Aroma kopi susu hangat membuat ketenangan sendiri. Pikiran yang sedang tidak baik-baik saja, sepertinya memang membutuhkan kafein. Hazel duduk di balkon apartemennya—melihat pemandangan kota Bern. Musim salju di Swiss sangat indah, tapi sayang pikiran Hazel yang kacau—membuat seolah salju yang turun bagaikan kapas yang jatuh. Tidak ada indahnya sama sekali.
Hazel seperti tengah bermimpi buruk. Tujuannya ke Swiss untuk berlibur, tapi malah dia kembali bertemu dengan pria yang tak ingin dia temui. Dia berharap mimpi buruknya segera berakhir. Dia tidak mau terbelenggu di dalam bayang-bayang penderitaan yang telah menjeratnya.
“Semoga pria itu sudah pergi jauh dari kota ini,” gumam Hazel pelan sambil menyeruput kopi susu. Minum kopi susu di siang hari, membuatnya berharap rasa pening di kepalanya bisa menghilang.
Suara dering ponsel terdengar. Hazel mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor telepon dari Jenia—teman lamanya menghubunginya.
Hazel mendengkus pelan. “Maaf, Jenia. Kepalaku sedang pusing. Aku tidak bisa menjawab telepon.”
Hazel memutuskan untuk tidak menjawab telepon dari Jenia. Kepalanya seolah pecah. Mood naik turun, membuatnya tak ingin bicara dengan siapa pun. Namun, sayangnya di kala dering ponsel berhenti—malah ponselnya kembali berdering.
“Ck! Jenia ini menelepon berkali-kali seperti aku memiliki utang saja,” gerutu Hazel sebal. Dengan sangat terpaksa, dia memilih menjawab panggilan telepon itu. Jenia terus menghubunginya berkali-kali, membuat mau tak mau Hazel menjawab panggilan itu.
“Ada apa, Jenia?” seru Hazel kala panggilan terhubung.
“Hazel? Aku dengar kau ada di Bern. Apa itu benar?” ujar Jenia dari seberang sana.
Hazel menghela napas dalam. “Iya, benar. Aku sedang berada di Bern. Ada apa?”
“Great! Malam ini, aku mengadakan pesta ulang tahunku. Tolong kau datang, ya!”
“Maaf, Jenia. Hari ini aku sibuk. Aku akan meminta asistenku mengirimkan hadiah untukmu.”
“Come on, Hazel. Kita sudah lama tidak bertemu.”
“Jenia—”
“Hazel, please. Datanglah ke acara ulang tahunku. Kebetulan aku merayakan ulang tahun di Swiss, dan kau juga ada di Swiss. Jadi apa salahnya kau datang sebentar ke acara ulang tahunku?”
Hazel memijat keningnya merasakan pusing. Dia menyesal menjawab telepon dari Jenia. Jika tahu seperti ini, lebih baik dirinya tak usah menjawab telepon dari temannya itu. Benar-benar menyusahkan!
“Fine, aku akan datang ke pesta ulang tahunmu. Tapi, maaf, aku tidak bisa lama.”
“Thank you, Hazel! Aku menunggu.”
Hazel menutup panggilan telepon itu, dan mengirimkan pesan pada asistennya untuk menyiapkan hadiah tas dari salah satu brand ternama dunia sebagai hadiah untuk Jenia. Malam ini dia akan datang ke pesta ulang tahun Jenia, hanya sebentar saja. Dia tidak akan lama-lama menghadiri pesta ulang tahun temannya itu.
***
Klub malam ternama di kota Bern, menjadi tempat di mana teman Hazel merayakan ulang tahun. Tampak Hazel sedikit kurang nyaman dengan aroma tembakau dan alkohol. Tapi apa boleh buat? Pesta ulang tahun Jenia diadakan di klub malam.
