Malam ini suasana kota Seoul yang biasanya begitu sibuk tampak sepi. Mobil-mobil dan motor-motor yang biasanya berseliweran di jalanan tampak berkurang. Tak banyak juga orang-orang yang berjalan di pinggir jalan. Dagangan yang biasanya tampak ramai di malam hari pun kini tak ada.
Langit Seoul
berwarna begitu kelabu. Hujan yang turun semenjak pagi tak kunjung berhenti. Tetesan-tesan hujan yang begitu deras menyapu debu di jalanan Apgujeong- dong. Sebuah mobil BMW putih dengan pelan bergerak menepi di sisi jalanan yang sepi, tepat di seberang sebuah toko kecil yang ada pinggir jalan.Sesosok wanita yang semenjak tadi duduk di mobil, hanya diam dan melempar pandangannya ke seberang jalan. Ia menatap sebuah gereja tua yang bergaya eropa itu dengan sedih. Wajahnya yang tampak sembab tak juga membuatnya berhenti menangis. Sebenarnya ia sudah lelah, tapi sayangnya air mata yang tak ia inginkan ini tak juga kunjung berhenti mengeluarkan air matanya. Ia tak ingin menangis pria itu. Pria yang telah menyakitinya begitu dalam.
Ia berusaha untuk melupakan dan bangkit kembali selama berbulan-bulan. Namun, air matanya tumpah dengan mudahnya ketika ia harus melihat wajah tampan pria itu. Walau ia hanya melihatnya dari kejauhan. Tapi, hatinya yang mulai pulih terasa ditusuk begitu dalam, bahkan luka yang mungkin serasa telah merobek hatinya.
Bayangan pria itu ketika mengucapkan janji pernikahan di depan altar tadi pagi membuat hatinya hancur amat dalam. Mungkin jika pria itu mengucapkan kata-kata itu di depannya, ia akan tersenyum bahagia. Tapi, kenyataannya tidak. Pria itu mengucapkannya di hadapan wanita lain. Wanita yang tak ingin ia ketahui. Sekilas ia memandang wanita beruntung itu dari kejauhan. Ia bisa melihat senyuman penuh kebahagiaan dan kepuasan yang terpancar di wajah cantik wanita itu. Senyuman yang mungkin tak akan pernah menghiasi wajahnya lagi.
Menikah dengan Aiden Lee..
Itu adalah salah satu impian sederhana yang ia impikan. Impian untuk hidup bersama pria yang begitu ia cintai selamanya. Ia tak membutuhkan rumah yang mewah ataupun uang yang banyak untuk menggapai kebahagiaannya. Ia hanya ingin pria itu ada di sampingnya. Menemaninya sampai ia berhenti bernafas. Ia ingin membangun sebuah keluarga sederhana yang penuh dengan cinta dan tawa anak-anak mereka kelak. Hanya itu! Bukankah itu impian yang amat sederhana? Tapi kenapa ia tak bisa meraihnya.
Sejenak perasaan menyesal memenuhi hatinya. Seharusnya tadi ia tidak datang. Yah.. Seharusnya… Ia mengira selama berbula-bulan ia belajar melupakan untuk bangkit dari pria itu, ia sudah kuat. Ia mengira kalau ia sudah siap untuk sekedar melempar senyum pada pria itu. Namun, ia salah. Melihat pria tampan itu dari kejauhan sudah membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat. Air matanya tumapah begitu saja saat ia mendengar janji pernikahan suci yang keluar dari mulut pria itu. Hatinya terasa tergores begitu dalam.
Dari kejauhan ia memandang gereja itu, gereja yang begitu penuh dengan kenangan dengan pria itu. Bayangan saat pria itu membisikkan kata-kata cinta di dalam gereja itu muncul di ingatannya.
“Hyun Ji-ah, semenjak kecil aku mempunyai satu mimpi. Hanya satu. Aku ingin satu hari nanti aku menikah dengan wanita yang kucintai di gereja ini. Satu hari nanti aku dan dia akan mengucapkan kata ‘I DO’ dengannya di tempat ini..”
“Kenapa harus di gereja ini?””
“Karna inilah tempat di mana aku bertemu dengannya. Bertemu dengan yeoja yang membuatku ingin menghabiskan seluruh hidupku. Di tempat inilah pertama kalinya aku mendengar suaranya yang begitu lembut memanggilku, di tempat inlah pertama kalinya aku melihat kedua matanya yang indah mengeluarkan air mata, di tempat inlah aku melihat mulutnya yang manis tersenyum amat manis untukku, dan di tempat inilah aku merasakan getaran yang sebelumnya tak pernah kurasakan..”
“Wow! It sounds so romantic. Who’s that lucky girl?”
