"Bukankah yang dikatakan oleh Nona Dara ini benar adanya?" tanya Rizal yang menahan pukulan Maya agar tidak mengenai Dara."Rizal? Kenapa kau bela dia?" tanya Maya yang tak percaya dengan sikap pria yang ada di hadapannya itu.Rizal melepaskan tangan Maya dan menatap Maya dengan tatapan yang sinis. Sedangkan Dara tersenyum kecil dan merasa puas dengan raut wajah yang ditunjukkan oleh Maya."Bukankah kita saling menyukai, Sayang? Bukankah kau memang memiliki perasaan kepadaku?" tanya Maya dengan terbata-bata."Sejak kapan aku pernah bilang jika aku menyukaimu?"Jawaban Rizal itu tentu membuat Maya menjadi tak bisa berkata apa-apa lagi dan membuat perut Dara geli rasanya, ia tidak tahan ingin tertawa dengan jawaban Rizal yang bagaikan pedang itu."Tidak mungkin, kau bohong, bukan?" tanya Maya yang tak percaya dengan apa yang dia lihat."Asal kau tahu saja. Aku sama sekali tidak menyukaimu, karena, yang kusukai selama ini adalah ...."Rizal menatap Dara dengan senyuman hangat yang tak pe
Setelah Dara pergi untuk mengambil barang yang akan dia restock, Rizal mengantarkan Dara ke apartemennya."Saya kembali ke bar lebih dulu, Nona," pamit Rizal setelah sampai di tempat parkir apartemen milik Dara."Terima kasih, Rizal. Aku akan merekap beberapa data dan gaji dulu, tolong jaga barnya, ya?" pinta Dara yang memang sudah sangat percaya dengan Rizal dan menyerahkan pekerjaan Dara kepada Rizal, pria itu sudah seperti ketua tim di tempat kerja Dara.Bahkan, tidak hanya satu dua orang saja yang iri kepada Rizal, beberapa kali juga omongan buruk tentang Rizal selalu terdengar di telinga Dara. Yang katanya terlalu dekat dengan Dara, menggunakan guna-guna, cari muka dan lain-lain. Namun, Rizal selalu mengabaikan hal itu dan hanya menganggap semua itu hanyalah angin lalu saja.Ketika Dara sudah turun dari mobil Rizal dan bersiap untuk masuk, tiba-tiba, ada satu pesan masuk ke ponsel milik Dara. terlihat nama Rendra tertera di layar ponsel milik Dara.[Sayang, aku malas sekali, Maya
TING TONGTerdengar suara bel di kamar hotel Dara, dan Dara pun langsung mengintip siapa yang datang. Kala ia melihat Rendra berada di depan, Dara langsung membuka pintunya dan Rendra langsung masuk ke dalam kamar yang memang sudah ia pesan."Kamu sibuk ya hari ini?" tanya Dara sembari menutup pintu kamarnya dan melihat Rendra melepaskan dasinya karena sudah pengap."Iya, kerjaanku numpuk banyak! Untungnya sudah selesai semuanya," ucap Rendra."Kamu bilang apa ke istri kamu, Mas?" tanya Dara uang penasaran."Aku bilang kalau aku pergi bersama dengan atasanku," ucap Rendra."Istrimu nggak cemburu?" Dara sedikit heran dengan sikap Maya kepada Rendra.Dia sengaja mempercayai Rendra, atau memang tidak ingin tahu apa yang terjadi?"Nggak tuh. Tapi, nggak tahu juga sih! Sesekali aku juga butuh jauh dari dia, cerewetnya minta ampun, nggak kuat telingaku!" protes Rendra."Padahal kamu dulu sangat membanggakan wanita itu, Mas." Dara sedikit menyindir Rendra sembari tengkurap dan menatap Rendra
"Tante? Kenapa tante di sini?" tanya Dara yang terkejut bukan main."Ikut tante."Wanita itu justru meminta mereka berdua untuk mengikuti Santi. Padahal niat mereka berdua ingin menghabiskan waktu, namun, entah mengapa tiba-tiba tantenya berkata seperti itu.Mereka berdua mengikuti Santi, dan berhenti di sebuah rumah di dekat sana."Pak Lurah, boleh tunggu di luar sebentar, ya?" pinta Santi kepada Damar.Damar hanya melipat kedua tangannya dan menganggukkan kepalanya dengan tatapan yang dingin.Santi mencengkeram lengan Dara dan memaksa Dara untuk ikut dengannya, kedatangan wanita itu juga cukup mengejutkan untuk Dara, ditambah lagi dengan hal seperti ini, membuat Dara semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.Dara dibawa ke rumah kecil itu dan Santi mendorong tubuh Dara ke tembok, ia langsung dimaki habis-habisan."Heh! Kamu tuh ya! Kecil-kecil belagunya bukan main! Beraninya kamu pergi sama Damar ya! Sampai dia bahkan rela ke sini buat nyamperin kamu! Kamu pake pelet apa k
"Dara?" panggil Damar untuk yang kedua kalinya."Ah! Iya, ada apa?" tanya Dara yang justru terkejut dengan panggilan dari Damar."Kamu kenapa? Makanannya nggak enak?" tanya Damar."Eh ... bukan. Maaf ya, aku sedang memikirkan sesuatu," ucap Dara yang langsung kembali melahap steak yang ada di depannya."Kamu mikir apa, sih? Sampai makan aja nggak selahap biasanya. Mau cerita?" tanya pria itu.Dara langsung menatap mata Damar dan semakin bingung, orang yang sedang dipikirkannya sekarang tengah berada di depannya. Dara bingung harus menjelaskan bagaimana dan dari mana."Sebenarnya aku tidak ingin bicarakan hal ini sih, kita lagi jalan, harusnya aku bawa kamu seneng-seneng, bukan kepikiran," ucap Dara yang merasa bersalah."Nggak masalah, aku justru lebih senang kalau kamu menceritakan semua yang mengganjal di hati kamu," ucap pria itu dengan senyuman, seakan memang membiarkan Dara untuk menceritakan apa yang tengah terjadi.Karena sudah tidak tahan lagi, Dara pun menceritakan semuanya.
