"Rainer."
Deg.Dada Kalania rasanya seperti dipukul secara mendadak setelah sang penelepon mengutarakan identitas yang tentu saja membuat dia kaget."Ra-Rainer?" tanya Kalania tergagap. "Rainer Langit Mahendra, bukan?""Iya," kata Rainer. "Dan saya hubungi kamu karena ingin membicarakan sesuatu.""Tentang apa?" tanya Kalania dengan raut wajah antusias. "Tentang tawaran aku kemarin bukan? Kalau iya, ayolah kita ngobrol ter-""Kafe Kencana," potong Rainer. "Bisa kita bicarakan semuanya di sana? Kalau bisa saya tunggu pukul setengah satu-""Bisa!" seru Kalania. "Aku bisa ke sana dan aku bakalan datang dari jam dua belas biar enggak telat. Terlepas dari apa yang mau kamu bicarain, aku bakalan datang dan aku mau dandan secantik mungkin.""Oke.""Sebut kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Kalania. "Soalnya kan ini enggak dikantor.""Silakan," kata Rainer. Hening selama beberapa detik, setelahnya pria itu kembali buka suara. "Ya sudah kalau begitu saya matikan teleponnya dan sampai ketemu di sana. Setengah satu enggak datang, berarti kamu enggak serius sama ucapan kamu kemarin.""Siap-siap!" ujar Kalania. "Aku enggak akan telat kok, aku bakalan datang tepat waktu dan ... lah."Tak selesai Kalania bicara, sambungan telepon tiba-tiba saja terputus. Namun, meskipun begitu rasa kesal tak datang karena alih-alih kesal atau pun marah, rasa bahagia lebih mendominasi sehingga tanpa membuang banyak waktu, Kalania pun beranjak.Pergi ke kamar mandi, Kalania berjalan sambil sesekali menggoyangkan tubuh bahkan bernyanyi kencang hingga sesampainya di kamar mandi, kecerobohan dilakukannya. Tak sengaja menginjak sikat, Kalania terjatuh dan tentu saja gadis dua puluh enam tahun itu meringis."Aw!"Sementara Kalania sibuk dengan kegaduhan yang dia ciptakan sendiri, Rainer justru nampak tenang dengan pikiran yang kini mendadak penuh.Rehat sejenak dari pekerjaan, sekarang yang dia lakukan adalah; bersandar pada kursi kerja sambil memikirkan lagi tindakan yang dia ambil beberapa waktu lalu.Tiba-tiba diminta untuk berkencan dengan gadis yang bahkan tak dia kenal, Rainer cukup keberatan karena memang sejak dulu, dia tak suka dijodohkan. Namun, menolak usulan sang mama tanpa alasan pun dia tak enak sehingga setelah berpikir singkat, Rainer berceletuk punya kekasih pada Aleora.Masalah selesai? Tentu saja tidak, karena setelah dirinya mengaku punya pacar, Aleora terlihat tak percaya sehingga sebisa mungkin dia meyakinkan sang mama untuk percaya sampai akhirnya sebuah permintaan pun terlontar."Ajak dia ke rumah kalau gitu malam minggu nanti. Mama pengen kenal."Rainer kalangkabut? Ya, tentu saja. Sempat menolak dengan beberapa alasan, pada akhirnya Rainer patuh untuk membawa kekasih fiktifnya setelah Aleora memaksa dia untuk tetap berkencan jika tak membawa pacar yang disebutkannyam malam minggu nanti."Enggak bisa bawa orangnya berarti kamu bohong. Itu sih kesimpulan Mama. Jadi kalau emang kamu punya pacar, bawa malam minggu nanti ke sini buat kenalan sama Mama. Enggak akan digigit kok sama Mama, tenang aja."Itulah yang dikatakan Aleora sore kemarin sehingga semalaman penuh, Rainer tentunya dilanda rasa bingung bahkan gundah sampai akhirnya pagi tadi sebuah keputusan pun diambil.Meskipun terkesan gila, Rainer memutuskan untuk menerima Kalania sebagai kekasih pura-puranya dan karena hari ini adalah hari kamis, dia tak menunda untuk menghubungi gadis yang kemarin dikatai gila olehnya."Seharusnya kemarin aku kasih alasan belum siap nikah aja pas Mama nyuruh kencan," gumam Rainer. "Ah, tapi kayanya alasan itu enggak ampuh karena Mama pasti bawa-bawa usia.""Terserah, Rainer," desah Rainer setelahnya. "Kamu yang ciptain sendiri masalahnya. Jadi kamu atasin juga sendiri semuanya. Berurusan sama cewek enggak jelas juga, kan, pada akhirnya? Ah!"Tak terlalu lama larut dalam rasa resah dan bingung, setelahnya Rainer kembali melanjutkan pekerjaan hingga ketika waktu