Hazel tak bisa tidur nyenyak. Dia sudah memaksa diri untuk menutup mata, tapi hasilnya nihil. Dia tidak bisa benar-benar tidur. Otaknya sekarang penuh dengan Sergio—pria sialan yang berhasil memorak-porandakan hidupnya. Sejak di mana dia kembali bertemu dengan Sergio hidupnya tidak lagi setenang dulu.
Beberapa tahun lalu, tepat di saat Hazel belum bisa bela diri, dia berlibur ke Belanda sendiri. Dia lari dari kejaran pengawal keluarganya. Sejak dulu dia tidak suka dikawal oleh pengawal keluarganya. Dia ingin hidup bebas dan normal seperti orang lain.
Akan tetapi, saat itu nasib sial datang ke hidup Hazel. Dia diganggu oleh sekumpulan pria imigran di Belanda. Pria-pria itu nyaris memerkosa Hazel. Untungnya Sergio datang tepat waktu menyelamatkan Hazel.
Ya, pada saat Sergio menyelamatkan Hazel sosok Sergio bagaikan pangeran di mata Hazel. Hazel hanya mengingat wajah pria yang menyelamatkannya. Dia tidak tahu sama sekali nama Sergio.
Sampai suatu waktu beberapa tahun kemudian, Hazel dipertemukan lagi dengan Sergio di Madrid. Kala itu Sergio ditugaskan membunuh calon kakak ipar Hazel yang merupakan putri mahkota Kerajaan Spanyol. Calon kakak ipar yang sekarang sudah resmi menjadi kakak iparnya.
Singkat cerita, pekerjaan Sergio dan tentang pria itu telah Hazel ketahui di kala Hazel turut membantu menyelamatkan kakak iparnya. Hazel terkejut akan fakta di mana Sergio adalah pembunuh bayaran.
Sergio tidak serta merta melepaskan kakak ipar Hazel dengan syarat Hazel menukar diri dengan kakak iparnya. Tanpa ragu, permintaan Hazel dipenuhi oleh Sergio. Hanya saja, syarat itu tak berjalan dengan baik—karena keluarga Hazel sudah lebih dulu turun tangan.
Sosok Sergio dulu adalah sosok yang diidam-idamkan oleh Hazel. Berperawakan tampan, gagah, dan penolong. Saat itu dalam pikiranya, yang menyelamatkannya seorang pangeran. Namun, semua angan dalam benak Hazel telah sirna. Tidak ada lagi kekagumannya pada Sergio. Yang tersisa sekarang adalah perasaan marah, benci dan … ah! Ada rasa yang sulit untuk dimengerti
Hazel membuka mata di kala dia tak bisa tidur. Dia turun dari ranjang sambil mengikat asal rambutnya. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan keliling penthouse. Mungkin rasa kantuk akan muncul jika dirinya berjalan-jalan sebentar.
Tatapan Hazel mengendar melihat lukisan indah terpajang di penthouse milik Sergio ini. Dalam hitungan detik, kepingan memori Hazel mengingat perkataan pria itu yang bilang padanya penthouse ini pemberian dari client.
Hazel langsung mengembuskan napas kasar. Jika Sergio sudah menyebut-nyebut kata ‘Client’, maka artinya ada orang yang dia bunuh. Sungguh! Pria seperti Sergio yang seharusnya lenyap dari dunia ini.
Tanpa sengaja, mata Hazel menatap ruang di ujung yang sedikit terbuka. Rasa penasaran menyergap dalam diri Hazel. Wanita itu ingin pergi dari sana, tapi kata hatinya memintanya untuk masuk ke dalam ruangan itu.
Hazel melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dan seketika betapa terkejut Hazel melihat banyak sekali foto orang menempel ke dinding dan sudah dicoret merah. Tak hanya itu saja, ada foto yang bahkan ditancap oleh pisau.
Hazel menelan salivanya. Dia baru sadar bahwa dirinya memang benar-benar berada di sangkar iblis. Dia yakin seribu persen—foto-foto yang ada di dinding pastinya adalah foto korban yang akan dibunuh oleh pria iblis itu.
“Rasa penasaranmu, bisa membunuhmu, Butterfly.” Suara berat terdengar, dan sontak membuat Hazel terbelalak terkejut.
