***
"Udah cantik belum sih gue? Mau ketemu CEO degdegan banget rasanya."Berdiri di depan cermin besar yang ada di kamar, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Kalania pada dirinya sendiri yang barusaja menyelesaikan kegiatan berdandan.Tak akan berdiam diri di apartemen seperti biasanya, siang ini Kalania memang akan pergi ke suatu tempat dan bukan tempat sembarangan, yang akan dia datangi adalah sebuah gedung perusahaan ternama.Bukan untuk melamar pekerjaan, tujuan Kalania datang ke gedung perusahaan tersebut adalah; untuk menemui seseorang yang dia pikir bisa membantunya membalaskan dendam pada Rajendra, karena memang tak main-main, niat Kalania balas dendam sangat serius.Diputuskan secara mendadak tanpa memiliki kesalahan, Kalania merasa dipermainkan dan sebagai perempuan, dia tentu saja tak terima sehingga pembalasan pun harus dilakukan dan dari semua cara yang bisa dipakai, dia memutuskan untuk memakai ide iseng sang sahabat yaitu; memacari saudara kembar Rajendra.Rainer Langit Mahendra.Nama itulah yang Kalania tahu sebagai saudara kembar Rajendra dan tak bekerja di bidang seni seperti sang saudara, Rainer memilih bisnis sebagai karir sehingga alih-alih menjadi penyanyi, Rainer kini cukup sukses sebagai CEO dari perusahaan milik keluarganya sendiri."Udah kali ya? Dandanan gue udah badai gini masa enggak cantik?" tanya Kalania lagi.Memakai celana jeans juga crop top berlengan panjang, hari ini dia memang terlihat cukup anggun dan sebagai pelengkap kesan manis pada dirinya, Kalania memutuskan untuk mempercantik poni agar Rainer tertarik padanya ketika bertemu.Tak muluk-muluk berpacaran sungguhan, Kalania hanya akan meminta Rainer berpura-pura menjadi pacarnya di depan Rajendra dan tentu saja dia berharap pria itu mau karena berdasarkan informasi yang Kalania dapat dari Tami, Rainer belum memiliki pasangan baik itu istri mau pun kekasih."Oke deh kalau gitu cuss ke kantor," ucap Kalania. "Tami bilang Rainer enggak ada jadwal ke luar kota jadi kayanya bisa gue temuin dia hari ini.""Kalania ... saatnya beraksi."Menyambar tas dari atas tempat tidur, setelahnya Kalania bergegas meninggalkan kamar bahkan unit apartemennya dan sambil memainkan kunci mobil, dia berjalan menuju lift yang akan membawanya turun ke basement—tempat mobilnya diparkirkan.Berusia dua puluh enam tahun, Kalania sudah bisa mengemudikan mobil sejak duduk di bangku kuliah sehingga kemampuannya mengemudi tentu saja tak bisa diremehkan dan dengan kepiawaiannya membawa mobil, Kalania tentu saja memiliki sim yang membuatnya bebas berkendara ke mana saja."Oke, lokasinya ditemukan. Waktunya jalan," ucap Kalania setelah berhasil mengatur maps yang akan membawanya ke kantor tempat Rainer bekerja karena meskipun besar di Jakarta, dia tetap butuh petunjuk menuju gedung perusahaan Rainer. "Semoga semuanya lancar, aamiin."Tak menunda, setelah itu Kalania lekas melajukan mobilnya pergi dan di jalanan Jakarta, dia mengemudi dengan kecepatan sedang karena suasana lalu lintas yang siang ini padat merayap."Kalau Rainer enggak mau gimana ya?" tanya Kalania di sela perjalanannya. "Kata Tami, Rainer itu enggak seaktif Rajendra alias agak pendiam. Susah juga kayanya naklukin dia, tapi masa gue enggak bisa sih? Coba aja dulu kali ya. Kalau susah banget baru cari cara lain.""Come on, Kala. Kamu bisa!"Menempuh perjalanan lebih dari empat puluh menit, Kalania akhirnya sampai di sebuah parkiran gedung yang bisa dibilang cukup tinggi dan karena berdasarkan maps, gedung yang dia datangi adalah perusahaan tempat Rainer bekerja, dengan segera Kalania turun kemudian sambil menenteng tas kecil miliknya