Ervin mengendarai mobilnya dengan cepat. Ia baru saja mendapat telpon dari Om Irman jika Rena pulang dalam keadaan kacau dan menangis. Bukannya Rena tadi di rumah? Bahkan Rena berjanji padanya untuk tak keluar rumah selagi dirinya diluar.
Apa Rena membohonginya? Jika benar, sungguh seberapa kecewanya hatinya saat ini.
Mobil yang Ervin kendarai akhirnya sampai di rumah Rena. Dengan cepat ia turun dan berlari ke dalam. Sesampainya di dalam, ia bisa melihat Rena terdiam terduduk bersimpung di lantai dengan Om Irman berdiri di hadapan Rena.
"Kamu bisa tidak diurus Rena? JANGAN DIAM!!!" Bentak Irman penuh emosi. Bahkan kali ini Mirna tak bisa meredakan amarah suaminya.
"Om..."
Suara Ervin yang muncul sedikit melegakan Mirna. "Om, Ervin..." Ervin langsung menatap tajam Rena, dan tatapan itu terlihat oleh Irman. Melihat kemarahan Ervin, Irman yakin jika di sini memang anaknya yang salah.
"Papa kecewa sama kamu Rena.." setelah meluapkan semua kekecewaannya pada sang anak, Irman berjalan kembali ke kamar, begitupun Mirna meninggalkan Ervin dan Reva berdua di ruang keluarga.
Ervin berjalan mendekat pada Rena, berdiri tepat di hadapan Rena, "Lo pembohong Rena. Mana janji lo tadi sama gue. Padahal gue hanya minta izin pergi sebentar, tapi apa ini? lo ucah bikin papi lo ikut kecewa sama gue.."ucap Ervin meluapkan kekecewaannya.
"Lo janji sama gue nggak bakal keluar. Lo janji sama gue lo nggak bakalan macam-macam. Tapi apa ini? lo justru bikin gue kecewa sama lo Rena.." Rena masih terdiam. Ia tak mau bicara saat ini. hatinya hancur, orang-orang menyalahkannya. Dunianya serasa mati. Ia tak percaya lagi dengan yang namanya perhatian. Semuanya jahat dan ia merasa benci dengan dirinya sendiri karena membuat orang tuanya dan juga Ervin kecewa padanya.
"Maaf.." ucap Rena pelan.
"Maaf? Lo bilang maaf? Setelah lo lakuin ini lo bilang maaf? APA SALAHNYA DI RUMAH RENA!!" teriak Evin di akhir ucapannya, bahkan teriakan Ervin terdengar sampai kamar orang tua Rena. Namun Irman tak terlalu merespon. Ia membiarkan Ervin menatar anaknya. Tak apa, karena kekecewaanya pada Rena sudah dalam.
"Pi.."
"Papi capek mi. Biarkan papi istirahat sebentar.." ucap Irman yang langsung berbaring dan memejamkan matanya.
Sementara di luar, Rena masih berusaha menahan air matanya. Sedangkan Ervin tak pernah berhenti berbicara untuk melampiaskan emosi pria itu.
"Apa setelah ini gue harus percaya sama lo Ren. Bahkan buat meyakini saja gue nggak bisa sekarang.." ucap Ervin. Ia memutuskan untuk keluar dari rumah Rena. Meninggalkan Rena sendirian.
Sunyi. Itulah yang Rena rasakan saat ini. hatinya, disekitarnya, pikirannya, semuanya sunyi. Dengan tertatih Rena berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Saat ia sampai di kamarnya, kesunyian semakin ia rasakan. Seolah alam saat ini menertawakan kebodohannya. Rena tersandar pada pintu kamar yang baru saja ia tutup. Sembari menangis, ia meluruh terduduk. Ia membekap mulutnya sendiri agar isakan lirihnya tak terdengar siapapun.
Di kecewakan cinta, di tinggalkan semua. Bahkan ia pangling jika Ervin masih mau menemuinya. Ervin akan jijik padanya ia yakin itu.
Rena meraih ponsel yang ada di dalam tasnya, mencari kontak Gilang dan menekan tombol panggil, berharap mendengar suara Gilang mampu meredakan rasa sakitnya.
"Hai adikku tersayaaaang.." terdegar teriakan sapaan dari Gilang dari seberang sana. Namun bukannya tenang, Rena justru semakin terisak membuat Gilang terdiam dan mulai cemas.
