“Kau tahu jika Elang Aderra mengetahui sesuatu tentang Clara?” tanya Febia membuat Anna melihat ke arah asistennya itu. Pertanyaan Febia membuatnya sedikit bingung. Apa yang dimaksud asistennya itu mengenai Elang Aderra yang mengetahui tentang Clara? “Apa maksudmu mengetahui sesuatu tentang Clara?” Anna balik bertanya. Tatapan Febia penuh menyelidiki, ia curiga Anna menyembunyikan sesuatu darinya. “Kau benar-benar tidak tahu, jika Elang Aderra mengetahui sesuatu? Atau kau—” “Tidak.” Anna menjawab dengan singkat. Asistennya itu terlalu banyak berpikiran yang tidak-tidak, bahkan mencurigainya merahasiakan sesuatu. “Dia tahu, jika aku investor di perusahaan Pradipta. Tidak ada pembicaraan pribadi antara aku dan dia, apalagi membahas mengenai wanita itu.” Untuk apa, dia membahas Clara dengan Elang Aderra, itu sesuatu yang aneh menurut Anna, dan tidak akan pernah membahas wanita licik itu. “Tapi, raut wajahnya saat itu seakan mengetahui sesuatu,” ucap Febia. Ia mengingat raut wajah E
“Katakan pada Denn, jika aku ada di depan perusahaan,” ucap Anna membuat wanita yang dipinjami ponselnya menatap ke arah Anna. Suara Anna terdengar begitu kesal, sangat jelas terdengar di telinga Febia jika wanita itu tengah mengalami masalah. Wajah Anna sedikit kesal, di tambah terik matahari yang menyengat. Mau tidak mau, ia harus mencari tempat untuk berteduh. Hal paling mengenaskan dari menyembunyikan identitas adalah seperti yang dialami olehnya. Tidak sedikit yang memandang rendah dirinya, hanya dengan memakai pakaian sederhana, yang bahkan terlihat lusuh, tanpa tahu brand yang dikenakannya. Hanya beberapa orang yang menyadari, akan tersenyum padanya. Wanita yang dipinjami ponsel sedikit cengengesan saat melihat Anna. Wanita itu, sedikit bingung saat Anna menyebut nama Denn, ia menatap aneh ke arah Anna meminjam ponselnya. Tatapannya sangat jelas, terlihat jika ia kebingungan memikirkan, bagaimana bisa pemimpin mereka seperti seseorang yang begitu akrab. Akrab pada wanita y
Derapan langkah kaki Anna menyusuri tiap trotoar. Matanya menatap tiap deretan toko-toko yang dilaluinya. Suara kendaraan yang tengah ber laulalang tidak membuatnya menghentikan langkah kakinya. Ia berjalan tanpa tujuan, bahkan meninggalkan mobil di perusahaan. Entah apa yang Anna pikiran. Beberapa orang pria pejalan kaki terkadang menggodanya, tidak sedikit pun yang menawarkan dagangan. “Bu, beli dagangan saya,” seru seorang anak kecil membuatnya teringat saat dia kecil dahulu. Untuk membiayai sekolah, harus mengamen dan berjualan, terkadang ia harus bekerja part time di sebuah kafe atau restoran. Dua lembar dikeluarkannya, kemudian membayar minuman yang ditawarkan oleh anak itu, tetapi Anna tidak mengambil kembaliannya minuman. “Tidak perlu, kembaliannya untukmu saja,” ucap Anna kemudian berjalan pergi. Anak-anak yang tengah mengamen terlihat menjual suara mereka saat lampu berganti menjadi warna mereka. Pemandangan yang hanya ditemukan di Indonesia, masih saja belum berubah.
