Home / Pendekar / Dendam Titisan Ashura / Ujian Akhir Selesai

Share

Ujian Akhir Selesai

Author: Raiha Raisha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Raksha!”

Sena buru-buru menghampiri lalu merangkul Raksha yang hampir terjatuh. Kecemasannya kian menjadi melihat lengan kanan Raksha yang terkilir.

“Jangan bergerak, biar aku bantu sembuhkan.” Sena perlahan meraih lengan kanan Raksha. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans yang memancar dari telapak tangan kanannya itu memberikan sensasi dingin sehingga rasa perih yang terasa di tangannya lambat laun redam.

Raksha belum berkomentar apapun. Dia melihat prajurit Kanezka tengah kelimpungan merawat sesama rekannya yang terluka, termasuk para petinggi padepokan. Tidak ada pendekar muda yang tewas, tetapi mereka mengalami luka serius.

Di tengah kekacauan itu, Krisnobroto pun mengacungkan tangan kanannya tinggi ke arah patung Dewa Kartikeya. Dia memejamkan matanya agak lama untuk berkonsentrasi sampai akhirnya sepanjang lengan kanannya memancarkan cahaya perak terang.

Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans milik Krisnobroto membuat dua m

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dendam Titisan Ashura   Bergabungnya Siluman Srigala Gardapati

    Terlepas dari kebenciannya terhadap Kanezka, Pancaka, dan Pendekar Pedang Cahaya yang zalim, Raksha tidak bisa berbohong kalau liontin perak di kalung yang tengah dia kenakan itu memancarkan cahaya perak kebiruan yang indah.Kalung perak dengan liontin berbentuk segi sembilan itu dipercaya sebagai ‘bagian’ dari Dewa Kartikeya, yang juga menjadi tanda simbolis bahwa orang yang mengenakan itu telah diberi amanah oleh Dewa Kartikeya untuk menjadi Pendekar Pedang Cahaya di Nusantara.Lucunya, Raksha tidak pernah menyangka kalau Dewa Kartikeya ‘rela’ memberikan sebagian anugerahnya pada dirinya yang sejatinya adalah pendekar dunia arwah. Entah apa yang dewa konyol itu pikirkan. Dia akan menyesal saat Pendekar Pedang Cahaya dan Kerajaan Kanezka runtuh dengan kekuatannya sendiri nanti, pikir Raksha.“Para dewa adil ketika mereka menganugerahkan kekuatannya pada para pendekar yang mereka percaya. Nusantara membutuhkan keadilan seperti ini,

  • Dendam Titisan Ashura   Seremoni Kelulusan

    “Tegakkan kepala kalian! Simpan teguh semangat suci ini di hati kalian! Pendekar Pedang Cahaya akan menyinari Nusantara dari kegelapan Pendekar Dunia Arwah yang terkutuk! Perjalanan kalian baru dimulai disini! Tunjukkan keloyalan kalian kepada Kanezka!”“Siap!”Seruan Krisnobroto yang menggaung hebat di padepokan Udayana langsung dibalas dengan seruan puluhan pendekar muda yang baru saja dilantik menjadi Pendekar Pedang Cahaya setelah melewati tiga ujian pokok selama pelatihan. Raksha, Sena, dan Baswara ada diantara barisan Pendekar Pedang Cahaya tersebut.Usai upacara pelatikan, para Pendekar Pedang Cahaya baru pun kembali ke keluarganya dengan senyum merekah dan penuh kebanggaan. Raksha melihat senyum para pendekar baru itu dan tangis haru keluarganya yang menyambutnya. Sepertinya menjadi Pendekar Pedang Cahaya adalah suatu kebanggaan terbesar di kalangan Kerajaan Kanezka.Namun bagi Raksha, julukan Pendekar Pedang Cahaya yang ki

  • Dendam Titisan Ashura   Tiba di Kota Rasagama

    “Aw…”Rasa perih yang menusuk di punggung Raksha kembali terasa. Raksha merasakan rasa sakit yang janggal ini semenjak di hari ketiga dalam perjalanannya menuju Kota Rasagama.Raksha tidak pernah terbentur, terbakar, ataupun terhantam di bagian punggung yang terasa perih itu sebelumnya. Rasa sakit ini muncul sekonyong-konyong. Untungnya dia bisa menekan semua keperihan itu dengan Kanuragan Ozora sehingga dia dapat menyembunyikan itu didepan Sena.“Titik nyerinya berasal dari bekas luka bakar yang terpatri di punggung anda, Yang Mulia.”Informasi Asoka kemarin itu membuat dia berpikir kalau luka bakar yang di punggungnya dulu berasal dari Prajurit Kanezka yang menempelkan besi panas berbentuk simbol segi sembilan di tiap penduduk desanya, termasuk dirinya. &nbs

