Sama Mam sama Om juga. Mam nggak bisa pake mobil ini, Mam takut. Nanti kalau misal mobilnya nabrak gimana? Mam dimarahi Pap, nanti Mam pergi lagi. Hayo," bujuk Revan.Naura diam, lalu menengok ke arah Cahya. "Baiklah.""Nah, anak pinter. Yuk!"Arfan menggendong Naura dan membawa dia masuk ke dalam mobil. Cahya yang merasa lega, akhirnya ikut juga ke dalam mobil. Bukan ia tak bisa, jujur ia takut menaiki mobil yang harganya ber MM itu."Naura suka minta yang aneh-aneh ya?" tanya Arvan sambil mengemudi."Sejauh ini sih enggak. Sebenarnya tadi kalau Nau mau naik mobil yang lain, kita udah sampai kantor Pak Hasbi. Maunya minta pake mobil ini soalnya.""Nau memang suka mobil ini sejak lama. Dia yang meminta dibelikan ini saat ulangtahunnya dua tahun lalu dan nangis minta dibelikan. Dia bilang, mau beli ini buat Mamahnya.""Langsung dibelikan?"Arfan tersenyum. "Naura ini anak satu-satunya Kak Hasbi dengan mendiang istrinya. Sayang Kakak sama Naura ini, tak terhingga. Sampai detik ini, Kak
"Dari mana jam segini baru pulang?" selidik Hardian pada Silvia. Jam di tangannya menunjukan pukul 10 malam dan Hardian sangat geram melihat Silvia yang keluyuran tengah malam dan tak tahu waktu kapan harus pulang."Suka-suka aku, lah. Kamu aja yang pergi pagi pulang pagi, aku tanyain dari mana jawabnya nggak jelas. Jadi, jangan salahkan aku jika aku tiba-tiba pergi siang pulang malam. Yang penting, aku masih pulang dan bisa beli skincare buat nyenengin kamu."Silvia berlalu begitu saja tanpa memperhatikan dan memperdulikan tatapan wajah Hardian yang tidak suka. Hari ini ia menjanjikan pertemuan dengan rekan kerjanya dahulu saat di tempat karaoke.Ternyata keluar rumah, bikin mood Silvia mendadak kembali membaik. Bukan ia ingin menambah masalah baru, tetapi Hardian yang selalu saja membuat ia kesal dan akhirnya memilih suasana baru agar bisa menjalani kehamilan yang sehat.Sengaja ia menghindari dunia malam, demi bisa mendapatkan perlindungan atas kehamilan yang sengaja ia limpahkan p
Sebenarnya Silvia sangat lelah setelah hari ini ia bekerja kembali di tempat karaoke sebagai teman pengunjung lelaki. Ia terlalu lelah jika harus melakukan pemanasan terlalu lama dan memilih langsung to the point pada aktivitasnya dengan Hardian. "Tumben langsung?" tanya Hardian yang merasa jika Silvia tampak aneh ketika melayaninya."Ya kan kita baru baikan. Besok kalau Mas sudah menunjukkan sikap baiknya kembali, Silvia bakal servis luar dalam. Silvia ngantuk. Tidur dan jangan kebanyakan protes terus."Silvia membersihkan tubuhnya lalu kembali tertidur setelah dibuat lelah oleh Hardian.***"Belum dapat kerja, Mas?" tanya Sivia saat mendapati Hardian yang masih memakai celana boxer dan juga kaos oblong saat baru turun dari kamar. Silvia yang sudah menyiapkan sarapan, seperti kehilangan selera makannya melihat Hardian yang pagi ini tidak sesuai ekspektasinya."Udah. Tapi interview sore nanti," ucap Hardian santai."Kok sore?" tanya Silvia heran. "Memangnya Mas melamar pekerjaan di m
"Selamat sore. Silahkan duduk," titah wanita berumur sekitar 40 tahunan itu. Namun, wajah yang sering melakukan perawatan membuat dia tidak tampak terlalu tua. Wanita itu tampak terpesona saat baru melihatnya pertama kali di sebuah club' waktu itu dan meminta seseorang untuk menyelidikinya."Sore, Bu. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk langsung bertemu dengan atasan perusahaan ini. Suatu kehormatan bisa diundang secara langsung, bertemu dan bertatap muka dengan seorang bos yang sangat tegas dan berwibawa seperti Ibu," puji Hardian membuat wanita itu terkekeh pelan."Kenapa panggil Ibu? Apakah saya terlihat tua di mata Anda?" tanyanya."O-h, tidak. Tapi saya rasa, sebagai bawahan pastinya atasan tidak boleh dipanggil dengan sapaan yang tidak sopan.""Baiklah, kalau begitu kamu panggil saya Mrs. Mrs Aashirya," pungkasnya."Baiklah, Mrs Aashirya. Saya membawa berkas lamaran saya, silahkan dibaca. siapa tahu ada jabatan yang cocok di kantor ini untuk saya duduki. Sukur-sukur
