Share

Bab 24. Perkelahian.

Aвтор: Neliwati Nelisaja
last update Последнее обновление: 2022-02-23 00:02:06

Menjelang sore Janeta sudah kembali ke kantor. Sapaan beberapa pekerja yang kebetulan berpapasan dengannya, ia jawab ramah. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa ekspedisi itu memang cukup besar dan pekerjanya cukup banyak.

 Janeta langsung masuk ke ruangannya yang bertuliskan ‘Ruang Wakil Direktris’ di pintu masuk. Laptop segera di nyalakan Janeta dan ia langsung mengetik alamat kantor Tuan Tunio dan data pribadi pengacara itu di kolom pencarian google. Tidak menunggu lama, informasi yang di carinya sudah berhasil ia dapatkan. Janeta langsung menyimpan informasi penting itu di ponselnya dengan mengambil gambar layar laptop dengan kamera ponsel tersebut.

Dengan ponsel itu pula Janeta nampak menghubungi seseorang.

“Shania butuh pengacara Om.” ucapnya terdengar lirih. Lalu ia diam mungkin mendengar jawaban dari lawan bicaranya.

“Data segera meluncur!” sambung Janeta kemudian lalu mengakhiri pembicaraan dan kemudian ia terl
Заблокированная глава
Продолжайте читать эту книгу в приложении

Related chapter

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 25. Mulai Diserang.

    Pukul dua belas lebih dua puluh lima menit lewat tengah malam, Janeta baru saja akan mencapai pangkal jalan menuju rumah kontrakannya. Rumah itu berada nomor tiga dari pangkal jalan sebelah kanan.Kediaman para tetangga sudah terlihat sepi. Mungkin mereka sudah tertidur pulas atau bersantai di dalam rumah mereka masing-masing.Tiba-tiba mata Janeta menangkap sebuah bayangan hitam berkelebat menghampiri rumah Janeta dan terdengar pula gonggongan di Hitam riuh dari dalam rumah.Janeta menghentikan sepeda motornya dan mengintai dari jarak cukup jauh. Insting Janeta menangkap hawa bahaya yang tengah mengancamnya.Seseorang memakai baju hitam agak menggelembung dan bercelana agak komprang terlihat memanjat pagar dan mendekati pintu rumah Janeta. Janeta makin tajam memperhatikan dan perlahan mengingsut langkah mendekat ke arah pagar rumahnya. Suara si Hitam semakin riuh dan orang berbaju serba hitam itu nampak sedang mencongkel kaca jendela yang berlapis besi ter

    Последнее обновление : 2022-02-23
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 26. Kasih Sayang Kawan.

    Rasa penat yang teramat sangat memaksa Janeta untuk segera beristirahat. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua lebih lima belas menit dini hari.“Kawan, izinkan aku beristirahat barang sejenak. Badanku terasa capek dan meriang.” ucapnya kepada si Hitam sambil meletakkan sepiring nasi ditambah sepotong ikan bakar yang sengaja ia beli tadi di warung makan. Piring itu ia letakkan persis di hadapan si Hitam yang duduk di lantai dengan menyusun kedua kaki depannya dengan rapi. Anjing itu terlihat belum pulih benar. Luka di kepalanya masih dibalut perban yang baru saja di ganti oleh Janeta dengan perban baru.“Guk..guk..!” sahut anjing itu seakan melafazkan kalimat terima kasih.Aroma ikan bakar membuat air liur si Hitam meleleh dan langsung menyantap makanan yang telah di hidangkan Janeta di hadapannya.Janeta beringsut masuk ke dalam kamarnya lalu mencuci muka di kamar mandi. Matanya masih merah dan terasa perih. Selesai mengeringkan wajahnya

    Последнее обновление : 2022-02-23
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 27. Secarik Kertas Dari Fitri.

    “Kak Janeta, jika tiba-tiba Fitri tidak ada ditemukan, tolong datangi alamat ini xxxxxxxxxx xxxxxxx xxxxxx”Janeta segera melipat kertas kecil itu kembali dan memasukkan ke dalam kantong celana jeans yang ia pakai lalu dengan setengah berlari Janeta menuju pintu keluar. Namun alangkah terkejutnya Janeta ketika ia tidak bisa membuka pintu itu walau dirinya telah menggunakan kunci yang ia pegang dan ia gunakan tadi untuk membuka pintu tersebut.Sepertinya pintu itu telah di kunci dari luar dengan menggunakan kunci ganda atau kunci tambahan.“Sial! Aku terjebak !” maki Janeta berlarian mencari pintu yang lain.Namun semua pintu kini sudah terkunci, dan Janeta berusaha mencari jendela yang mungkin bisa membantu dirinya keluar dari rumah itu.“Oh, itu ada jendela yang tidak berlapis teralis besi. Aku akan memecahkan kaca jendela itu agar bisa keluar.” bisik hati Janeta sambil menatap jendela kecil yang di lapi

    Последнее обновление : 2022-02-23
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 28. Kemeja Berdarah.