dia bergegas menuju lobi.Mengedarkan pandangan, Kalania kini mencari meja resepsionis dan tak sulit, apa yang dicarinya berhasil ditemukan dalam beberapa detik saja sehingga kedua kaki gadis itu pun kembali melangkah menghampiri meja panjang yang dijaga oleh seorang perempuan."Selamat siang, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya sang resepsionis—menyambut kedatangan Kalania yang kini berdiri dengan jantung berdegup."Siang, saya mau ketemu Pak Rainer Langit Mahendra. Apa dia ada di tempat?" tanya Kalania—dengan sikap yang dia buat setenang mungkin."Apa sudah buat janji sebelumnya?""Belum," kata Kalania. "Tapi ada hal urgent yang mau saya bicarakan sama dia.""Oh kalau begitu maaf sekali enggak bisa, Mbak," kata sang resepsionis yang membuat Kalania refleks mengerutkan kening. "Untuk bertemu Pak Rainer, Mbak harus punya janji lebih dulu dengan beliau supaya Pak Rainernya enggak bingung. Lagipula siang ini kebetulan sekali Pak Rainer sedang tidak berada di tempat. Jadi Mbak silakan hubungi dulu sekretaris Pak Rainer untuk membuat janji.""Lho, tapi kan saya ada urusan urgent, Mbak. Masa enggak bisa sih?" tanya Kalania. "Gini deh, Pak Rainernya sekarang pergi ke mana biar saya samperin. Penting soalnya urusan saya.""Kalau itu saya kurang tahu, Mbak, tapi yang jelas Pak Rainer keluar untuk menemui klien.""Ck, gimana sih?" tanya Kalania dengan raut wajah sebal. "Karyawan kok sampai enggak tahu bosnya pergi ke mana? Enggak kompeten banget.""Siapa yang tidak berkompeten?"Bukan dari sang resepsionis yang kini berdiri persis di depan Kalania, pertanyaan tersebut terdengar dari arah belakang dan karena suara tersebut milik seorang laki-laki, Kalania tentu saja berbalik kemudian boom!Kedua mata Kalania terlihat sedikit membulat ketika sekarang di depannya berdiri seorang pria berpenampilan rapi yang tentu saja memberinya pandangan penuh tanya.Tak perlu bertanya siapa pria tersebut, Kalania sudah sangat tahu dia Rainer karena memang sebelum datang langsung, Tami sempat memberinya beberapa foto Rainer yang memiliki paras tak kalah tampan dari Rajendra."Ada yang bisa saya bantu?"Setelah saling diam untuk beberapa detik, Rainer akhirnya buka suara dan tak ada senyuman, pria itu berbicara dengan raut wajah datar dan jelas hal tersebut membuat Kalania berdebar karena sungguh! Dia tak menyangka Rainer sekharismatik ini."Pak Rainer?" tanya Kalania pada akhirnya."Iya, saya Rainer," kata Rainer. "Barusan saya enggak sengaja dengar ucapan kamu tentang bawahan saya yang enggak kompeten. Kenapa memangnya? Apa ada kesalahan yang dia perbuat?""Enggak sih, Pak, cuman barusan kan saya pengen ketemu Bapak. Jadi agak kesal aja gitu pas resepsionisnya bilang saya enggak bisa ketemu Bapak kalau belum buat janji," ungkap Kalania dengan perasaan yang semakin tak karuan karena ketampanan Rainer yang menurutnya sangat di luar nalar."Ada keperluan apa memangnya kamu sama saya?" tanya Rainer. "Saya bahkan enggak kenal kamu.""Keperluan penting, Pak, dan ini menyangkut Rajendra."Mendengar nama tersebut dilontarkan Kalania, kening Rainer terlihat mengkerut dan tanpa banyak berbasa-basi, setelahnya sebuah ajakan untuk naik ke lantai atas pun dilontarkan dan hal tersebut tentunya membuat Kalania bahagia sehingga dengan segera dia pun mengikuti Rainer menuju lift dan tanpa ada obrolan, suasana di dalam lift yang kini naik, hening sampai akhirnya ketika tiba di lantai atas, sebuah perintah dilontarkan Rainer pada pria yang tak lain adalah sekretarisnya."Ken, kamu bisa ke ruangan kamu biar nanti saya hubungi lagi kalau ada apa-apa.""Baik, Pak."Tanpa banyak berbasa-basi, pria