Hardian pulang lebih awal. Hari ini ia diminta Shirya untuk berkemas dan tinggal di apartemen pribadi milik Shirya yang nantinya akan menjadi tempat istirahat Hardian jika lelah dengan aktivitasnya. Shirya memberikan apartemen itu sebagai fasilitas darinya dan hal itu membuatnya senang.Hardian merasa kesel karena saat pulang ia tidak mendapati Silvia yang ada di rumahnya. Ia menelpon Silvia dan memintanya pulang, namun jawabannya membuat Hardian emosi."Aku akan pergi bekerja dan tidak akan pulang dalam beberapa hari. Jika kamu tidak pulang sekarang juga, kamu nggak akan lagi liat aku ada di rumah," ancamnya.Hardian sengaja meminta Silvia tinggal di rumah. Ia tak ingin Silvia berada di luar terlalu sering dan yang pastinya akan membuatnya cemas dengan aktivitas di luar karena Silvia dalam keadaan hamil.Silvia yang harus mengalah, akhirnya pulang ke rumah setelah setengah jam perjalanan dari tempat karaoke ke rumah."Kenapa sih, Mas? Ini masih sore," sungut Silvia. "Kamu gak pulang
Iseng"Yan, Mama nanti mau ke rumah Al. Kamu sama Cahya nyusul ya?" titah sang Ibu pada anaknya yang sedang menikmati sarapannya."Mau nginap emangnya?" Arfan justru menyahuti sedang yang ditanya diam tak menjawab."Ya iya. Kalau nggak nginap, sudah pasti gak akan izin juga. Ya, nanti kamu ikut Hasbi aja ke kantornya. Naura saya yang jagain.""Yakin, Mam?" tanya Hasbi setengah tidak percaya."Yakinlah. Memangnya kenapa kalau Mama nggak ngajak Cahya? Mama tahu kamu sedang sibuk dan butuh banyak bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan- pekerjaanmu itu?" sahut Ratri dengan nada tak enak."Mama marah?" tanya Hasbi yang nampak tahu perubahan mood ibunya."Marah? Buat apa marah. Kamu memang selalu sibuk. Nau aja sampai nggak mau ngajak Cahya buat ikut karena takut kamu nggak bisa main besok.""Memangnya besok Naura mau ke mana?" tanya Arfan."Papa lupa? Papah kan dah janji ajak Nau ke Ancol?" sungut Naura."Oh. Iya. Papa lupa," ujar Hasbi sambil menggosok tengkuknya yang tidak gatal dan merin
26CemasHasbi merasa tidak tenang mempercayakan pekerjaan kantor pada anak-anak itu selalu tidak pernah serius dalam bekerja. Panggilan ponselnya yang sudah berulang kali Arfan abaikan, menambah deretan angka keresahan bagi Hasbi mengenai tender besar yang ia berikan itu."Bi, ngapain berdiri di situ? Ibunya Mey datang. Kamu nggak mau ketemu mertuamu?" tanya Ratri mengagetkan Hasbi yang sedang tidak fokus akibat pekerjaannya."Iya, Mam."Hasbi segera turun dan dia menyambut kedatangan seorang mertua yang merupakan ibu dari mendiang istrinya yang sudah tiada."Nak Hasbi. Sudah lupa sama Ibu atau bagaimana? Kenapa tidak pernah datang ke Palembang? pada hari ibu selalu kangen sama cucu Ibu ini," ucap Meyga--Bibi dari mendiang istrinya."Nggak. Saya tidak pernah lupa. Tapi saja sibuk!" jawab Hasbi dingin."Hasbi, gimana kabar, Nak?" tanya Gina--ibu Isma."Alhamdulillah, baik, Bu. Ibu sehat?" sambut Hasbi ramah, berbeda dengan pada keluarga Isma yang lain.Jujur ia tidak menyukai pertemua
28Timbal Balik"Suamimu gak tahu, kamu datang ke sini?" tanya Ilona--teman Silvia yang bekerja di tempat karaoke."Nggak. Sudah 2 bulan dia tidak pulang. Kerja di luar kota," jawab Silvia santai."Di luar kota? Kok kamu kelihatannya malah happy ditinggal kerja jauh? Ngabarin nggak, tuh?" tanya Ilona."Jarang. Yang penting transferan aman.""Dih, kalau gitu ngapain kamu kerja kalau suami sudah kasih uang. Cari penyakit aja," ucap Ilona."Bete nggak ada hiburan di rumah. mertua juga tampak sibuk dengan pekerjaan yang mengurus kontrakan. Tinggal di rumah seorang diri tanpa pekerjaan dan hanya menunggu kepulangan suami yang entah kapan, bukankah membosankan?""Tapi kerjaan kamu ini beresiko, Sil. Bahaya kalau sampai dia tahu kamu kerja open BO kayak gini. Cari yang lain gih?"Silvia tertawa pelan, lalu ia menyeruput kembali minuman yang ada di depannya."Kenapa? kamu takut kalau kamu tersaingi kerja sama aku? Tenang saja. Aku hanya kerja tidak lebih dari lima jam. Hanya buat senang-senan