"Rena? Kamu kenapa dek?" tanya Gilang dengan nada suara cemas.
Rena menggeleng, "Kak.. aku..."
"Renata?"
"Rena kangen Abang.." isaknya membuat Gilang di seberang sana lega. Pria itu terkekeh pelan.
"Oooo, Kangen toh. Kenapa pake nangis segala?"
Rena lagi-lagi menggeleng, "Nggak tahu. Denger suara abang jadi bikin Rena nangis. Mungkin saking kangennya sama abang.."
"Ciieeee.. adek abang so sweet bangett.." goda Gilang membuat Rena tersenyum.
"Rena serius abang.."
"ya udah kita ViCall ya.." panggilan pun mati dan beberapa detik kemudian panggilan video dari Gilang pun masuk. Dengan cepat Rena mengangkatnya,
"Waduh... itu matanya kenapa dek?"
Melihat wajah Gilang diikuti pertanyaan Gilang, membuat Rena semakin terisak, "Aku.. aku udah bikin papi kecewa bang.." Akhirnya Rena mau bercerita. Ia ingin membagi kesedihannya dengan sang kakak.
"Kecewa? Kecewa kenapa?"
"Semalam, Rena pergi ke klub malam karena Dinar mutusin Rena. Rena minum sampai nggak sadarkan diri, sampai papi minta Ervin buat cariin aku.." Rena menghentikan sebentar ucapannya. Sedangkan Gilang setia menanti kelanjutan cerita sang adik.
"Papa tahan kunci mobil Rena dan meminta Ervin buat jaga kemanapun Rena pergi. Tapi hari ini, Rena udah bikin papi, mami dan Ervin kecewa." Rena terisak membuat Gilang tertohok melihat isakan Rena. Baru kali ini ia melihat adiknya itu menangis sampai seperti itu.
"Lalu, hari ini apa yang terjadi?" tanya Gilang.
"Ervin tadi pamit sebentar dan minta aku untuk tak keluar rumah. Tapi aku melanggar. Aku keluar menemui Dinar dan mendapati cowok itu baru saja selesai tidur dengan pacar barunya, bahkan wanita itu masih belum mengenakan pakaian sedikitpun." Rena terisak kuat. Air matanya tak berhenti sedari tadi. "saat aku pulang, semua orang sudah kembali dan papi marah besar sama Rena, Ervin pun ikut kecewa.."
Suara helaan nafas terdengar dari balik sana. Gilang tak tahu harus berbuat apa. Jika ia ada di sana, ia pasti juga akan kecewa dengan Rena.
"Abang nggak tahu lagi harus ngapain sekarang. Bahkan abang bingung harus kasih saran apa ke kamu dek. Di sini posisinya kamu yang salah. Abang nggak mau membela kamu saat ini."
Rena mengangguk, "Rena tahu bang, Rena sadar Rena salah. Rena nggak minta abang bela Rena, tapi Rena hanya ingin berbagi cerita sama abang."
"Ya udah, kamu jangan nangis lagi. Kasihan matanya itu makin bengkak.."
Biarin abang. Biar buta sekalian. Dengan ini Rena akan tahu siapa yang tulus pada Rena dan siapa yang tidak. Ucap Rena dalam hatinya.
Ia merasa tak ada yang tulus padanya selama ini.
"Kamu istirahat ya. Abang harus siap-siap pergi kuliah." Ucap Gilang. Rena mengangguk lalu panggilan pun terputus.
Rena berdiri perlahan dan berjalan menuju ranjangnya, membaringkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang lalu menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
Lelah menangis Rena pun tertidur.
*◊*◊*◊*◊*
Rena mengeliat. Ia terjaga dan mendapati kamarnya gelap.
"Haah. Sudah malam." Gumamnya. Gorden jendelanya masih terbuka, membuat cahaya bulan ikut masuk ke dalam dari kaca jendelanya.
Rena melirik jam dinding di kamarnya, sudah hampir pukul sembilan malam dan itu artinya, makan malam pun sudah selesai. Biasanya mami nya akan mencarinya ke kamar dan mengajak makan malam, tapi saat ini ia tak mendapati itu.
Rena merasakan perih pada ulu hatinya, perutnya terasa kosong. Rasa nyeri terasa begitu mengganggu.
Namun ia tak punya keinginan untuk turun ke bawah hanya untuk mengambil makanan. Rena melirik cemilan yang ia beli tadi pagi.
