Selepas bertemu dengan Damar, Dara memutuskan untuk mulai fokus dengan dendamnya.Pagi hari, ia melihat pesan dari Pak Jaya dan meminta Dara untuk datang ke kantornya hari ini juga. Hal itu membuat Dara harus pergi ke kantor NA yang dipegang oleh Pak Jaya.Dara juga menyembunyikan hal ini dari kedua orang tuanya, karena tidak ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi, masalah ini jelas belum selesai, dan entah kapan selesainya. Dara tengah mengusahakan yang terbaik untuk ayahnya.Sampai di gedung pencakar langit tersebut, Dara langsung menghela nafas panjang dan melangkah masuk ke dalam kantor itu. Tanpa ragu dan takut, Dara berjalan menghampiri ruangan milik Jaya dan mengetuk pintu ruangannya seperti tamu pada umumnya.Dara memasukki ruangan pria itu, dan terlihat suasana di sana sudah cukup berat. Membuat Dara sedikit gugup. Namun, ia tak boleh gugup, karena mau bagaimanapun, di sini dia tidak salah, bahkan, dia adalah korban dari semuanya, dia dan keluarganya justru har
"Dara?!" kejut pria yang menabrak Dara dan langsung membantu Dara untuk bangun."Loh? Nathan? Kamu ngapain di sini?" tanya Dara sembari menunjuk pria yang menabraknya. Dara meraih tangan pria itu.Namun, yang membuat Dara cukup heran adalah, pakaian pria itu sangat rapi, dengan menggunakan jas hitam dan juga rambutnya rapi, tidak seperti biasanya. Ada apa ini?"Kamu yang ngapain di sini? Lamar kerjaan?" tanya Nathan yang memang tidak mengetahui tujuan Dara datang."Nggak lah! Ngapain! Kalau bicara suka ngadi-ngadi ih!" ketus Dara.Tiba-tiba satu pengawal yang berada di belakang Nathan langsung hampir mendekati Dara dan seperti akan menghajarnya. Namun, Nathan menghadang pria itu."Tenanglah, dia berkata begitu hanya bercanda saja. Aku sudah biasa bercanda seperti ini dengan Dara," ucap Nathan yang menghalangi bodyguardnya."Wow! Kamu cukup dilindungi juga, ya. Aku kagum padamu!" ucap Dara dengan berkacak pinggang dan cukup terkejut."Nada bicaramu terdengar seperti meledekku. Meski ak
Sampai di depan kamar, Rendra langsung menarik tangan Dara cukup keras dan sampai masuk ke dalam kamar hingga pintu tertutup rapat. Rendra langsung menempelkan tubuh Dara ke dinding dan menghimpit Dara. Seketika, Dara merasakan sesuatu yang keras di balik celana Rendra dan terasa sampai permukaan perut Dara.Hal itu membuat Dara langsung tersenyum kecil dan memegang kedua pipi pria itu."Kamu pingin?" tanya Dara."Jelaslah. Aku nahan seminggu, nggak betah. Dulu kita hampir setiap hari seperti ini, bukan?" tanya Rendra yang mulai menggoda Dara."Lalu, kau mau melakukannya kepadaku, sekarang? Bukankah masih ada Maya di rumah? Kamu nggak mungkin kalau sampai nggak ngelakuin itu sama dia," tutur Dara dengan senyumnya yang masih begitu hangat."Maya tidak bisa melakukan hal sepertimu, Dara. Dia sama sekali tidak bisa membuatku begairah. Dia menikmatiku sendirian, namun, aku sama sekali tak merasakan kenikmatan darinya," ucap Rendra sembari mengecup leher Dara dengan penuh nafsu, seperti sa
Dara terbangun kala ia merasakan dingin di tubuhnya. Ketika tersadar, ia masih berada di pelukan Rendra dan terlihat Rendra sama sekali tidak melepaskan pelukannya dari tubuh Dara sama sekali.Dara memperhatikan wajah pria itu dan merasa sudah lama sekali dia tidak melihat Rendra dengan wajah seperti itu. Begitu manis dan lemah lembut. Terasa kehangatan yang dikeluarkan dari tubuh pria itu. Dara juga bisa merasakan kasih sayang darinya.Reflek, tangan Dara memegang kedua pipi pria itu dengan lembut dan mengusapnya perlahan. Namun, betapa tekejutnya Dara karena Rendra tiba-tiba membuka matanya perlahan dan menatap Dara dengan senyuman."Kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Rendra."Kamu capek, ya? Tidurmu nyenyak sekali," ucap Dara dengan senyuman manisnya itu."Iya, seharian kemarin rasanya lelah sekali. Apa kau tidak bisa tidur?" tanya Rendra."Bukan begitu, aku tidak terbiasa tidur lama, Mas." Dara kembali menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya."Kamu mau dengar ceritaku, Say