bernama Kenzie tersebut memisahkan diri dari Rainer juga Kalania dan setelahnya perjalanan pun berlanjut hingga tiba juga mereka di ruangan kerja Rainer yang ukurannya bisa dibilang besar karena tak hanya meja kerja, di sana terdapat pula satu set sofa untuk menerima tamu dan Kalania beruntung bisa duduk di sana setelah Rainer mempersilakannya duduk.Mak dia kok seksi?!Duduk di salah satu sofa, batin Kalania berseru ketika Rainer tiba-tiba saja melepas jas hitam yang semula melekat di tubuhnya sehingga sekarang tubuh pria itu hanya dibalut kemeja putih juga dasi dan seolah menjadi pelengkap, raut wajah dingin Rainer terlihat begitu menyatu dengan penampilannya siang ini."Jadi apa keperluan kamu sama saya dan apa pula hubungan kamu sama Rajendra?" tanya Rainer setelah sekarang dia duduk persis di depan Kalania dengan meja panjang yang menjadi sekat."Dua bulan ini saya pacarnya Rajendra, Pak.""Lalu?" tanya Rainer dengan raut wajah yang stay cool. Namun, justru membuat Kalania gemas."Beberapa hari ke belakang, Rajendra mendadak putusin saya dan saya enggak terima karena saya enggak punya salah apa pun dan-""Kamu mau minta saya balikan sama dia?" potong Rainer tanpa aba-aba. "Kalau iya, maaf saya enggak bisa dan saya enggak mau karena urusan percintaan Rajendra itu bukan urusan saya dan-""Bukan, Pak. Bukan," ucap Kalania—membalas Rainer dengan memotong ucapan pria itu. "Saya bukan mau minta dibantu buat balikan karena setelah diputusin, saya alergi banget balikan sama mantan apalagi Rajendra yang ekhem banget. Playboy dia, Pak, dan saya ketipu."Tak ada senyuman lebar, Rainer hanya melengkungkan senyuman tipis nan miring usai mendengar ucapan Kalania dan jelas hal tersebut membuat gadis itu sedikit tegang karena image kulkas yang katanya melekat pada Rainer ternyata benar adanya."Lalu kamu mau apa temui saya?" tanya Rainer. "Cepat katakan karena saya enggak punya banyak waktu. Kerjaan saya numpuk.""Hm, saya mau minta bantuan Bapak buat balas dendam ke Rajendra sih, Pak," kata Kalania. "Saya pengen dia kapok aja permainin cewek supaya setelah saya, enggak ada korban lain gitu.""Balas dendam dengan cara apa?""Pacaran," kata Kalania yang membuat Rainer mengerutkan kening."Pacaran?" tanya Rainer memastikan. "Pacaran gimana maksudnya?"Tak menjawab, Kalania hanya tersenyum sambil memikirkan kata yang tepat hingga tak berselang lama Rainer kembali buka suara."Hey.""Pak Rainer mau enggak, Pak, jadi pacar saya?" tanya Kalania yang akhirnya mengungkapkan tujuan utama dia datang ke kantor Rainer. "Buat bikin Rajendra kapok, kita pacaran dan-""Kamu gila?" tanya Rainer—memotong ucapan Kalania dengan segera. "Ah, apa salah minum obat?""Kok gitu sih, Pak? Say-""Wait," potong Rainer dengan segera. Memasang raut wajah waspada, setelahnya dia kembali bertanya, "Kamu ... bukan pasien rumah sakit jiwa yang kabur, kan?"***"Pak, kok saya diginiin sih, Pak? Saya kan barusan udah bilang kalau saya bukan orang gila! Saya seriusan mantannya Rajendra dan saya mau balas dendam sama dia, Pak! Please, Bapak bantuin saya karena kalau enggak dikasih pelajaran, Rajendra akan semakin berulah dan korbannya akan semakin banyak! Bapak mau emangnya saudara kembar Bapak memakan lebih banyak korban? Mau?"Sambil terus meronta dari pegangan dua satpam yang kini mencekalnya, seruan panjang lebar tersebut lantas dilontarkan Kalania pada Rainer yang kini berdiri pada jarak beberapa meter.To the point mengungkap tujuan datang ke kantor Rainer, respon yang didapatkan Kalania memang di luar dugaan karena alih-alih bersedia, Rainer justru menuduhnya macam-macam.Orang gila lepas dari rumah sakit jiwa.Itulah tuduhan pertama yang dikatakan Rainer padanya dan sebagai orang waras, Kalania tentu saja tak terima sehingga sejelas mungkin dia mengatakan kronologi putusnya dengan Rajendra dan alih-alih tertarik dengan tawaran yang