Hazel bukan wanita kuno yang tak menyentuh klub malam. Tentu dia pernah mendatangi klub malam. Akan tetapi, jika mood tidak bagus, dia kurang menyukai klub malam yang selalu berisik dengan musik-musik. Satu lagi, klub malam selalu menjadi tempat banyak orang bercumbu secara bebas padahal bukan pasangan.
“Hazel Afford! Oh, My God! You’re so gorgeous!” seru Jenia kagum akan penampilan Hazel yang cantik dan seksi. Balutan dress berwarna navy dengan model tali spaghetti, dan belahan paha tinggi membuat Hazel Afford layaknya seorang dewi.
Sejak memasuki klub malam, banyak mata yang tak berkedip melihat paras cantik dari Hazel Afford. Namun, sayangnya Hazel tak peduli dengan tatapan mata pria yang tak lepas menatapnya. Malah dia sangat jengah melihat pria-pria yang menatapnya dengan tatapan lapar.
“Selamat ulang tahun, Jenia. Doa terbaik untukmu.” Hazel memberikan pelukan pada Jenia, lalu memberikan paper bag yang ada di taangannya. “Ini hadiah dariku. Semoga kau suka.”
Jenia tersenyum menerima hadiah dari Hazel. “Astaga. Aku benar-benar merepotkanmu. Padahal kau cukup datang saja, sudah membuatku sangat senang. Thank you, Hazel.”
“Sama-sama.” Hazel membalas senyuman Jenia.
“Ayo, aku kenalkan dengan teman-temanku yang lain.”
Hazel mengangguk singkat. Lalu Jenia memperkenalkannya pada para tamu undangan yang datang. Banyak teman pria Jenia yang mencoba mendekati Hazel, tapi sayangnya Hazel tak berminat sama sekali.
Hazel hanya berbasa-basi sebentar, dan menjauh dari kerumunan para tamu undangan. Seorang pelayan mengantarkan wine pada Hazel. Wanita itu menerima wine meski hanya memegang tak meminum.
Tatapan Hazel tak sengaja menatap seorang pria duduk di seberang sana, tengah memangku seorang wanita. Pria dan wanita itu berciuman dengan penuh nafsu. Pun dia melihat jelas pria itu menjamah tubuh wanita itu.
“Ck! Menjijikkan. Apa tidak ada tempat lain untuk mereka bercumbu?” gerutu Hazel mencibir.
Tunggu! Seketika di kala ciuman terlepas, mata Hazel menatap pria yang tengah mencumbu seorang wanita berambut pirang adalah Sergio. Mata Hazel mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang dia lihat ini benar.
Hazel tidak salah! Yang dia lihat adalah benar-benar Sergio. Pria berengsek yang selalu dia ingin hindari sekarang berada di hadapannya. Umpatan dan makian lolos dalam hati Hazel. Kepingan memori ingatannya mengingat di mana Sergio mencumbunya.
“Bajingan sialan!” umpat Hazel pelan dengan sorot mata penuh kebencian.
Hazel meletakan wine di tangannya ke atas meja, namun…
Prangg
Gelas yang berisikan wine terjatuh ke lantai, membuat pecahannya berserakan di lantai, serta wine tumpah. Jenia yang mengobrol dengan seseorang langsung menghampiri Hazel.
“Hazel? Are you okay?” Jenia khawatir.
Hazel tersenyum samar berusaha menutupi rasa kesalnya. “Maaf, aku membuat kekacauan. Aku sedikit pusing.”
“It’s okay, Hazel. Pelayan akan membersihkan pecahan beling ini.” Jenia mengusap-usap lengan Hazel.
“Thanks, aku ingin ke toilet dulu.” Hazel segera berpamitan.
Jenia mengangguk merespon ucapan Hazel. Detik selanjutnya, Hazel segera berjalan menuju ke toilet—dengan langkah kaki yang terburu-buru. Tepat di kala Hazel sudah pergi—tatapan Sergio teralih pada Hazel.