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya kepadamu, Mas?" Mata Dara menunjukkan keseriusan dan membuat Rendra membulatkan matanya karena menganggap pertanyaan Dara adalah benar adanya.Seketika, Rendra hanya bisa terdiam sembari menatap Dara dengan tatapan yang lembut, memang benar adanya, bahwa dialah yang harusnya meyakinkan dirinya sendiri untuk menikahi Dara atau tidak, mau bagaimanapun semua ini adalah salahnya karena sudah mengkhianati wanita yang selama ini mencintainya dan bahkan tak pernah sekalipun berpaling dari Rendra."Maaf ya," ucap Rendra dengan senyuman dan menahan rasa sakitnya."Sudah kuduga, kamu pasti tidak—""Maaf karena aku telah menyakitimu. Aku sangat mencintaimu, Dara. Aku ingin memperbaiki semuanya."DEG!Bak hati yang tersambar petir, perasaan Dara justru semakin campur aduk mendengar ucapan Rendra. Selama ini, dia tak pernah sekalipun mendengarkan permintaan maaf dari mulut Rendra sendiri. Selalu Dara yang mengalah dan meminta maaf. Namun, sekarang semuanya se
["Kau di mana sekarang?"] tanya pria itu dengan nada terdengar emosi."Ada apa, Yah? Ada yang perlu kubantu?" tanya Rendra.["Kau di mana dasar anak nggak tahu diri!"] bentak pria itu.Mendengar ayahnya berucap begitu, Rendra sudah mengerti betul arah pembicaraan mereka yang terlihat cukup keras."Bukan urusan ayah. Aku tahu ayah hanya akan menjelek-jelekanku saja," tutur Rendra.[“Apa kau tidak bisa sekali ini saja membuat nama baik keluargamu jadi lebih baik, hah!”] hardik pria itu di telepon.Namun, Rendra hanya diam saja dan tidak menjawab apa yang dikatakan oleh ayahnya. Ada sedikit rasa takut, namun, di satu sisi lain, hatinya juga memberontak dan ingin sekali mencaci maki ayahnya, ia sudah cukup lama memendam perasaan kesal kepada ayahnya sendiri.“Mengapa ayah juga tidak pernah menghargai apa yang kulakukan? Semuanya selalu salah di mata kalian,” bela Rendra kepada dirinya sendiri.[“Jelas saja jika ayah marah kepadamu! Bagaimana mungkin kamu bisa semalaman nggak pulang ke rum
"Dara, tolong jangan lakukan hal seperti ini. Kau hanya mengulang kesalahan yang sama," tutur Nathan yang sedikit cemas.Dara yang melihat hal itu langsung sedikit terkejut dan menyadari bahwa Nathan sedikit bersimpati kepadanya."Apa maksudmu melarangku melakukan apa yang kumau, Nathan?" tanya Dara dengan nada yang cukup serius."Aku hanya tidak ingin kau terluka dan semakin menderita. Kasihan orang tuamu, mereka selalu mengkgawatirkanmu," ucap Nathan dengan blak-blakkan."Ini semua sudah telanjur, Nathan. Aku tidak bisa kembali, dan tidak bisa mengubahnya lagi, semua ini harus terjadi," ucap Dara sembari mendekati Nathan yang masih dengan erat memegang tangan wanita itu."Kumohon, Dara. Hentikan semua ini, atau kau akan menyesal di kemudian hari.""Justru, jika aku tidak melakukan ini, aku yang akan menyesalinya seumur hidupku, Nathan!" hardik Dara dengan nada yang cukup berat hingga membuat Nathan sedikit terkejut.Dara melepaskan genggaman tangannya dan langsung pergi meninggalkan
Suasana di bar sudah sedikit tenang, hal itu membuat Dara dan Rizal bisa memulai pembicaraan mereka. Dara jelas menginginkan apa yang terjadi sampai Maya bisa datang ke barnya tanpa tahu diri.“Maafkan saya, Nona. Saya tidak bermaksud mengkhianati anda atau apapun itu, karena dia yang memaksa untuk duduk di sini, dan seperti kata nona, saya hanya perlu meladeninya saja karena ia percaya bahwa saya masih memiliki rasa kepadanya,” urai Rizal.“Aku mengerti, aku juga tidak berpikiran buruk kepadamu, aku hanya khawatir dia melakukan hal yang berlebihan, karena belakangan ini dia sedang mencurigai aku berselingkuh dengan suaminya.” Dara mengutarakan kegelisahan yang ada di dalam hatinya. Sebenarnya dia tidak takut, hanya saja, dia harus menyembunyikan semua yang ia lakukan kepada Rendra.“Apa nona baik-baik saja?” tanya Rizal yang sedikit khawatir.“Aku baik-baik saja, kau jangan khawatir. Kamu urus saja barku ini, karena belakangan ini aku sedikit susah mengurusnya,” ucap Dara yang tengah