Arga tersenyum ketika melihat istrinya yang sudah sangat cantik dengan memakai dress selutut berwarna merah. Meskipun saat ini istrinya sedang dalam kondisi hamil namun istrinya terlihat semakin cantik dan juga menggoda.
Arga memandang jam yang melingkar di tangannya. "Kita berangkatnya nanti aja ya, ini masih panas sekali di danau." Arga memandang istrinya.
Nadira diam ketika mendengar ucapan suaminya tersebut. "Tapi Dira sudah siap-siap by. Kata hubby semalam, kita berangkat ke danau Toba pagi-pagi, Tapi kenapa sekarang kita tidak jadi berangkat?" Nadira bertanya setelah berpikir sejenak.
"Tadi kirain nggak panas, tapi ternyata matahari cukup terik." Arga berkilah.
Nadira tidak langsung percaya dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Ia harus membuktikan sendiri kebermanfaatannya. Dibukanya pintu kamar hotelnya yang menuju ke teras. "Sepertinya nggak by." Nadira berdiri di tera
Lola seakan ingin mati, saat tangan Edwin mencekik nya dengan sangat kuat. Ia terbatuk-batuk ketika tangan pria itu terlepas dari lehernya."Ini baru peringatan yang aku berikan. Bila kau membuat rencana ku gagal, aku akan mematahkan lehermu. Aku tidak ingin tau, kau harus membuat Arga jatuh di pelukan mu. Bila tidak, bukan hanya karir mu yang akan hancur, keluarga mu bahkan nyawamu yang akan aku cabut" Ucap Edwin."Iya Om aku janji jawab Lola. Air matanya menetes dengan wajah yang sudah begitu amat merah. Kesempatan hidup yang diberikan oleh pria itu akan dimanfaatkannya sebaik mungkin."Dulu dia mencintaimu, namun kau sibuk dengan karirmu. Sekarang kau lihat ini." Edwin marah dengan menampar wajah Lola dengan sangat keras.Lola menangis memegang pipinya. Karena ambisinya yang sibuk mengejar popularitas, sehingga membuat pria yang seharusnya sudah jatuh ke tangannya sekarang seakan terle
Arga memeluk istrinya dari belakang. Ketika mereka berada di atas kapal pesiar.Nadira memutar kepalanya dan memandang suaminya. "Dira nggak pernah menyangka bisa naik kapal pesiar seperti ini." Nadira tersenyum."Setelah semua urusan hubby selesai, kita akan sering melakukan jalan-jalan seperti ini." Arga tersenyum, dirinya sudah berniat untuk menyatakan keberadaan Nadira apabila dan memberitahu ke media bahwa dirinya sudah menikah dan akan memiliki anak dengan Nadira.Nadira tidak pernah tahu tentang urusan apa yang dimaksud suaminya. Begitu sangat sedikit yang diketahuinya tentang Suaminya tersebut. Namun Nadira bisa mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud suaminya urusan dengan istri pertamanya. Apa yang diucapkan suaminya, sungguh membuat dirinya merasa sangat bahagia. Ditatapnya wajah suaminya dengan penuh tanda tanya. Apa benar suaminya akan mengakui bahwa dirinya adalah istri dari
Arga keluar dari dalam villa. Ia memilih duduk di kursi santai di tepi danau. Pria itu mengepalkan tangannya menahan rasa emosinya. Tidak sabar sekali Arga menunggu kiriman video dari Iswandi. Sedetik Saja terasa begitu lama untuknya. "Mengapa lama sekali?" Arga berkata dengan sangat kesal. Pria itu terus menatap layar ponselnya.Dengan sangat cepat Arga membuka kirim Video dari Iswandi yang baru saja masuk di notif Whatsapp nya. "Hanya mengirimkan ini saja lama sekali." Arga berkata dengan sangat kesal.Arga memandang Edwin yang duduk di ruangan VIP di sebuah coffee shop. Tidak lama pintu ruangan itu terbuka, ia melihat Lola masuk ke dalam ruangan tersebut. Darahnya mendidih ketika mendengar percakapan Edwin bersama dengan Lola. Ia mengepalkan tangannya guna melampiaskan rasa kekesalannya. Arga tidak tahu Apa alasan Edwin memerintahkan Lola untuk mengandung anaknya. Emosinya semakin memuncak ketika melihat seorang pria yang masuk ke d