Sergio menyunggingkan senyuman misterius, melihat Hazel berada di tempat yang sama dengannya. Pria tampan itu langsung menyingkirkan wanita berambut pirang yang ada di pangkuannya—dan segera menyusul Hazel. Tampak jelas wanita berambut pirang itu kesal di kala Sergio meninggalkannya begitu saja. Tapi Sergio tidaklah peduli. Yang dipedulikan pria tampan itu adalah Hazel yang nampak menunjukkan kemarahannya.
“Pria sialan! Pria bajingan! Berengsek! Kenapa dia tidak mati saja?!” Hazel menatap cermin di toilet seraya meloloskan umpatan kasar.
“Cemburu, hm?” Sergio masuk ke dalam toilet, menyandarkan punggungnya ke pintu. Pria tampan itu sudah mengunci rapat pintu, agar tidak ada yang masuk.
“Oh, God!” Mata Hazel terbelalak terkejut melihat kehadiran Sergio. Dia mengingat jelas Sergio tengah mencumbu seorang wanita berambut pirang. Tapi kenapa malah pria itu ada di tempat yang sama dengannya?
Sergio melangkah mendekat, namun buru-buru Hazel melangkah mundur menjauh dari pria itu.
“Stop! Jangan dekat-dekat denganku!” seru Hazel penuh emosi.
Sergio tak mengindahkan ucapan Hazel. “Malam ini kau sangat cantik.”
Napas Hazel memburu. “Pergi kau dari hadapanku, Jerk! Untuk apa kau di sini!”
Sergio terkekeh rendah melihat kemarahan di wajah Hazel. “Wanita yang tadi kau lihat, tidak memiliki hubungan apa pun denganku. Relaks, Butterfly. Kau tetap menjadi favorite-ku. Jadi, kau tidak usah cemburu.”
Mata Hazel mendelik tajam. “Berengsek! Untuk apa aku cemburu! Kau pria sampah yang tidak layak sama sekali hidup di dunia ini!”
“Ah, you’re so rude, Butterfly.” Sergio mendekat, menghimpit tubuh Hazel yang sudah terbentur ke dinding.
Hazel gelagapan di kala Sergio menghimpit tubuhnya. Wanita cantik itu memukuli dada bidang Sergio. “Bajingan sialan! Pergi kau!”
Sergio membiarkan Hazel memukulinya. Meski Hazel bisa bela diri, tapi tenaga Hazel tidaklah sebanding dengannya. Detik itu juga, Sergio menangkup kedua tangan wanita itu—dan meletakan ke atas kepalanya.
“Kau sangat seksi jika cemburu.” Sergio berbisik di depan bibir Hazel.
Hazel mengumpat kasar di kala Sergio membuat tangannya tak bisa bergerak. Berkali-kali dia berontak, tapi tetap tidak bisa. “Pergi dari hadapanku, Sialan!”
Sergio terkekeh rendah sambil mengecup bibir Hazel yang mengumpat. “Kau tahu? Kau membuatku semakin ingin memasukimu. Aku ingin mendengar suara desahanmu memohon padaku,” bisiknya vulgar—dan langsung membuat Hazel mendelik tajam menahan malu.
