Menoleh kesamping menatap punggung Marni yang sedari tadi meringkuk sembari menangis sesenggukan. Semakin lama suara isak tangis Marni membuat Ridho mulai geram. Setiap kali menyentuh wanita parubaya tersebut selalu ada tangis air mata, entah salahnya di mana yang jelas ia begitu kesal. Setiap gerakan tidak pernah seirama dengan gerak tubuh seolah tak dapat menikmati setiap sentuhan. "Apa kamu merasa keberatan melayaniku, Marni?" Tanya Ridho sedikit kesal.Tak ada jawaban dan isak tangis mulai mereda. Marni takut jikalau sampai kejadian beberapa bulan lalu kembali terjadi padanya. Menjadi momok paling mengerikan seumur hidup, bahkan tidak akan pernah terlupakan. Kebrutan Ridho beserta teman brandalannya itu ssngat menorehkan kengerikan sehingga truma berkepanjangan."Jawab aku jangan hanya diam saja? memang kurang apa sampai kamu tidak menikmatinya sama sekali?" Lagi lagi tak ada jawaban hanya isak tangis terdengar lirih.Mendengar nada bicara Ridho mulai meninggi, jelas Marni merasa
"Katakan apakah semua yang di katakan Ridho itu benar?" Menatap tajam mata sang istri dengan kedua tangan mengepal erat. Tabiat buruk Marni tidak selamanya tertutup rapat pasti akan ada celah bagi kebenaran mengungkap segalanya.Mencengkeram dagu Marni "Berani sekali kamu mempermainkan hubungan kita. Apa kamu sudah bosan hidup, ha?" Seketika Dono tidak dapat mengontrol amarah dalam hatinya, mengingat Marni tidak membantah bahwa dia dan Ridho telah berhubungan badan. Hanya pembelaan diri saja tentu tidak cukup membuat Dono kembali percaya.Marni terus berupaya meyakinkan Dono bahwa semua perkataan Ridho tidaklah benar. Segala alasan telah ia coba rangkai demi menutupi hubungan asmara terlarangnya itu. "Percaya padaku, mas. Semua hanya karangan Ridho semata demi terlepas dari kesalahannya. Sebenarnya dia yang telah membuatku sampai masuk rumah sakit beberapa bulan lalu. Dia bersama tiga teman brandalnya telah menodai diriku, mereka telah menyakiti harga diriku (Terisak). Sumpah demi Tuh
Beberapa saat kemudian. Aku berusaha membangunkan ibu Marni dengan susah payah, tetapi beliau tak kunjung sadarkan diri. Karena mas Ridwan sedang pergi entah kemana akhirnya kuputuskan mencari bantuan para tetangga "Pak, bu tolong bantu saya angkat ibu Marni ke dalam kamar. Beliau jatuh pingsan. Tolong saya pak, bu saya mohon." Dengan panik aku meminta tetangga samping rumah, namun mereka menolak sampai pintu rumah langsung mereka tutup rapat. "Mungkin kalau bukan si nenek lampir itu kita sudah pasti bantu mbak Rika, tapi kalau si nenek lampir itu kita nggak perduli. Biarkan saja dia bantu dirinya sendiri, toh selama ini dia tidak pernah bersikap baik terhadap tetangga. Dia kira hidup bisa sendiri? Sekarang baru tau rasa dia..." Ucap tetangga tadi kepada suaminya.Sang suami mengintai dari tirai jendela "Bapak juga kasihan sih buk lihat Neng Rika lari kesana kemari meminta bantuan, tapi mengingat perilaku si Marni bikin ubun-ubun serasa mendidih. Bapak ingat waktu dulu anak kita sakit
Beberapa hari kemudian. Hari demi hari terasa sesak memenuhi dada, setiap menitnya tak kuluangkan waktu untuk tidak mengawasi gerak gerik ibu Marni dengan suamiku. Rasa ini sangat memberatkanku, hati was-was membebani pikiran."Sampai kapan kewarasanku di uji coba oleh rendahnya kepercayaan? Rasa ingin kusudahi prasangka ini, akan tetapi hati tak mampu aku kuasai. Sungguh aku tak bisa menahan sakitnya lagi." Memeluk diri sendiri adalah pilihan akhir setelah bersedih. Yang bisa di lakukan wanita yatim piatu seepertiku tidak lain hanya menguatkan diri sendiri, tanpa ada sandaran bahu ternyaman. Seandainya saja kedua orang tuaku masih bersanding bersamaku, akan kupastikan lukaku telah terbagi dengan mereka."Tuhan, sampaikan pada mahluk-Mu yang telah Engkau ambil dariku, katakan pada mereka bahwa aku sangat merindu." Air mata perlahan membasahi pipi.Memang selama beberapa hari ini setelah ibu Marni kembali tinggal bersama kami, tidak sekali pun kulihat mas Darwin berbicara dengan belia
