"Nak Yoseph!" Panggil Bude Maria, tetapi karena fokus menatap wanita dengan babynya, panggilan bude luput dari pendengaran Yoseph.
"Nak Yoseph!" Bude Maria mengulangi panggilannya seraya senyum kecil tercetak dibibirnya.
"Ya..ya... Bude" sahut Yoseph dengan ekspresi wajah dan suara yang gugup, karena dia takut. Apa yang dilakukannya ketahuan oleh Bude Maria.
"Ada apa? Bude manggil nggak dengar, apa ada yang menarik? Sehingga telingamu menjadi tuli?" tanya Bude Maria dengan menggodanya.
Yoseph hanya bisa menampilkan senyum kikuk, jemari tangannya menggaruk-garuk tengkuknya.
"Kau menyukainya?" tanya Bude Maria to the point.
"Siapa Bude?" tanya Yoseph .
"Sarah?" ujar Bude Maria sembari tersenyum.
"Tidak Bude!" Ucap Yoseph dengan cepat.
Lagi-lagi Bude Maria tersenyum, melihat penyangkalan rasa suka terhadap Sarah yang ditanyakan oleh bude Maria. Bukan tidak tahu, bahwa yang diamati oleh Yoseph bukan Sarah
Karena keinginan Arumi, akhirnya Alex dan Leo ikut jalan-jalan kepantai. Walaupun sebenarnya, Alex tidak ingin ikut. Sejak kejadian di kantor, Papa Alex tidak berbicara dengan Alex. Adam Samudra menganggap keberadaan Alex tidak ada, hanya Mamanya. Lita yang masih mau berbicara dengan Alex, walaupun berbicara seadanya saja."Lex, apa Om masih marah?" tanya Leo."Hemh" jawab Alex."Tante?" tanya Leo."Mama, masih mau sedikit berbicara. Papa, melihat wajahku saja sepertinya. Papa tidak mau " kata Alex."Sabar, kemarahan Om dan Tante tidak akan selamanya. Jika nanti, Rania sudah ditemukan. Kemarahan Om dan Tante pasti reda" kata Leo."Bagaimana dengan perkembangan pencarian Rania?" tanya Leo."Belum ada kabar, Jesi juga tidak pergi kemana-mana. Dia hanya kekantor dan pulang ke rumah" ucap Alex."Aku juga tidak bisa bantu banyak" kata Leo."Leo, bagaimana jika orang yang mencari keberadaan Andre saat itu ditarik
Hoek...Hoek..Hoek.. Tangisan baby Devan, membuat Rania sedih dan khawatir. Karena baby Devan tidak pernah menangis seperti saat ini. "Kasih susu Ran" ujar Bude Maria, saat dalam perjalanan menuju rumah sakit. Baby Devan kembali menangis. "Tidak mau Bude, baby Devan menolak untuk menyusu" ujar Rania, dibarengi suara sedih. "Apa AC mobil terlalu dingin mbak?" tanya Niko dari depan. "Tidak mungkin Niko, mbak saja keringatan ini" ujar Rania. "Sini Bude gendong" Bude Maria mengambil alih baby Devan dari tangan Rania. Hoek.. Hoek.. Baby Devan tetap terus menangis, walaupun sudah ganti yang menggendongnya. "Dedek, sabar ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit, apa yang sakit " ucap Niko. Sepertinya, baby Devan mendengar apa yang dikatakan oleh Niko. Baby Devan diam seketika. Bude Maria bersenandung sembari menggendong baby Devan, dan terlihat. Baby Devan merasa nyaman, da
Rania menyelesaikan sarapan pagi yang dibawa Sarah kedalam kamarnya dengan cepat, dia takut. Baby Devan bangun, dan rewel kembali.Begitulah, jika sudah punya baby. Apa-apa yang dilakukan, selalu dilakukan dengan cepat. Apalagi jika baby sedang sakit, seperti yang terjadi pada baby Devan. Yang tidak mau diletakkan.Setelah selesai menyantap sarapan paginya, Rania berniat membawa nampan yang sudah kosong keluar dari dalam kamar. Didepan pintu dia bertemu dengan Bude Maria."Mau kemana Ran?" tanya Bude."Mau kedapur Bude, mau cuci ini" Rania menunjukkan nampan berisi sarapan paginya, yang dibawakan oleh Sarah."Bagaimana Devan?" tanya Bude seraya berjalan menuju box bayi.Bude Maria mengulurkan tangannya, untuk menyentuh kening baby Devan."Sudah tidak hangat lagi Bude" jawab Rania."Baguslah, sudah. Biar Bude yang jaga, kalau Rania mau keluar" kata bude Maria seraya menarik kursi, kedekat box baby Dev
