20"Mbak, bisa ketemu sama Cahya?" tanya Hardian pada Mentari yang kala itu sedang mengurus loundrynya hari ini."Siapa ya?" tanya Mentari pura-pura tidak mengingat Hardian."Saya Hardian. Bisa ketemu Cahya?""Oh, Bu Cahya sudah pergi, Mas. Dia sudah tidak mengurus loundry ini. Katanya, beliau sudah memiliki pekerjaan baru yang lebih menjanjikan.""Betulkah?" Terlihat Hardian kaget mendengarkan apa yang Mentari ucapkan tadi."Iya. Laundry ini sudah dijual kepada bos saya yang orang tajir melintir. Pemilik PT ... PT apa ya? Pokoknya PT yang gedungnya tinggi itu. Lupa namanya," dusta Mentari.Sebenarnya Mentari hanya menutupi keberadaan Cahya yang kini tinggal di rumah milik Hasbi. Mentari sudah diminta Cahya untuk mengatakan hal ini Jika Hardian datang ke tempat laundry-nya."Punya nomer ponselnya?" tanya Hardian."Nomor ponselnya Masih yang lama kok, Pak.""Nggak bisa saya hubungi. Coba kamu yang hubungi, saya mau ngomong sebentar.""Maaf, Pak. Saya sibuk! Bapak coba saja hubungi send
"Hardian mana tahu kalau semuanya akan menjadi seperti ini. Awalnya Hardian pikir Cahya akan takut ketika Hardian bentak dan mintanya untuk tidak datang sementara waktu ke rumah. Sebenarnya Hardian hanya ingin membuat Cahya berpikir bahwa suaminya ini harus benar-benar dihormati dan dihargai sebagai kepala rumah tangga. Apa susahnya menerima pernikahan sementara antara Hardian dan Silvi? Hardian sudah yakin dia mengerti, karena setelah mengatakan hal itu, Cahya terlihat fine fine aja. Hardian sudah menjelaskan dari awal bahwasanya anak Silvia nanti akan Cahya asuh. Tapi kenyataannya dia malah memikirkan ucapan Hardian secara serius dan mengajukan perceraian kita, tanpa Hardian minta" ucap Hardian pasrah."Pasti kamu membuat Cahya curiga mengenai hubungan kamu dengan Silva di rumah kamu itu. Kamu terlalu bodoh membuang Cahya. Dia itu istri yang penurut dan mudah kamu mintai bantuan ini dan itu.""Kok jadi Hardian yang disalahin? Selama ini Ibu juga mendukung kedekatan Haridan dengan S
21"Ya, tadi pagi mantan suami kamu datang ke sini." Pesan Mentari membuat Cahya seketika penasaran. Ia langsung membalas pesan sahabatnya itu."Ngapain?""Nanyain kamu. Aku jawab, kalau loundry ini udah dijual ke aku. Hahaha, liat wajahnya yang kayak kecewa berat, nggak akan deh bikin kapok ngerjain dia. Dia kagak malu apa, udah jadi mantan masih aja gangguin," ujar Mentari."Tanya aku doang?""Iya. Nanyain nomer ponselmu, di mana kamu tinggal. Ah, pokoknya dia dia kepo bingit. Langsung aja aku sembur dia. Aku langsung masuk dan enggan ditanya-tanya. Siapa dia, enak aja! Untung nomor kamu sudah ganti ya, Ya.""Hahaha, oke. Thanks ya. Eh, kayaknya aku akan jarang datang ke loundry-an. Anaknya pak Hasbi lumayan sensi kalau aku pergi-pergi. Ini aja aku gak boleh pulang.""Jadi nginep?" "Nginap kayaknya. Tapi misal aku mau minta cuti, harus nunggu Pak Hasbi libur. Dia sibuk banget soalnya. Maka dari itu, pantas anaknya kesepian dan suka ngambek kalau Pak Hasbi jarang di rumah.""Siplah.