  • Dendam Titisan Ashura   Kecurigaan di Kota Rasagama

    “Intimidasi ini tidak mengubah apapun, komandan. Semua tuduhanmu tidak benar.”Wajah Lingga memerah murka mendengar penjelasan Yasa. “Dasar kakek bau tanah! Buat apa lagi kau sembunyikan kenyataan?! Kau tahu sendiri kalau Kerajaan Kanezka tidak akan memberikan toleransi sedikitpun pada siapapun yang bekerja sama atau melindungi Pendekar Dunia Arwah?!” sentaknya kasar.“Kau tidak punya bukti atas tuduhanmu, komandan. Kalau kau masih memaksakan ini, maka aku akan menyampaikan pesan pada Raja Widyanata atas kezalimanmu.”Lingga sontak membisu. Dia memaksakan senyumnya untuk menyembunyikan ketegangannya. “Kau berani membawa nama Raja Widyanata untuk menyembunyikan kesalahanmu? Dasar orang tua tidak tahu malu!”“Aku serius. Sekali lagi kau berteriak di rumahku, maka aku akan segera mengirim utusanku agar pergi ke Raja Widyanata. Pergi sekarang juga sebelum aku melakukannya, komandan.”Lingga ma

  • Dendam Titisan Ashura   Kawan Lama

    “Hahh…! Hahh….!”Ari berlari seperti orang kesetanan menjauhi penginapan tempat Raksha berada. Matanya tidak mungkin salah melihat. Walau tubuh pria yang dia lihat itu kini sudah semakin tegap dan kekar, dia tahu kalau pria itu adalah temannya semasa di kampung halamannya dulu. Dia yakin kalau pria itu adalah Raksha.Ari terus berlari seraya menyingkirkan orang-orang yang tengah berseliweran di kota. Jantungnya masih berdegup kencang karena dia tahu kalau Raksha menyadari keberadaannya.Baru saja Ari belok ke gang sepi, mendadak tubuhnya limbung. Dia merasakan ada yang mencengkeram pergelangan kaki kanannya tiba-tiba sehingga dia kehilangan keseimbangan lalu terjatuh. Dia kala itu tidak sadar kalau Asoka yang melakukannya dari balik bayangannya.“Aduh!”Ari terguling jatuh. Sebelum dia beranjak bangun, sosok Raksha sudah ada di hadapannya.“H-hii…!” Ari reflek merangkak mundur karena t

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Yaksha

    “Yang Mulia, apa yang harus kita lakukan?”Pertanyaan Suja malah membuat Raksha semakin bingung. Langkah kaki prajurit Kanezka yang terdengar semakin ketara membuat dia tidak bisa fokus pada Ari.Sekilas Raksha memfokuskan dirinya. Bayangan tubuhnya menyeruak lebat menyelimuti Suja, Asoka, dan Ari bersamaan.“Sembunyi disini sementara. Jangan buat gaduh.” seru Raksha setelah bayangannya itu berhasil menelan masuk ketiganya.Beberapa detik setelah itu, prajurit Kanezka yang Raksha duga kini tiba. Prajurit itu menatapinya dengan raut wajah curiga dan bengis. Raksha memasang muka datarnya ketika prajurit itu menghampirinya.“Hei! Apa yang kau lakukan disini?!” seru prajurit itu kasar.“Saya tersesat, tuan. Saya baru di kota ini.” jawab Raksha datar.Prajurit itu masih tampak senewen. Dia mengamati Raksha dari ujung kepala hingga ujung kakinya. “Kau bukan orang asli sini ya…&rdq

  • Dendam Titisan Ashura   Tabib Aryasatya

    “Yang Mulia, anda tidak apa-apa?”Kecemasan Gardapati baru saja menyadarkan Raksha dari rasa pusingnya. Raksha melihat sekitar, sosok pria yang ada di penglihatan batinnya hilang. Yang terlihat sekarang hanyalah sosok Ari yang masih tersungkur tidak sadarkan diri.Siapa pria itu?Apa dia adalah Pendekar Dunia Arwah yang Chandra peringatkan agar dia menjauh darinya?Apa pria itu juga yang menjadi incaran Lingga dan pasukan Kanezka di kota ini?Apa hubungannya dengan bekas luka bakar berbentuk segi sembilan yang ada di balik punggung tiap penduduk desa Raksha?Pertanyaan itu berseliweran tiada henti, tetapi Raksha tidak bisa menjawabnya. Dia memilih untuk meninggalkan pertanyaan itu lalu membawa Ari yang masih tidak sadarkan diri ke tabib terdekat.Raksha berjalan menyusuri kota, tidak peduli walau orang-orang menatapinya dengan rasa penasaran. Kebingungannya berhenti ketika salah satu dari penduduk kota memberitahu ada satu