Ia meraih satu coklat dan mencoba mengganjal perutnya dengan coklat tersebut. Berharap akan tahan sampai esok pagi. Berharap rasa sakit ini akan hilang. Saat gigitan demi gigitan masuk ke dalam mulut Rena, tak terasa air mata gadis itu terjatuh. Rasa sakit begitu kentara di tubuhnya, hati, perut, dan kepalanya. Tiga titik yang membuatnya harus menangis untuk bertahan.
Setelah gigitan terakhir masuk, Rena kembali berbaring tanpa minum. Karena memang tak ada stok air minum di kamarnya. Bahkan saat coklat itu membuatnya tersedak, ia tetap terus bertahan di kamarnya. Rena kembali mencoba memejamkan mata berharap gelapnya malam ini membuatnya tertidur, namun ia salah, justru rasa perih diperutnya semakin membuat Rena terjaga. Bahkan sampai pagi menyapa, ia tak bisa memejamkan matanya. Wajahnya memucat, bibirnya tak cerah seperti biasanya, yang ada hanya warna putih pucat.
Tubuhnya panas, keringat dingin menghiasi keningnya bahkan tubuh Rena menggigil hebat. "Bang Gilang..." gumamnya menyebut nama Gilang.
Rena mencoba untuk bangun, rasa sakit di kepalanya menghantam kuat. Melepaskan rasa takutnya pada papinya, Rena mencoba keluar dari kamar dan meminta papinya untuk membawanya kerumah sakit.
Perjuangan yang cukup sulit dilakukan Rena, dan akhirnya gadis itu bisa sampai di ujung tangga. Secara perlahan Rena mencoba turun ke bawah. Namun rasa sakit ditubuh dan kepalanya membuat Rena menyerah. Gelap langsung menyapa dan setelahnya ia tak sadarkan diri, membuat tubuh lemah Rena berguling turun menghantam satu persatu anak tangga sampai ia terbaring di lantai bawah.
Darah segar mengalir dari kepala Rena. Bahkan Mirna yang tengah memasak langsung dibuat histeris melihat tubuh anaknya tergeletak dengan darah mengalir di kepala. Wanita itu seperti kehilangan separuh nyawanya, ia berteriak sekencang mungkin membuat Irman yang saat itu tengah berada di luar bersama Ervin langsung berlari ke dalam.
Sama seperti reaksi yang Mirna munculkan, Baik Irman maupun Ervin juga tak kalah kagetnya.
"Rena!" teriak Ervin. Dengan cepat pria itu menggendong tubuh Rena dan membawanya masuk ke dalam mobil Ervin.
Irman bahkan masih shock dengan apa yang terjadi pada anaknya, sampai teriakan Ervin membuyarkan keterkejutan Irman.
"Kita bawa Rena kerumah sakit Om." Ucap Ervin. Mirna langsung berlari ke dalam. Mematikan kompor gas dan segera berlari mengikuti Ervin ke luar. Irman langsung mengunci pintu dan langsung masuk ke dalam mobil Ervin.
Rena dibaringkan di belakang ditemani Mirna. Wanita itu tak berhenti menangis sedari tadi, bahkan Irman juga ikut menangis melihat kondisi anaknya. Ervin melirik dari kaca spionnya, bahkan ia bisa melihat tangan tante Mirna dipenuhi darah kepala Rena.
Ya Tuhan, lo kenapa Na..Ucap Ervin lirih.
Ervin melajukan mobilnya begitu kencang, ia bahkan tak pernah menghentikan klakson mobilnya dan berteriak ada darurat. Beruntung ada seorang pengendara yang sadar dengan Ervin yang butuh bantuan. Ia segera membantu Ervin membuka jalan agar bisa mudah menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Ervin langsung menggendong Rena kembali dan berteriak pada perawat. Bantuanpun akhirnya datang, Rena sudah dibawa menuju ruang ICU. Karena Rena yang tak sadarkan diri dan darah segar yang tak kunjung berhenti.
Kecemasan orang tua Rena maupun Ervin semakin menjadi saat para perawat belarian keluar masuk ruang ICU. "Suster Ane, Dokter Ferdian meminta siapkan ruang operasi."
Mendengar teriakan salah satu suster, Ervin yang saat itu tengah duduk langsung berdiri dan menghampiri sang perawat tersebut.