“Yeoja bodoh yang aku cintai adalah seorang yang begitu sederhana. Ia hanya seorang yeoja yang tidak memiliki kelebihan apapun. Ia akan menangis ketika ia terjatuh, ia juga akan tertawa dengan kencangnya ketika ia menemukan sesuatu yang lucu. Ia juga akan marah dengan lucunya ketika ia sedang marah. Ia juga yeoja yang penakut ketika ia sendirian dalam kegelapan. Namun di sanalah yang membuatku jatuh cinta padanya. Ketika melihatnya terjatuh, aku ingin mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri tegak, ketika ia menangis aku ingin menghapus kedua air matanya dengan tanganku dan membuatnya tersenyum kembali, ketika melihatnya marah, aku ingin menengkannya dan membuatnya tenang. Ketika ia takut, aku ingin memeluknya dan memnemaninya.”
“Come on! Jangan membuatku penasaran Oppa.. Cepat siapa?”
“Kau yakin kau ingin tahu?”
“Neh! Ayo katakan padaku..”
“Kau yakin tak akan menyesal?”
“Ani..”
“Yeoja yang sekarang duduk di sampingku adalah yeoja yang kucintai.”
“Maksudmu?”
“ I love you! Saranghae Kim Hyun Ji.”
Di tempat inilah pertama kalinya ia mendengar kata-kata cinta yang begitu manis terucap dari mulut namja yang amat dia cintai. 2 tahun lalu temapt inilah yang membuatnya bersatu dengan Aiden menjadi sepasang kekasih. Dan tetu saja ia berharap di masa depan ia juga akan dipersatukan menjadi suami istri di gereja ini. Gereja yang tampaknya begitu sederhana namun mengisi begitu banyak kenangan di hati mereka.
Namun, mimpi itu kini tak mungkin terjadi. Ia harus menguburnya dalam-dalam. Ia tak akan pernah mengucapkannya bersama Aiden di gereja ini. Suka tidak suka ia harus menerima kenyataan. Ia harus melupakan pria itu. Inilah terakhir kalinya ia akan melihat gereja ini dan inlah terakhir kalinya ia ingin menangis untuk pria itu. Ia tak ingin menangis lagi setelah itu. Ia harus melupakannya. Melupakan semuanya.
Perlahan, Hyun Ji membuka pintu mobilnya dan turun dari mobilnya. Ia membiarkan lampu rem menyala merah. Ia membiarkan mesin mobilnya tetap menyala. Hujan deras tak menghentikan langkahnya untuk menyeberangi jalan menuju gereja tua yang tadi dilihatnya. Walupun warna langit tampak buram, namun ia tetap melangkah maju. Ia membiarkan seluruh tubuhnya yang dibaluti gaun cantik berwarna merah dibasahi oleh air hujan. Rambutnya yang bergelombang sudah menjadi lurus oleh air hujan.
Ia maju dan membuka pintu gereja yang ada di hadapannya dengan gemetar. Ia takut! Ia sangat takut untuk melihat kenangan yang begitu indah dalam ingatannya. Tapi, ia sudah bertekad! Ia bertekad untuk mendatangi tempat ini terakhir kalinya dan mengubur semuanya. Yah, terakhir kali. Setelah itu ia tak ingin melihatnya lagi. Ia tak ingin mengingat senyuman laki-laki yang membuat jantungnya berdegup kencang untuk pertama kalinya di tempat ini. Ia tak ingin mengingat bagaimana laki-laki itu menyanyikan lagu kesukaannya di tempat ini, ia tak ingin mengingat ketika laki-laki itu menyatakan cintanya di tempat ini. Ia tak mau lagi mengingatnya. Ia ingin mengubur kenangan itu dalam-dalam di tempat ini. Tempat di mana semua cintanya bermula.
Bayangan Siwon yang dulu dengan tampannya tersenyum membuatnya tersenyum miris. Senyuman yang dulu selalu ia dapatkan dengan mudahnya. Senyuman yang sempat menghiasi hari-harinya. Senyuman yang selalu menenangkan hati dan jiwanya. Ia amat merindukan senyuamn itu.. Ia memejamkan kedua matanya rapat-rapat dan membiarkan senyuman pria itu masuk ke dalam memorinya . Ia mau mengingatnya sekali lagi. Sekalipun itu sakit.
“Tuhan.. Biarkan aku mengingatnya terkahir kalinya.. Setelah itu aku mau melupakan senyumannya..”
Ia berjalan lagi ke tempat duduk kayu di dekat altar. Ia tersenyum dengan miris saat membayangkan pertama kalinya pria itu menggenggam tangannya di sana. Saat pria itu membisikkan kata cinta di telingannya. Kata-kata yang terlalu indah untuk di ingat.
“Tuhan.. Tolong aku untuk melupakan sentuhannya.. Tolong aku untuk melupakan suaranya.. Aku tak mau mengingatnya lagi.. Aku tak mau..”
