Faisal menatap istrinya yang terlelap dengan pakaian berantakan. Dia menghela napas perlahan sambil menutup resleting pakaian Rianti. Faisal tidak pernah memaksakan kehendaknya, meskipun gairah dalam dirinya belum tuntas.
Dia menatap bagian pusat inti tubuhnya yang masih memberontak, tetapi Faisal memilih untuk mengalah. Dikecupnya Rianti dengan lembut dan penuh cinta. Faisal merebahkan diri dengan meletakan kedua tangannya sebagai bantalan kepala.
Mata Faisal terpaku pada langit-langit kamar. Ingatannya melayang pada saat pertama kali dia menikah dengan Rianti. Hari-hari penuh kemesraan itu masih jelas dalam ingatannya. Hampir setiap hari mereka melalui malam-malam yang panas penuh gairah. Tidak hanya di malam hari, tapi setiap saat dan kesempatan mereka akan membakar kalori dengan bersemangat.
Faisal menoleh ke arah istrinya yang baru saja mendesah perlahan dalam tidur. Dia sangat mencintai wanita yang setia mendampinginya selama dua puluh empat tahun ini. Meskipun dengan berjalannya waktu, Rianti tak sama seperti saat belum memiliki dua orang anak.
Hati Faisal sangat tersentuh ketika pada suatu malam, tiba-tiba Rianti memberinya sebuah usulan yang membuat dirinya sangat terkejut.
"Mas, aku tidak memiliki kekuatan untuk melayani dirimu seperti dulu lagi, aku rela jika kau ingin mengambil wanita lain sebagai istri kedua." Ucapan tulus Rianti membuat Faisal terenyuh.
"Tidak, Dik, aku tidak akan menikah lagi. Dirimu saja sudah cukup bagiku." Faisal menggenggam tangan Rianti penuh kelembutan.
"Tidak apa-apa, Mas. Aku sebagai istri merasa bersalah tidak dapat membaktikan diri hingga membuatmu tersiksa setiap malam." Rianti menundukkan kepalanya.
Di usianya yang memasuki kepala empat dan dengan segala kesibukan yang dia jalani, Rianti hanya sanggup melayani Faisal satu atau dua kali saja, sementara gairah suaminya tak pernah tuntas hingga tiga atau empat kali permainan.
Rianti adalah sosok wanita yang begitu mencintai suaminya dan ingin mengabdi menjadi istri soleha. Dia rela dimadu asalkan Faisal bahagia.
Ketulusan hati Rianti bukan hanya ditujukan pada malam itu, di mana Faisal sudah menyatakan ketidak inginannya untuk memiliki istri lagi, tetapi setiap kesempatan Rianti menawarkan kembali.
Bukan hanya itu tetapi beberapa kali, Rianti memperlihatkan foto teman-temannya yang sudah menjanda ataupun wanita muda soleha untuk diperistri Faisal. Namun, Faisal selalu menolak. Dia tidak ingin menyakiti hati Rianti meskipun bibir wanita itu mengatakan rela.
"Aku mencintaimu, Dik," bisik Faisal perlahan.
Dia mengecup kening Rianti sekali lagi sebelum beranjak dari tempat tidurnya. Faisal kemudian mengambil sebuah sarung baru di dalam lemari dan mengenakannya sebelum keluar kamar. Di tangan Faisal tampak keranjang pakaian kotor yang dia bawa menuju ke belakang dan meletakkannya di samping mesin cuci baju.
"Mas …. " Suara lembut yang tiba-tiba terdengar sangat dekat membuatnya menoleh.
"Ayu? Kau tidak tidur?" Faisal terkejut melihat Ayu sudah ada di dekat dirinya.
Gadis muda itu tampak sangat cantik dengan kaos ketatnya dan celana selutut yang dia kenakan. Rambut panjang dan lebat Ayu terurai sangat indah.
"Aku tidak bisa tidur, Mas." sahut Ayu lirih dengan malu-malu.
"Jangan panggil aku, Mas, di rumah ini. Aku tidak ingin istri dan anak-anakku salah paham." Faisal dengan lembut menegur Ayu.
Selama di perkebunan di Sulawesi dia memang membiarkan Ayu memanggilnya dengan sebutan Mas, seperti halnya banyak wanita disana. Faisal tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, tetapi saat ini di rumah ini panggilan Mas sedikit membuat Faisal tak nyaman.
"Aku mengerti, Mas. Di depan banyak orang Ayu akan memanggil Paman, meskipun rasanya bibir Ayu terasa kelu." Ayu menatap Faisal dengan sendu.
Faisal terlihat sangat tampan penuh kharismatik di usia menuju pertengahan abad. Faisal sangat berbeda dengan pria maupun pemuda lain yang dikenalnya. Pria itu begitu sopan dan berwibawa, wajahnya tampak sabar dan selalu dihiasi senyuman.
"Terimakasih, Ayu. Hanya saja biasakan dirimu memanggilku paman." Senyuman hangat yang tersungging di wajah Faisal membuat Ayu terpana.
Darah muda Ayu berdesir mengetahui senyuman itu ditujukan pada dirinya. Senyuman di wajah tampan yang dari pertama kali bertemu sudah membuat Ayu terpukau. Jantung gadis muda itu berdebar dengan kencang membuat nafasnya naik turun tak beraturan.
"Mas …." Ayu memberanikan dirinya untuk melangkah maju mendekatkan diri pada Faisal.