“Shit! Kau mengejutkanku!” seru Hazel menatap dingin Sergio yang datang.
Jantung Hazel nyaris berhenti berdetak ada suara yang mengejutkannya. Dia sedang serius melihat foto-foto yang ada di ruangan, tentu saja fokusnya hanya tertuju pada foto itu. Terlebih foto yang ada di depan Hazel, bukanlah foto biasa. Foto penuh dengan coretan merah—bahkan ada foto yang ditancap oleh pisau. Bulu kuduk Hazel langsung merinding berada di ruangan ini.
“Rasa penasaranmu sangat berbahaya. Aku sarankan untuk kurangi rasa penasaramu.” Sergio mendekat, refleks, Hazel melangkah mundur. Tapi sialnya tubuh Hazel terbentur ke meja—itu yang membuat Sergio sekarang menghimpit tubuhnya.
“Menyingkir dariku!” seru Hazel penuh emosi.
Sergio tersenyum melihat kemarahan di wajah Hazel. “Kenapa kau harus marah, hm? Kau masuk ke dalam ruang kerjaku tanpa permisi. Harusnya aku yang marah.” Lalu pria itu menggendong tubuh Hazel—menududukkan ke atas meja.
Hazel memekik terkejut tubuhnya digendong Sergio dengan mudah, terduduk di atas meja. “K-kau jangan macam-macam denganku! Aku ke sini karena aku tidak bisa tidur! Pintu pun tidak tertutup. Jadi aku pikir ini bukan ruang rahasia!”
Hazel tidak bohong sama sekali. Dia pikir ruangan ini adalah ruangan biasa. Pun pintu terbuka setengah. Hal tersebut yang membuat Hazel berani untuk masuk ke dalam ruangan ini.
Sergio membuka sedikit lebar kedua paha Hazel, dan menarik dagu wanita itu. “Meski pintu ini terbuka, harusnya kau tidak berani masuk ke dalam kamar orang lain, Nona Afford.”
Raut wajah Hazel berubah mendengar ucapan Sergio. Sepasang iris mata hazelnya berkilat tajam menatap Sergio. “Foto-foto orang yang kau coret adalah targetmu, kan?” tanyanya menuntut jawaban. Lidah Hazel sudah tak tahan untuk bertanya.
Sergio tersenyum samar. “Kau terlalu ingin tahu tentangku. Butterfly, lebih baik kau jangan ikut campur urusanku.”
“Kenapa?” Hazel mendongakkan kepalanya, menatap Sergio. “Kau takut mengakui bahwa foto-foto itu adalah foto target yang akan kau bunuh?” Lanjutnya lagi menekankan.
Sergio membelai pipi Isabel, menatap wanita itu begitu menyala-nyala memberikan tatapan tajam padanya. Tapi dia sama sekali tak peduli akan itu. Meski mendapatkan tatapan tajam—tetap tidak akan mengubah apa pun.
Sergio mendekatkan bibirnya ke telinga Hazel. “Bisa dikatakan iya, bisa dikatakan tidak. Relaks, aku tidak langsung membunuh. Setiap kali aku ingin membunuh, pasti aku akan mencari tahu latar belakang keluarga mereka.”
Mata Hazel berkilat tajam. “Tindakanmu ini bisa membuatku melaporkanmu pada FBI!”
Sergio terkekeh mendengar ancaman Hazel yang akan melaporkannya ke FBI. Ini sangat lucu di telinganya. “Oke, fine. Laporkan jika kau bisa.”
Tangan Hazel mengepal kuat. “Jangan macam-macam denganku! Kau tidak mengenalku, Jerk!”
Sergio mendekatkan bibirnya ke telinga Hazel sambil berbisik, “Aku sangat mengenalmu. Ah, sebelum kau melaporkan ke FBI, aku ingin memberi tahu. Bukan hanya foto orang asing yang ada di ruangan ini. Tapi, fotomu juga ada di sini. Jika kau membuka laci nomor dua, di sana penuh dengan fotomu, Butterfly.”
Raut wajah Hazel berubah terkejut mendengar ucapan Sergio. “K-kau—” Lidahnya terasa kelu, sampai tak mampu melanjutkan kata akibat keterkejutan ini.
