***"Duduk. Sebelum makan malam sama-sama, kita ngobrol dulu sebentar karena Mama pengen tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi di bawah tadi."Mendudukan dirinya lebih dulu di sofa single yang tersedia di ruang tengah lantai dua, perintah tersebut lantas dikatakan Aleora padaa Rainer mau pun Rajendra yang mengikutinya sejak beberapa menit lalu.Turun setelah segala persiapan dirasa selesai, beberapa waktu lalu Aleora dibuat heran ketika mendapati suami juga kedua putranya berkumpul di ambang pintu depan. Tak hanya ketiga pria itu, Aleora juga mendapati seorang gadis asing sehingga bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pun dilakukannya dan Rajendralah yang memberikan jawaban lebih dulu.Sama seperti ketika pada Raiden, Rajendra mengadu tentang siapa Kalania dan hal tersebut tentunya membuat Aleora kaget sehingga setelah mempersilakan dulu Kalania masuk, dia mengajak kedua putranya untuk berbicara serius karena dengan status Kalania, dia khawatir Rajendra mau pun Rainer terlibat
***Tak langsung menjawab, untuk beberapa saat Rainer diam sambil berpikir. Memandang sang mama, selanjutnya dia mengangguk."Iya, Ma. Aku cinta sama dia.""Enggak punya niat mainin dia seperti yang dilakuin Rajendra?""Enggak, Ma.""Oke," ucap Aleora. Menghela napas, selanjutnya yang dia lakukan adalah diam sambil berpikir—mencari solusi yang baik agar kedua putranya tak terus berselisih paham.Tak akan melarang Kalania bersama Rainer karena gadis itu yang tak punya sisi salah ketika berpisah dengan Rajendra, Aleora mengambil keputusan untuk merestui hubungan dia dan Rainer.Namun, tentu saja sebagai ibu, dia harus pula memberikan pengertian pada Rajendra agar tak merasa keberatan karena bagaimanapun juga berakhirnya hubungan Rajendra dan Kalania diakibatkan oleh ulah pria itu sendiri."Jadi gimana, Ma? Enggak boleh, kan, Rainer pacaran sama Kalania?" tanya Rajendra setelah beberapa detik suasana diantara ketiganya hening. "Kalania mantan aku dan-""Kamu masih cinta enggak sama dia?"
***Bergegas menuju dapur, Aleora dan Raiden memimpin langkah disusul Aisha juga Rajendra sementara Kalania dan Rainer tentunya menyusul dari belakang.Tak sekadar berjalan berdampingan, Rainer dan Kalania melangkah dengan kedua tangan bertaut setelah sebelumnya Kalania berinisiatif meraih telapak tangan putra sulung Aleora tersebut, dan hal itu tentunya disadari Rajendra yang langsung memberikan komentarnya."Harus banget pegangan tangan? Udah kaya mau nyebrang aja," celetuk Rajendra sambil menarik kursi di samping Aisha. Tak lupa, ketika bertanya demikian dirinya memasang raut wajah julid karena melihat kedekatan Rainer dan Kalania, entah kenapa dirinya risih."Masalah?" tanya Rainer."Masalahlah, risih gue lihatnya," ucap Rajendra tanpa basa-basi. "Kaya abg baru pacaran aja. Udah tua lo tuh, sadar!""Iri," celetuk Rainer singkat, padat, tapi menusuk."Dih, apa banget? Enggak ya, buat apa juga gue iri?" tanya Rajendra. "Pacar gue yang sekarang jauh lebih cantik dari Kala. Jadi sorr
***"Kal, akhirnya kamu datang juga. Daritadi Papa kamu nanyain terus."Baru sampai di ruang tengah rumah, ucapan tersebut langsung menyambut Kalania dan bukan orang lain, yang melontarkan kalimat itu adalah sang mama tiri yang kini berdiri di tengah tangga.Tak pulang ke apartemen usai menghadiri makan malam di rumah Rainer, Kalania memang memutuskan untuk pulang ke rumah sang papa setelah sebuah kabar tak baik diterimanya dari sang mama tiri.Lukman sakit dan ingin bertemu dengannya.Itulah informasi yang Kalania dengar beberapa waktu lalu sehingga dengan perasaan khawatir, dia langsung bergegas menuju rumah dan karena jalanan malam ini lancar, Kalania hanya perlu waktu empat puluh menit saja untuk sampai di tempat tujuan.Tak akan pulang, rencananya Kalania akan menginap di rumah Lukman jika memang sang papa sakit karena meskipun ada sang mama tiri sebagai pendamping, dia pikir dirinya masih memiliki kewajiban untuk merawat pria yang sudah membesarkannya sejak dulu