"Bukankah seharusnya aku yang bertanya kepadamu, Mas?" Mata Dara menunjukkan keseriusan dan membuat Rendra membulatkan matanya karena menganggap pertanyaan Dara adalah benar adanya.Seketika, Rendra hanya bisa terdiam sembari menatap Dara dengan tatapan yang lembut, memang benar adanya, bahwa dialah yang harusnya meyakinkan dirinya sendiri untuk menikahi Dara atau tidak, mau bagaimanapun semua ini adalah salahnya karena sudah mengkhianati wanita yang selama ini mencintainya dan bahkan tak pernah sekalipun berpaling dari Rendra."Maaf ya," ucap Rendra dengan senyuman dan menahan rasa sakitnya."Sudah kuduga, kamu pasti tidak—""Maaf karena aku telah menyakitimu. Aku sangat mencintaimu, Dara. Aku ingin memperbaiki semuanya."DEG!Bak hati yang tersambar petir, perasaan Dara justru semakin campur aduk mendengar ucapan Rendra. Selama ini, dia tak pernah sekalipun mendengarkan permintaan maaf dari mulut Rendra sendiri. Selalu Dara yang mengalah dan meminta maaf. Namun, sekarang semuanya se
["Kau di mana sekarang?"] tanya pria itu dengan nada terdengar emosi."Ada apa, Yah? Ada yang perlu kubantu?" tanya Rendra.["Kau di mana dasar anak nggak tahu diri!"] bentak pria itu.Mendengar ayahnya berucap begitu, Rendra sudah mengerti betul arah pembicaraan mereka yang terlihat cukup keras."Bukan urusan ayah. Aku tahu ayah hanya akan menjelek-jelekanku saja," tutur Rendra.[“Apa kau tidak bisa sekali ini saja membuat nama baik keluargamu jadi lebih baik, hah!”] hardik pria itu di telepon.Namun, Rendra hanya diam saja dan tidak menjawab apa yang dikatakan oleh ayahnya. Ada sedikit rasa takut, namun, di satu sisi lain, hatinya juga memberontak dan ingin sekali mencaci maki ayahnya, ia sudah cukup lama memendam perasaan kesal kepada ayahnya sendiri.“Mengapa ayah juga tidak pernah menghargai apa yang kulakukan? Semuanya selalu salah di mata kalian,” bela Rendra kepada dirinya sendiri.[“Jelas saja jika ayah marah kepadamu! Bagaimana mungkin kamu bisa semalaman nggak pulang ke rum
"Dara, tolong jangan lakukan hal seperti ini. Kau hanya mengulang kesalahan yang sama," tutur Nathan yang sedikit cemas.Dara yang melihat hal itu langsung sedikit terkejut dan menyadari bahwa Nathan sedikit bersimpati kepadanya."Apa maksudmu melarangku melakukan apa yang kumau, Nathan?" tanya Dara dengan nada yang cukup serius."Aku hanya tidak ingin kau terluka dan semakin menderita. Kasihan orang tuamu, mereka selalu mengkgawatirkanmu," ucap Nathan dengan blak-blakkan."Ini semua sudah telanjur, Nathan. Aku tidak bisa kembali, dan tidak bisa mengubahnya lagi, semua ini harus terjadi," ucap Dara sembari mendekati Nathan yang masih dengan erat memegang tangan wanita itu."Kumohon, Dara. Hentikan semua ini, atau kau akan menyesal di kemudian hari.""Justru, jika aku tidak melakukan ini, aku yang akan menyesalinya seumur hidupku, Nathan!" hardik Dara dengan nada yang cukup berat hingga membuat Nathan sedikit terkejut.Dara melepaskan genggaman tangannya dan langsung pergi meninggalkan
Suasana di bar sudah sedikit tenang, hal itu membuat Dara dan Rizal bisa memulai pembicaraan mereka. Dara jelas menginginkan apa yang terjadi sampai Maya bisa datang ke barnya tanpa tahu diri.“Maafkan saya, Nona. Saya tidak bermaksud mengkhianati anda atau apapun itu, karena dia yang memaksa untuk duduk di sini, dan seperti kata nona, saya hanya perlu meladeninya saja karena ia percaya bahwa saya masih memiliki rasa kepadanya,” urai Rizal.“Aku mengerti, aku juga tidak berpikiran buruk kepadamu, aku hanya khawatir dia melakukan hal yang berlebihan, karena belakangan ini dia sedang mencurigai aku berselingkuh dengan suaminya.” Dara mengutarakan kegelisahan yang ada di dalam hatinya. Sebenarnya dia tidak takut, hanya saja, dia harus menyembunyikan semua yang ia lakukan kepada Rendra.“Apa nona baik-baik saja?” tanya Rizal yang sedikit khawatir.“Aku baik-baik saja, kau jangan khawatir. Kamu urus saja barku ini, karena belakangan ini aku sedikit susah mengurusnya,” ucap Dara yang tengah