Sergio tersenyum tipis melihat wajah panik Hazel. Dia membelai pipi wanita itu sambil berbisik serak, “Relaks, Butterfly. Fotomu ada karena demi mengatasi rinduku. Aku tidak mungkin melenyapkanmu dari dunia ini. Kau tetap menjadi favorite-ku.”
Sergio berdiri di balik kaca sambil menggerak-gerakan gelas sloki di tangannya. Senyuman simpul terlukis di wajah pria tampan itu. Aura wajah tegas, dingin, menunjukkan bagaimana sisi arogansi nan penuh pesona dari pria tampan dan gagah itu. Sepasang iris mata cokelat gelapnya terhunus ke hamparan perkotaan di hadapannya. Salju turun satu demi satu, menutupi bagian atas dari gedung-gedung bertingkat yang ada di kota Bern.“Tuan…” Benton—asisten pribadi Sergio—melangkah menghampiri Sergio.“Ada apa?” Sergio tak membalikkan badannya. Pria itu bisa melihat dari pantulan kaca bahwa asisten pribadinya datang.“Tuan, Nona Hazel sudah tinggal bersama dengan Anda. Apa rencana Anda selanjutnya? Anda tidak bisa terlalu lama mengurung Nona Hazel. Keluarga Afford pasti akan tahu,” tutur Benton mengingatkan Sergio.Sergio menyesap alkohol yang ada di gelas slokinya. “Keluarga Afford tidak akan langsung tahu dengan mudah. Dan untuk Hazel, kau tidak usah khawatir. Aku memiliki rencana sendiri. Kau c
Hazel mematut cermin menatap long dress sederhana yang dibelikan oleh Sergio. Dress dengan desain yang sederhana, namun terkesan menunjukkan kelas dan elegannya. Wanita itu sedikit tak mengira kalau Sergio ternyata memiliki selera yang bagus, dalam memilih pakaian wanita.Tunggu! Mungkin saja dirinya masuk dalam daftar wanita nomor seratus yang dibelikan pakaian oleh Sergio. Itu yang membuat pria berengsek itu bisa memilihkan pakain yang tepat untuknya.“Ck! Pasti sudah banyak sekali wanita yang dibelikan pakaian olehnya. Dia benar-benar berengsek,” gumam Hazel dengan raut wajah penuh emosi.“No, Butterfly. Kau satu-satunya wanita di hidupku yang pernah aku belikan pakaian.” Sergio melangkah masuk menghampiri Hazel yang mematut cermin.Hazel menatap Sergio dari pantulan cermin. “Oh, God! Kau itu selalu mengejutkanku! Apa kau ingin aku mati karena terkena serangan jantung?”Pria di hadapannya ini seperti hantu yang selalu muncul secara tiba-tiba. Itu yang membuatnya sangatlah kesal. S
Dorr…Tembakan berhasil menembus jendela, membuat salah satu orang yang berada di seberang gedung tumbang akibat tembakan itu. Terlihat semua orang yang berada di dalam gedung berlarian dan berteriak mendengar suara tembakan.Seorang pria tampan dengan balutan berpakaian hitam, tersenyum puas saat melihat sasarannya sudah tidak sadarkan diri. Peluru tepat mengenai kepala targetnya. Membuat targetnya sudah bersimbah darah.“I got you,” gumam Sergio dengan seringai di wajahnya. Dia menurunkan pistonya. Dia melihat targetnya terbujur kaku dengan berlumuran darah, adalah suatu keberhasilan baginya.“Tuan Sergio.” Benton menghampiri Sergio.Sergio melirik Benton sesaat. “Apa kau sudah pastikan target mati?”Benton menganggukkan kepalanya. “Sudah, Tuan. Target telah tewas. Client sudah mengirimkan tiga juta dollar ke rekening Anda, Tuan.”Sergio menyeringai puas mendengar perkataan sang asisten. “Bagaimana dengan polisi? Apa di bawah sudah ada polisi?”“Belum, Tuan. Tapi dalam sepuluh menit