***"Ck."Menarik kedua tangannya dari laptop yang sejak tadi dipakai, Kalania berdecak dengan rasa kesal yang tiba-tiba saja datang. Pikiran buyar lalu konsentrasi hilang, selanjutnya itulah yang terjadi setelah ponsel yang disimpannya di dekat laptop, tak kunjung berbunyi.Padahal, setelah memberikan nomor ponselnya pada Rainer siang tadi, Kalania berharap malam ini pria itu meneleponnya untuk mengungkap ketertarikan atas ajakan dia siang tadi.Namun, sepertinya Kalania memang terlalu berharap karena jangankan telepon, pesan saja tak dikirim Rainer—membuat dia tentu saja frustasi sendiri karena selain memacari pria itu, dia tak tahu harus menggunakan cara apalagi untuk balas dendam pada Rajendra."Ini Rainer serius enggak tertarik nih sama tawaran gue?" tanya Kalania setelahnya. "Cantik lho gue tuh. Masa dia enggak mau sih? Lagian lihat adiknya permainin banyak cewek, dia enggak simpati apa? Ah, apa jangan-jangan Rainer sebelas dua belas sama Rajendra?"Tak ada yang menjawab pertany
"Rainer."Deg.Dada Kalania rasanya seperti dipukul secara mendadak setelah sang penelepon mengutarakan identitas yang tentu saja membuat dia kaget."Ra-Rainer?" tanya Kalania tergagap. "Rainer Langit Mahendra, bukan?""Iya," kata Rainer. "Dan saya hubungi kamu karena ingin membicarakan sesuatu.""Tentang apa?" tanya Kalania dengan raut wajah antusias. "Tentang tawaran aku kemarin bukan? Kalau iya, ayolah kita ngobrol ter-""Kafe Kencana," potong Rainer. "Bisa kita bicarakan semuanya di sana? Kalau bisa saya tunggu pukul setengah satu-""Bisa!" seru Kalania. "Aku bisa ke sana dan aku bakalan datang dari jam dua belas biar enggak telat. Terlepas dari apa yang mau kamu bicarain, aku bakalan datang dan aku mau dandan secantik mungkin.""Oke.""Sebut kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Kalania. "Soalnya kan ini enggak dikantor.""Silakan," kata Rainer. Hening selama beberapa detik, setelahnya pria itu kembali buka suara. "Ya sudah kalau begitu saya matikan teleponnya dan sampai ketemu di san
***"Ck."Rainer yang kini memegang ponsel di tangan kanannya seketika berdecak setelah sebuah panggilan tiba-tiba saja masuk ke nomor miliknya. Bukan dari orang asing, panggilan tersebut berasal dari kontak yang dia namai Gadis setengah waras dan bukan orang teman terdekat apalagi saudara, orang yang Rainer namai seperti itu adalah Kalania.Ya, gadis itu.Meskipun sekarang Rainer dan Kalania sudah menjalin sebuah kerjasama, rasanya dia enggan mengubah nama kontak gadis tersebut di ponselnya karena menurut penilaian dia, begitulah Kalania."Mau apa sih gadis ini? Ganggu aja," tanya Rainer setelahnya.Alih-alih menjawab panggilan, yang dia lakukan justru hanya memandangi nama Kalania karena tak sedang senggang, saat ini Rainer sedang berkutat dengan macbook untuk mengurus pekerjaan, sehingga jelas dia tak bisa diganggu siapa pun apalagi Kalania.Tak hanya berlaku untuk gadis itu, larangan mengganggu dia di kamar diantara jam delapan sampai jam sembilan malam juga diberlakukan pada semu
"Najis," celetuk Rainer. "Enggak ada yang bisa gue kangenin dari lo.""Terus mau apa?" tanya Rajendra sambil mendudukan dirinya di samping Rainer dan alih-alih mendapat jawaban dari sang saudara kembar, dia justru mendapat perinrah."Pake baju dulu lo, masuk angin," kata Rainer. "Gue enggak bakalan ngomong sebelum lo pake baju.""Halah ribet banget lo, Rainer," desah Rajendra sambil