"Oh, wajahmu memerah," tukas Damar tanpa memikirkan perasaan Dara yang sebenernya sedari tadi jantungnya terus berdebar."Ih!" Dara langsung menghindar dari tangan besar milik Damar dan menatap Damar dengan kesal. "Tangan kamu nakal!"Ucapan yang keluar dari bibir Dara, justru membuat Damar tertawa dan cukup senang mendengar wanita itu mengeluh seperti itu. Mereka pun melanjutkan makan siang mereka dan setidaknya, perasaan gelisah yang dialami oleh Dara sudah menghilang.Ia hanya memikirkan cara agar tantenya tidak bisa mendapatkan Damar."Memangnya kenapa aku nggak boleh sama tante kamu?" tanya Damar dengan tiba-tiba, seakan membaca pikiran Dara. Jelas hal itu langsung membuat Dara terkejut."Aku lebih ke nggak suka aja sih sama dia. Karena dia itu egois banget, serakah, pokoknya semua yang jelek-jelek itu ada di dirinya! Aku sama sekali nggak ngerti sama sikapnya yang begitu kekanak-kanakkan dan mau menang sendiri," gerutu Dara yang sudah telanjur kesal."Contohnya seperti apa?" tan
"Eh? Apa aku salah bicara, ya? Ekspresinya kok ga ngenakin gitu?" batin Dara.Pria itu pun menghela nafas panjang dan mengusap kepala Dara."Itu boleh buat kamu. Aku tidak terima penolakan, kalau nolak, aku ngambek!" ancam pria itu kepada Dara.Dara yang akhirnya tidak mengerti apa maksud dari Damar pun langsung mengiyakan apa yang dikatakan oleh pria itu. Selepas pergi berjalan-jalan mereka berdua pun kembali melakukan aktivitas yang membuat mereka bisa menikmati hari-hari dengan bahagia. Darah mengajak Damar untuk pergi ke tempat mainan di mana beberapa mainan Timezone tersedia di sana.Ketika sampai di Timezone wanita itu mengajak Damar untuk bermain di sana. Terlihat raut wajah Damar yang tidak menyukai rencana Dara untuk pergi ke Timezone, namun darah berusaha memaksa Damar untuk memainkan permainan yang ada di sana karena Dara tahu jika Damar tidak pernah menikmati kesenangan seperti itu."Kamu kenap sih, nggak mau main?" tanya Dara."Malu lah! Udah gede gini mainnya ke timezone
Selepas bertemu dengan Damar, Dara memutuskan untuk mulai fokus dengan dendamnya.Pagi hari, ia melihat pesan dari Pak Jaya dan meminta Dara untuk datang ke kantornya hari ini juga. Hal itu membuat Dara harus pergi ke kantor NA yang dipegang oleh Pak Jaya.Dara juga menyembunyikan hal ini dari kedua orang tuanya, karena tidak ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi, masalah ini jelas belum selesai, dan entah kapan selesainya. Dara tengah mengusahakan yang terbaik untuk ayahnya.Sampai di gedung pencakar langit tersebut, Dara langsung menghela nafas panjang dan melangkah masuk ke dalam kantor itu. Tanpa ragu dan takut, Dara berjalan menghampiri ruangan milik Jaya dan mengetuk pintu ruangannya seperti tamu pada umumnya.Dara memasukki ruangan pria itu, dan terlihat suasana di sana sudah cukup berat. Membuat Dara sedikit gugup. Namun, ia tak boleh gugup, karena mau bagaimanapun, di sini dia tidak salah, bahkan, dia adalah korban dari semuanya, dia dan keluarganya justru har