Sama Mam sama Om juga. Mam nggak bisa pake mobil ini, Mam takut. Nanti kalau misal mobilnya nabrak gimana? Mam dimarahi Pap, nanti Mam pergi lagi. Hayo," bujuk Revan.Naura diam, lalu menengok ke arah Cahya. "Baiklah.""Nah, anak pinter. Yuk!"Arfan menggendong Naura dan membawa dia masuk ke dalam mobil. Cahya yang merasa lega, akhirnya ikut juga ke dalam mobil. Bukan ia tak bisa, jujur ia takut menaiki mobil yang harganya ber MM itu."Naura suka minta yang aneh-aneh ya?" tanya Arvan sambil mengemudi."Sejauh ini sih enggak. Sebenarnya tadi kalau Nau mau naik mobil yang lain, kita udah sampai kantor Pak Hasbi. Maunya minta pake mobil ini soalnya.""Nau memang suka mobil ini sejak lama. Dia yang meminta dibelikan ini saat ulangtahunnya dua tahun lalu dan nangis minta dibelikan. Dia bilang, mau beli ini buat Mamahnya.""Langsung dibelikan?"Arfan tersenyum. "Naura ini anak satu-satunya Kak Hasbi dengan mendiang istrinya. Sayang Kakak sama Naura ini, tak terhingga. Sampai detik ini, Kak
"Dari mana jam segini baru pulang?" selidik Hardian pada Silvia. Jam di tangannya menunjukan pukul 10 malam dan Hardian sangat geram melihat Silvia yang keluyuran tengah malam dan tak tahu waktu kapan harus pulang."Suka-suka aku, lah. Kamu aja yang pergi pagi pulang pagi, aku tanyain dari mana jawabnya nggak jelas. Jadi, jangan salahkan aku jika aku tiba-tiba pergi siang pulang malam. Yang penting, aku masih pulang dan bisa beli skincare buat nyenengin kamu."Silvia berlalu begitu saja tanpa memperhatikan dan memperdulikan tatapan wajah Hardian yang tidak suka. Hari ini ia menjanjikan pertemuan dengan rekan kerjanya dahulu saat di tempat karaoke.Ternyata keluar rumah, bikin mood Silvia mendadak kembali membaik. Bukan ia ingin menambah masalah baru, tetapi Hardian yang selalu saja membuat ia kesal dan akhirnya memilih suasana baru agar bisa menjalani kehamilan yang sehat.Sengaja ia menghindari dunia malam, demi bisa mendapatkan perlindungan atas kehamilan yang sengaja ia limpahkan p
Sebenarnya Silvia sangat lelah setelah hari ini ia bekerja kembali di tempat karaoke sebagai teman pengunjung lelaki. Ia terlalu lelah jika harus melakukan pemanasan terlalu lama dan memilih langsung to the point pada aktivitasnya dengan Hardian. "Tumben langsung?" tanya Hardian yang merasa jika Silvia tampak aneh ketika melayaninya."Ya kan kita baru baikan. Besok kalau Mas sudah menunjukkan sikap baiknya kembali, Silvia bakal servis luar dalam. Silvia ngantuk. Tidur dan jangan kebanyakan protes terus."Silvia membersihkan tubuhnya lalu kembali tertidur setelah dibuat lelah oleh Hardian.***"Belum dapat kerja, Mas?" tanya Sivia saat mendapati Hardian yang masih memakai celana boxer dan juga kaos oblong saat baru turun dari kamar. Silvia yang sudah menyiapkan sarapan, seperti kehilangan selera makannya melihat Hardian yang pagi ini tidak sesuai ekspektasinya."Udah. Tapi interview sore nanti," ucap Hardian santai."Kok sore?" tanya Silvia heran. "Memangnya Mas melamar pekerjaan di m
"Selamat sore. Silahkan duduk," titah wanita berumur sekitar 40 tahunan itu. Namun, wajah yang sering melakukan perawatan membuat dia tidak tampak terlalu tua. Wanita itu tampak terpesona saat baru melihatnya pertama kali di sebuah club' waktu itu dan meminta seseorang untuk menyelidikinya."Sore, Bu. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk langsung bertemu dengan atasan perusahaan ini. Suatu kehormatan bisa diundang secara langsung, bertemu dan bertatap muka dengan seorang bos yang sangat tegas dan berwibawa seperti Ibu," puji Hardian membuat wanita itu terkekeh pelan."Kenapa panggil Ibu? Apakah saya terlihat tua di mata Anda?" tanyanya."O-h, tidak. Tapi saya rasa, sebagai bawahan pastinya atasan tidak boleh dipanggil dengan sapaan yang tidak sopan.""Baiklah, kalau begitu kamu panggil saya Mrs. Mrs Aashirya," pungkasnya."Baiklah, Mrs Aashirya. Saya membawa berkas lamaran saya, silahkan dibaca. siapa tahu ada jabatan yang cocok di kantor ini untuk saya duduki. Sukur-sukur
Hardian pulang lebih awal. Hari ini ia diminta Shirya untuk berkemas dan tinggal di apartemen pribadi milik Shirya yang nantinya akan menjadi tempat istirahat Hardian jika lelah dengan aktivitasnya. Shirya memberikan apartemen itu sebagai fasilitas darinya dan hal itu membuatnya senang.Hardian merasa kesel karena saat pulang ia tidak mendapati Silvia yang ada di rumahnya. Ia menelpon Silvia dan memintanya pulang, namun jawabannya membuat Hardian emosi."Aku akan pergi bekerja dan tidak akan pulang dalam beberapa hari. Jika kamu tidak pulang sekarang juga, kamu nggak akan lagi liat aku ada di rumah," ancamnya.Hardian sengaja meminta Silvia tinggal di rumah. Ia tak ingin Silvia berada di luar terlalu sering dan yang pastinya akan membuatnya cemas dengan aktivitas di luar karena Silvia dalam keadaan hamil.Silvia yang harus mengalah, akhirnya pulang ke rumah setelah setengah jam perjalanan dari tempat karaoke ke rumah."Kenapa sih, Mas? Ini masih sore," sungut Silvia. "Kamu gak pulang