Rafael melangkah dengan tidak sabar menuju ke ruangan daddy Rayhan. Mengetuk pintu sekali dan langsung masuk meski belum dipersilahkan, kening daddy Rayhan mengerut bingung saat melihat wajah putra sulungnya yang tampak begitu marah.
“Ada apa, Rafa?”“Aku akan panggil suster Dessy dan suster Indri ke ruangan ini besok.”“Apa lagi yang mereka lakukan kali ini hingga membuat kamu begitu gusar?”“Mereka kembali menjelek-jelekkan Kirei lagi dan sialnya Kirei mendengar ucapan mereka untuk yang kedua kalinya! Untung aku ketemu Kirei, kalau nggak aku pasti gak akan tau kalau suster brengsek itu lagi-lagi menjelekkan istriku!”“Jadi apa yang mau kamu lakukan kepada kedua suster itu?”“Menurut Daddy bagusnya bagaimana?” Rafael balik bertanya.“Potong gaji? Skorsing? Teguran tertulis? Oper ke pelosok? Pemotongan cuti tahunan? Penurunan nilai DP 3?”“Aku pikir lebih baik teguran tertulis dan pemotongan cuti tahunan saja, Dad, agar mereka tidak berbuat seperti itAlice memaki kasar. Geram karena rencananya untuk kembali ke Jakarta harus berantakan karena ulah sponsor brengsek! “Marah? Tidak terima?” sindir Mr. Mark saat melihat Alice membanting handbagnya begitu saja.“Kenapa mereka mengubah jadwal seenaknya? Bukankah sudah kukatakan sejak lama kalau bulan ini aku harus kembali ke Jakarta?”“Kau bisa tanyakan langsung hal itu pada mereka.”“Bertanya?”“Hmm… bertanyalah dengan menggunakan tubuhmu seperti biasa. Bukankah itu keahlianmu sejak dulu? Selalu merangkak naik ke atas ranjang siapapun asalkan orang itu bisa memuluskan rencanamu?” hina Mr. Mark membuat Alice bergetar marah. Tidak terima.“Kau…”“Kenapa? Apa omonganku salah?”“Brengsek!”“Kaulah wanita brengsek! Kau pikir di dalam dunia ini bisa ambil cuti semaumu? Kau tau sendiri kalau jadwal kita begitu padat!”“Tapi kau sudah mengiyakannya!”“Aku memang setuju tapi tidak dengan pihak sponsor! Maka dari itu aku bilang lakukanlah keahlianmu
“Sakit! Pelan-pelan!” rintih Alice saat pria yang kesekian menggilir tubuhnya. Alice hanya bisa meringis perih saat kewanitaannya dihujam begitu dalam. Kasar. Tanpa jeda. Tanpa ampun. Dirinya hanya dianggap seonggok daging bernyawa untuk memuaskan nafsu liar para pria yang memiliki kedudukan tinggi untuk memuluskan kariernya! Tidak pernah menganggapnya seperti manusia sama sekali!Kali ini lagi-lagi Alice kembali memuaskan para pria bejat agar dirinya tidak didepak begitu saja setelah kembali ke Jakarta nantinya. Sumpah tubuhnya terasa begitu remuk. Sakit. Perih. Ngilu. Dan entah apalagi!“Shit! Fuck!” Alice tersentak saat tubuhnya dihentak semakin kasar dan milik pria tua di atasnya menghujam begitu dalam ke miliknya. Menyatu erat.“Arghh!” Rasa hangat kembali menjalari rahimnya saat pria itu menyemburkan lahar panasnya begitu saja. Alice hanya bisa berharap kalau alat kontrasepsi yang dipilihnya benar-benar manjur untuk mencegah kehamilan. Karena se
“Beb, aku mau makan strawberry cheese cake.”Rafael melirik jam di samping ranjangnya. Sudah jam 10 malam dan istrinya ini minta strawberry cheese cake? Beli dimana?“Besok pagi aku beliin ya?” bujuk Rafael, berharap istrinya mengerti namun Kirei malah menggeleng cepat.“Gak mau besok. Maunya sekarang. Ngeliat mereka makan itu kayaknya enak,” tunjuk Kirei kearah TV.‘Film sialan! Coba Kirei tidak nonton film ini pasti tidak akan minta beli cake itu!’ omel Rafael dalam hati.“Tapi ini udah malam, Bee. Mau beli dimana?”“Gak tau. Keliling cari aja yuk?” pinta Kirei dengan wajah memelas.Rafael menghela nafas pasrah dengan keinginan istrinya dan mengangguk. Berusaha memahami kemauan Kirei seperti nasehat daddynya kemarin. Lagipula Rafael tidak ingin membuat Kirei kembali kesal padanya. Takut tidak bagus untuk kesehatan bayi mereka. Jadi lebih baik menuruti apapun permintaan Kirei. Termasuk mencari strawberry cheese cake di jam 10 malam seperti ini! Ahh! Tuga