“Aku tidak ingin cari keributan. Kalian katakan saja, jika ada yang ingin bertemu dengannya. Apa kalian tidak bisa mengatakan kalimat pendek itu?” tanya Anna dengan kesal. Ia sungguh tidak tahan dengan sikap orang-orang yang di hadapannya. “Katakan saja, jika Anna Keola ingin bertemu. Dia pasti akan datang,” ucap Anna tetapi perkataannya masih tidak dipercayai. Ya, memang benar. Tidak akan ada yang mempercayai perkataan seorang wanita, berpakaian begitu sederhana, tidak pernah terlihat sebelumnya dan ingin bertemu Elang Aderra. “Presdir Lee, tidak ingin bertemu dengan anda,” ucap resepsionis membuat Anna semakin kesal. Apa yang dilihatnya dari Anna adalah seorang wanita yang datang dan mungkin ingin menjarah uang atasannya, ia tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi. Jika dia mampu mencegah Anna, mungkin ia akan naik jabatan. Itu yang dia pikirkan. “Ouft. Sialan! Kau belum mengatakan padanya, jika aku ingin bertemu,” gerutu Anna. “Bagaimana bisa kau mengatakan jika dia tidak ing
Anna tidak sadarkan diri Raut wajah Elang Aderra terlihat sangat kesal karena tidak ada yang mengatakan padanya siapa yang ingin bertemu dengannya. “Cari siapa yang melapor terlebih dahulu. Bisa-bisanya dia tidak mengatakan jika ada yang ingin bertemu denganku,” titah Elang Aderra. “Aku tidak menerima telpon apapun jika nona Anna datang ke perushaaan,” seru Ervin. “Sepertinya resepsionis yang tidak melapor padaku,” tambah Ervin. “Aku ingin dia. Cari dia, dan urus surat pemecatannya,” ucap Elang Aderra dengan sinis. Pengawal yang tengah bersamanya, sedikit merinding. Mereka baru saja melihat sisi lain dari Elang Aderra yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Pria itu menjadi emosi dan juga dingin. Ervin yang mengikuti langkah Elang Aderra dari belakang, segera mengambil ponsel dan menelpon sesaat kemudian mematikan telponnya. “Mereka berada di loby,” ucap Ervin saat masuk ke dalam lift. Kini lift melaju dengan cepat ke lantai bawah. Anna yang setengah sadar, hanya bisa membuka ma
“I-ini—“ Perkataan Elang Aderra mengantung saat melihat berita yang telah beredar. “Bagaimana bisa terjadi? Ini sangat cepat artikelnya,” kata Elang Aderra mengambil ponsel Seon dan membaca artikel berita yang baru saja terbit. ‘Siapa wanita misterius yang menjadi kekasih Asteroid Elang Aderra’ ‘Wanita misterius yang membuat kekacauan di perusahaan adalah kekasih Elang Aderra “Untung saja, wajah nona Anna tidak terlihat.” Elang Aderra terdiam. Bukan itu yang dipikirkan olehnya. “Apa kau sudah meminta mereka menghapus seluruh gambar dan video perkelahian dan juga wajahnya?” “Ya. Sepertinya tidak berhasil. Nyatanya tetap saja artikelnya terbit dengan sangat cepat. Bahkan belum setengah jam,” ucap Seon memarkirkan mobilnya di depan rumah sakit. Anna yang tidak sadarkan diri, digendong masuk ke dalam rumah sakit. Beberapa orang yang melihat Elang Aderra, segera memberikan bed untuk Anna tetapi tidak diterima olehnya. “Aku ingin direktur rumah sakit,” pintah Elang Aderra membuat se
Berdebat dengan Sharon “Kau lihat, yang tadi?” tanya Denn pada Febia. “Ya. Aku tahu, aku juga melihatnya.” Keduanya saling bertatapan, berada pada satu pikiran yang sama. “Itu dia. Aku yakin, tadi itu Sharon.” Febia menebak yang dilihatnya sebentar adalah Sharon. Elang Aderra yang tengah menguping pembicaraan keduannya, menjadi bingung. “Sharon? Siapa Sharon?” Ia tampak kebingungan mendengar apa yang tengah dibicarakan oleh dua orang kepercayaan Anna Keola. Siapa Sharon? Kenapa dua orang itu membahasanya. Ia sangat ingin tahu. Langkahnya pelan meninggalkan dua orang itu, dengan pikiran yang masih bingung. Ervin yang melihat Elang Aderra yang baru saja masuk, menatap aneh pria itu. “Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra yang melihat Ervin menatapnya. “Harusnya aku yang bertanya, kenapa dengan wajahmu, itu,” balas Ervin membuat Elang Aderra menghela napas kasar. “Sebaiknya kita kembali ke kantor,” ucap Elang Aderra sambil melirik ke arah Anna yang tengah tidur. Ia mempe