  • Dendam Titisan Ashura   Menjaga Rahasia

    “Mana tabibnya?!”Tiba-tiba pintu ruangan sang tabib terbanting. Dua orang prajurit Kanezka arogan itu baru saja masuk dengan wajah merah murka. Mereka berdua tengah merangkul seorang rekan mereka sesama prajurit yang masih belum sadarkan diri.Raksha ingat kalau prajurit Kanezka yang pingsan itu adalah prajurit yang diserang Ari saat dia kerasukan siluman.“Hei, bantu obati teman kami ini!” sentak prajurit Kanezka itu kasar. Salah satu dari mereka pun bergegas menuju ranjang terdekatnya lalu menyeret Ari kasar untuk memberikan tempat pada rekannya.Raksha buru-buru menangkap Ari sebelum jatuh ke lantai. Tatapannya yang tajam tertuju pada prajurit Kanezka yang kasar itu. “Hei, kami duluan!” sentaknya tidak sabar.Sang prajurit yang disentak langsung menatap keki. Raksha tahu kalau sang prajurit hendak menendanganya. Dia bisa menangkisnya, tapi itu berisiko melukai Ari. Pada akhirnya dia memilih menahan rasa sakit

Latest chapter

  • Dendam Titisan Ashura   Mencari Bantuan

    “Ah, ini tidak adil!”Sena menendang kursi yang ada di ruang jeruji depannya. Emosinya yang masih meletup-letup memaksa dia untuk duduk di salah satu ranjang jeruji sambil memijat-mijat dahinya yang mendadak terasa pusing. Niatannya untuk segera istirahat di Padepokan Kanuragan Wiratama pupus sudah karena keluarga Mahadri memaksa Raksha dan Sena masuk ke dalam penjara karena masih diduga mencuri pusaka suci milik Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara.“Padahal baru saja kita bebas dari penjara Keluarga Jagadita, sekarang Keluarga Mahadri malah memenjarakan kita lagi?! Ada apa dengan kebebalan mereka?! Mereka bahkan bilang kalau kita bisa bebas kalau kita bisa mengembalikan pusaka suci Keluarga Jagadita dan Keluarga Nismara?! Apa mereka itu dungu?! Sudah kubilang berkali-kali kalau kita berdua ini bukan pencuri!” Sena masih meluapkan amarahnya sambil mengepal kedua tinjunya keras. Cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sempat memancar terang untuk membentuk tombak perak yang akan dia guna

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Mahadri

    “Ah, akhirnya kita sampai, Raksha!”Sena buru-buru beranjak sambil menatap pelabuhan Kota Udayana yang semakin dekat dari perahunya. Dari terpaan angin kencang dan air yang tidak berombak, dia tahu kalau perahu yang tengah dia tumpangi itu akan membawa dirinya dan Raksha beberapa menit lagi.Raksha yang melihat ke arah yang sama awalnya menghela napas lega karena dia pun ingin istirahat sejenak. Namun kecurigaan tiba-tiba datang menyelimuti pikirannya ketika dia melihat seorang pria jangkung bertubuh gemuk yang mengenakan seragam katun berwarna ungu dengan rompi dan ikat pinggang berwarna kuning tengah duduk di ujung pelabuhan Udayana. Pria itu adalah Panji Mahadri, salah satu pendekar Dewi Pertiwi yang dulu pernah hampir membunuhnya karena kebenciannya terhadap pendekar Kanuragan Wiratama.Raksha semakin waspada ketika melihat ada dua pria paruh baya yang mengenakan pakaian seragam katun ungu yang sama seperti Panji tengah berdiri tegak di sebelah Panji. Kedua pria paruh baya itu ber