Rafael tidak menjawab dan malah mencium bibir Kirei dengan lembut. Rasanya masih begitu manis membuat Rafael tidak bisa berhenti dan melumatnya semakin ganas. Rafael sadar kalau Kirei meremas kaosnya dengan erat.“Bibir kamu manis, Bee. Aku suka,” ucap Rafael parau disela-sela pagutannya.Mengikuti nalurinya, Kirei membalas ciuman suaminya yang terasa semakin menuntut. Lidah saling beradu. Tangan Rafael dengan lihai membuka kancing baju istrinya. Kirei pun tidak melawan sama sekali karena jujur saja semenjak hamil Kirei merasakan gairahnya semakin besar.Jadi saat Rafael meminta haknya seperti ini, Kirei tidak akan menolak karena tubuhnya juga menginginkannya. Hanya saja Kirei khawatir, takut membahayakan bayi mereka.“Pelan-pelan, Rafa,” pinta Kirei.“Iya, Bee. Aku janji akan melakukannya perlahan. Aku tidak akan membuat kamu atau bayi kita merasa tidak nyaman,” balas Rafael lembut.Rafael menatap kearah
Kirei berkunjung ke rumah mamanya hari ini. Mama Inara menyambut kedatangan putrinya dengan senyum terkembang lebar, terlebih saat melihat perut Kirei yang sudah mulai membuncit.“Gimana kondisi kamu, Nak?”“Kirei baik, Ma.”“Calon cucu Mama?”“Sangat sehat. Mama jangan khawatir. Rafael bisa menjaga kami dengan baik.”“Syukurlah. Mama bisa lega mendengarnya.”“Kondisi Mama sendiri bagaimana?”“Sudah jauh lebih baik. Setidaknya meski hanya hidup dengan satu ginjal yang sehat, tapi Mama masih bisa beraktivitas, hanya saja tidak boleh terlalu lelah.”“Jangan mengerjakan hal yang terlalu berat, Ma. Minta bantuan bibi dan perawat ya? Kirei gak mau Mama sakit lagi.”“Iya, kamu tenang aja. Tapi kamu tau sendiri kalau nggak ngapa-ngapain malah jadi bosan kan? Jadi Mama tetap melakukan hal kecil untuk mengusir rasa bosan.”Kirei mengangguk mendengar ucapan mamanya, apa yang mamanya ucapkan barusan memang benar. Sejak dulu mereka sudah terbiasa hidup mandiri dan melakukan segala sesuatunya send
“Kamu suka dress yang mana, Bee?” tanya Rafael pada Kirei yang sedang menatap ke sekeliling, mencari dress yang disukainya.“Gak ada! Modelnya terlalu biasa. Yang ini cantik sih tapi terlalu terbuka, aku nggak suka!” jawab Kirei.“Mau coba cari ke tempat lain?” tawar Rafael, sudah tidak heran jika Kirei menyampaikan ketidaksukaannya secara blak-blakkan seperti barusan karena memang semenjak hamil istrinya ini menjadi lebih frontal.“Tapi aku capek!” keluh Kirei.“Kami memiliki koleksi terbaru yang belum sempat ditampilkan, apa anda berkenan untuk melihatnya, Nyonya?” tanya manager yang mendampingi Kirei, berinisiatif menawarkan produknya. Sayang kalau customer seroyal ini dibiarkan pergi ke tempat lain begitu saja.“Boleh!”Mereka diarahkan menuju salah satu ruangan tertutup. Kirei terkagum saat melihat ruangan yang tampak mewah, jauh berbeda dengan yang baru saja mereka singgahi. Di ruangan yang sekarang tampak sangat luas dengan kaca besar yang mengelilingi mereka, sehingga memudahk
Tiga puluh menit kemudian……Rafael dan Kirei sudah duduk didepan ratusan wartawan yang diundang khusus untuk hadir ke acara konferensi pers malam ini. Sedangkan daddy Rayhan, mommy Carol dan Reynard memutuskan untuk mengawasi keadaan dari belakang layar, tidak ingin menimbulkan pertanyaan karena tidak ada satupun anggota keluarga Kirei yang hadir.Jadi daripada menimbulkan spekulasi negative lebih baik hanya Rafael dan Kirei yang tampil di depan umum, kecuali saat jamuan makan malam nanti, setelah acara konferensi pers usai, barulah mereka bergabung.Tanpa kentara, Rafael selalu menggenggam tangan Kirei, berusaha menenangkan istrinya. Kirei tersenyum lembut dan mengangguk kecil, meyakinkan Rafael kalau dirinya baik-baik saja dan hal itu membuat Rafael lega. Setidaknya Kirei tidak larut dalam kekhawatirannya.“Selamat malam semuanya, sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesediaan kalian karena telah berkenan untuk hadir d
Selesai acara konferensi pers, Rafael menjamu para wartawan dengan hidangan lezat, hitung-hitung sebagai permintaan maaf karena telah menyembunyikan berita pernikahannya selama ini.Tidak jarang ada beberapa wartawan yang masih merasa belum puas dan berusaha mengorek informasi dari Rafael maupun Kirei, terlebih daddy Rayhan, mommy Carol dan Reynard juga muncul. Ikut bergabung kedalam acara santap malam ini.Namun bagaimanapun mereka mencoba mengorek informasi, tidak ada cerita baru yang dapat ditangkap membuat mereka capek sendiri hingga akhirnya menyerah.Rafael menatap Kirei yang sudah tampak lelah.“Mau pulang sekarang?”“Nggak usah, Beb. Aku masih bisa kok.”“Jangan memaksakan diri, Bee. Ingat bayi kita,” tegur Rafael.Kirei menunduk, menyadari kecerobohannya.“Sorry,” cicit Kirei.“Aku gak marah, Bee. Tapi lain kali jangan memaksakan diri, okay? Aku nggak mau kam