tersebut."Papan
***Setelah sejak tadi mengisi waktu menunggu dengan membaca buku, Rainer akhirnya menurunkan buku yang dia baca dari depan wajah untuk kemudian mengeluh.Melirik ponsel di atas meja kemudian mengalihkan atensi pada jam dinding yang kini hampir sampai di angka sepuluh, Rainer pikir Kalania seharusnya sudah sampai di apartemen karena jika mengingat lagi durasi tibanya perempuan itu beberapa waktu lalu, jarak apartemen Kalania dengan rumahnya tak terlalu jauh sampai harus menghabiskan waktu satu jam di perjalanan."Bilang mau ngasih kabar, tapi enggak ada telepon atau chat. Ngebebanin aja," celetuk Rainer pada akhirnya.Menutup buku tebal yang dia baca kemudian mengambil ponsel, selanjutnya yang dia lakukan adalah; membuka kolom chat dengan tujuan; menanyakan sampai atau belumnya Kalania.Namun, tentu saja bukan Rainer namanya jika langsung merealisasikan niat karena alih-alih mengetik pesan, yang dia lakukan justru memandangi chatnya dan Kalania."Emang harus banget ini aku chat dia du
***"Sellina enggak, Sell. Jangan tinggalin aku, aku sayang sama kamu. Please jangan pergi, Sell, aku enggak bisa. Sellina hey, Sellina!"Membuka mata secara spontan dengan detak jantung yang tiba-tiba saja tak menentu, itulah Rainer sekarang setelah sebuah mimpi tak biasa menghampirinya tanpa permisi.Sellina.Setelah sangat lama tak pernah memimpikan perempuan itu, di tidurnya kali ini Rainer kembali bertemu dengan Sellina di mimpi dan di mimpi tersebut, hubungannya dengan sang mantan kekasih bisa dibilang baik.Berlatar kampus tempat Rainer juga Sellina mengenyam pendidikan, momen manis terjadi di mimpi Rainer—di mana dia dan mantan kekasihnya tersebut menghabiskan waktu berdua di sebuah taman untuk merayakan anniversary.Ditemani sebuah cake karakter juga sebuket bunga lili putih, Rainer juga Sellina menikmati waktu mereka dengan tawa yang sesekali menghiasi bibir sampai akhirnya kedatangan pria asing membuat senyum dia dan Sellina luntur.Entah siapa pria tersebut, Rainer sendiri
***Tak menjawab panggilan dari Kalania, yang Rainer lakukan justru hanya memandang nomor perempuan itu sampai akhirnya panggilan tersebut pun berhenti—membuat dia bernapas lega. Namun, tak lama karena selang beberapa detik, sebuah notifikasi pesan masuk dan tentu saja pesan tersebut berasal dari Kalania.Rainer, tolong!Ketika dibuka, itulah pesan yang Rainer dapatkan dari Kalania dan jelas apa yang dikirim gadis itu membuat setitik khawatir muncul di hati putra sulung Aleora tersebut.Tak diam, selanjutnya yang dilakukan Rainer adalah; mengetik pesan balasan. Namun, belum sempat dia mengirim pesan tersebut, sebuah panggilan lebih dulu masuk dari Kalania—membuat dia pada akhirnya menjawab juga telepon dari pacar pura-puranya itu."Halo.""Halo, Rainer. Akhirnya kamu jawab juga telepon aku," ucap Kalania yang disambut raut wajah datar Rainer. "Senang deh.""Ada apa?" tanya Rainer. "Kamu barusan chat minta tolong, kenapa?""Oh itu," ucap Kalania. "Minta tolong angkat telepon. Kamu kan
***Persis ketika Rainer mengambil kunci mobil dari atas meja, suara Rajendra terdengar dari depan pintu sehingga dengan segera putra sulung Aleora tersebut pun bergegas menuju pintu dan yang didapatinya begitu pintu terbuka adalah; Rajendra yang memakai baju dengan style sama sepertinya.Jeans, kaos, hoodie.Tiga baju itu juga dipakai Rajendra dengan warna yang berbeda dan hal tersebut tentunya membuat Rainer tersenyum tipis."Kenapa style lo sama kaya gue?""I dont know," kata Rainer. "Gue pake ini karena perjalanan ke Bandung pasti dingin.""Gue juga," kata Rajendra."Ya udah," kata Rainer. "Lagian baju sama bukan masalah, kan?""Ya enggak sih cuman kaya the real anak kembar aja yang apa-apa sama," kata Rajendra. "Lucu."Tak menjawab, Rainer hanya tersenyum tipis sebagai respon sebelum akhirnya dia pun menutup pintu kamar lalu bersama Rajendra, Rainer bergegas menuju kamar Aleora juga Raiden untuk berpamitan."Hati-hati ya di jalannya, jangan ngebut," ucap Aleora. "Sampai di Bandun