Sharon berdiri di sebuah pusat perbelanjaan, begitu banyak barang yang ingin dia beli setelah beberapa tahun tertidur, dia cukup ketinggalan banyak hal. “Sepertinya banyak yang berubah,” gumam Sharon sambil masuk ke dalam. “Baiklah. Mari kita habiskan uang Anna Keola, sebagai biaya konpensasi apa yang telah ia lakukan tiga tahun lalu,” gumam Sharon naik escalator. Ia melihat begitu banyak pakaian, ia pun segera mengambil beberapa dan mencobanya. Semua pakaian yang dilihat dan disuka, akan diambilnya. “Ini bagus,” ucap Sharon. “Ini juga, hm, ini juga,” tambahnya kemudian mengambil beberapa barang itu. Satu toko ke toko lainnya, membuat notifikasi pengeluaran membuat Febia terduduk. Sayangnya, notifikasi tidak berhenti sampai di situ saja, tetapi masih begitu banyak notifikasi yang masuk. Sharon tidak sanggup membawa barang-barang yang dibawa olehnya, membuatnya menyewa jasa untuk membawa barang miliknya. Tidak ada toko yang tidak didatangi olehnya. Toko sepatu pun terjajal oleh S
“Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra, bukan jawaban yang diberikan oleh Febia membuat Elang Aderra segera bergegas masuk ke dalam mobil. “Hai …” Sebuah senyuman terbit disertai sapaan pada Elang Aderra. Pria itu perlahan-lahan keluar dari membuat Sharon mengerutkan keningnya. “Kenapa kau seperti melihat hantu? Kau tidak akn masuk?” tanya Sharon membuat Elang Aderra perlahan-lahan memundurkan tubuhnya dan mengunci pintu mobil. “Sejak kapan, wanita itu—“ Perkataan Elang Aderra mengantung. “Saat Anna masuk ke dalam mobil,” ucap Febia seakan tahu kalimat terakhir yang ingin ditanyakan oleh Elang Aderra padanya. Ervin yang sejak tadi sudah di dalam mobil, mengerutkan keningnya melihat Elang Aderra yang belum masuk ke dalam mobil, ia pun ke luar. “Ada apa? Apa terjadi masalah?” tanya Ervin. Sreett! Kaca mobil terlihat terbuka, memperlihatkan seorang wanita yang saat ini tengah duduk. “Apa yang kalian lakukan di sana? Febia, apa kita tidak akan pulang?” tanya Sharon membuat Erv
“Oh. Aku tahu, apa dia salah satu pria yang tidur denganmu?” tanya Deff dengan suara lantang. Plak! Satu tamparan mengenai wajah Deff, Anna menatap pria itu penuh emosi. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat yang membuatnya sakit hati. Deff hanya bisa menyeka ujung bibirnya menggunakan lidah karena rasa sakit. “Jangan bicaramu. Kau tidak berhak mengatakan seperti itu padaku,” ucap Anna dengan tatapan penuh emosi. Bahkan, terlihat air mata tertahan di pelupuk matanya. Rasa sakit yang berasal dari dalam hati kini menjalar disekujur tubuhnya. Entah kenapa, rasa sakit itu, begitu tidak bisa membuatnya menahan diri. Anna mengepal tangannya dengan sangat erat. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu mengatakan hal menyakitkan padanya. “Terus bagaimana kau menjelaskan padaku tentang hubunganmu dengan Elang Aderra? Bukankah kau menggodanya?” “Aku tidak pernah melakukan hal yang seperti kau tuduhkan padaku, tapi percuma juga aku menjelaskan padamu, pria yang hatinya sudah dinodai