beranjak. "Manggung malam sambil ujan-ujanan aja kuat, apalagi cuman kaya gini? Gue enggak selemah itu kali.""Udah sih tinggal pake baju kan enggak susah juga," kata Rainer. "Apa perlu gue bajuin?""Males," celetuk Rajendra. "Gue bukan balita kali.""Ya udah kalau gitu pake baju sendiri.""Iya-iya, bawel lo."Tak menjawab, Rainer hanya diam sambil menumpukan kedua tangannya di kasur sementara Rajendra sendiri mulai mencari pakaian dan tanpa memerlukan waktu lama, putra tengah Aleora tersebut selesai mengenakan kaos juga kolor dalam beberapa menit saja."Udah tuh pake baju," kata Rajendra pada sang kembara
***"Gimana, Mbak, apa sudah pas?"Duduk di depan sebuah cermin besar, Kalania sedikit menyipitkan mata setelah pertanyaan tersebut dilontarkan seorang perempuan yang sejak beberapa saat lalu mengurus rambutnya.Tak diam di rumah seperti biasa, hari sabtu ini Kalania memang memutuskan untuk pergi ke spa bahkan salon karena setelah mendengar kabar dari Rainer hari jumat kemarin, dia memutuskan untuk dandan secantik mungkin malam nanti.Rajendra akan ada di acara makan malam.Itulah yang dikatakan Rainer kemarin pagi sehingga tak mau sembarangan, segala persiapan menuju makan malam nanti dilakukan sebaik mungkin olehnya dan tentu saja tak hanya pergi merawat diri, Kalania akan pergi ke mall untuk membeli baju dan perintilan lainnya.Semua dilakukan sendiri? Ya, tentu saja karena Rainer yang notabenenya pacar pura-pura, enggan berpartisipasi sehingga mau tak mau Kalania pergi tanpa teman karena Tami sang sahabat pun tengah memiliki urusan.Bukan problem besar, hal tersebut jelas tak men
"Balikan?" tanya Kalania dengan senyuman meledek. "Enggaklah, buat apa juga aku ngajak balikan orang yang udah mutusin aku tanpa alasan? Ngerasa spesial banget emangnya kamu sampai harus didatangin ke rumah buat diajak balikan?""Terus kalau bukan mau ngajak balikan, lo mau apa datang ke rumah gue?" tanya Rajendra sinis, karena tamparan yang pernah diberikan Kalania masih membekas diingatannya hingga sekarang. "Sana balik. Gue lagi nunggu tamu penting dan-""Dia tamu gue, Jen."Belum selesai Rajendra bicara, suara Rainer lebih dulu terdengar dari dalam rumah dan munculnya pria itu tentu saja membuat Kalania bersorak di dalam hati karena inilah yang dia tunggu sejak kemarin."Tamu lo?" tanya Rajendra—kembali mengerutkan kening dengan perasaan yang lagi-lagi heran. "Tamu lo gimana? Dia mantan gue. Dia cewek yang baru gue putusin dua minggu lalu dan-""Dia pacar gue sekarang," potong Rainer dengan raut wajah serius. "Kalania pacar gue dan tolong biarin dia masuk karena dia tamunya Mama m
***"Duduk. Sebelum makan malam sama-sama, kita ngobrol dulu sebentar karena Mama pengen tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi di bawah tadi."Mendudukan dirinya lebih dulu di sofa single yang tersedia di ruang tengah lantai dua, perintah tersebut lantas dikatakan Aleora padaa Rainer mau pun Rajendra yang mengikutinya sejak beberapa menit lalu.Turun setelah segala persiapan dirasa selesai, beberapa waktu lalu Aleora dibuat heran ketika mendapati suami juga kedua putranya berkumpul di ambang pintu depan. Tak hanya ketiga pria itu, Aleora juga mendapati seorang gadis asing sehingga bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pun dilakukannya dan Rajendralah yang memberikan jawaban lebih dulu.Sama seperti ketika pada Raiden, Rajendra mengadu tentang siapa Kalania dan hal tersebut tentunya membuat Aleora kaget sehingga setelah mempersilakan dulu Kalania masuk, dia mengajak kedua putranya untuk berbicara serius karena dengan status Kalania, dia khawatir Rajendra mau pun Rainer terlibat