  • Dendam Titisan Ashura   Kembali ke Pulau Udayana

    “Kami harus menghajar anda, Yang Mulia?”Asoka dan Gardapati masih kebingungan dengan perintah Raksha. Mereka berdua bahkan kaget ketika melihat Raksha memanggil Suja dari balik bayangannya.“Suja, kau pukul perutku. Asoka kau cabik punggungku. Gardapati kau gigit pundakku.” Perintah Raksha sembari menunjuk ke arah perut, punggung, dan pundaknya.“Apa Yang Mulia yakin dengan ini?” tanya Suja sama bingungnya.“Aku hanya ingin memastikan Sena percaya dengan ceritaku tadi. Cepat lakukan sebelum terlambat!” tegas Raksha sambil menyeru.Asoka dan Gardapati pun berhenti ragu. Asoka yang pertama kali melesat ke punggung Raksha lalu mencakar sebagian punggung Raksha dengan tinju cakarnya yang sengaja dia tidak buat terlalu mematikan agar tuannya bisa menahannya.Raksha bisa merasakan guratan yang tajam di sepanjang pinggangnya hingga darahnya sempat menyembur perlahan, tetapi dia masih bisa menahannya karena dia tahu Asoka menahan diri. Sepersekian detik setelah itu, Gardapati datang menerjan

  • Dendam Titisan Ashura   Perginya Sang Buto Ijo

    “Semuanya! Ikuti aku!”Usai Sena menyimpan tongkat emasnya di balik punggungnya, dia pun langsung mengangkut Wanda yang masih tidak sadarkan diri. Seruannya yang keras membuat perhatian puluhan pendekar dewa angin yang masih kewalahan untuk kembali bangkit untuk melarikan diri. Ardiman yang ikut dibantu bangkit oleh para pendekar dewa angin pun kini sadar akan kehadiran Sena yang baru saja menolongnya untuk menjauh. Dia melihat Rakshasa sedang mengalihkan perhatiannya untuk melawan Raksha.“Suradarma….kau…membantu…kami…?” ujar Ardiman di tengah tubuhnya yang sekarat dan tertatih-tatih.“Sekarang bukan saatnya untuk mencurigaiku dan Raksha, Tuan Ardiman! Kita harus segera melarikan diri!” seru Sena balik.Ardiman tidak bisa membantahnya. Kondisinya dan seluruh pasukannya sudah sekarat dan kalau Rakshasa kembali menyerangnya maka kematian adalah kepastian yang akan menimpa mereka semua. Dia pun akhirnya memilih untuk menghilangkan kecurigaan terhadap Sena dan Raksha, lalu memilih memuta

  • Dendam Titisan Ashura   Menolong Keluarga Jagadita

    “Raksha, biar aku yang urus ini.”Raksha berhenti melangkah sejenak ketika Sena memintanya sembari mengacungkan tongkat emasnya ke arah pintu goa yang ada di depannya itu. Hanya dengan satu hantaman, puing-puing batu yang menutup pintu goa itu hancur seketika oleh serangan Sena. Kini Sena dan Raksha bisa melihat sosok Rakshasas yang mengaung layaknya harimau raksasa yang hendak menerkam mangsanya, yakni Ardiman, Wanda, dan puluhan Pendekar Dewa Angin lainnya.“Astaga…baru pertama kali kulihat monster sebesar ini…” Sena mengencangkan pegangan tongkat emasnya sambil bersiaga penuh.“Monster itu masih mengincar Adriman. Kita punya kesempatan untuk menyerangnya dari belakang.” ujar Raksha sambil membuat telapak tangan kanannya memancarkan cahaya perak Kanuragan Khsatriyans sehingga membentuk pisau keris. Telapak tangan kirinya yang sudah menggenggam erat pisau kujang emas membuat dia semakin sigap dengan kemampuan silatnya.Namun Raksha tahu kalau Rakshasas bukanlah siluman biasa yang mud

  • Dendam Titisan Ashura   Munculnya Raksahsas

    “Wanda…bersiaplah. Akan kita serang mereka lagi sekaligus dengan jurus angin sakti!”Seruan keras Ardiman membuat Wanda langsung bersiaga sembari memasang kuda-kuda tegak. Dia melihat pusaka syal hijau pamannya kini memancarkan cahaya hijau sehingga angin tornado berputar kencang mengitari tubuh mereka dan pasukannya.Tepat setelah Ardiman mengarahkan telapak tangan kanannya ke arah lima pengawal arwah elit yang sebelumnya menyerangnya, dia kini ikut mengarahkan telapak tangan kanannya. Angin kencang yang kini terkumpul di pusaka syal hijau Ardiman menguat, bersamaan dengan puluhan pendekar dewa angin yang baru saja menyembuhkan lukanya lalu ikut berkonsentrasi sehingga angin tornado Ardiman berputar semakin kencang.“Lima prajurit arwah itu tidak menyerang, paman! Ini kesempatan kita!” seru Wanda semangat.“Ya, kita-“Ardiman tiba-tiba berhenti menyeru ketika tanah yang dia, Wanda, dan puluhan prajuritnya pijak berguncang keras, sampai-sampai mereka hampir kehilangan keseimbangan dan