Pamer Kemesraan 2 Ma-maaf, tuan Elang Aderra. Apa yang sedang—“ “Aku hanya tidak ingin kekasihku capek karena berdiri. Jadi, aku memberinya tempatku.” Mata Clara begitu membulat sempurna mendengar pernyataan yang baru saja dikatakan oleh Elang Aderra. Kekasih? Reuel Anna kekasihnya? Tidak hanya Clara, bahkan Anna sendiri bahkan begitu terkejut. Bisa-bisanya, pria itu mengatakan jika dia adalah kekasihnya, bahkan dengan santainya mengusap rambutnya. Anna terdiam sejenak. "Sharon. Aku harap kau bisa membantu, keluar dan pukul wajah pria ini," ucap Anna membatin. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau sangat tidak ingin jika aku mengantikan posisimu? Kau bahkan membuatku tidur." Sharon menjawab dengan begitu menusuk membuat Anna menyesal meminta bantuan pada kepribadiannya itu. "Sebaiknya kau selesaikan masalahmu saja sendiri." Anna menghela napas kasar, saat mendengar perkataan Sharon. "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa? Karena saat ini kau berpura-pura menjadi seo
Elang Aderra melangkah turun dari mobil bertepatan dengan mobil milik Anna yang tiba di perusahaan milik Deff. Keduanya saling bertatapan satu sama lain, sampai akhirnya Febia memilih masuk lebih dulu, dan Anna mengikutinya dari belakang. Pria itu terkejut melihat Anna yang berada di sana, lebih anehnya lagi bukan dia yang diikuti tetapi mengikuti. “Apa aku tidak salah lihat. Ervin?” tanya Elang Aderra melepas kacamatanya, dia pikir mungkin karena dia memakai kacamata dia jadi salah lihat.Dia masih menatap ke arah wanita yang baru saja masuk itu. Tatapannya dipenuhi rasa ingin tahu, dengan apa yang dilihatnya. “Tidak. Kau tidak salah lihat. Dia mengawal Febia,” ucap Ervin menatap dua wanita yang baru saja masuk ke perusahaan itu. “Apa kau bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Elang Aderra membuat Ervin menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia tahu apa yang terjadi, sedangkan dia baru saja melihat hal itu. Keduanya terdiam, membuat beberapa orang yang melihat El
Biar kami menyelesaikan masalah kami “Wanita bodoh ini. Bisa-bisanya dia memberontak,” umpat Sharon. “Hai … kita bertemu lagi, sepertinya kalian kau bercerita banyak hal dengan Anna.” Elang Aderra yang berada di samping menatapnya dengan raut wajah berubah. Apalagi saat tahu jika Anna tidak sadarkan diri, maka Sharon yang akan mengambil alih tubuh wanita itu. “Kenapa dengan wajahmu? Apa kau tidak suka melihatku?” tanya Sharon yang melihat wajah Elang Aderra yang tertekan saat melihatnya. “Ya.” Sharon melirik ke arah Elang Aderra, kemudian memutar bola matanya karena tidak menyukai jawaban Elang Aderra. “Sial. Sepertinya tidak ada yang menyukai kehadiranku,” keluh Sharon sambil menyandarkan tubuhnya. Wanita itu malas untuk membuka suara. Bahkan sampai rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kesal. Febia yang melihat Sharon, hanya bisa menghela napasnya. Ia sangat tahu jika wanita itu tengah marah. “Apa kau bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?” tanya E
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau berbicara dengannya,” tegas Sharon kemudian melangkah pergi dari sana. Sharon tidak akan membiarkan Anna berbicara dengan pria itu, itu menandakan dia benar-benar gagal membuat Elang Aderra menjauh dari Anna. Beberapa saat kemudian, langkah terhenti dan wanita itu pingsan tepat di depan pintu. “Anna …” Elang Aderra segera beranjak dari tempat duduknya saat melihat wanita itu pingsan. “A-Sharon.” Elang Aderra bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa, apakah Anna atau Sharon. Elang Aderra segera mengendongnya dan membaringnya di sofa, ia pun meminta agar Ervin mengambil air untuk diminum. “Kau tidak apa-apa?” Elang Aderra bertanya, ia tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa. Saat membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Elang Aderra dan Ervin. “Kenapa aku ada di sini?” tanya wanita itu dengan kebingungan. Elang Aderra yang melihat raut wajah kebingungan itu, membuatnya mengerutkan kening. “K-kau siapa?