Jantung Arumi berdetak kencang, begitu mengenal suara yang memanggilnya. Walaupun hanya suara yang baru didengarnya, tapi dia tahu. Suara siapa yang yang didengarnya. Suara itu, suara yang sudah lama tidak didengarnya. "Andre? Kenapa dia berada dirumah sakit ini? Apa dia membututi aku?" Arumi melangkah cepat, tetapi tangannya dipegang oleh yang punya suara. "Lepas!" seru Arumi, sembari menghentakkan tangan yang memegangnya. "Izinkan aku bicara, please!" Mohon Andre. "Untuk apa? apa belum cukup sakit yang kau torehkan itu. Apa kau ingin membuat pengakuan, bahwa kau dijebak? Sudahlah, aku tidak ingin mendengar apa pun lagi. Hubungan kita sudah usang, tidak akan bisa kembali lagi. Hubungan kita itu seperti kaca, sudah retak. Walaupun bisa direkatkan lagi, tapi tidak bisa sempurna lagi. Lanjutkan hubunganmu dengan Mia, kalian sungguh cocok. Sama-sama penghianat!" Ketus Arumi mengungkapkan isi hatinya. Andre han
"kau ingin menghindari siapa? Sehingga kau ingin melakukan penyamaran?" tanya magda kepada Jesi. Jesi menceritakan, apa yang dialami oleh Rania kepada Yulia dan magda. Tapi dia tidak menceritakan, siapa pria yang telah membuat Rania mengalami itu semua. Apa yang akan dikatakan oleh Yulia dan magda, jika mengetahui. Bahwa pria yang mereka beri umpatan adalah Boss tempat mereka bekerja saat ini, yaitu Alexander Bayu Samudra. "Gila pria itu! Kalau aku yang mengalaminya, sudah pasti. Aku akan mendatangi keluarga, aku akan menceritakan tentang kelakuan anak laki-lakinya!" seru Yulia dengan bersemangat. "Betul! Aku akan mempermalukan pria itu, aku akan beri tendangan ke alatnya itu. Main coblos saja, dan tidak mau bertanggung jawab, terbuat dari apa otak pria itu ?" ucap Magda. "Kenapa temanmu itu tidak minta pertanggungjawaban? orang itu harus bertanggung jawab kepada anaknya, enak saja. Buat anak mau, tapi disuruh bertanggung
Jesi terus menggoda baby Devan, yang malu-malu melihatnya. Baby seusia baby Devan sudah mulai menandai orang yang selalu dilihatnya, dan saat melihat Jesi yang baru dilihatnya. Baby Devan terlihat malu-malu."Baby, ini onty sayang" Jesi berusaha untuk membujuk baby Devan.Baby Devan terus merundukkan wajahnya, didada Rania. Sesekali dia melirik kearah Jesi."Kau sih..! Lama tidak datang, kau bertemu baby Devan waktu dia baru lahir. Sekarang, Devan sudah lima bulan. Dia sudah milih-milih orang" kata Rania."Maaf ya Devan ganteng, onty sibuk kerja. Kalau onty tidak kerja, onty tidak bisa beli semua oleh-oleh yang onty beli untuk Devan ganteng" kata Jesi."Oh..iya, onty lupa ini." Jesi mengambil satu paper bag, dan mengeluarkan isinya."Ini untuk Devan yang ganteng" Jesi memberikan mobil-mobilan yang dibelinya untuk Devan.Devan hanya memandang main yang berada ditangan Jesi, dia tidak mengambiln
"Bibirmu berkata benci, tapi hatimu berkata lain" kata Jesi. Rania menatap wajah sahabatnya tersebut. "Jesi, kalau kau dalam posisi sebagai aku. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Rania. "Kalau aku, begitu dia tidak datang saat pernikahan. Aku akan mencarinya sampai ke lubang semut sekalipun, setelah ketemu. Aku akan bertanya, kenapa dia begitu kejam. Setelah itu, aku akan memberikan hadiah yang tidak akan dilupakannya seumur hidup. Yaitu, aku akan mencincang kelaminnya itu" ucap Jesi dengan nada suara yang emosional, dan menggebu-gebu. "Hahaha! Kau ingin memotong alat kelaminnya?" Rania tertawa mendengar perkataan Jesi yang sangat sadis. "Iya, biar dia tidak bisa lagi membuat baby-baby Devan yang lain. Diluar sana!" seru Jesi. "Kasihanlah Jesi" kata Rania sambil tersenyum kecil dibibirnya. "Kau masih kasihan kepada orang yang tidak ada otak itu, hatimu sungguh mulia se
