Setelah Dara pergi untuk mengambil barang yang akan dia restock, Rizal mengantarkan Dara ke apartemennya."Saya kembali ke bar lebih dulu, Nona," pamit Rizal setelah sampai di tempat parkir apartemen milik Dara."Terima kasih, Rizal. Aku akan merekap beberapa data dan gaji dulu, tolong jaga barnya, ya?" pinta Dara yang memang sudah sangat percaya dengan Rizal dan menyerahkan pekerjaan Dara kepada Rizal, pria itu sudah seperti ketua tim di tempat kerja Dara.Bahkan, tidak hanya satu dua orang saja yang iri kepada Rizal, beberapa kali juga omongan buruk tentang Rizal selalu terdengar di telinga Dara. Yang katanya terlalu dekat dengan Dara, menggunakan guna-guna, cari muka dan lain-lain. Namun, Rizal selalu mengabaikan hal itu dan hanya menganggap semua itu hanyalah angin lalu saja.Ketika Dara sudah turun dari mobil Rizal dan bersiap untuk masuk, tiba-tiba, ada satu pesan masuk ke ponsel milik Dara. terlihat nama Rendra tertera di layar ponsel milik Dara.[Sayang, aku malas sekali, Maya
TING TONGTerdengar suara bel di kamar hotel Dara, dan Dara pun langsung mengintip siapa yang datang. Kala ia melihat Rendra berada di depan, Dara langsung membuka pintunya dan Rendra langsung masuk ke dalam kamar yang memang sudah ia pesan."Kamu sibuk ya hari ini?" tanya Dara sembari menutup pintu kamarnya dan melihat Rendra melepaskan dasinya karena sudah pengap."Iya, kerjaanku numpuk banyak! Untungnya sudah selesai semuanya," ucap Rendra."Kamu bilang apa ke istri kamu, Mas?" tanya Dara uang penasaran."Aku bilang kalau aku pergi bersama dengan atasanku," ucap Rendra."Istrimu nggak cemburu?" Dara sedikit heran dengan sikap Maya kepada Rendra.Dia sengaja mempercayai Rendra, atau memang tidak ingin tahu apa yang terjadi?"Nggak tuh. Tapi, nggak tahu juga sih! Sesekali aku juga butuh jauh dari dia, cerewetnya minta ampun, nggak kuat telingaku!" protes Rendra."Padahal kamu dulu sangat membanggakan wanita itu, Mas." Dara sedikit menyindir Rendra sembari tengkurap dan menatap Rendra
"Tante? Kenapa tante di sini?" tanya Dara yang terkejut bukan main."Ikut tante."Wanita itu justru meminta mereka berdua untuk mengikuti Santi. Padahal niat mereka berdua ingin menghabiskan waktu, namun, entah mengapa tiba-tiba tantenya berkata seperti itu.Mereka berdua mengikuti Santi, dan berhenti di sebuah rumah di dekat sana."Pak Lurah, boleh tunggu di luar sebentar, ya?" pinta Santi kepada Damar.Damar hanya melipat kedua tangannya dan menganggukkan kepalanya dengan tatapan yang dingin.Santi mencengkeram lengan Dara dan memaksa Dara untuk ikut dengannya, kedatangan wanita itu juga cukup mengejutkan untuk Dara, ditambah lagi dengan hal seperti ini, membuat Dara semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.Dara dibawa ke rumah kecil itu dan Santi mendorong tubuh Dara ke tembok, ia langsung dimaki habis-habisan."Heh! Kamu tuh ya! Kecil-kecil belagunya bukan main! Beraninya kamu pergi sama Damar ya! Sampai dia bahkan rela ke sini buat nyamperin kamu! Kamu pake pelet apa k
"Dara?" panggil Damar untuk yang kedua kalinya."Ah! Iya, ada apa?" tanya Dara yang justru terkejut dengan panggilan dari Damar."Kamu kenapa? Makanannya nggak enak?" tanya Damar."Eh ... bukan. Maaf ya, aku sedang memikirkan sesuatu," ucap Dara yang langsung kembali melahap steak yang ada di depannya."Kamu mikir apa, sih? Sampai makan aja nggak selahap biasanya. Mau cerita?" tanya pria itu.Dara langsung menatap mata Damar dan semakin bingung, orang yang sedang dipikirkannya sekarang tengah berada di depannya. Dara bingung harus menjelaskan bagaimana dan dari mana."Sebenarnya aku tidak ingin bicarakan hal ini sih, kita lagi jalan, harusnya aku bawa kamu seneng-seneng, bukan kepikiran," ucap Dara yang merasa bersalah."Nggak masalah, aku justru lebih senang kalau kamu menceritakan semua yang mengganjal di hati kamu," ucap pria itu dengan senyuman, seakan memang membiarkan Dara untuk menceritakan apa yang tengah terjadi.Karena sudah tidak tahan lagi, Dara pun menceritakan semuanya.