*Akhir bulan ini, Daddy sudah mengatur pertemuanmu dengan salah satu anak teman Daddy. Dia anak dari pengusaha asal Australia. Dia tampan dan hebat. Dia pasti sangat cocok untukmu. Segeralah kembali ke New York. Jika kau membantah, pengawal akan menjemputmu secara paksa.* Pesan singkat dari ayahnya, membuat Hazel langsung mematikan ponselnya. Wanita cantik itu berdecak pelan. Dia baru saja kembali dari ulang tahun temannya, yang membuat kesialan di hidupnya, ternyata sekarang dia harus kembali sial karena ayahnya mengejar-ngejar dirinya untuk kembali ke New York.Hazel enggan untuk kembali ke New York. Dia tahu bahwa pasti ayahnya akan menggeretnya secara paksa untuk bertemu dengan anak dari teman ayahnya itu. Dia enggan untuk menjalin hubungan dengan siapa pun.Hazel memilih memejamkan mata singkat tanpa mengganti pakaiannya. Pikirannya saat ini benar-benar kacau. Kesialan datang bertubi-tubi di hidupnya. Pun takdir seolah mengajaknya becanda.Esok hari, yang dilakukan Hazel adalah
Hazel mengendarkan pandangannya, melihat kamar tamu yang ada di penthouse milik Sergio. Untuk kalangan pekerjaan rendah seperti Sergio, memiliki penthouse cukup mewah di kota Bern tentu saja, membuat pria itu menghabiskan banyak sekali uang.Hazel kagum akan tatanan penthouse milik Sergio. Mewah dan berkas. Meski tak semewah property milik keluarganya, tetap penthouse milik Sergio ini memiliki daya tarik sendiri di matanya.Hanya saja satu pertanyaan besar Hazel, yaitu bagaimana cara pria berengsek itu memiliki penthouse seperti ini di kota yang terkenal mahal? Ah! Hazel langsung mengingat, pasti Sergio mendapatkan uang dengan cara yang kotor.Hazel menghempaskan tubuhnya ke ranjang, dan memejamkan mata sebentar. Terpaksa dia menginap di penthouse pria berengsek itu. Dia tak memiliki pilihan lain. Dia harus menghindar dari anak buah ayahnya.Ini memang sangat gila. Hazel menerima penawaran dari pria yang jelas-jelas merupakan seorang bajingan. Tapi, jika dia menolak, maka pasti diriny
Hazel tak bisa tidur nyenyak. Dia sudah memaksa diri untuk menutup mata, tapi hasilnya nihil. Dia tidak bisa benar-benar tidur. Otaknya sekarang penuh dengan Sergio—pria sialan yang berhasil memorak-porandakan hidupnya. Sejak di mana dia kembali bertemu dengan Sergio hidupnya tidak lagi setenang dulu.Beberapa tahun lalu, tepat di saat Hazel belum bisa bela diri, dia berlibur ke Belanda sendiri. Dia lari dari kejaran pengawal keluarganya. Sejak dulu dia tidak suka dikawal oleh pengawal keluarganya. Dia ingin hidup bebas dan normal seperti orang lain.Akan tetapi, saat itu nasib sial datang ke hidup Hazel. Dia diganggu oleh sekumpulan pria imigran di Belanda. Pria-pria itu nyaris memerkosa Hazel. Untungnya Sergio datang tepat waktu menyelamatkan Hazel.Ya, pada saat Sergio menyelamatkan Hazel sosok Sergio bagaikan pangeran di mata Hazel. Hazel hanya mengingat wajah pria yang menyelamatkannya. Dia tidak tahu sama sekali nama Sergio.Sampai suatu waktu beberapa tahun kemudian, Hazel dipe