“Bersiaplah. Aku akan mengajakmu pergi ke suatu tempat. Kau pasti bosan di rumah.” Suara berat Sergio, menghampiri Hazel yang tengah duduk di sofa sambil melihat ke luar jendela.Hazel tidak berani ke mana pun, karena memang dia tengah bersembunyi. Dia tidak ingin sampai anak buah ayahnya menemukannya. Sialnya memang nasib membuat dirinya berada di rumah pria berengsek.“Kau sengaja ingin membuatku tertangkap oleh anak buah ayahku?” seru Hazel seraya mendongakkan kepalanya, menatap dingin Sergio.“Kau tidak akan pernah tertangkap anak buah ayahmu, jika kau menggunakan pakaian yang sudah aku siapkan.” Sergio menunjuk pakaian yang sudah dirinya siapkan untuk Hazel.Hazel menatap ripped jeans dengan kaos ketat berwarna hitam. Pun di sana ada topi hitam dan kaca mata hitam. Semua pakaian yang diberikan oleh Sergio adalah dari brand ternama dunia. Bukan brand sembarangan. Tapi masalanya di sini, Hazel tidak suka menggunakan ripped jeans.“Bisakah kau memberikanku jeans normal? Jangan membe
Tembakan demi tembakan menghujani bersamaan dengan turunnya salju. Posisi Sergio masih dalam posisi mendindih tubuh Hazel. Keadaan genting, ada korek kecil yang merupakan granat bisa dia ledakan untuk membalas musuhnya, namun jika dia meledakan di tempat umum, akan banyak korban yang berjatuhan.Hazel yang berada di bawah tubuh Sergio hanyut akan kepanikan di wajah pria tampan itu. Harusnya Hazel ketakutan, tapi fakta yang ada adalah Hazel tidak takut sama sekali meski banyak baku tembak yang dia dengar.Lalu … tiba-tiba tatapan Sergio menatap terkejut dari jarak jauh melempar granat ke arahnya. Dia sudah menghindar menggunakan granat, tapi musuhnya yang sialan itu berani-beraninya menggunakan granat.Sergio langsung memeluk erat Hazel, berguling menjauh dari tempat itu. Tepat di kala Sergio menjauh—suara ledakan terdengar menghancurkan kafe. Untungnya tidak ada orang di sana. Sergio bangkit berdiri seraya mengulurkan tangannya membantu Hazel untuk berdiri. Hazel menyambut uluran ta
“Ah, sakit sekali.” Hazel terbangun seraya menyentuh rahangnya yang sembab. Sialnya, pukulan komplotan penjahat itu membuat rahangnya sulit untuk bergerak. Dia menyibak selimut, turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya.Hazel merasakan tenggorokannya kering. Dia ingin minum, tapi di atas meja hanya ada air putih saja. Dia ingin minuman segar. Itu artinya dirinya harus pergi ke dapur untuk mengambil minuman segar.Sebenarnya, Hazel bisa saja meminta pelayan untuk mengambilkan minuman segera di dapur, tapi dia malas memerintah. Hazel lebih suka berjalan sendiri ke dapur. Mungkin ada sedikit cemilan yang bisa dia makan.Saat Hazel menuju dapur, pintu ruang kerja Sergio sedikit terbuka. Sedikit cahaya terlihat dari dalam. Rasa penasaran dalam diri Hazel tak tertahankan. Wanita cantik itu mendekat—mengendap-endap persis seperti maling.Hazel memilih untuk bersembunyi di balik pintu. Dia tidak mau sampai ada yang mencurigainya. Dia melihat jelas di mana Sergio tengah berbincang den
Hazel tidak habis pikir dengan Sergio. Pria gila dan tak waras itu. Pantas saja tadi ada yang berniat membunuhnya. Ternyata semua itu karena kegilaan Sergio! Sungguh Hazel menyesal membantunya. Andai dia tahu pokok permasalahannya, dia akan mendorong Sergio sekeras mungkin dari jurang kematian.Hazel mondar-mandir tidak jelas di dalam kamar. Sekitar sepuluh menit lalu, Sergio baru saja pergi. Kejadian kemarin di mana Hazel menguping adalah tindakan yang memalukan. Untungnya tadi pagi, Sergio sudah tidak lagi membahas.Hanya satu pesan yang Sergio katakan, yaitu dia meminta Hazel untuk tak banyak terlalu penasaran. Dalam hidup, ini pertama kalinya Hazel berada di posisi seperti sekarang ini. Posisi yang membuatnya menjadi bimbang.Hazel tak seharusnya tinggal di rumah seorang pembunuh. Jika saja keluarganya tahu, maka pasti dia akan ditarik paksa untuk pulang. Hal tergila dalam hidupnya sejak di mana dirinya mengenal Sergio. Hazel tahu cara jalan untuk keluar, namun entah kenapa kakiny