"Suster, Rena kenapa sus?" tanya Ervin cemas.
"Pasien mengalami pendarahan hebat dikepalanya mas. Kami harus mengoperasi bagian kepalanya yang robek agar tak terus mengeluarkan darah."
"Rena Ya Tuhaaannn.." Mirna kembali histeris saat mendengar bagaimana kondisi anaknya. Irman langsung memeluk istrinya tersebut. Jujur ia sendiri juga panik dan cemas. Otaknya langsung mengingat kejadian kemaren, dimana ya memarahi Rena habis-habisan.
Dibalik rasa menyesal Irman, Ervin jauh memiliki rasa bersalah. Ia merasa tak becus menjaga gadis itu.
Maafin gue Na, maafin gue..lirihnya membatin.
*◊*◊*◊*◊*
Langit sudah berubah gelap. Namun Rena masih belum sadarkan diri. Walaupun sudah dipindahkan ke ruang rawat.
Malam itu, Ervin menawarkan diri menjaga Rena karena Irman dan Mirna terlihat sangat lelah. Suara ventilator menjadi melodi yang menyakitkan telinga Ervin. Ia meraih jemari Rena, menggenggamnya lembut dan mengusap punggung tangan Rena dengan tangan kirinya.
"Na, nggak capek lo tidur terus.. bangun Na!" Ervin mencoba mengajak gadis itu bicara, namun tak ada respon apapun. "Gue kangen lo balas ucapan gue lagi, gue kangen kita berantem lagi Na.." lirih Ervin.
Saat Ervin mencoba menahan sesak di hatinya, suara getaran ponsel Rena membuyarkan Ervin. Ervin melirik ke arah nakas, dan mendapati nama Gilang tertera di sana. Dan ini adalah panggilan video.
Ervin langsung mengangkat panggilan tersebut. "Halo Lang.." sapa Ervin lebih dulu.
"Ervin? Kok lo yang angkat?" tanya Gilang bingung."Mana Rena?" lanjutnya.
"Lang, gini. Sebelumnya gue minta maaf..gue.."
"Kok lo kayak di rumah sakit?"
Jantung Ervin semakin berdegub kencang. Ia tak mau berbohong, "Rena masuk rumah sakit.." ucap Ervin cepat.
"Apa?"
"Gue juga kaget. Rena tiba-tiba jatuh dari tangga rumah dan sekarang belum sadarkan diri." Ervin bercerita dengan wajah penuh penyesalan.
"Brengsek!" geram Gilang tiba-tiba. Membuat Ervin menatap sahabatnya itu tajam.
"Bukan gue pelakunya.." geram Ervin.
"Gue nggak nyalahin lo. Kemaren Rena cerita semua sama gue. Dia bilang papi mami sama lo marah sama dia." Mendengar ucapan Gilang, Ervin tertunduk menyesal.
"maafin gue.."
"Bukan lo yang harusnya minta maaf, tapi cowok brengsek itu.."
Ervin langsung menegakkan kepalanya kembali, menatap Gilang dengan tatapan meminta penjelasan.
"Rena cerita sama gue kalau kemaren dia pergi menemui mantan pacarnya. Namun yang ia dapati justru si cowok brengsek itu tidur dengan wanita lain. Ia bahkan sempat menarik Rena kebelakang sampai Rena terpental sekitar tiga meter."
Mendengar cerita dari Gilang, Ervin merasakan darahnya naik sampai ke ubun-ubun. Emosinya meningkat dan keinginannya untuk menghajar mantan pacar Rena sangat ingin ia lakukan. Ia tahu siapa pacar Rena dulu.
"Dinar.." geram Ervin penuh amarah.
"Dinar mutusin Rena hanya karena Rena menolak ditiduri sama cowok bajingan itu." Lanjut Gilang.
Ervin yang semakin emosi langsung memotong ucapan Gilang setelahnya, "Lo tenang aja di sana. Urusan Rena dan cowok itu biar gue yang atur di sini." Setelahnya, Ervin langsung mematikan panggilan Gilang.
"Bajingan lo Dinar." Kali ini Ervin sungguh murka. Ia tak terima Rena diperlakukan seperti itu. Terlebih dari siapa yang salah, kasar pada perempuan bukanlah seorang lelaki sejati. Besok, ia berjanji akan mengurus semuanya. Memberi pelajaran pada cowok brengsek bernama Dinar itu.
