***Persis ketika Rainer mengambil kunci mobil dari atas meja, suara Rajendra terdengar dari depan pintu sehingga dengan segera putra sulung Aleora tersebut pun bergegas menuju pintu dan yang didapatinya begitu pintu terbuka adalah; Rajendra yang memakai baju dengan style sama sepertinya.Jeans, kaos, hoodie.Tiga baju itu juga dipakai Rajendra dengan warna yang berbeda dan hal tersebut tentunya membuat Rainer tersenyum tipis."Kenapa style lo sama kaya gue?""I dont know," kata Rainer. "Gue pake ini karena perjalanan ke Bandung pasti dingin.""Gue juga," kata Rajendra."Ya udah," kata Rainer. "Lagian baju sama bukan masalah, kan?""Ya enggak sih cuman kaya the real anak kembar aja yang apa-apa sama," kata Rajendra. "Lucu."Tak menjawab, Rainer hanya tersenyum tipis sebagai respon sebelum akhirnya dia pun menutup pintu kamar lalu bersama Rajendra, Rainer bergegas menuju kamar Aleora juga Raiden untuk berpamitan."Hati-hati ya di jalannya, jangan ngebut," ucap Aleora. "Sampai di Bandun
***"Kal, kamu udah bangun belum? Keluar yuk, kita makan siang sama-sama."Kalania yang sejak subuh tadi tidur, kini membuka matanya secara perlahan setelah mendengar suara tersebut dari depan pintu kamar. Tak perlu bertanya siapa yang barusan bersuara, Kalania sudah tahu itu Sellina sehingga tak langsung menjawab, dia yang tertidur dengan posisi telungkup, memutuskan untuk diam selama beberapa saat sambil mengumpulkan nyawa.Begadang kemudian baru tertidur sekitar pukul setengah empat, Kalania memang memutuskan untuk tidur panjang di kamar lamanya dan tak ada yang berani mengganggu, semua orang di rumah membiarkan dia terlelap hingga sekarang—tepat pukul setengah satu siang, sang mama tiri datang."Kal.""Iya, Sell. Bentar, gue masih pusing," ucap Kalania yang akhirnya buka suara. "Makan siangnya udah siap apa gimana? Kalau udah siap dan lo sama Papa mau makan, duluan aja biar gue nanti nyusul. Gue belum mandi juga soalnya.""Belum sih," kata Sellina. "Barusan di bawah bibi masih mas
***"Bagus sih menurut aku, lanjutin aja," kata Sellina. "Cowok brengsek kaya mantan kamu emang baiknya dikasih pelajaran.""Syukur-syukur kamu pacaran atau nikah beneran tuh sama saudara kembarnya biar mantan kamu nangis darah," ucap Lukman. "Kurang ajar banget nyakitin anak Papa.""Enggak dulu deh, Pa, kalau nikah. Enggak tertarik," kata Kalania. "Bukan apa-apa ya tapi saudara kembarnya mantan Kalania itu orangnya kaku banget kaya kanebo kering. Enggak asyik ngobrol sama dia dan Kala enggak suka. Kala sukanya yang enak diajak ngobrol terus diajak gosip dan dia enggak bisa karena sedikit aja Kala ngomong panjang, dia langsung ngatain Kala bawel. Nyebelin.""Tapi kadang cowok gitu act of service lho, Kal," ucap Sellina—lagi-lagi teringat pada sikap manis Rainer semasa mereka pacaran dulu.Tak berubah, pria itu sejak dulu memang bisa dibilang kaku. Namun, jangan diragukan ketika dia jatuh cinta karena meskipun tak banyak bicara, Rainer lebih banyak bertindak dan semua tindakan yang dia
*** "Kalania, tolong jangan bercanda dulu. Saya serius," kata Rainer. "Itu pun kalau kamu masih mau melanjutkan niat balas dendam pada Rajendra. Kalau sudah tidak minat, ya sudah tidak apa-apa, kita enggak perlu ketemu dan ke depannya pun kamu enggak usah temuin saya atau hubungin saya karena kerjasama kita berakhir." "Elah Rainer baperan banget," kata Kalania. "Iya ayo ketemu, Rainer, ayo. Aku kirim alamat apartemen aku ke kamu dan kamu tunggu di lobi sampai aku datang ya, aku habis ini langsung pulang. Jangan naik dulu ke atas karena kamu enggak akan diizinin." "Ya sudah." "Ya sudah apa?" tanya Kalania—masih belum puas menggoda sang kekasih palsu. "Yang jelas dong kalau ngomong, jangan ambigu gitu." "Kirim alamat kamu sekarang atau saya bilang detik ini juga ke Rajendra kalau kita enggak benar-benar pacar-" "Iya Rainer iya, bentar!" ujar Kalania. "Sabar dong. Udah mah kaku, kesabaran setipis tisu. Untung ganteng, kalau enggak, udah aku lempar di muara