Hazel menatap jam dinding—waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Baru sekitar sepuluh menit lalu, Hazel keluar kamar—dan ternyata Sergio belum pulang. Harusnya dia tidak peduli, tapi entah kenapa hatinya malah memikirkan Sergio.“Shit! Hazel, kau ini bodoh sekali? Kenapa kau memikirkan pria sialan itu? Biar saja, dia tidak pulang. Sekalian saja, dia tenggelam di dalam lautan.” Hazel berkata dengan nada ketus.“Aku pernah tenggelam di laut, dan aku mampu selamat. Tenanglah, kematian masih takut menghampiriku.” Sergio muncul, sontak membuat Hazel terbelalak terkejut.“Ya Tuhan! Kau ini datang tiba-tiba seperti hantu! Ini sudah malam! Kenapa kau berada di kamarku?!” sembur Hazel sambil bertolak pinggang, dan mendelik menatap tajam Sergio.Ada dua hal yang Hazel rasakan saat ini. Dia kesal karena Sergio masuk ke dalam kamarnya, namun di sisi lainya dia tak mengerti lega melihat pria itu pulang. Ah, sial! Hazel membenci perasaannya yang dilemma seperti ini.Sergio tersenyum tipis mengaba
Sergio menjalani hari-harinya di Afford Group, tanpa sama sekali hambatan. Setiap kesulitan yang dihadapi, tak pernah sekalipun Sergio tunjukkan bahwa dia tidak bisa. Yang dilakukan Sergio adalah mempelajari hal yang pertama kali. Ketangkasan dan feeling yang kuat, membuat Sergio tak mudah mengambil keputusan.Baru bergabung di Afford Group sudah membuktikan bahwa memang Sergio layak bergabung di Afford Group. Justin bahkan tidak ragu memuji kinerja dari Sergio. Pun Benton yang awalnya mengalami kesulitan, mulai bisa memahami tentang system kerja di Afford Group.Hazel tentu paling bangga pada sang suami, yang telah berhasil membuktikan diri. Meskipun background pendidikan Sergio tidak seperti tiga kakak laki-lakinya, tapi Sergio bisa menunjukkan taringnya di Afford Group.Weekend telah tiba. Hazel duduk bersantai di ruang tengah bersama dengan sang suami sambil menikmati ice cream. Seth dan Hailey sedang berenang, dan tentu diawasi oleh para pengasuh.“Sayang, aku sedih sekali libura
Hazel berkutat di dapur, membuat makanan lezat. Waktu sudah menunjukkan hampir jam makan siang. Wanita cantik itu memiliki ide cemerlang yaitu mendatangi Sergio ke kantor, membawakan makan siang.“Mommy, kami pulang.” Seth dan Hailey masuk ke dapur, dan langsung memeluk ibu mereka. Sebelumnya mereka diberi tahu pelayan bahwa ibu mereka berada di dapur. Itu yang membuat mereka menyusul ke dapur.Hazel tersenyum melihat Seth dan Hailey sudah pulang. “Sayang, kalian ganti baju dulu. Setelah itu kita akan pergi ke kantor Daddy mengantarkan makan siang untuk Daddy kalian.”“Kita akan ke kantor Daddy?” Seth dan Hailey mengerjapkan mata mereka.Hazel mengangguk merespon ucapan dua anaknya. “Iya, Sayang. Kita akan ke kantor Daddy. Kalian mau, kan?”“Mau, Mommy! Yeay, kita ke kantor Daddy.” Seth dan Hailey berseru gembira seraya menepuk tangan.Hazel tersenyum lembut melihat kegembiraan di wajah Seth dan Hailey. “Ayo, ganti dulu pakaian kalian, jika ingin ikut ke kantor Daddy.”Seth dan Hailey
