Share

Bab 60. Mengelabui Polisi.

last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-14 14:57:03

Sementara itu Tuan Fidel dan Bik Imah sudah sampai di kantor polisi. Mereka diminta datang guna untuk memberikan keterangan atas insiden yang terjadi pada diri Nyonya Shania.

Tuan Fidel menggendong Arkhas dan Bik Imah membimbing tangan Ricana. Mereka memasang wajah sesedih mungkin di hadapan petugas polisi yang menanyai mereka berdua. Keduanya duduk menghadap sebuah meja dan di seberang meja ada seorang petugas polisi dengan laptop terbuka.

Pertama kali petugas itu menanyakan identitas Tuan Fidel dan Bik Imah. Setelah menginput data ke laptopnya, polisi tersebut masuk ke pertanyaan seputar kejadian tadi pagi.

“Coba ceritakan apa yang terjadi pada diri Nyonya Shania tadi pagi!” perintahnya kepada Tuan Fidel terlebih dahulu.

“Waktu itu saya sedang berada di kamar, tiba-tiba saya mendengar Bik Imah berteriak histeris dan saya berlari ke ruang tamu dan mendapatkan istri saya sudah tergeletak dengan mulut berbusa.” jawab Tuan Fidel dengan fasih
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 61. Rencana Kabur

    “Sepertinya memang ini tempat tinggal Neng Janeta, Tih! Sebaiknya kita cepat masuk ke dalam sebelum polisi menggeledah rumah ini.” ucap Cecep sembari memperhatikan rumah tempat tinggal Janeta. Mereka sudah sampai di depan pagar rumah yang telah ditempati Janeta lebih dari setahun itu.Cecep segera membuka kunci gembok yang terpasang di pintu pagar dengan menggunakan anak kunci yang tergantung bersamaan dengan kunci motor milik Janeta. Dan sebentar saja mereka berhasil masuk ke halaman rumah Janeta. Di bagasi ada sebuah mobil yang terbungkus terpal khusus untuk menutupi mobil. Beberapa pasang sandal tersusun rapi di atas rak sandal yang tidak begitu besar dan tinggi.“Ayo cepat Kang, buka pintu rumahnya. Kasihan anjing Pak Warno yang kata Kak Janeta terkurung di dalam. Pasti kelaparan.” ucap Ratih cemas.“Tapi Tih, bagaimana kalau anjing itu tiba-tiba menyerang kita? Bukankah anjing Pak Warno itu sangat galak?” sahut Cecep nampak rag

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 62. Kecelakaan

    Cecep melajukan sepeda motornya dengan kecepatan cukup tinggi. Mereka hampir mencapai perbatasan desa. Cuaca yang sedikit terik tidak mereka hiraukan. Yang terlintas dalam pikiran Cecep dan Ratih hanyalah bagaimana membebaskan Janeta dari segala tuntutan yang mereka yakini tidaklah kesalahannya.Lima menit kemudian mereka mendekati kantor polisi tempat Janeta ditahan. Si Hitam yang tadi tenang tiba-tiba resah. Ia seakan berontak dari pegangan Ratih yang memangkunya di belakang Cecep yang fokus mengendara.“Tenanglah Hitam, sebentar lagi kita akan sampai.” Ratih berusaha membujuk.Tapi bukannya tenang tapi si Hitam semakin berontak. Ketika sepeda motor mereka melewati kantor sektor polisi itu, si Hitam mengendus-ngendus dan mengarahkan mulutnya ke arah kantor tersebut. Ia juga menyalak cukup riuh. Penciumannya memang bekerja sangat baik. Anjing itu bisa mencium keberadaan Janeta tidak jauh dari dirinya.Semakin Ratih mencoba menahannya, semakin pula si

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-16
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 63. Terjebak dalam hutan.

    “Baiklah, kalau Kakang tidak apa-apa, silahkan jalan kembali daaan....“Eh... Ada apa tuh...????”Polisi muda yang sedang berbincang dengan Cecep dan Ratih di pinggir jalan tidak melanjutkan kalimatnya. Ia dan satu orang rekannya lagi terlihat terkejut dan berbarengan menoleh ke arah kantor mereka. Cecep dan Ratih pun tidak ketinggalan ikut memutar kepala menoleh ke arah yang sama.“Tahanan lepas...!” terdengar salah seorang anggota polisi berteriak sambil tergopoh-gopoh berlari dari arah dalam kantor. Beberapa orang polisi lainnya berlarian dan di antara mereka bahkan ada yang telah mengeluarkan pistol.“Tahanan lepas..???” dua anggota polisi muda itu berpandangan. Lalu secepat kilat mereka memutar badan dan berlari ke arah kantor. Suasana terlihat sangat kacau balau. Para warga yang masih asyik memungut sayuran di jalan semakin ramai dan riuh saja. Mereka lebih fokus kepada sayuran yang berserakan di jalan dari pada mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-16
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 64. Pertemuan

