berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati Rena
Renata berjalan menuruni tangga dengan raut wajah yang begitu cerah. Berjalan menghampiri meja makan di sudah diisi oleh mami dan papinya."Pagi papi sayang, pagi mami sayang.." serunya dengan sumringah.Tak menjawab sapaan Rena, Imran dan Mirna justru melongo menatap sang anak yang turun dari kamar sudah terlihat aneh."Kamu sakit?" tanya Mirna bingung.Renata menggeleng, "Nggak. Rena sehat kok Mi..""Kok senyum-senyum gitu. Kenapa? Ada kabar baik apa?" Mirna terlihat begitu penasaran.Renata menatap maminya sekilas lalu berpindah menatap papinya yang ternyata juga sedang menantikan jawaban dari pertanyaan mami."Rena punya pacar.." ucap Rena cepat dan pelan, namun masih terdengar oleh Mirna dan Imran."Waaaww, ternyata lagi jatuh cinta tooohh. Pantesaaan. Sama siapa?"Mirna berjalan mendekati sang anak dan duduk di kursi meja makan di sebelah Rena."Ih mami kepo..""Lhah? Nggak mau dikasih tahu nih? Percu
"Mau makan apa?" tanya Ervin pada Rena sambil menarik satu buku menu dari dua buku menu yang di sediakan cafe di atas meja. Ia membuka buku tersebut lalu melihat susunan menu yang menurutnya menggugah selera.Rena mengikuti apa yang Ervin lakukan, "Hmmm,.." gumamnya sambil melirik satu persatu menu yang tertulis di kertas tersebut.Ervin memanggil pelayan cafe sambil menunggu Rena memilih."Iya, mau pesan apa mas dan mbaknya?""Ayam kremes sambal terasi satu, oh ya mbak, tadi di pintu masuk saya lihat ada promo tingkat level sambal terasi ya?"Ervin langsung mengernyitkan matanya menatap Rena."Oh iya mbak. Kita lagi uji coba menu baru. Tingkat kepedasan sambal terasinya. Jadi promo ini akan berlaku sampai satu bulan ke depan. Kakak berminat?" jawab Pelayan tersebut.Rena mengangguk, "Kalau boleh tahu, tingkatannya sampai berapa?""Sampai
Rena keluar dari gudang disusul oleh Ervin. Pria itu tertawa melihat tingkah bodoh Rena. Melihat langkah Rena yang menunduk dan berjalan cepat membuat Ervin senyum-senyum sendiri.Ia yakin Rena malu karena ciuman panas mereka tadi. Tapi Rena penuh kejutan."Ren, tungguin pacar dong.. Duluan aja.." teriak Ervin."Ervin gila!" batin Rena. Sejak kapan mereka pacaran."Sayang! Tungguin dong!"Ervin berteriak keras membuat orang yang ada di sekitar langsung melirik ke arah mereka.Rena tak tahan lagi, ia berlari menuju parkiran dan langsung menghampiri mobil Ervin.Ia membuka pintunya namun terkunci. Ia segera melihat Ervin dan memberi kode untuk dibuka, namun Ervin justru tak mengindahkan. Ia berjalan mendekati Rena,"Bukain!!" perintah Rena.Ervin menggeleng, "Jadian dulu..!" pintanya mengucap syarat."Apaan
Kupikir gadis cantik itu bahagia. Kupikir kehidupannya penuh cinta. Namum ternyata pikiranku semua salah. Kini kulihat bahu kecil itu semakin rapuh.*****Ervin berdiri di belakang Rena saat gadis itu masih betah diam dari keterkejutannya. Rena bahkan tak berbalik arah menatap siapa yang tengah berdiri di belakangnya.Saat ini yang Rena rasakan adalah, suara itu begitu mirip dengan suara pria yang ia rindukan. Pria yang sudah tak menghubunginya lagi. Pria yang membuatnya uring-uringan."Kau tak ingin melihatku?" tanya Ervin lagi.Namun Rena tetap betah diam.Ervin menghela nafas panjang. Ia berjalan mendekati Rena dan duduk di samping gadis tersebut, "Kau tak merindukanku?" tanya Ervin lembut.Rena menggeleng. Menggeleng kuat, namun tak melihat Ervin sama sekali.Ervin mengangguk pelan, "Baiklah! Sepertinya aku salah menyusulmu ke sini. Padahal aku merindukanmu.."Deg!Rena menegakkan kepalanya lalu me