angke deh kamu sejak
***"Udah cari keperluannya? Aku pikir kamu langsung pulang."Barusaja membuka pintu unit apartemen, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Kalania pada Rainer yang kini berdiri di depannya sambil menenteng kresek putih bertuliskan nama sebuah minimarket.Membicarakan masalah Rajendra yang katanya meminta bukti kemudian mengungkap pula opsi yang dipilih, beberapa waktu lalu Rainer memang berpamitan untuk mencari perlengkapan yang katanya akan dipakai untuk mengatasi ciuman diantara mereka berdua.Entah apa yang dibeli pria itu, Kalania sendiri tak tahu karena ketika bertanya cara apa yang dimaksud Rainer, putra sulung Aleora tersebut tak langsung memberikan jawaban sehingga Kalania pun menunggu dengan rasa penasaran dan sekarang setelah Rainer kembali, rasa penasaran di dalam hatinya bertambah."Minimarketnya antri," kata Rainer."Beli apa aja emangnya?""Nih," kata Rainer sambil mengangkat kresek putih yang dia bawa."Ya apa? Mata aku enggak tembus pandang kali," ucap Kalania. "Man
***"Fotonya di balkon biar bagus," kata Kalania sambil tersenyum. "Kalau di sini rasanya enggak enak ja-""Ayo," kata Rainer—memotong ucapan Kalania. "Kita foto di balkon dan pake kamera hp saya biar nanti bisa saya kirim langsung ke Rajendra.""Aku minta fotonya.""Buat apa?" tanya Rainer sambil menaikkan sebelah alis."Nakut-nakutin tikus di sini," kata Kalania. "Muka kamu kan kadang nyeremin. Jadi siapa tahu tikus di sini kabur setelah aku kasih lihat foto kamu.""Ck.""Kenapa?" tanya Kalania dengan senyumannya. "Tersungging eh tersinggung?""Enggak," sanggah Rainer dengan raut wajah datar andalannya. "Kalau gadis waras yang ngomong, saya tersinggung, tapi karena kamu yang bilang, saya biasa aja.""Jadi kata kamu aku gila gitu? Enggak waras?""Bukan saya yang ngomong," celetuk Rainer sambil beranjak. "Ayo.""Ish."Sambil mendesis, Kalania pada akhirnya beranjak kemudian bersama Rainer dia bergegas menuju balkon. Tak langsung melakukan apa yang diinginkan Rajendra, step pertama yan
***Tak menjawab karena urusan yang akan semakin panjang, Rainer memilih untuk melanjutkan langkahnya hingga selang beberapa menit dia pun pergi meninggalkan apartemen juga Kalania yang masih berada di balkon.Tak melakukan apa-apa selama beberapa saat pasca perginya Rainer, Kalania pada akhirnya membuka kembali foto dia juga pria itu di ponselnya dan begitu melihat foto aneh tersebut, seulas senyum tipis terukir."Bisa-bisanya Rainer lebih pilih cium solatip dibanding pipi gue," gumam Kalania. "Senajis itukah gue di mata dia? Ah, atau emang dia pada kenyataanya udah enggak tertarik sama cewek? Seme nih jangan-jangan. Lebih parahnya dia mungkin uke."Terkekeh sendiri, selanjutnya itulah yang dilakukan Kalania hingga setelah terus memandangi fotonya dan Rainer, ingatan tentang solatip yang masih menempel di pipi, muncul—membuatnya dengan segera duduk di kursi yang tersedia untuk melepas solatip tersebut sebelum menempel lebih parah di pipinya.Ketika Kalania sibuk dengan solatip, maka
***[Bisa ke kantor penerbitan? Ada yang mau dibicarain sama kamu.]Baru membuka mata beberapa menit lalu, Kalania sudah disuguhkan pesan tersebut yang kini terpampang nyata di layar ponselnya. Beringsut, setelah itu hal tersebutlah yang dia lakukan sebelum mencerna kembali ucapan sang editor yang pagi ini mengiriminya pesan."Ini ada apa nih mendadak disuruh ke penerbitan?" tanya Kalania. "Revisinya kan belum selesai."Masih di fase mengumpulkan nyawa karena rasa pusing yang kini melanda, untuk beberapa saat Kalania duduk bersila hingga setelah tak ada rasa pusing pasca bangun tidur, yang dilakukannya setelah itu adalah; menghubungi Rena sang editor untuk memastikan.Menunggu sedikit lama panggilannya dijawab, Kalania sempat berdecak ketika sang editor tak kunjung menjawan telepon darinya hingga persis ketika dia beranjak dari kasur, panggilan terhubung bahkan suara Rena sang editor yang menangani naskahnya pun terdengar memberikan sapaa