  • Dendam Titisan Ashura   Serangan Pengawal Elit Arwah Raksha

    “Pendekar Kanuragan Wiratama harusnya mampus!”Wanda berulang kali menyerukan hal itu dengan keki. Walau Birawa, Pendekar Kanuragan Wiratama yang dia dan keluarganya buru untuk keamanan Nusantara kini sudah mati, dia masih tidak terima kalau yang mengalahkan Birawa ternyata adalah Raksha dan Sena, dua Pendekar Kanuragan Wiratama yang kini paling hebat diantara pendekar kanuragan lainnya.Tidak hanya Keluarga Jaganita, Wanda ingat kalau keluarga lainnya dari Nismara, Mahadri, Pancaka, dan Bhagawanta pun belum menyerah untuk mengerdilkan Pendekar Kanuragan Wiratama sebelum mereka bergabung untuk ikut dalam kompetisi Turnamen Sembilan Bintang Langit.“…sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk memenjarakan mereka di Udayana, nak.”Ardiman tiba-tiba menanggapi Wanda, yang merupakan keponakannya.“Ya, paman! Mereka masih membawa bahaya di Udayana nanti, apalagi saat mereka mengikuti Turnamen Sembilan Bintang Langit!” seru Wanda.“Aku mengerti, nak. Banyak keluarga militer Kanezka yang mulai

  • Dendam Titisan Ashura   Rencana Perlawanan Raksha

    “Jangan lambat kalian!”Sena dan Raksha lagi-lagi disentak oleh pendekar dewa angin yang ada di belakang mereka untuk melangkah lebih cepat. Mereka berdua tengah dalam perjalanan ke ujung utara hutan, dimana disana banyak bangunan rumah yang dibuat oleh pendekar dewa angin sebagai tempat mereka beristirahat dan berlatih di Pulau Babar.Raksha mengedarkan pandangannya sekilas. Dia melihat ada dua puluh lebih bangunan rumah yang jaraknya antar tumah sekitar 50 kaki tersebar di ujung hutan ini. Tidak banyak pohon yang tersebar di ujung hutan ini sehingga Raksha bisa merasakan kalau pendekar dewa angin yang ada disini lebih bebas untuk beraktivitas di tempat ini.Raksha yang awalnya mengira dia dan Sena akan dibawa ke salah satu rumah tersebut ternyata salah. Para pendekar dewa angin menyuruh mereka masuk ke salah satu goa yang ada sekitar 60 kaki di arah selatan tempat perumahan tersebut. Ketika Raksha melihat goa yang sempit itu dan jeruji di pintu goanya, dia baru sadar kalau para pen

  • Dendam Titisan Ashura   Ancaman Keluarga Militer Jagadita

    “Yang Mulia, ternyata benar, pasukan Kanezka tengah mendatangi goa ini dengan persenjataan lengkap.”Bisikan Sakuntala yang terdengar hanya di dalam hati Raksha kala itu sempat membuat Raksha berhenti mengubur mayat terakhir di Goa. Dia melirik Sena sekelabat, setelah dia memastikan kalau Sena masih sibuk mengubur, dia kembali fokus ke Sakuntala.“Berapa kekuatan?” tanya Raksha berbisik.“Tidak banyak, Yang Mulia. Sekitar 30 kekuatan. Mereka semua mengenakan seragam pendekar silat Udayana berwarna hijau.” jawab Sakuntala.“….berarti mereka dari Padepokan Kanuragan Wayu. Kenapa mereka ada di pulau ini?”“Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tetapi saya bisa merasakan hawa membunuh dari mereka. Harap berhati-hati, Yang Mulia Raksha.”Raksha diam sejenak lalu berpikir. Dia tahu kalau Padepokan Dewa Angin dan Padepokan Dewa Air seringkali berkoalisi dan bertukar ilmu ajian sakti sehingga dia tidak heran melihat Wanda Jagadita dan Taksa Nismara bisa menguasai jurus pengendalian air dan angin

DMCA.com Protection Status