Suara langkah dibelakangnya semakin terdengar jelas, jantung Rania berdetak dengan cepat. Badannya serasa ingin luruh keatas lantai, Rania ingin berlari dari tempatnya berdiri. Namun, tenaganya seperti hilang. Untuk mengangkat kakinya saja Rania merasa berat, apalagi untuk berlari."Ran..!" suara pria yang ingin dilupakan oleh Rania semakin dekat jaraknya, dan Rania merasakan ada tangan yang menyentuh pundaknya.Rania menggerakkan pundaknya, agar tangan Alex tidak bisa menyentuhnya. Dan Rania memajukan langkah kakinya selangkah."Pergi!" Lirih terdengar suara Rania, hingga pria yang berada dibelakangnya sayup-sayup mendengar suara gadis yang sudah disakitinya."pergi..!" Ulang Rania lagi dengan suara yang bergetar."Aku merindukanmu " ucap Alex, dia tidak mengindahkan pengusiran yang keluar dari mulut Rania."Ran.." panggil Alex."Ada apa mbak?" Niko yang datang dari dalam mendek
Setelah dua Minggu berada dalam perawatan rumah sakit, Alex diizinkan untuk pulang. "Akhirnya, mas bisa pulang," ujar Alex. "Mas, baring saja ya. Pasti letih dalam perjalanan dari rumah sakit," ujar Rania. "Mas mau duduk dibalkon saja, mas rindu melihat langit." Alex menolak, saat disuruh istirahat oleh Rania. "Apa mas tidak letih?" tanya Rania. "Tidak sayang," ujar Alex. Blush.. Pipi Rania merona merah, saat mendengar ucapan sayang yang keluar dari mulut Alex. Perkataan yang dulu sering diucapkan Alex saat mereka masih pacaran. "Sudah lama aku tidak melihat wajah malu-malumu sayang," ujar Alex. "Ih..mas Alex, ayo. Biar Rania tuntun ke balkon. Katanya mau duduk diluar," ujar Rania. Rania memegang Alex yang berjalan masih lemah, dan membantunya untuk duduk. "Sini sayank," ujar Alex dengan menepuk kursi si sisinya. "
Pernikahan Rania sudah memasuki hari Minggu, Rania masih tidak bisa menunjukkan sikap hangat yang ditunjukkan oleh Alex. Setiap malam, Rania tidur bersama Devan dikamar sang putra. Dan tiap malam juga, Alex selalu mengangkat Rania unt
Alex terus mengirim video panas antara dirinya dan Rania, entah darimana Alex mendapatkan nomor ponselnya Rania. Sesaat, Rania tidak mengindahkan apa yang dilakukan oleh Alex. Tapi lama-kelamaan, pikiran Rania kacau. Beban pikiran membuat dia tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik, apa yang terjadi pada Rania tidak lepas dari pengamatan orang-orang disekitarnya. Hubungan dengan Yoseph semakin dekat, tetapi video yang dikirim oleh Alex semakin panas. Membuat pikiran Rania bercabang. Derrtt.... Bunyi ponsel Rania bergetar. "Apa lagi yang dikirim oleh orang sinting itu." Ngedumel Rania, karena matanya yang baru ingin terpejam. Kini terbuka kembali. Karena pesan yang dikirim oleh Alex, sudah dua kali Rania mengganti nomor ponselnya. Tetapi, Alex mendapat nomor ponsel barunya. Dan video panas terus dikirim oleh Alex, sampai Rania tidak ingin menggunakan ponselnya. Rania curiga, ada orang dalam yang memboc
Rania duduk di ranjang, di sampingnya. Baby Devan tidur dengan nyenyak. Pintu terbuka, dengan masuknya Bude Maria. "Mereka sudah pulang," ucap Bude Maria, tanpa ditanya Rania. "Bagaimana?" tanya Bude Maria. "Bagaimana apanya Bude?" balas Rania yang bertanya. "Alex ingin mengakui putranya. "Tidak Bude, sampai kapanpun, Rania tidak akan mengenalkan dia kepada Devan. "Jangan mengambil keputusan dengan emosional, itu tadi, mengenai pernikahan. Apa Rania sudah menerima lamaran Nak Yoseph?" Rania terdiam, dia bingung menjawabnya. Tadi dia mengatakan itu, karena emosi kepada Alex. "Jangan paksakan menerima lamaran Alex, jika tidak ada rasa didalam sini," ucap Bude sembari memegang dadanya. *** Alex masuk kedalam hotel dalam keadaan marah, me
"Apa..!? teriak Jesi dari sambungan telepon, hingga memekakkan telinga Rania. "Jes, pelankan suaramu..!" seru Rania. "Kau sungguh-sungguh di lamar Yoseph?" tanya Jesi, yang tidak percaya dengan apa yang baru di sampaikan oleh Rania. "Serius, untuk apa aku berbohong. Bagaimana Jes? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Rania. "Untuk apa kau pikirkan lagi, terima. Kau harus menerima lamaran itu.." ucap Jesi dengan bersemangat. "Tapi aku tidak mencintainya, Jes.." ucap Rania. "Belum, kau belum mencintainya. Tapi tidak mungkin kau tidak akan mencintainya, Yoseph orangnya sudah matang. Dia tidak akan seperti orang itu, yang akan mempermainkan wanita," ucap Jesi dengan lantang. Mendengar perkataan Jesi, Rania terdiam. "Duh.. kenapa aku menyebut laki-laki itu." batin Jesi. "Ran..!" Panggil Jesi. "Rania..!" Panggil Jes