Hyun Ji berjalan ke depan lagi di depan sebuah piano berwarna hitam. Ia menyentuh setiap tuts piano itu dengan gemetar. Ia ingat bagaimana dengan lembutnya pria itu memainkan sebuah lagu untuknya. Lagu yang paling ia sukai. Ia teringat suara merdunya yang membuatnya hanyut dalam pesona pria itu. Ia ingat saat pria itu menyentuh kedua tangannya dan mengajarnya untuk pertama kalinya memainkan sebuah lagu. Ia menangis lagi. Menangis hingga membasahi tuts-tus piano megah itu. Walaupun tangisannya berjatuhan dengan deras. Tapi ia tak mau menghapusnya. Ia membiarkan memori menyakitkan itu masuk lagi dalam hatinya.
“Untuk terakhir kalinya aku akan mengingat ini.. Yah.. This is the last time…”
Hyun Ji membalikkan badannya. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju pintu berwarna putih yang masih terbuka lebar. Sejenak, dengan pandangan kabur, ia melihat sosok Aiden yang tampan dengan balutan jas putihnya berdiri di sisi pintu. Tangan Aiden terulur untuk menggapai tangannya. Senyuman yang ia rindukan terpancar jelas di wajah tampan Aiden.
“I love you.. Remember this.. I will always love you.. Till the end of my life… ”
Itulah bisikan lembut yang tadi ia dengar ketika ia bersalaman dengan pria itu. Kata-kata yang membuat emosinya tak bisa lagi ia tahan. Kata-kata yang membuatnya semakin sulit ia mengerti. Kenapa di saat pria itu menikah dengan wanita lain tapi pria itu membisikkan kata-kata yang begitu manis untuknya. Kata-kata yang justru semakin sakit untuknya. Ia tak mengerti. Sama sekali tidak. Kenapa Aiden melepaskannya jika ia memang mencintainya? Kenapa?
Dengan keberanian, Hyun Ji berdiri di sosok bayangan itu dan memandangnya miris, ia membiarkan bayangan pria itu melihatnya menangis dengan begitu derasnya. Ia tak peduli seluruh make upnya kini luntur. Ia hanya ingin meluapkan emosinya di depan bayangan seseorang yang membuatnya kacau seperti ini.
“Kalau kau mencintaiku kenapa kau meninggalkanku? Cepat jawab aku!!!!!!”
“Aku mohon jawab aku Aiden Lee! Cepat jawab aku!”
“Kenapa kau lebih memilih wanita itu dibanding aku? Kenapa?”
“Kau tahu aku masih mencintaimu.. Tapi kenapa kau melakukan ini padaku..”
Ia terus menggumamkan pertanyaan yang terdengar begitu miris. Ia berteriak begitu kecang dengan harapan bayangan Aiden yang ada di hadapannya akan memberikannya jawaban. Tapi nyatanya tidak. Dari 2 bulan lalu semenjak pria itu meninggalkannya tiba-tiba, hingga hari ini ia tak juga mendapatkan jawabannya. Yang ia tahu adalah kenyataannya, Aiden pada hari ini telah benar-benar telah meninggalkannya untuk wanita lain. Ia tak pernah lagi akan memiliki sosok Aiden. Ia ingin memukul Aiden begitu keras karena sudah membuatnya seperti ini, tapi ia tidak bisa. Aiden di hadapannya hanyalah bayangan. Bayangan yang mulai memudar seiring dengan tangisannya.
“Aiden, aku mohon jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Aku tak ingin melihat wajahmu, senyumanmu. Aku ingin melupakanmu.. Aku mohon jangan muncul dihadapanku lagi. Aku mohon padamu…”
Hyun Ji berjalan dengan pelan melewati bayangan yang semakin memudar di hadapannya. Ia keluar dari pintu bercat putih itu dan menutupnya perlahan. Menutup semua kenangannya dengan Aiden. Semuanya. Ia tak ingin menyisakan apapun di hatinya. Tidak setitikpun.
“Selamat tinggal Aiden Lee…”
Dengan langkah gontai ia berjalan menuju mobil yang ada di seberang jalan. Hujan deras dan air mata yang mengalir membuat matanya buram. Pandangannya tampak kosong tanpa ada sisa apapun. Dalam pikirannya hanya satu Ia ingin melupakan semuanya. Ia tak mau melihat apapun terutama pria itu.
Ia tak menyadari bahwa sebuah mobil tengah melaju dengan kencangnya menerobos jalanan di tengah hujan yang amat deras. Ia sempat mendengar suara klakson mobil yang tak begitu jelas di telinga. Suara itu bercampur dengan hujan. Ia menolehkan badannya ke arah jalanan itu dan melihat sinar mobil yang berjalan ke arahnya. Klakson mobil yang bergema juga terdengar begitu keras di telinganya. Ia ingin berlari dan menjauh dari suara itu, namun tubuhnya terasa kaku. Pandangannya dan pikirannya yang kosong membuatnya terdiam dan berdiri di sana.