New York, USA. Sandra telah kembali ke London untuk melanjutkan pendidikannya. Hazel bersama suami, anak, serta keluarga besarnya yang lain telah kembali ke New York. Pun Joseph dan Isabel berada di New York, karena liburan akhir tahun ini mereka akan berkumpul bersama.Kepergian Drake dan Paula memang begitu meninggalkan duka sangat dalam di hati seluruh keluarga. Namun, hal yang mereka selalu ingat bahwa cinta Drake dan Paula mengajarkan banyak hal pada mereka. Terutama tentang waktu di dunia sangat singkat.“Mommy, Daddy, kami berangkat sekolah dulu. Bye, Mommy, Daddy. We love you.” Seth dan Hailey melambaikan tangan mereka pada Hazel dan Sergio. Dua bocah kembar itu sudah berada di dalam mobil.Sergio dan Hazel sama-sama tersenyum sambil melambaikan tangan mereka.“We love you, Sayang,” seru Hazel penuh kelembutan.“Belajarlah dengan baik,” sambung Sergio.Seth dan Hailey mengangguk patuh. Lantas, sopir mulai melajukan mobil meninggalkan mansion. Senyuman di wajah Hazel dan Sergi
Athena menatap hangat Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, dan Alaric yang tidur di kamar yang sama. Sejak berada di Madrid, mereka ingin tidur di kamar yang sama berlima. Permintaan mereka tentunya dituruti Justin dan Athena.“Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, Alaric. Mommy sangat mencintai kalian. Tumbuhlah menjadi orang yang hebat di masa depan,” ucap Athena lembut.Justin memeluk pinggang Athena. “Anak-anak kita akan orang yang hebat di masa depan. Selama ini kita mendidik mereka dengan sangat baik. Kita juga memberikan cinta dan kasih sayang pada mereka.”Athena berbalik, menghadap tubuh sang suami, sambil melingkarkan tangannya di leher suaminya itu. “Anak-anak bisa menjadi orang hebat karena dirimu. Kau memberikan contoh yang baik. Dan hari ini, kau menunjukkan betapa kau menjadi seorang suami, ayah, dan kakak yang bijaksana. Aku bangga memilikimu.”Justin membelai pipi Athena lembut. “Aku hanya melakukan apa yang sudah seharusnya aku lakukan, Sayang.” Pria tampan itu menyapukan hidun
Bianca dan Arthur tersenyum hangat melihat tiga belas cucunya berkumpul sambil bercanda bersama. Keluarga Afford terkenal memiliki banyak keturunan. Terutama pasangan Justin dan Athena yang memiliki lima orang anak. Well, Justin dan Athena memang memiliki anak yang paling banyak di antara yang lain.Jasper, Joana, Jesslyn, Arnold, dan Alaric adalah anak Justin dan Athena. Meski memiliki lima anak, Athena hanya mengandung dua kali saja. Yang pertama Athena mengandung bayi kembar tiga. Jasper, Joana, dan Jesslyn adalah anak yang lahir kembar tiga. Kandungan yang kedua Athena melahirkan dua anak laki-laki kembar yang diberikan nama Arnold dan Alaric.Audie, Nick, dan Niguel adalah anak dari Nathan dan Aubree. Tentunya Aubree melahirkan bayi kembar karena memang keluarga Afford memiliki gen keturunan kembar. Jadi, sudah tidak lagi heran. Nathan dan Aubree juga mengajak tiga anak mereka ke Madrid. Sekarang tiga anak mereka berkumpul dengan para sepupunya yang lain.Joshua, Jeraldo, dan Iri
Sergio tersenyum melihat Sandra mengajak Seth dan Hailey bermain. Dia berdiri di pintu masuk halaman belakang. Di sampingnya ada Hazel yang menemaninya. Pria tampan itu keluar sebentar, dan di kala pulang sudah melihat adiknya. Pemandangan yang sangat indah.“Sayang, lihatlah, Seth dan Hailey sangat senang bersama dengan Sandra. Kedatangan Sandra berhasil menghibur Seth dan Hailey,” ucap Hazel seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami.Sergio mengecup puncak kepala Hazel. “Ya, aku senang Seth dan Hailey bisa terhibur dengan kedatangan Sandra.”Hazel mendongak dari pelukan sang suami. “Dan aku juga bahagia kesehatan Sandra berangsur-angsur membaik.”Sergio membelai pipi Hazel lembut. “Terima kasih telah menerima Sandra. Terima kasih kau telah menjadi kakak ipar yang baik untuk Sandra. Terima kasih kau mau menjadi sahabat Sandra. Kehadiranmu bukan hanya berarti bagiku, tapi juga berarti bagi Sandra.”Hazel tersenyum lembut. “Kita adalah satu. Sejak di mana kita sudah mengu