"Oh, wajahmu memerah," tukas Damar tanpa memikirkan perasaan Dara yang sebenernya sedari tadi jantungnya terus berdebar."Ih!" Dara langsung menghindar dari tangan besar milik Damar dan menatap Damar dengan kesal. "Tangan kamu nakal!"Ucapan yang keluar dari bibir Dara, justru membuat Damar tertawa dan cukup senang mendengar wanita itu mengeluh seperti itu. Mereka pun melanjutkan makan siang mereka dan setidaknya, perasaan gelisah yang dialami oleh Dara sudah menghilang.Ia hanya memikirkan cara agar tantenya tidak bisa mendapatkan Damar."Memangnya kenapa aku nggak boleh sama tante kamu?" tanya Damar dengan tiba-tiba, seakan membaca pikiran Dara. Jelas hal itu langsung membuat Dara terkejut."Aku lebih ke nggak suka aja sih sama dia. Karena dia itu egois banget, serakah, pokoknya semua yang jelek-jelek itu ada di dirinya! Aku sama sekali nggak ngerti sama sikapnya yang begitu kekanak-kanakkan dan mau menang sendiri," gerutu Dara yang sudah telanjur kesal."Contohnya seperti apa?" tan
"Eh? Apa aku salah bicara, ya? Ekspresinya kok ga ngenakin gitu?" batin Dara.Pria itu pun menghela nafas panjang dan mengusap kepala Dara."Itu boleh buat kamu. Aku tidak terima penolakan, kalau nolak, aku ngambek!" ancam pria itu kepada Dara.Dara yang akhirnya tidak mengerti apa maksud dari Damar pun langsung mengiyakan apa yang dikatakan oleh pria itu. Selepas pergi berjalan-jalan mereka berdua pun kembali melakukan aktivitas yang membuat mereka bisa menikmati hari-hari dengan bahagia. Darah mengajak Damar untuk pergi ke tempat mainan di mana beberapa mainan Timezone tersedia di sana.Ketika sampai di Timezone wanita itu mengajak Damar untuk bermain di sana. Terlihat raut wajah Damar yang tidak menyukai rencana Dara untuk pergi ke Timezone, namun darah berusaha memaksa Damar untuk memainkan permainan yang ada di sana karena Dara tahu jika Damar tidak pernah menikmati kesenangan seperti itu."Kamu kenap sih, nggak mau main?" tanya Dara."Malu lah! Udah gede gini mainnya ke timezone
Selepas bertemu dengan Damar, Dara memutuskan untuk mulai fokus dengan dendamnya.Pagi hari, ia melihat pesan dari Pak Jaya dan meminta Dara untuk datang ke kantornya hari ini juga. Hal itu membuat Dara harus pergi ke kantor NA yang dipegang oleh Pak Jaya.Dara juga menyembunyikan hal ini dari kedua orang tuanya, karena tidak ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi, masalah ini jelas belum selesai, dan entah kapan selesainya. Dara tengah mengusahakan yang terbaik untuk ayahnya.Sampai di gedung pencakar langit tersebut, Dara langsung menghela nafas panjang dan melangkah masuk ke dalam kantor itu. Tanpa ragu dan takut, Dara berjalan menghampiri ruangan milik Jaya dan mengetuk pintu ruangannya seperti tamu pada umumnya.Dara memasukki ruangan pria itu, dan terlihat suasana di sana sudah cukup berat. Membuat Dara sedikit gugup. Namun, ia tak boleh gugup, karena mau bagaimanapun, di sini dia tidak salah, bahkan, dia adalah korban dari semuanya, dia dan keluarganya justru har