Sergio berdiri di balik kaca sambil menggerak-gerakan gelas sloki di tangannya. Senyuman simpul terlukis di wajah pria tampan itu. Aura wajah tegas, dingin, menunjukkan bagaimana sisi arogansi nan penuh pesona dari pria tampan dan gagah itu. Sepasang iris mata cokelat gelapnya terhunus ke hamparan perkotaan di hadapannya. Salju turun satu demi satu, menutupi bagian atas dari gedung-gedung bertingkat yang ada di kota Bern.“Tuan…” Benton—asisten pribadi Sergio—melangkah menghampiri Sergio.“Ada apa?” Sergio tak membalikkan badannya. Pria itu bisa melihat dari pantulan kaca bahwa asisten pribadinya datang.“Tuan, Nona Hazel sudah tinggal bersama dengan Anda. Apa rencana Anda selanjutnya? Anda tidak bisa terlalu lama mengurung Nona Hazel. Keluarga Afford pasti akan tahu,” tutur Benton mengingatkan Sergio.Sergio menyesap alkohol yang ada di gelas slokinya. “Keluarga Afford tidak akan langsung tahu dengan mudah. Dan untuk Hazel, kau tidak usah khawatir. Aku memiliki rencana sendiri. Kau c
Hazel mematut cermin menatap long dress sederhana yang dibelikan oleh Sergio. Dress dengan desain yang sederhana, namun terkesan menunjukkan kelas dan elegannya. Wanita itu sedikit tak mengira kalau Sergio ternyata memiliki selera yang bagus, dalam memilih pakaian wanita.Tunggu! Mungkin saja dirinya masuk dalam daftar wanita nomor seratus yang dibelikan pakaian oleh Sergio. Itu yang membuat pria berengsek itu bisa memilihkan pakain yang tepat untuknya.“Ck! Pasti sudah banyak sekali wanita yang dibelikan pakaian olehnya. Dia benar-benar berengsek,” gumam Hazel dengan raut wajah penuh emosi.“No, Butterfly. Kau satu-satunya wanita di hidupku yang pernah aku belikan pakaian.” Sergio melangkah masuk menghampiri Hazel yang mematut cermin.Hazel menatap Sergio dari pantulan cermin. “Oh, God! Kau itu selalu mengejutkanku! Apa kau ingin aku mati karena terkena serangan jantung?”Pria di hadapannya ini seperti hantu yang selalu muncul secara tiba-tiba. Itu yang membuatnya sangatlah kesal. S
Dorr…Tembakan berhasil menembus jendela, membuat salah satu orang yang berada di seberang gedung tumbang akibat tembakan itu. Terlihat semua orang yang berada di dalam gedung berlarian dan berteriak mendengar suara tembakan.Seorang pria tampan dengan balutan berpakaian hitam, tersenyum puas saat melihat sasarannya sudah tidak sadarkan diri. Peluru tepat mengenai kepala targetnya. Membuat targetnya sudah bersimbah darah.“I got you,” gumam Sergio dengan seringai di wajahnya. Dia menurunkan pistonya. Dia melihat targetnya terbujur kaku dengan berlumuran darah, adalah suatu keberhasilan baginya.“Tuan Sergio.” Benton menghampiri Sergio.Sergio melirik Benton sesaat. “Apa kau sudah pastikan target mati?”Benton menganggukkan kepalanya. “Sudah, Tuan. Target telah tewas. Client sudah mengirimkan tiga juta dollar ke rekening Anda, Tuan.”Sergio menyeringai puas mendengar perkataan sang asisten. “Bagaimana dengan polisi? Apa di bawah sudah ada polisi?”“Belum, Tuan. Tapi dalam sepuluh menit
“Bersiaplah. Aku akan mengajakmu pergi ke suatu tempat. Kau pasti bosan di rumah.” Suara berat Sergio, menghampiri Hazel yang tengah duduk di sofa sambil melihat ke luar jendela.Hazel tidak berani ke mana pun, karena memang dia tengah bersembunyi. Dia tidak ingin sampai anak buah ayahnya menemukannya. Sialnya memang nasib membuat dirinya berada di rumah pria berengsek.“Kau sengaja ingin membuatku tertangkap oleh anak buah ayahku?” seru Hazel seraya mendongakkan kepalanya, menatap dingin Sergio.“Kau tidak akan pernah tertangkap anak buah ayahmu, jika kau menggunakan pakaian yang sudah aku siapkan.” Sergio menunjuk pakaian yang sudah dirinya siapkan untuk Hazel.Hazel menatap ripped jeans dengan kaos ketat berwarna hitam. Pun di sana ada topi hitam dan kaca mata hitam. Semua pakaian yang diberikan oleh Sergio adalah dari brand ternama dunia. Bukan brand sembarangan. Tapi masalanya di sini, Hazel tidak suka menggunakan ripped jeans.“Bisakah kau memberikanku jeans normal? Jangan membe