    Senja mulai merangkak mendekati malam. Beruntung Janeta menemukan sebuah lampu teplok yang masih berisi minyak tanah di dalam mangkuk kaca yang berada di bagian bawah lampu yang biasa di tempelkan ke dinding itu. Ada dua lampu disana. Satu besar dan satu lagi berukuran lebih kecil. Selain kedua lampu tersebut, di sana juga ada beberapa kotak korek api kayu. Tentu saja ini sangat menggembirakan hati Janeta.Sepertinya pemilik pondok sederhana itu cukup lama tinggal di sana tapi sudah cukup lama pula meninggalkan pondok atau dangau tersebut. Hal itu bisa terlihat dari beberapa barang-barang yang sudah ditempeli debu yang cukup tebal. Namun melihat perbekalan yang cukup lengkap dan banyak, Janeta yakin kalau pemilik pondok adalah petani atau pemancing ikan. Karena di sana terlihat beberapa joran pancing lengkap dengan tali dan mata kail. Ada pula alat pertanian bahkan alat memasak cukup lengkap. Ada periuk, kuali, sendok, piring serta gelas plastik. Yang semuanya terlihat usang ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-16
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 65. Pemilik Pondok Di Tengah Hutan.

    Si Hitam mengendus-ngendus dan mencium tanah. Lalu ia berpaling ke suatu arah dan mengeram dengan keras.“Ada apa, Hitam?” tanya Janeta sedikit cemas dan ikut menatap e arah si Hitam menoleh.Guk...guk..guuuk...!!Si Hitam menyalak dengan keras memandang ke arah sebuah cahaya yang semakin mendekat. Suara si Hitam menggema membelah pekatnya hutan belantara.“Hitaaaam....!!” terdengar suara memanggil.“Kang Cecep...??” teriak Janeta hampir tak percaya begitu ia mengenali suara itu.Si Hitam melompat-lompat girang dan ekornya dikibaskan ke kiri dan ke kanan. Ia lalu berlari manja menuju Cecep yang sudah hampir sampai di depan pondok.“Hahaha.. kamu memang pintar, Hitam! Nalurimu sangat peka membedakan musuh dan kawan.” ucap Cecep sambil jongkok dan memeluk si Hitam sejenak.Janeta menarik nafas lega ketika sosok Cecep benar-benar sudah nyata berdiri di hadapannya. Tadinya ia sempat berfikir ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 66. Hukuman Mati Atau Penjara Seumur Hidup ?

    Malam itu di rumah Rusmidi.Sebuah mobil mewah memasuki halaman pensiunan perwira polisi itu. Kendaraan mahal itu terparkir lalu turunlah seorang lelaki tua yang masih gagah.“Hei Ardy..! Sudah besar kamu rupanya, Nak!”Terdengar sapaan yang sangat akrab dari pemilik mobil mewah itu setelah Ardy, anak bungsu Rusmidi membukakan pintu untuknya.“Iya Om! Sudah lama sekali Om tidak pernah datang ke mari.” Terdengar sahutan Ardy sopan dan anak muda yang telah duduk di bangku kuliah di tahun kedua itu menyalami dan mencium punggung tangan lelaki tua yang datang yang tak lain adalah Tuan Morat.Tuan Morat adalah sahabat Rusmidi. Namun karena kesibukan masing-masing mereka jarang bisa saling menyambangi.“Hahaha, iya Ardy. Maafkanlah orang tua yang selalu sibuk tak menentu ini.” sahut Tuan Morat sambil menepuk bahu Ardy.Ardy tersenyum dan mempersilahkan Tuan Morat masuk ke rumah.“Papa ada di ruang kerja, Om!” ucap Ardy sambil bermaksud mengantarkan Tuan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 67. Dua Pendekar Keadilan

    Cukup lama Tuan Morat dan Rusmidi terdiam. Mereka hanyut dalam keresahan hati masing-masing.“Maafkan aku Midi, aku sungguh tidak tahu kalau Nona Janeta itu adalah keponakanmu. Aku juga sempat mencurigai dirinya.” Akhirnya Tuan Morat memecah keheningan.“Itu karena kau sudah lama tidak kemari, Morat. Jadi kau tidak pernah bertemu dengannya. Padahal aku telah mengambilnya sejak kedua orang tuanya mati terbunuh. Aku membawanya ke sini dan menguliahkannya.”“Apa kau bilang tadi, Midi? Orang tua siapa yang mati terbunuh?” mata Tuan Morat membesar. Ia mencecar sahabatnya itu dengan pertanyaan.“Kedua orang tua Jane. Ayahnya adalah Kakak kandungku.” sahut Rusmidi lirih dengan pandangan mata kelam. Air bening menutupi pemandangan lelaki paruh baya itu.“Jangan bercanda kau, Midi!”Tuan Morat sampai berdiri karena tidak percaya dengan berita yang didengarnya dari Rusmidi. Wajahnya tegang dan tubuhnya bergetar menahan emosi dirinya sendiri.“Aku tidak bercanda Morat! Itulah

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 68. Terungkapnya Rahasia Penting.