“Bianca, kau belum makan. Jika kau terus-menerus seperti ini kau bisa sakit.” Arthur membujuk Bianca untuk makan. Namun, sayangnya dia selalu mendapatkan penolakan. Pria paruh baya itu sudah beberapa kali ingin menyuapi sang istri, dan tetap lagi dan lagi Bianca tidak ingin makan.“Arthur, aku mohon tinggalkan aku sendiri.” Bianca duduk di balkon kamar, dengan tatapan lurus ke depan. Aura wajahnya menunjukkan kemuraman. Meski belum makan, tapi Bianca sama sekali tidak merasakan lapar sedikit pun.Arthur mengembuskan napas panjang. “Aku akan meninggalkanmu sebentar. Tapi aku akan tetap kembali ke sini untuk membujukmu makan.” Terpaksa, pria paruh baya itu melangkah pergi keluar dari kamar.“Dad?” Justin yang berdiri di depan kamar orang tuanya, dan bermaksud ingin mengetuk pintu, langsung mengurungkan niatnya di kala pintu sudah terbuka.Arthur menatap Justin sambil membawa piring yang berisikan makanan. “Mommy-mu belum mau makan.”Justin mengambil piring yang ada di tangan ayahnya. “B
Upacara pemakaman Drake Lucero dan Paula Lucero berjalan dengan lacar. Beruntung cuaca cerah, tak turun hujan. Tangis seluruh keluarga mengiringi selama upacara berlangsung. Namun, meski seluruh keluarga menangis, mereka semua merelakan kepergian Drake dan Paula.Altov memberikan pelukan pada Bianca, sebelum pria paruh baya itu pergi. Pun keluarga Lancaster, keluarga angkat Bianca turut hadir. Bianca tampak masih sangat terpukul memutuskan untuk pulang ke kediaman orang tuanya. Arthur menemani. Justin sebagai anak laki-laki tertua mengajak istri dan kelima anaknya untuk menemani kedua orang tuanya. Begitu juga dengan Nathan yang mengajak istri dan tiga anaknya untuk menemani kedua orang tuanya.Joseph tak bisa menemani kedua orang tuanya, karena dia yang sekarang menghadapi para wartawan. Isabel sebagai calon Ratu di masa depan, tentunya juga harus menggadapi rentetan pertanyaan wartawan. Terakhir Hazel dibawa oleh Sergio ke mansion milik Sergio yang ada di Madrid.“Seth dan Hailey s
Seth dan Hailey begitu lahap menyantap pudding buatan Hazel. Dua bocah itu sangat menyukai pudding buatan ibu mereka. Hazel sampai tersenyum-senyum melihat tingkah dua anak kembarnya yang sangat menggemaskan. Ya, inilah kehidupan Hazel. Sejak menikah dengan Sergio, memang dia hanya fokus menjaga dua anak kembarnya.Hazel dulu kerap terlibat dalam perusahaannya. Namun, semua itu sudah tak lagi semenjak dirinya menikah. Justin, Nathan, dan Joseph mendukung keputusan Hazel untuk fokus pada keluarganya. Pun sebenarnya tanpa Hazel, tetap Afford akan tetap berjaya. Sebab, Hazel memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat bisa diandalkan dalam segala hal.“Mom, kapan Bibi Sandra pulang? Aku sangat merindukan Bibi Sandra,” ucap Hailey seraya menatap ibunya.“Iya, Mom. Aku juga merindukan Bibi Sandra,” sambung Seth.Hazel tersenyum sambil menciumi pipi bulat Seth dan Hailey. “Minggu ini Bibi Sandra akan pulang dari London. Kita tunggu, ya?”Seth dan Hailey mengangguk antusias. “Siap, Mommy!”Haz