Tembakan demi tembakan menghujani bersamaan dengan turunnya salju. Posisi Sergio masih dalam posisi mendindih tubuh Hazel. Keadaan genting, ada korek kecil yang merupakan granat bisa dia ledakan untuk membalas musuhnya, namun jika dia meledakan di tempat umum, akan banyak korban yang berjatuhan.Hazel yang berada di bawah tubuh Sergio hanyut akan kepanikan di wajah pria tampan itu. Harusnya Hazel ketakutan, tapi fakta yang ada adalah Hazel tidak takut sama sekali meski banyak baku tembak yang dia dengar.Lalu … tiba-tiba tatapan Sergio menatap terkejut dari jarak jauh melempar granat ke arahnya. Dia sudah menghindar menggunakan granat, tapi musuhnya yang sialan itu berani-beraninya menggunakan granat.Sergio langsung memeluk erat Hazel, berguling menjauh dari tempat itu. Tepat di kala Sergio menjauh—suara ledakan terdengar menghancurkan kafe. Untungnya tidak ada orang di sana. Sergio bangkit berdiri seraya mengulurkan tangannya membantu Hazel untuk berdiri. Hazel menyambut uluran ta
Sergio menjalani hari-harinya di Afford Group, tanpa sama sekali hambatan. Setiap kesulitan yang dihadapi, tak pernah sekalipun Sergio tunjukkan bahwa dia tidak bisa. Yang dilakukan Sergio adalah mempelajari hal yang pertama kali. Ketangkasan dan feeling yang kuat, membuat Sergio tak mudah mengambil keputusan.Baru bergabung di Afford Group sudah membuktikan bahwa memang Sergio layak bergabung di Afford Group. Justin bahkan tidak ragu memuji kinerja dari Sergio. Pun Benton yang awalnya mengalami kesulitan, mulai bisa memahami tentang system kerja di Afford Group.Hazel tentu paling bangga pada sang suami, yang telah berhasil membuktikan diri. Meskipun background pendidikan Sergio tidak seperti tiga kakak laki-lakinya, tapi Sergio bisa menunjukkan taringnya di Afford Group.Weekend telah tiba. Hazel duduk bersantai di ruang tengah bersama dengan sang suami sambil menikmati ice cream. Seth dan Hailey sedang berenang, dan tentu diawasi oleh para pengasuh.“Sayang, aku sedih sekali libura
Hazel berkutat di dapur, membuat makanan lezat. Waktu sudah menunjukkan hampir jam makan siang. Wanita cantik itu memiliki ide cemerlang yaitu mendatangi Sergio ke kantor, membawakan makan siang.“Mommy, kami pulang.” Seth dan Hailey masuk ke dapur, dan langsung memeluk ibu mereka. Sebelumnya mereka diberi tahu pelayan bahwa ibu mereka berada di dapur. Itu yang membuat mereka menyusul ke dapur.Hazel tersenyum melihat Seth dan Hailey sudah pulang. “Sayang, kalian ganti baju dulu. Setelah itu kita akan pergi ke kantor Daddy mengantarkan makan siang untuk Daddy kalian.”“Kita akan ke kantor Daddy?” Seth dan Hailey mengerjapkan mata mereka.Hazel mengangguk merespon ucapan dua anaknya. “Iya, Sayang. Kita akan ke kantor Daddy. Kalian mau, kan?”“Mau, Mommy! Yeay, kita ke kantor Daddy.” Seth dan Hailey berseru gembira seraya menepuk tangan.Hazel tersenyum lembut melihat kegembiraan di wajah Seth dan Hailey. “Ayo, ganti dulu pakaian kalian, jika ingin ikut ke kantor Daddy.”Seth dan Hailey