"Dara?!" kejut pria yang menabrak Dara dan langsung membantu Dara untuk bangun."Loh? Nathan? Kamu ngapain di sini?" tanya Dara sembari menunjuk pria yang menabraknya. Dara meraih tangan pria itu.Namun, yang membuat Dara cukup heran adalah, pakaian pria itu sangat rapi, dengan menggunakan jas hitam dan juga rambutnya rapi, tidak seperti biasanya. Ada apa ini?"Kamu yang ngapain di sini? Lamar kerjaan?" tanya Nathan yang memang tidak mengetahui tujuan Dara datang."Nggak lah! Ngapain! Kalau bicara suka ngadi-ngadi ih!" ketus Dara.Tiba-tiba satu pengawal yang berada di belakang Nathan langsung hampir mendekati Dara dan seperti akan menghajarnya. Namun, Nathan menghadang pria itu."Tenanglah, dia berkata begitu hanya bercanda saja. Aku sudah biasa bercanda seperti ini dengan Dara," ucap Nathan yang menghalangi bodyguardnya."Wow! Kamu cukup dilindungi juga, ya. Aku kagum padamu!" ucap Dara dengan berkacak pinggang dan cukup terkejut."Nada bicaramu terdengar seperti meledekku. Meski ak
Semenjak hubungan Dara dan Nathan berubah menjadi resmi pacaran, Dara pun mulai menjalani dendamnya seperti yang sudah dia rencanakan. Mengingat, dia sudah menjadi milik Nathan, maka, dia tidak boleh membuat Nathan sakit hati lebih dari ini, yang Dara lakukan sudah cukup membuat Nathan sakit hati dan tentunya menunggu cukup lama.Sembari menunggu Rendra sembuh total, mereka berdua terus menerus menemui Rendra dan mempererat hubungan mereka agar bisa makin menuju ke jenjang lebih serius. Nathan ingin bicarakan kepada Rendra, namun, jika dia bicarakan sekarang, rencana Dara akan gagal total dan pasti akan membuat Dara bersedih bahkan tidak senang mendengarnya."Menurutmu, ayahnya Rendra perlu mendapatkan pelajaran?" tanya Dara ketika mereka tengah menuju ke rumah sakit."Tentu saja. Aku hanya belum bertindak saja. Sejujurnya, dia bekerja di perusahaanku, jadi, mudah saja memecatnya kapanpun aku mau." Nathan menyetir mobil dan fokus ke jalanan."Ngeri juga ya," tutur Dara sembari ngeri k
Hubungan mereka pun sudah mulai berlaku di hari itu juga. Artinya, Nathan menang dalam taruhan mereka dan dia bisa mendapatkan Dara sepenuhnya. Namun, Dara juga harus bisa melepaskan Rendra jika dia akan memulai kehidupan yang baru."Nathan, boleh kita ke apartemenku setelah ini? Aku ingin memberikan kabar bahagia ini kepada mereka berdua," ucap Dara dengan senyuman. Dia mulai bisa terbiasa dengan situasi seperti ini. Meskipun awalnya dia sangat canggung karena status mereka berdua berubah secara tiba-tiba."Tentu saja, dengan senang hati aku akan melakukannya," ucap Nathan yang terlihat cukup bahagia dan seperti tak bisa berhenti mengeluarkan senyuman manisnya itu.Dara pun semakin tidak kuat melihat pria itu yang nampak semakin tampan di mata Dara, padahal sebelumnya pria itu biasa saja dan sedingin kulkas. Mengapa tiba-tiba dia melihat Nathan menjadi seperti itu, ya?"Nathan, sebelumnya, aku harus bilang ini kepadamu. Karena ini semua adalah rencanaku dan kamu harus tahu. Aku tidak
Keesokan hari pun tiba, di mana Dara sudah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Nathan. Setelah semalaman dia memikirkan apa yang harus dia putuskan. Entah mengapa hatinya lebih mengarah ke Nathan daripada Rendra. Lagipula, kedua orang tua Dara jelas sudah tidak setuju dengan kehadiran pria itu dalam hidupnya. Beda dengan Nathan yang datang ke hidup Dara dan disambut baik oleh mereka semua.Menjelang jam pertemuan, Dara sangat gugup. Dia bahkan sejak tadi pagi tidak keluar dari kamarnya karena lebih memilih harus memutuskan yang mana dan tidak ingin salah pilih seperti dulu. Dia ingin memantapkan diri untuk memilih Nathan meskipun ia masih memiliki sedikit rasa kepada Rendra.Tiba-tiba, ibunya Dara masuk ke dalam kamar Dara dan menyapa putrinya yang tengah galau dan tengah dilanda kebingungan itu.