istirahat tiba, dia membereskan meja.Meraih jas yang tersampir di kursi kerja, Rainer bergegas meninggalkan ruangannnya kemudian setelah mengkonfirmasi kepergiannya pada sang asisten, dia lekas menuju lift yang kemudian membawanya turun.Menggunakan mobil, Rainer sekarang bergegas menuju kafe tempatnya juga Kalania akan bertemu dan lima menit sebelum pukul setengah satu siang, dia tiba.Memasuki kafe, Rainer mengedarkan pandangan hingga Kalania yang duduk di depan sebuah meja membuatnya dengan segera melangkah lalu sesampainya di dekat gadis itu, dia berdeham—membuat Kalania yang semula fokus pada ponsel, seketika mengangkat pandangan."Eh, udah datang ternyata. Kirain telat.""Boleh saya duduk?" tanya Rainer—mengabaikan kalimat basa-basi Kalania."Boleh banget dong, masa enggak boleh?" tanya Kalania. "Ayo duduk, ngobrol sambil berdiri kan enggak enak."Tak banyak berbasa-basi, selanjutnya Rainer menarik kursi di depan Kalania hingga ketika gadis di depannya hendak buka suara, dengan segera dia bicara lebih dulu."Saya mau bicarain tawaran kamu yang kemarin.""Gimana? Setuju?" tanya Kalania—menahan rasa kesal mati-matian karena tingkah cuek Rainer yang jelas membuatnya kesal. "Mau, kan, jadi pacar aku? Enggak serius, cuman pura-pura kok.""Tujuan kamu ajak saya pacaran pura-pura apa?""Buat Rajendra kapok," kata Kalania. "Cowok katanya suka enggak terima ketika mantannya pacaran sama orang terdekat dia. Jadi aku pengen pacaran pura-pura sama kamu buat manasin Rajendra terus bikin dia kapok permainkan aku.""Tobatnya Rajendra sebagai playboy?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Itu nanti sih pikirannya, yang terpenting aku bikin dia kapok dulu permainin aku dan-""Balas dendam maksudnya?" tanya Rainer yang entah kenapa membuat Kalania gugup."I-iya," kata Kalania. "Tapi kan enggak sampai bikin dia celaka atau semacamnya. Jadi kamu enggak usah khawatir."Tak menjawab, yang dilakukan Rainer setelahnya adalah diam sambil berpikir dan diamnya dia membuat Kalania memiliki kesempatan untuk mengagumi wajah tampannya hingga tak berselang lama Kalania yang sempat larut dalam lamunan, dibuat tersentak setelah Rainer tiba-tiba saja berkata,"Oke, saya bisa bantu, tapi kamu juga harus bantu saya.""Bantu apa?""Jadi pacar pura-pura saya di depan Mama," kata Rainer. "Jadi enggak cuman di depan Rajendra, kamu harus berpura-pura jadi pacar saya di depan semua orang rumah bahkan orang-orang terdekat saya.""Waw.""Kenapa?""Speechles," kata Kalania. "Kalau boleh tahu, apa alasan kamu minta aku kaya gitu?""Bukan urusan kamu," kata Rainer. "Intinya kalau kamu lakuin apa yang saya minta, saya bisa bantu kamu bikin Rajendra kapok.""Sepakat," kata Kalania sambil mengulurkan telapak tangan kanannya pada Rajendra. "Aku mau lakuin apa yang kamu minta dan kamu harus bantu aku bikin Rajendra jera.""Oke," kata Rainer."Enggak mau jabatan tangan?""Enggak perlu, saya enggak terbiasa bersentuhan fisik sembarangan sama orang asing.""Oh oke," kata Kalania sambil menarik kembali tangan kanannya dengan perasaan awkward. "Jadi mulai kapan kita pacaran bohongannya.""Malam minggu nanti," kata Rainer. "Saya mau undang kamu buat makan malam di rumah saya dan saya pengen kamu memperkenalkan diri sebagai kekasih saya.""Oh oke.""Berapa lama kamu putus sama Rajendra?""Malam minggu kemarin.""Oke berarti pas nanti Mama saya tanya sejak kapan kita pacaran, kamu jawab sejak hari minggu. Bisa?""Bisa," kata Kalania sambil mengangguk. "Tapi aku juga mau ngajuin permintaan.""Apa?""Rajendra," kata Kalania. "Bisa enggak dia hadir di acara makan malam nanti?"Tak langsung memberikan jawaban, yang dilakukan Rainer justru memandang Kalania—membuat yang dipandang kembali buka suara."Bisa enggak, Rainer? Kok diem sih?"