Kabar kembalinya ibu Marni langsung mencuat sampai ke seluruh komplek. Semakin hari para warga banyak memberiku nasehat agar tidak kembali menerima beliau tinggal di rumah kami. Bukan tanpa sebab, mereka banyak mempertimbangkan tentang hubungan gelap mas Darwin dengan ibu tiruku tersebut. Namun, semakin keras para tetangga memperingatiku maka semakin besar pula rasa gelisahku. Andaikan isu itu tidak pernah ada mungkin kehidupan kami tidak akan seperti sekarang. Sebelum adanya isu perselingkuhan itu kami bertiga hidup bahagia, tanpa ada rasa curiga atau pun cas sama sekali. Setelah semua terjadi barulah keharmonisan dalam keluarga kecil kami mulai terusik. Aku sangat tidak nyaman. Ingin sekali kubungkam mulut-mulut pedas tetanggaku itu, akan tetapi di sisi lain hatiku mulai goyah kembali. Segelintir orang mengatakan padaku bahwa beberapa kali kerap melihat ibu tiriku keluar masuk rumah kami ketika aku sedang tidak di rumah. Semua orang seolah telah mengetahui dengan mata telanjang tent
"Sial....rumah tangga gue jadi hancur semua karena ulah si Marni. Sumpah gue nyesel udah cerai sama Sari padahal dia wanita baik-baik. Dia tidak pernah mengeluh meski dalam kesulitan sekali pun. Akankah dia mau menerima gue kembali? Ah....pasti dia sangat membenciku sekarang." Setelah semua berakhir baru ia sadari bahwa cinta tidak cukup di pupuk dengan rasa saling suka, melainkan juga harus memilih hati mana yang tepat menerima segala kekurangan. Cinta tidak hanya mencari kesempurnaan melainkan menyempurnakan pasangan masing-masing.Sudah hampir setengah jam Dono mondar mandir di halaman rumah mantan istrinya, dengan sesekali melihat ke dalam rumah. Pintu rumah terbuka tapi tidak menunjukkan ada tanda orang di dalam. Biasanya ada suara tangis riuh anak kecil kini senyap seperti tidak berpenghuni. Terkadang kaki ingin melangkah masuk tapi malu dengan semua yang terjadi. Semua kesalahan telah ia tanam kepada keluarganya hanya demi seorang perusak. Pada akhirnya yang rusak bukan orang l
Hari ini aku terpaksa harus meninggalkan mas Darwin selama beberapa hari, karena ada tugas yang mengharuskan aku pergi sementara waktu. Atasan baruku mengutusku ikut bersamanya mengunjungi kantor cabang di luar kota. Ada sedikit masalah kecil disana. Sebagai pegawai aku tidak mampu menolak perintah atasanku itu. Atasan baruku terbilang sangat keras, ambisius, dan juga konsisten. Jika di banding dengan atasan lama, dia jauh lebih mengerikan, meski begitu apa boleh buat seorang pegawai sepertiku hanya mampu menerima perintah tanpa mampu menolak. Dengan berat hati aku meninggalkan rumah dan kepercayaan tinggi kepada suamiku. Aku berharap mas Ridwan tidak mematahkan kepercayaanku kali ini, dan semoga saja rasa curigaku hanya sebatas ketakutan belaka bukan kenyataan. Sejernih apa pun hati manusia kalau mengenai cinta yang tadinya jernih akan menjadi keruh. Hati dan juga pikiran adalah permainan hidup semua manusia pasti akan merasakan keruhnya hati juga pikiran jikalau dia tidak mampu memb
"Darwin....." Lirih seorang tak asing.Sesampainya di rumah, Darwin terkejut melihat sosok Marni tengah berdiri depan pintu kamar sembari meliuk badan seolah menggodanya. Baju super tipis memperlihatkan bentuk tubuh seorang wanita jelas membuat mata tak berhenti menatap. Darwin si pria hidung belang langsung menghampiri Marni "Kamu menggodaku? berani sekali...." Tanpa tunggu lama Darwin pun memapah tubuh Marni masuk ke dalam kamar. Antara lupa dan pura-pura lupa dengan janji yang baru saja ia katakan. Nyatanya ia tidak mampu mengendalikan diri untuk menepati janji. Kebanyakan pria tukang selingkuh tidak akan berhenti mendua sebelum karma turun tangan. Bohong jika dia bilang akan meninggalkan selingkuhannya demi mempertahankan hubungannya denganmu, karena pria terlahir sebagai imam merasa berhak di makmumi oleh banyak orang, sedangkan makmum harus menurut apa kata imam. Itu prinsip pria kepala batu. Imam tidak harus memiliki banyak makmum terkadang satu makmum saja sudah cukup, tidak a