Dan, saat itulah semuanya menjadi gelap.
3 YEARS LATERMatahari yang bersinar begitu terik disertai dengan langit biru menghiasi langit kota Seoul. Burung-burung yang berterbangan kesana kemari, pohon-pohon hijau, bunga-bunga bermacam warna tampak menghiasi musim semi tahun ini. Sejenak Aiden termenung dari balik kaca mobilnya. Musim semi telah datang lagi. Dan, itu artinya sudah 3 tahun ia terakhir kali bertemu dengan sosok Hyun Ji. Saat terakhir kali ia membisikkan kata cinta di teliga wanita itu. Kata cinta yang tak akan pernah ia ucapkan di hadapan siapapun selain Hyun Ji.Ia menghentikan mobilnya sejenak dan membuka jendela mobilnya. Ia melempar pandangannya kearah dasbor mobilnya. Di sana terdapat sebuah berkas file yang 2 tahun lalu ia tanda tangani. Sebuah berkas yang menandakan bahwa pernikahannya yang tak pernah ia inginkan itu telah berakhir. Pernikahan yang hanya di dasari oleh keinginan ayahnya yang kini telah tiada.Ia menghela nafasnya sejenak. Sekilas
Gelap. Hanya itu yang dilihat Hyun Ji saat ia membuka kedua matanya. Tidak ada lagi bunga-bunga bermekaran ataupun pohon-pohon hijau yang bisa ia lihat. Tidak ada lagi burung-burung yang berterbangan dengan aktifnya di musim semi yang bisa ia pandangi di atas langit. Tidak ada lagi, satu objek pun yang bisa ia lihat. Ia bahkan tidak melihat atau bahkan dapat sekedar merasakan bayangan atau cahaya apapun yang masuk ke dalam retina matanya.Ini memang bukan pertama kalinya ia merasakan seperti gelap seperti ini. Namun, terkadang ia berharap ia hanya bermimpi. Ia seringkali menutup kedua matanya rapat-rapat dan berdoa dalam hatinya dengan sungguh-sungguh agar ketakutan terbesarnya tidak terbukti. Ia berharap setelah ia membuka matanya kembali semuanya kembali seperti biasa. Ia akan melihat cahaya-cahaya di luar sana yang amat dirindukannya.Dan, kegelapan tadi hanyalah mimpi bunga tidurnya.Namun itu tidak akan pernah terjadi. Cahaya yang hilang di kedua matanya yang canti
3 Tahun yang lalu“Aiden, kau harus menikan dengan Ji Yeon. Appa tidak mau dengar alasan apapun!”“Geundae.. Appa tahukan aku dan Hyun Ji telah bertunangan?”“Appa tahu. Geundae, kau juga tahu kan kalau saat ini perusahaan sedang krisis. Apa kau mau perusahaan yang ayah bangun selama ini hancur hanya karena Hyun Ji?”“Tapi Appa.. Aku..”“Aiden Lee. Kau adalah anak tunggal keluarga Lee. Siapa lagi yang Appa bisa harapkan selain kamu. Selama ini Appa tidak pernah memaksakan kehendak Appa. Bahkan Appa membiarkan kamu menjadi dokter. Apa kau tak bisa melakukan ini untuk Appa sekali ini?”“Geundae..”“Aiden. Appa tahu kau tidak mencintai Ji Yeon, tapi Ji Yeon menyukaimu. Belajarlah mencintainya.. Appa yakin kau bisa.. Appa mohon…”“Geundae.. Aku tidak mungkin mel
3 Tahun yang lalu“Hyun Ji-ah... Aku rasa hubungan kita tidak bisa diteruskan..”“Maksud Oppa apa? Oppa bercanda kan?”“Ani.. Aku serius. Aku sudah bilang kepada kedua orang tuaku dan orang tuamu untuk membatalkan pernikahan kita…”“Oppa… Apa maksudmu? Aku tidak mengerti…”“Kau bukan anak kecil. Kau pasti mengerti maksudku kan? Kita putus.”“Kita? Putus? Oppa pasti bercanda… Apa yang terjadi sebenarnya? Aku mohon jangan membuatku takut…”Hyun Jiterbangun dengan nafas yang tidak teratur. Dadanya terasa begitu sakit. Matanya yang indah memandang langit-langit kamar yang diterangi oleh lampu. Namun, gelap yang dilihatnya.. Seterang apapun ruangan itu tidak bisa menimbulkan seberkas cahayapun di matanya.Dengan cepat ia duduk di atas ranjang