    Malam kini telah berlalu dengan berbagai cerita bagi masing-masing insan di bumi. Sang fajar muncul di balik bukit menandakan bahwa malam kini akan berganti siang. Perlahan matahari mulai menaik dan menyinari bumi.Suara burung-burung riuh bagaikan nyanyian alam menggambarkan betapa kayanya sang pencipta.Cecep menggeliat masih di atas pohon tumbang yang syukur cukup besar hingga mampu menahan tubuhnya. Si Hitam dengan setia tidur di bawah pohon itu.“Oh, sudah pagi, Hitam!”Beberapa kali Cecep menguap petanda kantuk belum sepenuhnya pergi dari matanya.Si Hitam melompat-lompat manja. Ekornya ia kibaskan ke kiri dan ke kanan.“Ayolah kita mandi, Hitam! Aku sudah rindu berendam dalam sungai itu!” seru Cecep sambil menunjuk ke arah sungai yang suaranya dapat di dengar dari tempat mereka berada saat itu.Si Hitam kembali melompat-lompat girang. Cecep segera bangkit dan turun dari rebahan kayu itu lalu berjalan menuju sung

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-18

Bab terbaru

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 84. Bertemu Intan

    Sejurus kemudian Janeta dan Cecep sudah sampai di sebuah cafe yang lumayan ramai dikunjungi sebagian besar anak muda namun ada juga beberapa orang yang mungkin pasangan suami istri. Suasana nyaman semakin tenang dengan alunan musik lembut. Cahaya remang-remang membuat suasana terasa sangat romantis. Cefe ini memang sangar cocok didatangi oleh pasangan yang tengah memadu cinta.Sekali-kali Cecep terlihat mencuri pandang kepada Janeta yang tampil sebagai wanita sempurna. Gaun hitam berbahan mengkilat dengan panjang lengan baju menutupi hingga pangkal siku, Janeta terlihat anggun dan feminim. Ditambah lagi dengan high hill walau tidak begitu tinggi namun mampu membuat Janeta benar-benar bagaikan seorang putri yang baru berusia 20 tahun. Dan ini adalah penampilan feminim Janeta yang pertama kali di dalam hidupnya. Biasanya Janeta lebih suka memakai celana jeans dan jaket. Tapi demi menghargai Sofia, Janeta tidak membantah untuk bergaun ria di malam itu. Namun dapat dipahami kalau J

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 83. Lampu Hijau

    Sore kini sudah merangkak ke ambang malam. Tidak terasa empat jam sudah mereka berempat berada di ruang khusus milik Om Rusmidi membahas tentang kasus pembunuhan Nyonya Lusy dan Pak Warno yang kami yakini adalah sebuah kasus pembunuhan berantai.“Oke Jane, Cecep, tugas kalian sudah selesai. Nanti Om akan meneruskan semua bukti-bukti yang telah berhasil kita kumpulkan kepada penyidik kepolisian. Dan kalian berdua silahkan menikmati hari-hari kalian tanpa harus terbebani apa pun. Kalian tidak perlu khawatir polisi akan mencari kalian karena duduk persoalannya mulai terang.” ucap Om Rusmidi yang sepertinya memberi angin kepada Janeta untuk lebih dekat dengan Cecep. Apalagi mendengar prestasi yang diukir oleh Cecep dari mulut Tuan Morat, Om Rusmidi makin menatap bangga kepada Cecep.“Baiklah Om, Tuan Morat, kami berdua undur diri.” ucap Janeta yang langsung dibalas senyuman oleh Om Rusmidi dan Tuan Morat.Janeta mengajak Cecep keluar dari rua

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 82. Pertemuan Tak Sengaja

    Tak lama kemudian Janeta dan Sofia kembali ke ruang tamu. Janeta membawa satu nampan berisi secangkir teh hangat yang asapnya masih menguap ke udara. Ia meletakkan cangkir itu persis di hadapan Cecep.“Silahkan diminum, Kang Cecep! Mumpung masih hangat!” ucap Janeta mempersilahkan.“Terima kasih, Neng!” sahut Cecep lalu mengangkat cangkir itu dan menghirup teh manis hangat yang segar buatan Janeta.Sofia yang sudah duduk di samping Janeta tersenyum ke arah Cecep, dan Cecep tiba-tiba merasa grogi karena merasa diperhatikan oleh Sofia.“Om kemana, Tan?” Janeta bertanya kepada Sofia untuk mengurangi rasa risih Cecep karena Sofia selalu memperhatikannya. Wanita itu sepertinya sangat berharap Janeta akan menikah dengan Cecep.“Tadi pagi-pagi sudah pergi bersama Bang Morat. Tidak tahu mereka mau ke mana. Biasalah Jane, mereka memang sahabat sejak kuliah dan hampir sepuluh tahun tidak bertemu langsung. Paling cuma ngobrol d

DMCA.com Protection Status