Semilir angin memaksa masuk pada tubuh wanita yang hanya diselimuti kain tebal berwarna putih. Walaupun begitu, dia membiarkan kedua tangannya terbuka. Matanya masih tertutup. Indah, bahkan saat tidur pun dia tidak pernah tidak cantik. Lantas gadis itu pun menggeliat untuk meringankan bebannya semalam. Entah, bahwa beban di tubuhnya akan berkurang atau malah bertambah. "Kau sudah bangun? Aku sampai menunggu satu jam di kursi ini hanya untuk melihat putri tidur bangun dari mimpinya yang panjang." Perkataan pria itu tiba-tiba memenuhi telinganya. Wajahnya yang bersinar kini mulai redup. Meski dia selalu terlihat cantik dengan kondisi emosional apapun. CUP! "Bangunlah. Karena perutmu harus terisi, dengan bayi kita—"PUK! April melempar bantal yang menjadi sandaran ternyaman itu. Dia membuka matanya dengan paksa. Sampai tak sadar, selimut itu melorot sampai pinggang dan menampakan keindahan miliknya. "Aaakkk!" April ikut serta pada paduan suara para burung pagi ini, ternyata. Wala
Siangnya, April izin tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Angga juga sebenarnya tidak ingin pergi bekerja karena ingin menemani April. Tapi karena keadaan Kantor membutuhkan dirinya sekarang, jadi Angga tetap berangkat ke kantornya. “Karena malam itu, selain aku tidak bisa tidur dengan cukup, semua tubuhku juga terasa sakit dan pegal. Aku bahkan tidak bisa berdiri dengan baik sekarang. Beruntung jika kami tidak melakukanya di rumah Angga. Jika itu terjadi, aku bahkan tidak bisa membayangkan reaksi Bibi,” gumam April di dalam kamarnya. April sedih dengan dirinya sendiri, karena dia berlagak seperti wanita tua yang hanya diam di kasur dan tak melakukan apapun kecuali dengan bukunya. Tapi yang membuat April lebih kesal adalah, karena tubuh April banyak bekas sesuatu yang berwarna merah. “Hah! Padahal aku banyak kerjaan. Di rumah maupun di kantor. Tapi aku bahkan tidak punya tenaga untuk itu. Di kamar juga aku merasa bosan,” katanya kepada diri sendiri. Di luar cuaca cukup bagus. T
April mengangkat telepon tersebut. Walaupun Angga yang ternyata meminta supaya telepon itu terhubung dengan ponsel April sendiri. Ya, sepertinya Angga ingin membicarakan sesuatu secara rahasia dengan April. “Bibi, Anda bisa kembali bekerja,” pinta April kepada ART tersebut. April pun menghubungkan kembali telepon tersebut dengan ponsel miliknya. “Ada apa? Apa ada sesuatu yang yang sangat mendesak? Aku curiga jika kamu ingin mengatakan sesuatu yang membuatku berdebar,” ucapnya. “Ya. Bukankah aku memang seringkali membuatmu berdebar? Tapi yang akan aku katakan sekarang tidak kalah mendebarkannya. Aku mendapat informasi mengenai praktik ilegal yang dilakukan oleh Mahira. Kamu, datanglah ke alamat yang aku kirimkan kepada pesanmu itu,” ucapnya dan April pun langsung menutup sambungannya. Segera, setelah dia melihat catatan penting dari isi pesannya, April bergegas untuk berganti pakaian dan bersiap-siap pergi ke tempat yang dekat dengan rumahnya itu. Dia sangat bersemangat, karena d
“Kita sudah sampai, April. Kamu akan bertemu dengan orang itu,” kata Angga kepada April. April menatap sebuah rumah yang megah. Dia berpikir bahwa orang itu adalah pemilik rumah ini. Sekejap April melihat Angga, entah kenapa suasana menjadi lebih dingin dan seram. Dari pada itu, Angga malah lebih terlihat menakutkan. April dapat merasakannya. “Kalau begitu, cepatlah katakan. Siapa dia?” tanya April terburu-buru. Dia merasa bahwa akan ada terjadi sesuatu yang buruk. Jadi dia ingin mengetahui terlebih dahulu, setidaknya namanya saja. April bahkan memohon seperti kucing yang imut kepada Angga. Tapi pertama kalinya untuk Angga, dia tidak menggubris rayuan atau keimutan April yang dibuat. Angga malah menatap tajam. “B-baiklah, aku akan menunggu kamu mengizinkannya,” ungkap April sambil melemparkan pandangannya. Angga menyadari hal itu, jadi Angga meraih tangan April dan wajah mereka saling bertemu. Di situlah, kesempatan untuk Angga mencium April datang. CUP! “Manis, tolong jangan m
“Orang ini …” April menggantung perkataannya. Kedua pria tengah memandang bibir gadis itu yang diharapkan dia dapat mengatakan yang mereka harapkan. Orang ini adalah pria yang April temui bertahun-tahun lalu lamanya di Sekolah putih abu. Pria yang pertama kali membantu April untuk hidupnya di masa sulit itu. Ya, pria ini bahkan sudah mengenali April dari awal masuk sekolah. Pria yang berharga. April ingat, bahwa Kevin selalu menempatkan dirinya lebih awal, lebih atas dan selalu menghormati April. Pria yang selalu menyempatkan diri untuk memberi satu kotak susu jika April tidak ingin bicara dengannya. Dia sempat menghilang karena pindah sekolah. Tapi Kevin tiba-tiba memutuskan kontaknya dengan April. Padahal April masih ingin berbincang dan bertemu dengannya di suatu tempat. TES!Air mata gadis itu bercucuran lagi. Matanya tidak lagi benci. Dia hanya ingin memeluk Kevin yang masih sama itu. Tapi yang bisa April lakukan sekarang adalah, membeku sambil menelan keinginannya. GRET!
