"Pak, ini nggak ver dong. saya merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Kenapa saya dipecat?" tanya Hardian dengan wajah tanpa dosanya."Yakin?" tanya Hasbi memandang Hardian tajam."Yakin, Pak."Hasbi mengeluarkan sebuah map berisi catatan rincian keuangan yang digarap oleh salah satu karyawan baru di bagian keuangan."Kenapa hasil laporan keuangan bulan lalu tidak sesuai dengan laporan yang kamu buat dan laporkan kepada saya? Ini juga! Kenapa kamu membuat satu karyawan dipecat padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun. Ini juga! Kamu sudah menuliskan rincian yang salah tentang apa yang sudah dikeluarkan perusahaan sehingga perusahaan mengalami kerugian yang lumayan. Masih mengelak mau tanya apa salahnya? Perlu saya beberkan juga foto-foto tentang hubungan kamu dengan wanita yang bernama Silvia itu?" tunjuk Hasbi pada semua bukti yang ada di dalam map yang tadi ia tunjukkan pada Hardian. Tentu saja Hardian kaget karena melihat foto Silvia saat masih bersamanya dahulu, ketika menja
"Mas, kalau kamu nggak ada kerjaan, kita gimana dong? Anakmu ini pasti butuh banyak biaya buat persalinan nanti. Belum lagi kebutuhan kita yang banyak. Belum lagi acara nikahan kita yang pastinya akan diadakan secara meriah 'kan?" berondong Silvia."Diam! Apakah kamu tidak tahu Kalau suamimu sedang pusing memikirkan hal yang sangat berat? Kamu malah memikirkan pernikahan yang tidak penting," omel Hardian."Kok tidak penting? Kan kamu sudah janji kalau Cahya sudah bercerai dengan kamu, kamu akan menikahiku secara negara. Jangan jadi lebih pembohong, Mas!" omel Silvia."Ya. Mas memang kamu menyukaimu secara negara tapi mas tidak janji mengadakan resepsi meriah untuk pernikahan kita. Sudah sana pergi, lebih baik kamu lakukan pekerjaan yang lain dan jangan ganggu aku yang sedang pusing ini!" usir Hardian."Tapi, Mas_""Pergi!"Satu bentakan Hardian membuat Silvia terkejut. Dia pergi dari ruang kamar Hardian dan memilih kembali ke kamarnya.***"Sil, bikin kopi!"Silvia diam saja tidak mer
20"Mbak, bisa ketemu sama Cahya?" tanya Hardian pada Mentari yang kala itu sedang mengurus loundrynya hari ini."Siapa ya?" tanya Mentari pura-pura tidak mengingat Hardian."Saya Hardian. Bisa ketemu Cahya?""Oh, Bu Cahya sudah pergi, Mas. Dia sudah tidak mengurus loundry ini. Katanya, beliau sudah memiliki pekerjaan baru yang lebih menjanjikan.""Betulkah?" Terlihat Hardian kaget mendengarkan apa yang Mentari ucapkan tadi."Iya. Laundry ini sudah dijual kepada bos saya yang orang tajir melintir. Pemilik PT ... PT apa ya? Pokoknya PT yang gedungnya tinggi itu. Lupa namanya," dusta Mentari.Sebenarnya Mentari hanya menutupi keberadaan Cahya yang kini tinggal di rumah milik Hasbi. Mentari sudah diminta Cahya untuk mengatakan hal ini Jika Hardian datang ke tempat laundry-nya."Punya nomer ponselnya?" tanya Hardian."Nomor ponselnya Masih yang lama kok, Pak.""Nggak bisa saya hubungi. Coba kamu yang hubungi, saya mau ngomong sebentar.""Maaf, Pak. Saya sibuk! Bapak coba saja hubungi send
"Hardian mana tahu kalau semuanya akan menjadi seperti ini. Awalnya Hardian pikir Cahya akan takut ketika Hardian bentak dan mintanya untuk tidak datang sementara waktu ke rumah. Sebenarnya Hardian hanya ingin membuat Cahya berpikir bahwa suaminya ini harus benar-benar dihormati dan dihargai sebagai kepala rumah tangga. Apa susahnya menerima pernikahan sementara antara Hardian dan Silvi? Hardian sudah yakin dia mengerti, karena setelah mengatakan hal itu, Cahya terlihat fine fine aja. Hardian sudah menjelaskan dari awal bahwasanya anak Silvia nanti akan Cahya asuh. Tapi kenyataannya dia malah memikirkan ucapan Hardian secara serius dan mengajukan perceraian kita, tanpa Hardian minta" ucap Hardian pasrah."Pasti kamu membuat Cahya curiga mengenai hubungan kamu dengan Silva di rumah kamu itu. Kamu terlalu bodoh membuang Cahya. Dia itu istri yang penurut dan mudah kamu mintai bantuan ini dan itu.""Kok jadi Hardian yang disalahin? Selama ini Ibu juga mendukung kedekatan Haridan dengan S
21"Ya, tadi pagi mantan suami kamu datang ke sini." Pesan Mentari membuat Cahya seketika penasaran. Ia langsung membalas pesan sahabatnya itu."Ngapain?""Nanyain kamu. Aku jawab, kalau loundry ini udah dijual ke aku. Hahaha, liat wajahnya yang kayak kecewa berat, nggak akan deh bikin kapok ngerjain dia. Dia kagak malu apa, udah jadi mantan masih aja gangguin," ujar Mentari."Tanya aku doang?""Iya. Nanyain nomer ponselmu, di mana kamu tinggal. Ah, pokoknya dia dia kepo bingit. Langsung aja aku sembur dia. Aku langsung masuk dan enggan ditanya-tanya. Siapa dia, enak aja! Untung nomor kamu sudah ganti ya, Ya.""Hahaha, oke. Thanks ya. Eh, kayaknya aku akan jarang datang ke loundry-an. Anaknya pak Hasbi lumayan sensi kalau aku pergi-pergi. Ini aja aku gak boleh pulang.""Jadi nginep?" "Nginap kayaknya. Tapi misal aku mau minta cuti, harus nunggu Pak Hasbi libur. Dia sibuk banget soalnya. Maka dari itu, pantas anaknya kesepian dan suka ngambek kalau Pak Hasbi jarang di rumah.""Siplah.