“Apa maksudmu dengan wanita bodoh?” tanya Seon terbata-bata, agak ragu karena ia melihat jika wanita di hadapannya jauh berbeda dari yang dikenalnya. “Iya. Wanita bodoh ini. Reuel Anna. Siapa lagi, dia sangat bodoh,” tegas Sharon sambil menunjuk ke diri sendiri. “Tapi itu ‘kan, kau—“ “No. I’am Not Reuel Anna. I’am Sharon, S-H-A-R-O-N,” ucap Sharon mengeja namanya. Elang Aderra masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jelas-jelas di hadapannya saat ini adalah Reuel Anna, tetapi kenapa wanita itu mengatakan jika dia bukan Anna tetapi Sharon. “Sharon? T-tapi—wajahmu—“ Perkataan Elang Aderra terhenti. Melihat wajah Elang Aderra yang masih belum paham, Sharon mematikan telepon. “Aku bukan Reuel Anna, aku Sharon.” Sharon kembali menegaskan. Ia tidak ingin disamakan oleh Reuel Anna. “Kau melihatku seperti dia, karena kami berada pada satu tubuh,” tegas Sharon mencoba menjelaskan. Namun, apa yang dikatakannya percuma saja karena dua orang pria yang tengah bersamanya sama se
"Baiklah. Mari kita lihat, apa kau akan menyukainya lagi saat tahu jika dia memiliki kepribadian ganda?" tanya Sharon kemudian melangkah memarkirkan mobilnya. Bibirnya terus saja menerbitkan senyum, ia benar-benar penasaran apa yang akan terjadi jika Elang Aderra mengetahui fakta yang akan diungkapkannya. Apakah pria itu akan tetap mendekati Reuel Anna atau meninggalkannya. Seberapa terkejutnya pria itu mengetahui fakta yang sangat besar. Kaki Sharon begitu cepat masuk ke dalam perusahaan. Dress selutut, serta menggunakan mantel tidak lupa kacamata hitam, riasan tipis, lipstik tipis dipakai membuatnya terlihat anggun. Orang-orang tidak akan meremehkan dirinya yang seperti itu, berbeda dengan pakaian yang dipakai oleh Anna. Ia berhenti dan melihat sekitar kemudian menuju resepsionis tetapi tempat itu kosong. "Ke mana mereka? Apa tidak kerja? Bukankah seseorang harus menjaga di sini?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan. “Apa pergi ke toilet?” tanyanya. Seorang Security datang m
Tring! Ponsel milik Ambar berbunyi. Ia segera membuka pesan yang dikirimkan padanya. Mataya membulat sempurna saat melihat foto yang dikirimkan padanya. “Anna Keola?” Ambar mengepal tangannya dengan erat saat melihat foto yang baru saja dikirim oleh wanita di seberang telepon. Wajahnya berubah, kemarin dia baru bertemu dengan Anna dan wanita itu tidak menunjukan jika dia kaya, tetapi wanita di foto itu berbelanja begitu banyak barang brended membuat Ambar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu juga. “TIdak mungkin dia. Aku bertemu dengan Anna kemarin, ia menjadi asisten dari orang yang menjadi investor di perusahaanku. Asisten wanita misterius itu, mungkin dia hanya diminta untuk berbelanja oleh wanita itu,” sanggah Ambar. Telepon terputus saat itu juga. Ambar membanting ponsel membuat ponsel itu retak. Ia melihat sekilas ponslenya kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Ia cukup lelah dengan apa yang tengah terjadi padanya. Hal yang membuatnya begitu frustrasi karena