New York, USA. Sandra telah kembali ke London untuk melanjutkan pendidikannya. Hazel bersama suami, anak, serta keluarga besarnya yang lain telah kembali ke New York. Pun Joseph dan Isabel berada di New York, karena liburan akhir tahun ini mereka akan berkumpul bersama.Kepergian Drake dan Paula memang begitu meninggalkan duka sangat dalam di hati seluruh keluarga. Namun, hal yang mereka selalu ingat bahwa cinta Drake dan Paula mengajarkan banyak hal pada mereka. Terutama tentang waktu di dunia sangat singkat.“Mommy, Daddy, kami berangkat sekolah dulu. Bye, Mommy, Daddy. We love you.” Seth dan Hailey melambaikan tangan mereka pada Hazel dan Sergio. Dua bocah kembar itu sudah berada di dalam mobil.Sergio dan Hazel sama-sama tersenyum sambil melambaikan tangan mereka.“We love you, Sayang,” seru Hazel penuh kelembutan.“Belajarlah dengan baik,” sambung Sergio.Seth dan Hailey mengangguk patuh. Lantas, sopir mulai melajukan mobil meninggalkan mansion. Senyuman di wajah Hazel dan Sergi
Athena menatap hangat Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, dan Alaric yang tidur di kamar yang sama. Sejak berada di Madrid, mereka ingin tidur di kamar yang sama berlima. Permintaan mereka tentunya dituruti Justin dan Athena.“Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, Alaric. Mommy sangat mencintai kalian. Tumbuhlah menjadi orang yang hebat di masa depan,” ucap Athena lembut.Justin memeluk pinggang Athena. “Anak-anak kita akan orang yang hebat di masa depan. Selama ini kita mendidik mereka dengan sangat baik. Kita juga memberikan cinta dan kasih sayang pada mereka.”Athena berbalik, menghadap tubuh sang suami, sambil melingkarkan tangannya di leher suaminya itu. “Anak-anak bisa menjadi orang hebat karena dirimu. Kau memberikan contoh yang baik. Dan hari ini, kau menunjukkan betapa kau menjadi seorang suami, ayah, dan kakak yang bijaksana. Aku bangga memilikimu.”Justin membelai pipi Athena lembut. “Aku hanya melakukan apa yang sudah seharusnya aku lakukan, Sayang.” Pria tampan itu menyapukan hidun
Bianca dan Arthur tersenyum hangat melihat tiga belas cucunya berkumpul sambil bercanda bersama. Keluarga Afford terkenal memiliki banyak keturunan. Terutama pasangan Justin dan Athena yang memiliki lima orang anak. Well, Justin dan Athena memang memiliki anak yang paling banyak di antara yang lain.Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, dan Alaric adalah anak Justin dan Athena. Meski memiliki lima anak, Athena hanya mengandung dua kali saja. Yang pertama Athena mengandung bayi kembar tiga. Jasper, Joana, dan Jesslyn adalah anak yang lahir kembar tiga. Kandungan yang kedua Athena melahirkan dua anak laki-laki kembar yang diberikan nama Arnold dan Alaric.Audie, Nick, dan Niguel adalah anak dari Nathan dan Aubree. Tentunya Aubree melahirkan bayi kembar karena memang keluarga Afford memiliki gen keturunan kembar. Jadi, sudah tidak lagi heran. Nathan dan Aubree juga mengajak tiga anak mereka ke Madrid. Sekarang tiga anak mereka berkumpul dengan para sepupunya yang lain.Joshua, Jeraldo, dan Iri
Sergio tersenyum melihat Sandra mengajak Seth dan Hailey bermain. Dia berdiri di pintu masuk halaman belakang. Di sampingnya ada Hazel yang menemaninya. Pria tampan itu keluar sebentar, dan di kala pulang sudah melihat adiknya. Pemandangan yang sangat indah.“Sayang, lihatlah, Seth dan Hailey sangat senang bersama dengan Sandra. Kedatangan Sandra berhasil menghibur Seth dan Hailey,” ucap Hazel seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami.Sergio mengecup puncak kepala Hazel. “Ya, aku senang Seth dan Hailey bisa terhibur dengan kedatangan Sandra.”Hazel mendongak dari pelukan sang suami. “Dan aku juga bahagia kesehatan Sandra berangsur-angsur membaik.”Sergio membelai pipi Hazel lembut. “Terima kasih telah menerima Sandra. Terima kasih kau telah menjadi kakak ipar yang baik untuk Sandra. Terima kasih kau mau menjadi sahabat Sandra. Kehadiranmu bukan hanya berarti bagiku, tapi juga berarti bagi Sandra.”Hazel tersenyum lembut. “Kita adalah satu. Sejak di mana kita sudah mengu