Sama Mam sama Om juga. Mam nggak bisa pake mobil ini, Mam takut. Nanti kalau misal mobilnya nabrak gimana? Mam dimarahi Pap, nanti Mam pergi lagi. Hayo," bujuk Revan.Naura diam, lalu menengok ke arah Cahya. "Baiklah.""Nah, anak pinter. Yuk!"Arfan menggendong Naura dan membawa dia masuk ke dalam mobil. Cahya yang merasa lega, akhirnya ikut juga ke dalam mobil. Bukan ia tak bisa, jujur ia takut menaiki mobil yang harganya ber MM itu."Naura suka minta yang aneh-aneh ya?" tanya Arvan sambil mengemudi."Sejauh ini sih enggak. Sebenarnya tadi kalau Nau mau naik mobil yang lain, kita udah sampai kantor Pak Hasbi. Maunya minta pake mobil ini soalnya.""Nau memang suka mobil ini sejak lama. Dia yang meminta dibelikan ini saat ulangtahunnya dua tahun lalu dan nangis minta dibelikan. Dia bilang, mau beli ini buat Mamahnya.""Langsung dibelikan?"Arfan tersenyum. "Naura ini anak satu-satunya Kak Hasbi dengan mendiang istrinya. Sayang Kakak sama Naura ini, tak terhingga. Sampai detik ini, Kak
"Dari mana jam segini baru pulang?" selidik Hardian pada Silvia. Jam di tangannya menunjukan pukul 10 malam dan Hardian sangat geram melihat Silvia yang keluyuran tengah malam dan tak tahu waktu kapan harus pulang."Suka-suka aku, lah. Kamu aja yang pergi pagi pulang pagi, aku tanyain dari mana jawabnya nggak jelas. Jadi, jangan salahkan aku jika aku tiba-tiba pergi siang pulang malam. Yang penting, aku masih pulang dan bisa beli skincare buat nyenengin kamu."Silvia berlalu begitu saja tanpa memperhatikan dan memperdulikan tatapan wajah Hardian yang tidak suka. Hari ini ia menjanjikan pertemuan dengan rekan kerjanya dahulu saat di tempat karaoke.Ternyata keluar rumah, bikin mood Silvia mendadak kembali membaik. Bukan ia ingin menambah masalah baru, tetapi Hardian yang selalu saja membuat ia kesal dan akhirnya memilih suasana baru agar bisa menjalani kehamilan yang sehat.Sengaja ia menghindari dunia malam, demi bisa mendapatkan perlindungan atas kehamilan yang sengaja ia limpahkan p
Sebenarnya Silvia sangat lelah setelah hari ini ia bekerja kembali di tempat karaoke sebagai teman pengunjung lelaki. Ia terlalu lelah jika harus melakukan pemanasan terlalu lama dan memilih langsung to the point pada aktivitasnya dengan Hardian. "Tumben langsung?" tanya Hardian yang merasa jika Silvia tampak aneh ketika melayaninya."Ya kan kita baru baikan. Besok kalau Mas sudah menunjukkan sikap baiknya kembali, Silvia bakal servis luar dalam. Silvia ngantuk. Tidur dan jangan kebanyakan protes terus."Silvia membersihkan tubuhnya lalu kembali tertidur setelah dibuat lelah oleh Hardian.***"Belum dapat kerja, Mas?" tanya Sivia saat mendapati Hardian yang masih memakai celana boxer dan juga kaos oblong saat baru turun dari kamar. Silvia yang sudah menyiapkan sarapan, seperti kehilangan selera makannya melihat Hardian yang pagi ini tidak sesuai ekspektasinya."Udah. Tapi interview sore nanti," ucap Hardian santai."Kok sore?" tanya Silvia heran. "Memangnya Mas melamar pekerjaan di m