Leo menatap wajah Alex, kemudian menghela napas. "Ada apa? apa hasilnya? apa bukan anakku?" tanya Alex dengan nada suara yang lemas dan khawatir. Leo memberi surat hasil DNA yang telah dibacanya kepada Alex. "Apa hasilnya? Katakan saja," ucap Alex yang takut untuk membacanya, karena hasilnya tidak sesuai dengan apa yang ada didalam pikirannya. "Baca sendiri." Leo memberikan surat tersebut kepada Alex. Alex menerimanya dengan tangan gemetar, matanya terbelalak. Setelah membaca hasil tes DNA tersebut. "Putraku Leo, dia putraku..!" seru Alex dengan tidak percaya, apa yang tertera didalam surat hasil tes DNA tersebut. "Ya, dia putramu. Putra yang tidak kau ketahui keberadaannya, seorang putra yang kehadirannya keduniaan ini diakibatkan oleh dendammu pada orang yang tidak bersalah," ucap Leo. Deg. Hati Alex sakit, mendengar apa yang dikatakan
"Mas, toko roti tutup," ucap Sarah pada Alex dan Leo, karena mengira keduanya ingin ngopi."Tutup ya Mbak, kami ingin istirahat sekaligus ngopi. Karena kami dengar, roti di toko ini sangat terkenal dengan kelezatannya," ucap Leo.Alex menatap wajah bayi yang berada dalam gendongan Sarah."Aku sepertinya sangat familiar dengan wajah bayi ini, mirip siapa ya?" pertanyaan dalam benaknya Alex."Mamamam...!" Baby Devan mengeluarkan ocehannya."Mau mamam ya?" tanya Alex seraya menggenggam jemari kecil baby Devan."Cakep anaknya ya mbak?" tanya Leo."Bukan anak saya mas, ini anak majikan saya," ucap Sarah.Deg..."Majikan?" tanya Alex."Lex" Leo memberi tanda, agar Alex tidak menanyakan secara gamblang pada Sarah."Biar aku" ucap Leo dengan suara yang pelan."Sangat ganteng ya," Leo mengusap-usap rambut baby Devan, setelah mengusap-usapnya. Leo melihat, ada beberapa helai rambut baby Devan ditangannya. Leo
Bude Maria dan Yoseph, masih berbincang di luar ruang rawat inap Rania.Tiba-tiba..."Bude..! Mas Yoseph..!" Suara Naila memanggil keduanya, dari depan pintu."Ada apa!" Sahut Bude dengan seraut wajah khawatir, dia takut ada apa-apa dengan Rania."Mbak Rania sadar..!" Seru Naila.Bude Maria dan Yoseph bergegas masuk kedalam kamar tempat Rania dirawat.Bude Maria bergegas menuju ranjang, tempat Rania terbaring. Dengan infus terpasang ditangannya."Bagaimana Ran..?" tanya Bude Maria."Pusing Bude, ini di mana?" tanya Rania saat menyadari, dia tidak didalam kamarnya."Ini rumah sakit Ran." beritahu Bude Maria."Rumah sakit? aduh..!" Rania memegang keningnya, matanya terpejam."Kenapa Ran..?" tanya Bude.Mana yang sakit Ran?" tanya Yoseph.Rania membuka matanya, dan melihat kearah asal suara."Mas Yoseph, Na
Berita kedatangan Alex menemui Rania, sampai ke telinga Jesi. Dengan wajah yang marah, Jesi turun dari mobilnya. Dan langsung menuju keruang kerja Alex."Dia pasti membututi aku, bodohnya aku. Hingga tak menyadari, aku diikuti.." Jesi teramat kesal pada dirinya, hingga Alex bisa mengetahui keberadaan Rania.Sampai didepan ruang kerja Alex, Jesi langsung menghampiri meja kerja sekretarisnya."Apa Boss ada ?" tanya Jesi kepada sekretaris Alex, yang bernama Vania."Maaf, Boss hari ini tidak masuk kantor" jawab Vania, sekretaris Alex."Siall..!" kesal Jesi."Kurang ajar orang itu" umpat Jesi."Pak Leo, apa dia ada ?" tanya Jesi."Pak Leo belum datang juga, ada apa kau mencari keduanya ?Ingat, kau jangan berani suka dengan kedua itu. Jika ingin lama bekerja di sini, keduanya milikku" ucap sekretaris Alex, dengan ekspresi wajah yang sombong. Terlihat bibirnya