Edwin masuk ke dalam mobilnya. Ia duduk dengan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil. Edwin begitu sangat pusing memikirkan apa langkah selanjutnya yang harus dilakukannya. "Apa kusingkirkan saja Arga?" Edwin memikirkan langkah tercepat untuk menyelesaikan permasalah yang sudah sekian lama terencana, namun tidak juga menunjukkan titik penyelesaian."Aku sudah tidak bisa lagi mengandalkan wanita itu. Dia hanya akan membuat rencanaku gagal. Tidak masalah bila Arga tidak memiliki keturunan. Bila aku menyingkirkannya aku akan meyakinkan Luna bahwa aku sangat mencintainya dan akan menjadi pelindungnya. Dengan cara seperti ini, seluruh harta yang dimiliki keluarga Raditya bisa aku kuasai. Sedangkan Andrea dia hanyalah butiran debu yang begitu sangat mudah disingkirkan." Edwin tersenyum penuh kemenangan ketika membayangkan apa yang sudah direncanakannya akan berhasil. Dirinya akan mendapatkan semuanya. Ia akan mendapatka
"Kenapa lewat jalan sini?" Lola bertanya ketika mobil yang dikemudikan oleh orang suruhan suaminya tidak mengarah ke bandara."Kita pakai jalan pintas nyonya, tuan Arga meminta agar anda secepatnya bisa sampai di bandara, ini adalah jalan pintasnya," jelas pria yang duduk di samping kemudi.Lola begitu sangat percaya ketika mendengar ucapan pria tersebut. Ia sangat tidak sabar ingin bertemu dengan Arga, sehingga dirinya tidak mempermasalahkan orang suruhan suaminya memilih Jalan pintas guna mempercepat dirinya sampai di bandara."Kena berhenti di sini?" Tanya Lola ketika mobil itu berhenti di depan rumah yang berpagar besi berwarna hitam."Saya baru mendapat pesan dari tuan Arga, katanya saya disuruh menjemput barang di sini," ucap pria itu."Kalau begitu cepatlah." Lola berkata dengan sangat tidak sabar.Mobil ters
"Apa kau masih bisa mengelak dengan apa yang telah kau lakukan kepada Almarhum tuan Thomas?" Tanya Iswandi.Edwin diam tanpa menjawab. Edwin kemudian mengangkat wajahnya dan tertawa lepas memandang wajah Iswandi. "Apa kau tahu bahwa bukan hanya Thomas yang sudah aku bunuh tapi juga sekretarisnya yang bodoh itu. Pria bodoh itu, begitu sangat suka membuat rencana aku berantakan. Seharusnya, aku sudah bisa menyelesaikan masalah ini sejak lama, namun si Riyan selalu menggagalkan rencana yang sudah aku buat. Dia memberi usul untuk mengamankan Arga dan Andrea ke Rusia." Edwin tertawa lepas. Apa yang dilakukannya sungguh memang ingin memancing emosi pria yang memiliki sifat tenang tersebut. Melihat watak dan kepribadian Iswandi begitu sangat mengingatkan Edwin terhadap Riyan. Sikap dan perilaku Iswandi sangat mirip dengan papanya. Tenang, santai namun begitu sangat cerdas.
10Edwin duduk dengan tubuh yang terasa amat lemah. Ia menahan rasa sakit yang luar biasa. "Di saat aku melakukan hal yang begitu sangat kejam terhadap orang-orang yang setia Thomas, aku tidak pernah memikirkan bahwa aku akan mengalami hal yang sama. Aku tidak pernah percaya dengan yang namanya hukum karma. Namun ternyata hukum karma itu ada." Edwin berkata di dalam hatinya. Penyiksaan yang dulu dilakukannya terhadap Thomas dan orang-orang kepercayaan Thomas, kini dirasakannya. Edwin hanya duduk di kursi penyiksaannya dengan kepala yang terkulai lemas dan tertunduk. Dirinya tidak bisa membayangkan seperti apa bencinya Luna terhadapnya. Bukan mati yang ditakuti Edwin tapi kebencian dari wanita yang begitu sangat dicintainya. Bagaimana Luna yang begitu sangat kecewa dan juga marah terhadapnya. Membayangkan ini semua membuat dirinya semakin tak berdaya.Berbagai macam pikiran yang ada di benak kepalanya kini buyar sudah ketika mendengar suara tapak sep
Edwin hanya diam merasakan perih di hatinya. Selama ini, dirinya selalu berharap bisa merebut hati Luna. Ia begitu sangat sabar mendapatkan cinta wanita itu. Namun saat ini, Edwin benar-benar menyadari, bahwa cinta wanita itu hanya untuk sahabatnya."Tidak ada gunanya lagi yang membuat aku bertahan untuk hidup. Aku tidak akan sanggup menghadapi kebenciannya terhadap ku." Edwin berkata di dalam hatinya.Edwin mengangkat kepalanya, ia berusaha memandang Arga yang berdiri di depannya. "Aku yakin kau pasti lebih puas bila aku mati," Dirinya berharap harga mau mencabut nyawanya. Karena hidupnya yang sudah tidak berarti.Arga menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin kau mati dengan enaknya. Aku tahu, kau menginginkan hal itu kan? Aku ingin kau membayar semua p