“Dara, kamu baik-baik saja?” tanya ibunya Dara sembar membawakan sarapan pagi.“Aku baik-baik saja, Bu. Ada apa, Bu?” tanya Dara yang berusaha tersenyum.“Syukurlah jika kamu baik-baik sa
Dara menceritakan perihal apa yang terjadi kepada Dara barusan. Karena tidak ingin salah langkah, ia pun menceritakannya kepada kedua orang tuanya. Sudah cukup juga usia Dara untuk menikah. Jika dia serius, dia pasti bisa menuju ke jenjang yang lebih serius.“Begitulah, Nathan tiba-tiba bilang begitu kepadaku. Aku sama sekali tidak menyangka jika pria itu akan mengucap hal seperti itu kepadaku,” ucap Dara kepada kedua orang tuanya.“Sebenarnya, ayah sudah mengetahui ini sejak awal. Ayah juga merasa bahwa Nathan itu sudah lama menyukai kamu, Dara.” Jaka menjawab begitu dan memang sudah sedari awal mengetahui semuanya.“Ayah sudah sadar sejak lama? Lalu menurut ayah gimana?” tanya Dara yang langsung menatap ke arah ayahnya itu. Ayahnya terlihat sangat santai dan masih bisa tersenyum di depan putri dan juga istrinya.“Kalau kamu tanya menurut ayah, sebagai laki-laki, ayah jelas bisa melihat sikap dan sifat Nathan selama ini. Dia pria yang baik, bahkan dia sangat menyayangi kita, dan suda
Dara jelas semakin terkejut dengan ucapan Nathan barusan. Dia bahkan tak pernah berpikir sejauh itu, apalagi sampai ada statement bahwa Nathan menyukai Dara, hal itu bahkan tak pernah sedikitpun ada di kepala Dara.“Jangan bercanda, Nathan. Nggak lucu ih!” ucap Dara yang berusaha menahan rasa canggungnya.“Aku serius, Dara.” Nathan berusaha menatap manik mata wanita yang sedari tadi memalingkan pandangannya dari Nathan.Dara pun hanya bisa diam saja sembari menatap ke luar jendela yang berada di hadapannya itu. Mengapa di saat seperti ini, pria itu justru mengutarakan apa yang ia rasakan. Mengapa ia mengutarakannya di saat yang tidak tepat? Mengapa saat Dara susah sekali berpaling dari Rendra.“Kamu berkata begitu biar aku bisa jauh dari Rendra, bukan?” tanya Dara.Dara pun masih berusaha untuk berpikir positif akan ucapan Nathan. Ia masih saja berpikir jika Nathan tidak serius dan hanya main-main saja. Selama ini, dia memang penasaran terhadap Nathan, namun, dia tidak menyangka jika
Selepas kepindahan Rendra, beberapa hari setelah Rendra pindah, Dara pun baru sempat menemui Rendra, karena pekerjaannya cukup banyak dan membuat Dara tak punya waktu untuk pergi kemanapun selain mengurus pekerjaannya itu.Dara pergi ke rumah sakit di mana Rendra dirawat, ia pergi dengan menggunakan taxi karena Nathan juga tengah sibuk mengurus meeting di kantor. Dara tidak masalah dengan itu, di dalam taksi, dia berulang kali melihat ke jam yang ada di tangannya dan merasa jika supir taksinya mengendarai cukup lama hingga membuat Dara cukup gemas.Hingga sampailah dia ke rumah sakit yang cukup besar dan juga megah. Dara bahkan sempat tertegun kala melihat mewahnya bangunan di sana. Ia masuk dan langsung pergi ke lantai 4 di mana Rendra dirawat dan identitasnya juga disembunyikan, mengingat Rendra saat ini sedang berada dalam bahaya jika tidak disembunyikan. Ayahnya Maya sudah pasti akan geram jika Rendra tidak mati dalam insiden kecelakaan itu.Sampai di lantai 4, Dara masuk ke ruang