*◊*◊*◊*◊*
JANGAN LUPA KOMEN DAN KASIH RATINGNYA YAAA.. JANGAN PELIT RATING YA TEMAN2..HEHEHEHEHARI INI AKU DOUBLE UP DONG..HEHEHEH******Akhirnya setelah lama menunggu dalam penantian harap-harap cemas, Ervin bisa sedikit bernafas lega karena Renata membuka matanya. Gadis itu akhirnya bisa melihat dunia kembali walaupun masih terlihat begitu lemah."Lo udah sadar Rena?" ucap Ervin penuh syukur."Gue dimana?" tanya Rena dengan suara yang sangat kecil."Lo di rumah sakit. Lo jatuh dari tangga rumah lo dan baru sadarkan diri sekarang."Renata memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat sakit. "Jangan banyak bergerak dulu." Ucap Ervin mencoba menahan Rena yang mau merubah posisi tidur."Lo ngapain di sini? Mana mami sama papi?"
Kenangan masa kecil tentang arti sebuah ciuman pertama membuatku tertegun saat kenangan tersebut kau ulang lagi saat aku sudah beranjak dewasa.⏳aku dan masa kecilku⏳*****Hari Pertama Ervin sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia melirik jam di dinding kamar, masih menunjukkan pukul lima subuh. Namun ia sudah begitu rapi seperti orang yang hendak ber olahraga.Ervin meraih kunci mobilnya dan berjalan menuju pintu kamar, namun ia teringat sesuatu. Dengan
"Aku tak mau!" Rena menolak turun. Ia tak mau pagi-pagi harus lari keliling komplek. Apa kata cowok-cowok yang lihat nanti."Yakin tak mau?" Ervin mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.Sebuah kunci mobil yang Rena sadar itu miliknya. "Kau! Kau mengancamku?" teriak Rena.Ervin menggeleng. "Sama sekali tidak. Aku tak akan mengancammu. Ini permintaan papi mu, jadi.. Yakin tak mau jalan?" ulang Ervin lagi, kali ini ia mengikutsertakan alisnya menggoda Rena.Rena ingin sekali menyumpahi kasar, menyantet, membunuh Ervin saat ini juga. Tapi ia takut masuk penjara. Ia tak bisa membayangkan masa mudanya habis di penjara.mengalah dengan situasi, Rena akhirnya memilih untuk mengikuti
Rena masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan yang sangat bahagia. Ia tak pernah merasakan rindu rumah selama ini, nmaun sekarang ia sangat merindukan rumahnya, apalagi kamar tidurnya.Setelah masuk, ia segera berlari menuju kamarnya dan menutup pintu cukup kuat. Irman bahkan dibuat terkejut saat ia baru saja keluar kamar, namun langsung mendapati anaknya berlari menuju kamar dan menutup pintu kuat tanpa menyapa dan melirik ke arahnya."Pagi om.." sapa Ervin yang baru saja sampai."Oh, pagi Vin. Rena kenapa?" tanya Om Irman pada Ervin.Ervin mengangkat bahunya, "Nggak tahu om. Datang bulan mungkin.." jawab Ervin sekenanya. Padahal kenyataannya ia tahu kenapa Rena langsung berlari ke dalam kamar.Irman menatap Ervin bingung, ia melihat raut wajah lelah Ervin, dan seketika ia paham kenapa Ervin menjawab pertanyaannya dengan sedikit dingin."Rena cari masalah lagi?" tebak Irma
Ervin dan Rena baru saja sampai di basecame mall yang ingin Rena kunjungi.Wajah gadis itu masih saja ditekuk. Ia tak rela menjadi bahan perhatian karena Ervin yang mengenakan pakaian terlalu santai.Apa kata orang orang saat melihat dirinya yang sudah cantik begini harus jalan dengan pria yang berpakaian seperti yang Ervin kenakan saat ini.Renata berjalan lebih dulu. Ia mencoba menjauhkan langkahnya dari Ervin saat ia memasuki pintu masuk Mall.Ervin yang melihat itu langsung menggelengkan kepalanya dan tersenyum gemas melihat Rena yang mencoba berjalan cepat untuk menjauhinya."Rena!" panggil Ervin. Ia berniat mengerjai gadis itu. Rena yang dipanggil pun langsung menyumpah dan menggerutu kesal."Jangan panggil gue, cowok bodoh.." batin Rena.Langkah Rena yang semakin cepat membuat Ervin semakin gemas.Ervin pun berlari mengejar
Ervin mengikuti ke mana Rena pergi. ia kini tengah menunggui Rena di depan toilet khusus perempuan. dan selama ia menunggu Rena di sana, ia sudah berhasil menjadi tontonan para cewek. sebenarnya bukan style Ervin yang menjadi perhatian para gadis-gadis itu, melainkan ketampanan pria tersebut.mereka seolah tak punya malu, memperhatikan Ervin sedetail mungkin bahkan sampai ada yang dada dada dengan Ervin, membuat pria itu risih seketika.ia kembali mengintipkan wajahnya, dan tepat saat itu Rena keluar."Na.." panggil Ervin yang langsung menghampiri Rena.melihat keberadaan Ervin di sana, Rena seketika terkejut, "Lo ngapain di sini?" tanya Rena sambil melirik ke sekelilingnya. dan sama dengan Ervin, Rena dibuat risih dengan tatapan para cewek-cewek di sekeliling mereka."Kenapa lihat-lihat mbak?" tanya Rena sinis."Itu pacarnya ya mbak?" ucap salah seorang cewek dengan nada centilnya.