“April, apa maksudmu? A-aku bahkan tidak mengerti dengan yang kamu tanyakan. Kenapa kamu menuduhku melakukan tindakan kriminal?” tanya Kevin. Dia bahkan mendekati April. Tangannya berusaha meraih pergelangan tangan April, tapi Angga menahannya dan membuat Kevin kebingungan sekarang. Dengan Kevin prasangka yang luas, Kevin menyadari bahwa Angga adalah kekasih April. Pikirannya sempat terlahirkan karena hati Kevin sedikit teriris melihat pasangan yang serasi itu. Tapi sekarang Kevin masih ingin mendapatkan jawaban dari pertanyaan April. “April, jika kamu tidak menjelaskannya, bagaimana aku bisa tahu?” tanya Kevin dengan tatapan sendunya. DEG! Perkataan yang tidak asing di telinga gadis ini. Itu karena di masa lalu, Kevin pernah mengatakannya juga. Pertanyaan yang selembut sutra, tatapan yang menyedihkan malam yang gerimis, kini terjadi lagi saat April menemui Kevin yang sudah dewasa. “I-itu … Apakah kamu terlibat dalam perdagangan manusia? Kamu juga tahu, kan, jika Mahira melakuka
Tuduhan tersebut berhasil membuat Kevin diam. Tidak mengelak atau bahkan membela dirinya sendiri. Dia merasa bahwa dengan membela dirinya tidak akan membuat April kembali pada kekecewaannya itu. Ya, dia dibawa ke sebuah tempat yang aman milik Angga. Dengan puluhan penjaga yang ditugaskan dengan sistem shift. Lalu di perjalanan pulang, April tidak satu mobil dengan Kevin. Sekarang, April sangat lelah untuk bicara. Bahkan hatinya sangat ingin agar dirinya tidak banyak memikirkan kejadian ini. "Maaf." Satu kata terucap pada pria yang membantu April selama ini. April menoleh pada Angga. Tidak mengatakan apa-apa, tapi tidak etis juga jika April membuat Angga merasa bersalah dengan semua ini. Jelas-jelas bahwa Angga sedang membantunya, pikir April. "Aku paham bagaimana perasaan kecewa itu datang. Terkadang memang kekecewaan tidak datang dari orang lain, tapi orang terdekat. Hidup ini penuh misteri. Kita tidak tahu jika di masa depan siapa yang akan berkhianat," ujarnya dengan mata yang
Di kediaman Angga, ada beberapa bodyguard miliknya. Mereka mengikuti Angga dan Apri, sebagian lagi menuntun Kevin ke penjara yang sudah Angga siapkan. Tanpa tahu menahu April, ternyata penjara itu sudah dibuat kemarin dengan cepat. Walau begitu, Angga tidak membuat tempat itu gelap dan lembab dan tanpa makanan. Angga membuatnya seperti kamar yang cukup ditinggali satu orang. Kevin hanya harus diam dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, agar Angga dan April dapat bebas bertanya. ***Seperti sekarang, sudah di hari keempat. April datang sendiri menemui Kevin di tempat tersebut. Tepat sekali saat jam makan siangnya, agar April terlihat sedang membawa sesuatu di tangannya untuk mantan sahabatnya itu. “Makan siang untukmu. Ini aku yang memasak. Satu karbohidrat tinggi serat, dua jenis sayuran, satu protein dan satu buah. Sempurna, bukan? Bahkan aku masih cukup peduli kepada orang yang sudah mengkhianati aku,” gertaknya yang membuat Kevin tidak bisa berkata apa-apa. “Terima kasih—”“Be