Beberapa hari pun berlalu, Dara hanya tinggal menunggu Rendra sembuh dari rumah sakit saja. Ketika Rendra sudah bisa ditemui, polisi berulang kali datang untuk melihat kondisi Rendra dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Rendra. Lalu, kebenarannya tentang narkoba yang dikonsumsi oleh pria itu. Saat dituduh seperti itu, Maya bahkan hanya bisa diam dan tidak membela suaminya sama sekali, bahkan, dia berniat untuk meninggalkan suaminya atas tuduhan yang tidak benar itu.“Benar kamu mengkonsumsi narkoba?” tanya Maya di depan para polisi.“Nggak! Serius! Aku sama sekali nggak pernah konsumsi narkoba, mabuk, dan lain sebagainya itu nggak pernah!” tutur Rendra yang berusaha untuk membela dirinya sendiri.“Terus kenapa ada narkoba di minuman kamu kalau bukan kamu yang konsumsi?” tanya Maya.“Setelah aku pulang dari pertemuan keluarga kita kemarin, aku diberi kopi oleh pelayan yang bekerja di sana. Setelah itu aku langsung nggak sadarkan diri dan nggak bisa kendalikan mobilku, aku
Dara langsung mengenakan pakaiannya tanpa memperhatikan Nathan yang sudah semakin mendekat ke arahnya. Hingga Nathan pun memeluk Dara dari belakang dan kepalanya berada dekat dengan kepala Dara.“A–apaan sih! Kamu ngapain? Ada ayah sama ibuku di luar loh!” ucap Dara yang sedikit panik kala pria itu berlaku seperti itu.“Dulu kamu melakukan ini kepadaku biasa saja, kenapa sekarang kamu jadi gugup ketika berada di dekatku?” tanya Nathan dengan blak-blakkan.“I–itu karena dulu aku bekerja untuk hal seperti itu, sekarang kan sudah tidak lagi!” ucap Dara yang semakin panik ketika Nathan terlihat semakin erat mendekap Dara.Pria itu perlahan mengusap perut Dara dan naik ke dadanya, hingga Nathan berhasil mendapatkan kedua gundukkan yang cukup besar, dan karena Dara sudah lama sekali tidak melakukan hal seperti itu, ia langsung memiliki hasrat yang besar untuk melakukannya dengan Nathan. Namun, ia masih berusaha menahannya karena tidak ingin ia melakukan itu kepada Nathan.“Nathan, kumohon a
[“Apa yang kamu perbuat kepada putraku?”] tanya pria itu dengan nada yang terdengar kesal.“Apa maksud anda?” Dara jelas bingung dengan apa yang dikatakan oleh pria itu, mengingat ia sama sekali tak pernah menyentuh Rendra belakangan ini. Apakah ada pembicaraan lain atau hal lain yang tidak diketahui oleh Dara.[“Mengapa sampai Rendra bisa kembali mencintaimu? Kamu pellet dia, ya!”] tuduh pria itu.“Oh, Jika dia menyukai saya bukankah itu haknya? Dia juga terlihat frustasi menjadi suami Maya. Jadi, bukankah kehadiran saya dalam kehidupan Rendra membuatnya jauh lebih baik?” tanya Dara sembari tersenyum puas mendengar perkataan seperti itu.[“Kau hanya akan menghancurkan apa yang sudah anakku dan aku lakukan saat ini! Apa kau tidak memikirkan bagaimana hancurnya kami berdua ketika nanti pria itu mengetahui kelakuan menantunya!”] bentak Jaya kepada Dara.“Bukankah saya sudah pernah bilang? Jika anda membersihkan nama baik ayah saya, maka saya akan langsung menjauh dari putra anda. Namun,