Rintik hujan satu persatu mulai turun membasahi tanah dan jalan-jalan yang kering setelah seharian diterpa panasnya cahaya matahari.Tak ada bintang dan tak ada bulan malam ini. Semuanya seperti ketakutan cahayanya akan redup karena dibasahi oleh guyuran hujan yang muncul dari langit.Walaupun malam ini terasa begitu dingin, Rena tak mempedulikan itu. Ia tetap suka berdiri di teras kamarnya sembari menatap langit.Atap yang menutupi teras kamar Rena cukup menjorok ke depan, jadi ia tak akan basar sedikitpun walaupun hujan lebat.Rena termenung terdiam. Otaknya masih berpikir tentang Ervin yang menciumnya tadi siang dan kecupan itu masih begitu terasa di bibirnya sampai saat ini.
Rena menutup pintu kamarnya dengan keras. Seperti ia tengah meluapkan kekesalannya. Ada banyak hal di kepala Rena saat ini yang berkecamuk, mulai dari sikap Ervin padanya sampai arti ciuman tadi siang.Ingin rasanya ia keluar lagi untuk membentak Ervin dan mengatai pria itu pecundang kelas kakap namun ia tak mungkin melakukan itu. Ia yakin papinya akan marah besar dan semakin lama menahan kunci mobilnya.Ia ingin bebas, sangat ingin bebas. Jadi ia akan bersabar sampai.ia mendapatkan kembali kunci mobilnya.Asik berputar dengan pikiran sendiri, Rena dikejutkan dengan ponselnya yang berbunyi.Namun ia mengernyit saat yang adalah nomor baru dan ia sama sekali tak mengenal nomor tersebut.Sedikit ragu, Rena mengangkatnya "Halo!" sapanya."Hy Ren. Ini aku Dinar.."Rena terdiam. Ia bisa bicara sedikitpun. Saat suara Dinar terdengar, ia langsung emosi."Ma
Sore ini Rena baru saja pulang dari jalan-jalan bersama Ervin. Ia pergi dengan kekasihnya itu dari pagi. Dan perjalanan mereka sungguh menyenangkan.Sesuai janji Ervin pada mami Mirna tadi, ia akan mengantar Rena kembali pulang sesuai jam yang disebutkan. Sebenarnya Rena belum puas menghabiskan liburnya dengan Ervin ,tapi mau bagaimana lagi, ia belum mendapat lampu hijau dari mami dan papinya.Oh tidak, mungkin jika untuk papi, ia sudah mendapatkan angin segar. Namun untuk maminya, ia belum diberi angin segar. Apalagi Gilang yang kemaren ini berhasil mengorek kabar tersebut darinya.Rena keluar dari mobil Ervin. Diikuti oleh Ervin juga. Saat Rena membuka pintu rumahnya, ternyata terkunci.Rena mencoba mengetuk. Dan tak berapa lama, seseorang yang selama ini tak pernah ia lihat keberadaannya mendadak berdiri di hadapannya."Gilang?" Ervin terkejut melihat keberadaan Gilang di depannya
Siang ini Rena baru saja menginjakkan kakinya di halaman kantor milik Ervin. Ia merasa suntuk setelah setengah hari berdiam tanpa kepastian di kampusnya.Ini bukan kali pertamanya Rena ke ke kantor Ervin, namun untuk pertama kalinya ia melihat Ervin bisa tersenyum manis dengan seorang gadis yang tak ia kenal.Ya. Ia kini sedang menatap Ervin yang baru saja keluar dari lift bersama seorang gadis cantik yang sepertinya sebaya dengan Ervin.Rena menatap panjang kekasihnya tersebut. ia melipat kedua tangannya di dada lalu menghentakkan sepatu sebelah kanannya ke tanah.mencoba untuk tak kesal, dengan santainya Rena mendekat lalu berdehem memberi intruksi pada dua sejoli yang sedang bersenda gurau."Wuiiihh, pacar baru lagi? cepat banget dapat pacar.." ucap Rena yang langsung membuat Ervin terkejut.keberadaan Rena dikantornya membuat pria itu bingung. bukannya Rena di kampus? perasaan ia mengantarkan kekasihnya ini tadi ke kampus."Rena?