***"Ck."Rainer yang kini memegang ponsel di tangan kanannya seketika berdecak setelah sebuah panggilan tiba-tiba saja masuk ke nomor miliknya. Bukan dari orang asing, panggilan tersebut berasal dari kontak yang dia namai Gadis setengah waras dan bukan orang teman terdekat apalagi saudara, orang yang Rainer namai seperti itu adalah Kalania.Ya, gadis itu.Meskipun sekarang Rainer dan Kalania sudah menjalin sebuah kerjasama, rasanya dia enggan mengubah nama kontak gadis tersebut di ponselnya karena menurut penilaian dia, begitulah Kalania."Mau apa sih gadis ini? Ganggu aja," tanya Rainer setelahnya.Alih-alih menjawab panggilan, yang dia lakukan justru hanya memandangi nama Kalania karena tak sedang senggang, saat ini Rainer sedang berkutat dengan macbook untuk mengurus pekerjaan, sehingga jelas dia tak bisa diganggu siapa pun apalagi Kalania.Tak hanya berlaku untuk gadis itu, larangan mengganggu dia di kamar diantara jam delapan sampai jam sembilan malam juga diberlakukan pada semu
"Najis," celetuk Rainer. "Enggak ada yang bisa gue kangenin dari lo.""Terus mau apa?" tanya Rajendra sambil mendudukan dirinya di samping Rainer dan alih-alih mendapat jawaban dari sang saudara kembar, dia justru mendapat perinrah."Pake baju dulu lo, masuk angin," kata Rainer. "Gue enggak bakalan ngomong sebelum lo pake baju.""Halah ribet banget lo, Rainer," desah Rajendra sambil beranjak. "Manggung malam sambil ujan-ujanan aja kuat, apalagi cuman kaya gini? Gue enggak selemah itu kali.""Udah sih tinggal pake baju kan enggak susah juga," kata Rainer. "Apa perlu gue bajuin?""Males," celetuk Rajendra. "Gue bukan balita kali.""Ya udah kalau gitu pake baju sendiri.""Iya-iya, bawel lo."Tak menjawab, Rainer hanya diam sambil menumpukan kedua tangannya di kasur sementara Rajendra sendiri mulai mencari pakaian dan tanpa memerlukan waktu lama, putra tengah Aleora tersebut selesai mengenakan kaos juga kolor dalam beberapa menit saja."Udah tuh pake baju," kata Rajendra pada sang kembara
***"Gimana, Mbak, apa sudah pas?"Duduk di depan sebuah cermin besar, Kalania sedikit menyipitkan mata setelah pertanyaan tersebut dilontarkan seorang perempuan yang sejak beberapa saat lalu mengurus rambutnya.Tak diam di rumah seperti biasa, hari sabtu ini Kalania memang memutuskan untuk pergi ke spa bahkan salon karena setelah mendengar kabar dari Rainer hari jumat kemarin, dia memutuskan untuk dandan secantik mungkin malam nanti.Rajendra akan ada di acara makan malam.Itulah yang dikatakan Rainer kemarin pagi sehingga tak mau sembarangan, segala persiapan menuju makan malam nanti dilakukan sebaik mungkin olehnya dan tentu saja tak hanya pergi merawat diri, Kalania akan pergi ke mall untuk membeli baju dan perintilan lainnya.Semua dilakukan sendiri? Ya, tentu saja karena Rainer yang notabenenya pacar pura-pura, enggan berpartisipasi sehingga mau tak mau Kalania pergi tanpa teman karena Tami sang sahabat pun tengah memiliki urusan.Bukan problem besar, hal tersebut jelas tak men
"Balikan?" tanya Kalania dengan senyuman meledek. "Enggaklah, buat apa juga aku ngajak balikan orang yang udah mutusin aku tanpa alasan? Ngerasa spesial banget emangnya kamu sampai harus didatangin ke rumah buat diajak balikan?""Terus kalau bukan mau ngajak balikan, lo mau apa datang ke rumah gue?" tanya Rajendra sinis, karena tamparan yang pernah diberikan Kalania masih membekas diingatannya hingga sekarang. "Sana balik. Gue lagi nunggu tamu penting dan-""Dia tamu gue, Jen."Belum selesai Rajendra bicara, suara Rainer lebih dulu terdengar dari dalam rumah dan munculnya pria itu tentu saja membuat Kalania bersorak di dalam hati karena inilah yang dia tunggu sejak kemarin."Tamu lo?" tanya Rajendra—kembali mengerutkan kening dengan perasaan yang lagi-lagi heran. "Tamu lo gimana? Dia mantan gue. Dia cewek yang baru gue putusin dua minggu lalu dan-""Dia pacar gue sekarang," potong Rainer dengan raut wajah serius. "Kalania pacar gue dan tolong biarin dia masuk karena dia tamunya Mama m