Di sebuah ruangan kecil yang terdiri dari beberapa orang, sudah berkumpul di dalam ruangan itu. Kedua orang tua Maya, Jaya, dan juga Rendra sudah berada di sana dan menunggu untuk pembicaraan yang cukup serius. Makanan mewah juga tersaji di hadapan mereka semua. Rendra pun merekam pembicaraan mereka semua hingga terdengar sampai ke telinga Dara. Hal itu membuat Dara langsung mendengarkan apa yang sedang mereka bahas.Dengan menggunakan rasa kesal Rendra terhadap mertua dan ayahnya sendiri, membuat Dara jadi lebih mudah untuk memanfaatkan Rendra dan jadi sedikit lebih mudah untuk menghancurkan mereka semua.“Sayang, kamu ke mana aja sih? Masih marah sama aku?” bisik Maya yang ada di sebelah Rendra dan sedikit berbisik kepadanya di tengah basa-basi dan saat mereka tengah makan siang.“Nggak, buat apa aku marah sama kamu? Aku sudah biasa dengan perkataanmu itu. Lagipula kamu benar kok,” ucap Rendra sembari menyantap makanannya.“Kamu masih marah sama perkataanku kemarin?” tanya Maya yang
“Beraninya kau memperlakukan putriku seperti itu! Suami yang baik adalah sauami yang mau bertanggung jawab atas segala semua kebutuhan istrinya! Kalau istrimu meminta banyak hal, artinya kebutuhannya juga banyak! Harusnya kau yang sadar diri karena tidak bisa memenuhi kebutuhan Maya, kenapa jadi menyalahkan dia!” hardik ibunya Maya kepada Rendra.Saat itu, Rendra menyadari bahwa posisinya sama sekali tidak menguntungkan, seharusnya dia tahu bahwa tak akam ada orang yang membelanya sama sekali di sini, seharusnya dia tetap diam saja dan mengikuti apa yang mereka inginkan. Namun, mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadu bubur dan tak bisa dikembalikan lagi.“Ibu, Ayah, sudahlah, ini semua salahku, bukan salah Rendra,” ucap Maya dengan tiba-tiba.“Apa? Salah kamu? Nggak! Nggak bisa! Seenaknya sendiri dia bersikap seperti itu kepadamu! Kamu kan memang banyak kebutuhan, Sayang. Harusnya dia bisa memenuhi kebutuhan kamu, dong! Lagian, kenapa menikah sama orang seperti dia sih! Masih banyak pr
Sirine ambulance memenuhi jalanan yang ada di dekat apartemen Dara, disertai dengan sirine polisi dan beberapa garis polisi sudah dipasang di dekat sana. Dara yang kala itu berada di sana, langsung naik ke mobil ambulance Bersama dengan tubuh Rendra yang penuh dengan darah dan juga pecahan kaca di tubuhnya.Dilengkapi dengan peralatan medis, Rendra terlihat terbaring lemah dan Dara mendampingi pria itu sampai ke rumah sakit. Ia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi nantinya ketika sampai di rumah sakit, yang terpenting saat ini adalah Rendra selamat sampai ke rumah sakit.“Apa anda melihat kejadian lengkapnya?” tanya seorang perawat yang berada di dalam ambulance Bersama Dara.“Ya, aku lihat dengan jelas bagaimana mobil Rendra menabrak mobil lainnya sampai terbalik dan hancur, entah sengaja ditabrak, atau memang Rendra yang tidak hati-hati, saya tidak tahu,” ucap Dara yang berusaha mengingat apa yang sebenarnya terjadi.“Lukanya cukup parah, mustahil jika hanya ada satu orang yang
Dara beranjak dari tempat duduknya dan Nathan pun menghalangi tubuh Dara agar mereka tak bisa seenaknya menyentuhnya. Dara menatap punggung lebar milik Nathan dan sedikit terkejut karena ia tidak biasa diperlakukan seperti ini oleh pria lain.“Kamu ngapain di sini, Dara!” tanya perempuan dengan gaun berwarna merah itu dan terlihat sangat nyentrik.“Tolong jangan berteriak, karena ini di rumah sakit. Jaga adab dan sopan santun anda, Nona.” Nathan memperingatkan Maya untuk bersikap sopan.“Siapa kamu! Beraninya menyuruhku begitu! Apa hakmu, dasar pria rendahan!” ledek Maya dengan mudahnya.Dara pun beralih ke hadapan Nathan dan berhadapan langsung dengan Maya.“Aku datang kemari karena kebetulan aku berada di tempat kecelakaan. Bahkan aku menjadi saksi atas kecelakaan Rendra. Bukankah seharusnya istrinya juga berada bersama dengan korban? Kemana kamu saat Rendra seperti ini?” tanya Dara dengan nada bicara yang sedikit menekan.“Kau jangan berlagak seperti tahu semuanya ya! Rendra yang p