"Ervin!" Mutia berlari kecil mengejar sepupunya tersebut.Ervin yang tadinya ingin memasuki lift menuju ruangan kerjanya ,seketika menghentikan langkah saat ia mendengar Mutia memanggilnya.Ia melirik ke belakang dan tersenyum seketika."Pagi.." Sapa Ervin.Mutia tersenyum manis, "Pagi juga. Tumben pak bos datangnya kepagian begini.." ucap Mutia dengan nada sindiran bercanda.Tak!Ervin menjitak kepala Mutia pelan, "Berani sama boss sendiri ya?" ucapnya lalu tersenyum.Melihat perlakuan Ervin padanya, Mutia seketika dirundung perasaan yang tak menentu. Sejak lama ia berpikir tentang apa yang terjadi padanya sejak ia kenal dengan Ervin.Bisa dikatakan, pertemuannya dengan Ervin dimulai sejak ia berusia tiga belas tahun dan keanehan itu muncul saat itu juga. Ervin selalu memperlakukannya lembut walaupun dirinya selalu bar bar pada Ervin.Mutia menatap Ervin secara diam-diam. Ia melangkah mengikuti Ervin yang ma
Suasana tepian sungai yang sejuk dimana bunyi aliran air sungai mengisi gendang telinga Rena. Berpijak pada bebatuan sungai yang dialiri air yang begitu dingin membuat suasana hati Rena membaik.Di rerumputan daratan sungai ada Ervin yang saat ini tengah membentangkan tikar dan menyusun makanan yang tadi mereka bawa dari rumah.Piknik.Itulah yang saat ini mereka lakukan. Jauh dari hiruk pikuk kota, polusi udara dan kemacetan. Setelah aksi lamaran mendadak yang Ervin lakukan dan Rena menerimanya, mereka sudah seperti pasangan ABG yang dimabuk cinta.Padahal mereka berdua belum mengatakan sedikitpun status mereka pada ke dua orang tua masing-masing."Yank, udah jadi ini..!" teriak Ervin pada Rena yang masih betah menikmati suara air.Rena melirik ke belakang, ia langsung berlari mendekati Ervin dan duduk di samping kekasihnya tersebut.Ia mencomot satu potong kentag goreng dn meletakkan di ujung bibirnya.Ia me
Menyebalkan. Itulah satu kata yang bisa Rena ungkapkan untuk kekasihnya Ervin yang kini sedang duduk di kursi singgasananya.Ya.Rena saat ini berada di kantor Ervin. Setelah aksi kiss mark yang Ervin berikan padanya di mobil tadi, ia jadi tak bisa ke kampus lantaran posisi tanda itu ada di tempat terbuka di lehernya.Ingin rasanya ia mencekik Ervin namun ia tak ingin dijebloskan ke penjara.Lagi-lagi helaan nafas Rena mengganggu gendang telinga Ervin. Pria itu akhirnya memutuskan berhenti dari kerjanya sejenak."Kenapa lagi?" tanya Ervin gemas.Rena melirik kekasihnya itu dengan tatapan kesal, "bosan.." jawab Rena tegas."Yang minta ke sini kan kamu.."Rena menatap Ervin tajam, "Gara-gara kamu aku ke sini. Harusnya kan sekarang di kampus.." rutuk Rena.Ervin tersenyum geli. Ia berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekati Rena