***"Duduk. Sebelum makan malam sama-sama, kita ngobrol dulu sebentar karena Mama pengen tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi di bawah tadi."Mendudukan dirinya lebih dulu di sofa single yang tersedia di ruang tengah lantai dua, perintah tersebut lantas dikatakan Aleora padaa Rainer mau pun Rajendra yang mengikutinya sejak beberapa menit lalu.Turun setelah segala persiapan dirasa selesai, beberapa waktu lalu Aleora dibuat heran ketika mendapati suami juga kedua putranya berkumpul di ambang pintu depan. Tak hanya ketiga pria itu, Aleora juga mendapati seorang gadis asing sehingga bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pun dilakukannya dan Rajendralah yang memberikan jawaban lebih dulu.Sama seperti ketika pada Raiden, Rajendra mengadu tentang siapa Kalania dan hal tersebut tentunya membuat Aleora kaget sehingga setelah mempersilakan dulu Kalania masuk, dia mengajak kedua putranya untuk berbicara serius karena dengan status Kalania, dia khawatir Rajendra mau pun Rainer terlibat
***Tak langsung menjawab, untuk beberapa saat Rainer diam sambil berpikir. Memandang sang mama, selanjutnya dia mengangguk."Iya, Ma. Aku cinta sama dia.""Enggak punya niat mainin dia seperti yang dilakuin Rajendra?""Enggak, Ma.""Oke," ucap Aleora. Menghela napas, selanjutnya yang dia lakukan adalah diam sambil berpikir—mencari solusi yang baik agar kedua putranya tak terus berselisih paham.Tak akan melarang Kalania bersama Rainer karena gadis itu yang tak punya sisi salah ketika berpisah dengan Rajendra, Aleora mengambil keputusan untuk merestui hubungan dia dan Rainer.Namun, tentu saja sebagai ibu, dia harus pula memberikan pengertian pada Rajendra agar tak merasa keberatan karena bagaimanapun juga berakhirnya hubungan Rajendra dan Kalania diakibatkan oleh ulah pria itu sendiri."Jadi gimana, Ma? Enggak boleh, kan, Rainer pacaran sama Kalania?" tanya Rajendra setelah beberapa detik suasana diantara ketiganya hening. "Kalania mantan aku dan-""Kamu masih cinta enggak sama dia?"
***Bergegas menuju dapur, Aleora dan Raiden memimpin langkah disusul Aisha juga Rajendra sementara Kalania dan Rainer tentunya menyusul dari belakang.Tak sekadar berjalan berdampingan, Rainer dan Kalania melangkah dengan kedua tangan bertaut setelah sebelumnya Kalania berinisiatif meraih telapak tangan putra sulung Aleora tersebut, dan hal itu tentunya disadari Rajendra yang langsung memberikan komentarnya."Harus banget pegangan tangan? Udah kaya mau nyebrang aja," celetuk Rajendra sambil menarik kursi di samping Aisha. Tak lupa, ketika bertanya demikian dirinya memasang raut wajah julid karena melihat kedekatan Rainer dan Kalania, entah kenapa dirinya risih."Masalah?" tanya Rainer."Masalahlah, risih gue lihatnya," ucap Rajendra tanpa basa-basi. "Kaya abg baru pacaran aja. Udah tua lo tuh, sadar!""Iri," celetuk Rainer singkat, padat, tapi menusuk."Dih, apa banget? Enggak ya, buat apa juga gue iri?" tanya Rajendra. "Pacar gue yang sekarang jauh lebih cantik dari Kala. Jadi sorr
***"Kal, akhirnya kamu datang juga. Daritadi Papa kamu nanyain terus."Baru sampai di ruang tengah rumah, ucapan tersebut langsung menyambut Kalania dan bukan orang lain, yang melontarkan kalimat itu adalah sang mama tiri yang kini berdiri di tengah tangga.Tak pulang ke apartemen usai menghadiri makan malam di rumah Rainer, Kalania memang memutuskan untuk pulang ke rumah sang papa setelah sebuah kabar tak baik diterimanya dari sang mama tiri.Lukman sakit dan ingin bertemu dengannya.Itulah informasi yang Kalania dengar beberapa waktu lalu sehingga dengan perasaan khawatir, dia langsung bergegas menuju rumah dan karena jalanan malam ini lancar, Kalania hanya perlu waktu empat puluh menit saja untuk sampai di tempat tujuan.Tak akan pulang, rencananya Kalania akan menginap di rumah Lukman jika memang sang papa sakit karena meskipun ada sang mama tiri sebagai pendamping, dia pikir dirinya masih memiliki kewajiban untuk merawat pria yang sudah membesarkannya sejak dulu tersebut."Papan