“Bianca, kau belum makan. Jika kau terus-menerus seperti ini kau bisa sakit.” Arthur membujuk Bianca untuk makan. Namun, sayangnya dia selalu mendapatkan penolakan. Pria paruh baya itu sudah beberapa kali ingin menyuapi sang istri, dan tetap lagi dan lagi Bianca tidak ingin makan.“Arthur, aku mohon tinggalkan aku sendiri.” Bianca duduk di balkon kamar, dengan tatapan lurus ke depan. Aura wajahnya menunjukkan kemuraman. Meski belum makan, tapi Bianca sama sekali tidak merasakan lapar sedikit pun.Arthur mengembuskan napas panjang. “Aku akan meninggalkanmu sebentar. Tapi aku akan tetap kembali ke sini untuk membujukmu makan.” Terpaksa, pria paruh baya itu melangkah pergi keluar dari kamar.“Dad?” Justin yang berdiri di depan kamar orang tuanya, dan bermaksud ingin mengetuk pintu, langsung mengurungkan niatnya di kala pintu sudah terbuka.Arthur menatap Justin sambil membawa piring yang berisikan makanan. “Mommy-mu belum mau makan.”Justin mengambil piring yang ada di tangan ayahnya. “B
Upacara pemakaman Drake Lucero dan Paula Lucero berjalan dengan lacar. Beruntung cuaca cerah, tak turun hujan. Tangis seluruh keluarga mengiringi selama upacara berlangsung. Namun, meski seluruh keluarga menangis, mereka semua merelakan kepergian Drake dan Paula.Altov memberikan pelukan pada Bianca, sebelum pria paruh baya itu pergi. Pun keluarga Lancaster, keluarga angkat Bianca turut hadir. Bianca tampak masih sangat terpukul memutuskan untuk pulang ke kediaman orang tuanya. Arthur menemani. Justin sebagai anak laki-laki tertua mengajak istri dan kelima anaknya untuk menemani kedua orang tuanya. Begitu juga dengan Nathan yang mengajak istri dan tiga anaknya untuk menemani kedua orang tuanya.Joseph tak bisa menemani kedua orang tuanya, karena dia yang sekarang menghadapi para wartawan. Isabel sebagai calon Ratu di masa depan, tentunya juga harus menggadapi rentetan pertanyaan wartawan. Terakhir Hazel dibawa oleh Sergio ke mansion milik Sergio yang ada di Madrid.“Seth dan Hailey s
Seth dan Hailey begitu lahap menyantap pudding buatan Hazel. Dua bocah itu sangat menyukai pudding buatan ibu mereka. Hazel sampai tersenyum-senyum melihat tingkah dua anak kembarnya yang sangat menggemaskan. Ya, inilah kehidupan Hazel. Sejak menikah dengan Sergio, memang dia hanya fokus menjaga dua anak kembarnya.Hazel dulu kerap terlibat dalam perusahaannya. Namun, semua itu sudah tak lagi semenjak dirinya menikah. Justin, Nathan, dan Joseph mendukung keputusan Hazel untuk fokus pada keluarganya. Pun sebenarnya tanpa Hazel, tetap Afford akan tetap berjaya. Sebab, Hazel memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat bisa diandalkan dalam segala hal.“Mom, kapan Bibi Sandra pulang? Aku sangat merindukan Bibi Sandra,” ucap Hailey seraya menatap ibunya.“Iya, Mom. Aku juga merindukan Bibi Sandra,” sambung Seth.Hazel tersenyum sambil menciumi pipi bulat Seth dan Hailey. “Minggu ini Bibi Sandra akan pulang dari London. Kita tunggu, ya?”Seth dan Hailey mengangguk antusias. “Siap, Mommy!”Haz