Renata berjalan menuruni tangga dengan raut wajah yang begitu cerah. Berjalan menghampiri meja makan di sudah diisi oleh mami dan papinya."Pagi papi sayang, pagi mami sayang.." serunya dengan sumringah.Tak menjawab sapaan Rena, Imran dan Mirna justru melongo menatap sang anak yang turun dari kamar sudah terlihat aneh."Kamu sakit?" tanya Mirna bingung.Renata menggeleng, "Nggak. Rena sehat kok Mi..""Kok senyum-senyum gitu. Kenapa? Ada kabar baik apa?" Mirna terlihat begitu penasaran.Renata menatap maminya sekilas lalu berpindah menatap papinya yang ternyata juga sedang menantikan jawaban dari pertanyaan mami."Rena punya pacar.." ucap Rena cepat dan pelan, namun masih terdengar oleh Mirna dan Imran."Waaaww, ternyata lagi jatuh cinta tooohh. Pantesaaan. Sama siapa?"Mirna berjalan mendekati sang anak dan duduk di kursi meja makan di sebelah Rena."Ih mami kepo..""Lhah? Nggak mau dikasih tahu nih? Percu
"Mau makan apa?" tanya Ervin pada Rena sambil menarik satu buku menu dari dua buku menu yang di sediakan cafe di atas meja. Ia membuka buku tersebut lalu melihat susunan menu yang menurutnya menggugah selera.Rena mengikuti apa yang Ervin lakukan, "Hmmm,.." gumamnya sambil melirik satu persatu menu yang tertulis di kertas tersebut.Ervin memanggil pelayan cafe sambil menunggu Rena memilih."Iya, mau pesan apa mas dan mbaknya?""Ayam kremes sambal terasi satu, oh ya mbak, tadi di pintu masuk saya lihat ada promo tingkat level sambal terasi ya?"Ervin langsung mengernyitkan matanya menatap Rena."Oh iya mbak. Kita lagi uji coba menu baru. Tingkat kepedasan sambal terasinya. Jadi promo ini akan berlaku sampai satu bulan ke depan. Kakak berminat?" jawab Pelayan tersebut.Rena mengangguk, "Kalau boleh tahu, tingkatannya sampai berapa?""Sampai
Rena keluar dari gudang disusul oleh Ervin. Pria itu tertawa melihat tingkah bodoh Rena. Melihat langkah Rena yang menunduk dan berjalan cepat membuat Ervin senyum-senyum sendiri.Ia yakin Rena malu karena ciuman panas mereka tadi. Tapi Rena penuh kejutan."Ren, tungguin pacar dong.. Duluan aja.." teriak Ervin."Ervin gila!" batin Rena. Sejak kapan mereka pacaran."Sayang! Tungguin dong!"Ervin berteriak keras membuat orang yang ada di sekitar langsung melirik ke arah mereka.Rena tak tahan lagi, ia berlari menuju parkiran dan langsung menghampiri mobil Ervin.Ia membuka pintunya namun terkunci. Ia segera melihat Ervin dan memberi kode untuk dibuka, namun Ervin justru tak mengindahkan. Ia berjalan mendekati Rena,"Bukain!!" perintah Rena.Ervin menggeleng, "Jadian dulu..!" pintanya mengucap syarat."Apaan
Kupikir gadis cantik itu bahagia. Kupikir kehidupannya penuh cinta. Namum ternyata pikiranku semua salah. Kini kulihat bahu kecil itu semakin rapuh.*****Ervin berdiri di belakang Rena saat gadis itu masih betah diam dari keterkejutannya. Rena bahkan tak berbalik arah menatap siapa yang tengah berdiri di belakangnya.Saat ini yang Rena rasakan adalah, suara itu begitu mirip dengan suara pria yang ia rindukan. Pria yang sudah tak menghubunginya lagi. Pria yang membuatnya uring-uringan."Kau tak ingin melihatku?" tanya Ervin lagi.Namun Rena tetap betah diam.Ervin menghela nafas panjang. Ia berjalan mendekati Rena dan duduk di samping gadis tersebut, "Kau tak merindukanku?" tanya Ervin lembut.Rena menggeleng. Menggeleng kuat, namun tak melihat Ervin sama sekali.Ervin mengangguk pelan, "Baiklah! Sepertinya aku salah menyusulmu ke sini. Padahal aku merindukanmu.."Deg!Rena menegakkan kepalanya lalu me