    "Sudah terasa baikkan Neng?” sebuah suara menyapa ketika Janeta membuka kelopak matanya perlahan.“Saya ada di mana ?” bukannya menjawab pertanyaan orang asing itu, Janeta malah balik bertanya. Matanya mengitari sebuah ruangan yang tidak terlalu besar namun sangat bersih.“Neng berada di rumah praktek Bidan. Tadi kami menemukan Neng tergeletak di pinggir jalan.” Seorang lelaki menjawab pertanyaan Janeta.Laki-laki itu masih terbilang muda, mungkin umurnya sepantaran dengan Janeta.“Oooh begitu rupanya. Apakah Saya terluka parah ?” tanya Janeta lalu meraba-raba bagian tubuhnya yang terasa sakit.“Tidak begitu parah. Sepertinya tubuh Mbak berbenturan dengan benda tumpul sehingga menimbulkan luka memar saja dan tidak memerlukan jahitan. Hanya saja benda tumpul itu mengenai susunan saraf belakang sehingga membuat Mbak tidak sadarkan diri.” Kali ini yang menjawab adalah seorang perempuan yang dapat di pastikan

    Последнее обновление : 2022-02-24
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 29. Curiga Dan Cinta

    “Bener Neng udah merasa baikan?” Setelah di urut Bu Wati Janeta merasa tubuhnya sudah sangat ringan.“Sudah Kang, Saya sudah merasa sehat dan bugar sekarang.” sahut Janeta yang di sambut senyuman oleh Bu Wati dan putranya Cecep.“Alhamdulillah. Kalau boleh Saya tahu Neng kenapa bisa sampai tergeletak di pinggir jalan? Apakah ada mobil atau sepeda motor yang menabrak?” beberapa pertanyaan di ajukan oleh Cecep, dan Janeta tahu bahwa bukan saatnya untuk bicara jujur.“Iya Kang, tadi Saya mau menyeberang jalan tiba-tiba ada sepeda motor yang melaju kencang lalu menabrak Saya. Saya langsung tidak sadarkan diri.” jawab Janeta berbohong.Bu Wati dan Cecep terlihat mengangguk-angguk prihatin. Wajah mereka sungguh polos dan lugu.“Maafkan aku terpaksa membohongi kalian.” desah Janeta di dalam hati.“Memangnya Neng mau kemana? Ibu tidak pernah melihat Neng di desa ini?” tanya Bu Wati masih te

    Последнее обновление : 2022-02-24
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 30. Bertemu Tuan Morat.

    Jalanan Jakarta yang cukup padat membuat perjalanan Janeta menuju kantor Pengacara Tuan Morat tidak berjalan begitu mulus. Perjalanan membutuhkan waktu dua kali lipat dari biasanya. Tapi syukurlah, pengacara itu telah menyatakan kesediaannya untuk menunggu Janeta.Hampir pukul enam sore barulah Janeta sampai di ambang pintu pengacara yang cukup ternama itu. Setelah mengisi buku tamu, Janeta di antarkan seorang pegawai Tuan Morat menuju ruang kerja pemilik kantor tersebut.“Maaf, Saya benar-benar terlambat.” Langsung saja Janeta meminta maaf karena sudah membuat pengacara besar itu menunggu.“Tidak masalah, silahkan duduk!” jawab Tuan Morat namun sejenak terpana melihat luka lebam di pipi Janeta.“Sepertinya Anda dalam masalah, Nona Janeta?” Tuan Morat bertanya sambil mengiringi Janeta yang sudah terlebih dahulu menghempaskan bokongnya di sofa milik Tuan Morat.“Oh tidak Tuan, hanya kecelakaan kecil saja.” Janet

    Последнее обновление : 2022-02-24
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 31. Mengintai Tuan Fidel Dan Salma.

    Malam beranjak semakin dalam. Sinar bulan mulai menampakkan cahayanya yang benderang. Seorang lelaki duduk di pelataran rumahnya yang dikelilingi rerimbunan pepohonan. Lelaki itu tak lain adalah Cecep. Sejak bertemu dengan Janeta, angan dan pikirannya tidak pernah lepas dari gadis itu.“Duh si Eneng, gelius pisan!” gumamnya sambil memandangi rembulan seakan Janeta berada di depan matanya dan tersenyum.Dengan memeluk kedua lututnya, Cecep mengurai kembali kenangan bersama gadis berpenampilan tomboy yang siang tadi tanpa sengaja ia temukan tergeletak di balik semak di pinggir jalan.Saat itu Cecep bermaksud untuk pergi ke warung membeli rokok. Ia sangat terkejut ketika dari jarak agak jauh ia melihat sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya.Cecep segera menghentikan sepeda motornya dan memeriksa keadaan gadis yang ternyata sedang pingsan itu. Lalu dengan bantuan beberapa warga yang lain, Cecep membawa Janeta ke rumah Bidan yang tidak begitu jauh dari

    Последнее обновление : 2022-02-25
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 32. Janeta Dicurigai.

    Sementara itu di sebuah rumah tempat seorang bidan desa membuka praktek, Cecep terlihat duduk menunggu di atas bangku panjang. Malam itu pasien Bu Bidan cukup banyak. Kebanyakan dari mereka yang datang adalah ibu-ibu hamil dan beberapa orang pasien anak-anak yang menderita batuk pilek serta demam.Tempat praktek Bu Bidan adalah satu-satunya pelayanan kesehatan terdekat di desa itu. Ada juga sebuah puskesmas, namun tempatnya agak jauh sekitar 3km dari desa yang posisinya agak berjauhan dari desa yang lainnya. Jadi untuk penyakit ringan seperti luka yang tidak terlalu parah dan demam, penduduk desa itu tua mau pun muda, semua datang meminta pertolongan pertama kepada sang Bidan. Ibu Bidan yang juga adalah asli penduduk desa tersebut, selalu melayani pasiennya dengan sabar dan ramah.Jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Cecep agak gelisah karena ia tahu biasanya jam sepuluh malam Bu Bidan itu sudah menutup pintu tempat prakteknya dan hanya membukanya bagi p

    Последнее обновление : 2022-02-25

Latest chapter

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 84. Bertemu Intan

    Sejurus kemudian Janeta dan Cecep sudah sampai di sebuah cafe yang lumayan ramai dikunjungi sebagian besar anak muda namun ada juga beberapa orang yang mungkin pasangan suami istri. Suasana nyaman semakin tenang dengan alunan musik lembut. Cahaya remang-remang membuat suasana terasa sangat romantis. Cefe ini memang sangar cocok didatangi oleh pasangan yang tengah memadu cinta.Sekali-kali Cecep terlihat mencuri pandang kepada Janeta yang tampil sebagai wanita sempurna. Gaun hitam berbahan mengkilat dengan panjang lengan baju menutupi hingga pangkal siku, Janeta terlihat anggun dan feminim. Ditambah lagi dengan high hill walau tidak begitu tinggi namun mampu membuat Janeta benar-benar bagaikan seorang putri yang baru berusia 20 tahun. Dan ini adalah penampilan feminim Janeta yang pertama kali di dalam hidupnya. Biasanya Janeta lebih suka memakai celana jeans dan jaket. Tapi demi menghargai Sofia, Janeta tidak membantah untuk bergaun ria di malam itu. Namun dapat dipahami kalau J

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 83. Lampu Hijau

    Sore kini sudah merangkak ke ambang malam. Tidak terasa empat jam sudah mereka berempat berada di ruang khusus milik Om Rusmidi membahas tentang kasus pembunuhan Nyonya Lusy dan Pak Warno yang kami yakini adalah sebuah kasus pembunuhan berantai.“Oke Jane, Cecep, tugas kalian sudah selesai. Nanti Om akan meneruskan semua bukti-bukti yang telah berhasil kita kumpulkan kepada penyidik kepolisian. Dan kalian berdua silahkan menikmati hari-hari kalian tanpa harus terbebani apa pun. Kalian tidak perlu khawatir polisi akan mencari kalian karena duduk persoalannya mulai terang.” ucap Om Rusmidi yang sepertinya memberi angin kepada Janeta untuk lebih dekat dengan Cecep. Apalagi mendengar prestasi yang diukir oleh Cecep dari mulut Tuan Morat, Om Rusmidi makin menatap bangga kepada Cecep.“Baiklah Om, Tuan Morat, kami berdua undur diri.” ucap Janeta yang langsung dibalas senyuman oleh Om Rusmidi dan Tuan Morat.Janeta mengajak Cecep keluar dari rua

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 82. Pertemuan Tak Sengaja

    Tak lama kemudian Janeta dan Sofia kembali ke ruang tamu. Janeta membawa satu nampan berisi secangkir teh hangat yang asapnya masih menguap ke udara. Ia meletakkan cangkir itu persis di hadapan Cecep.“Silahkan diminum, Kang Cecep! Mumpung masih hangat!” ucap Janeta mempersilahkan.“Terima kasih, Neng!” sahut Cecep lalu mengangkat cangkir itu dan menghirup teh manis hangat yang segar buatan Janeta.Sofia yang sudah duduk di samping Janeta tersenyum ke arah Cecep, dan Cecep tiba-tiba merasa grogi karena merasa diperhatikan oleh Sofia.“Om kemana, Tan?” Janeta bertanya kepada Sofia untuk mengurangi rasa risih Cecep karena Sofia selalu memperhatikannya. Wanita itu sepertinya sangat berharap Janeta akan menikah dengan Cecep.“Tadi pagi-pagi sudah pergi bersama Bang Morat. Tidak tahu mereka mau ke mana. Biasalah Jane, mereka memang sahabat sejak kuliah dan hampir sepuluh tahun tidak bertemu langsung. Paling cuma ngobrol d

DMCA.com Protection Status