Rumah yang besar dan sepi di mana hanya ada mereka bertiga, disaat Ratih sedang tidur membuat Ayu menjadi lebih leluasa. Gadis itu merapatkan dirinya ke tubuh Faisal dan tiba-tiba memeluk pria itu. Ayu menyandarkan dirinya dengan manja.
"Apa yang kau lakukan, Ayu." Faisal memegang kedua bahu gadis itu dengan menggunakan sedikit kekuatan dia hendak melepaskan pelukan gadis itu.
"Sebentar saja Mas," Ayu semakin merapatkan pelukannya, "apakah kau bisa merasakan debaran jantungku saat berada di dekatmu, Mas Faisal?"
Debaran jantung? Saat ini justru Faisal yang merasakan jantungnya berdebar dengan keras. Pelukan erat Ayu di mana dada gadis muda yang sebesar pepaya menempel di dadanya, membuat gairah Faisal yang belum tersalurkan menjadi bangkit kembali.
Lembut dan kenyalnya buah dada itu membuat napas Faisal seketika merasa sesak. Dia mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh dengan keras, menahan diri agar tidak menyentuh kulit tubuh Ayu.
Aroma wangi tubuh Ayu yang tampaknya baru selesai mandi, menerobos masuk dengan paksa dalam penciuman Faisal. Pria itu memejamkan matanya berusaha menepis keinginan untuk menghirup wangi dari setiap jengkal tubuh Ayu.
"Ayu, sudah." serak suara Faisal menahan gejolak dalam dirinya.
"Mas …," bukannya melepaskan pelukan, entah disengaja atau tidak Ayu sedikit menggoyangkan dadanya hingga pantulannya di dada Faisal membuat pria itu tanpa sadar mengerang lirih.
Faisal merasakan kejantanannya mulai bangkit dan tersiksa di bawah sana menempel keras di perut Ayu. Faisal merasa malu dengan respon dari tubuhnya yang tentunya bisa dirasakan oleh Ayu.
"Ayu, tolong jangan begini," bisik Faisal.
"Mas, aku bisa merasakan kau juga menginginkan diriku. Namun, mengapa kau selalu menghindariku?" Ayu menengadahkan wajahnya dan memandang Faisal dengan bibir basahnya yang merekah.
Tatapan mata Faisal menunduk, melihat bibir tebal yang merekah begitu menggoda. Ingin sekali dia merasakan nikmatnya bibir itu bersatu dengan bibirnya. Selanjutnya tanpa sengaja pandangan Faisal jatuh pada belahan dada Ayu yang tersembul malu-malu dari balik kerah bajunya.
Belahan dada padat itu membuat Faisal menelan ludahnya dengan kasar. Dia membayangkan kekenyalan dada berukuran besar itu dalam telapak tangannya. Rahang Faisal mengeras menahan diri untuk tidak berbuat jauh pada Ayu.
"Ayu … jangan begini. Kau adalah anak dari sahabatku." Perkataan itu sebenarnya bukan Faisal tujukan pada Ayu semata, melainkan untuk peringatan pada dirinya sendiri, jika Ayu lebih pantas menjadi anaknya daripada apapun yang dibayangkan Faisal.
"Mas … ijinkan aku menciummu." Tiba-tiba tanpa peringatan lagi, tanpa menunggu jawaban, Ayu sudah menempelkan bibirnya ke bibir Faisal.
Gadis itu meninggikan tubuhnya agar bisa mencapai bibir kecoklatan milik Faisal. Faisal yang terkejut seketika melangkah mundur, tetapi Ayu tak peduli, gadis itu merangsek maju dan mengunci tubuh Faisal di dinding.
Ingin sekali Faisal membalas pagutan yang kaku itu, mengajarkan bagaimana seni berciuman dan menjelajahi seluruh bagian rongga mulut Ayu. Bibir Ayu terasa begitu manis dan lembut menempel di bibir Faisal.
Gadis itu semakin berani ketika merasakan tidak ada penolakan dari Faisal. Dia mulai menempelkan perutnya dengan erat di bagian intim Frans yang sangat keras. Ayu dengan sengaja menggoyangkan pinggulnya untuk menyiksa Faisal.
"Ayu, cukup!" Faisal dengan tegas mendorong tubuh Ayu untuk menjauhi dirinya.
Gadis itu terkejut melihat sikap penolakan Faisal. Dia menatap wajah Faisal yang memerah dengan wajah polos tak berdosa.
Faisal takut dia tak dapat menahan diri lagi jika terus berada dalam serangan Ayu. Pria itu dengan cepat meninggalkan Ayu dan masuk ke dalam kamar.
Di kamar, Faisal segera melepaskan pakaian Rianti, membuat wanita itu bangun dari tidurnya dan kaget dengan perbuatan suaminya.
"Maaf, aku sudah tidak tahan lagi, Dik." Faisal mencium tubuh istrinya penuh nafsu sebelum menyatukan diri mereka.
"Arghhh!"
"Hai Ayu, sedang masak apa, Nduk?" Rianti yang baru saja selesai melayani Faisal segera ke dapur dengan hanya menggunakan daster. "Maaf, Bibi. Ayu melihat bahan masakan di kulkas lalu membuat capcay dan ayam goreng tepung," sahut Ayu dengan malu-malu. "Kau pintar sekali Ayu. Baunya harum sekali, pasti sangat lezat." Rianti menatap Ayu kagum. "kamu pasti akan menjadi istri yang baik." "Ah, Bibi. Ayu cuma bisa memasak ala kadarnya, jangan terlalu memuji, Ayu jadi malu." Gadis cantik itu membalikkan ayam dari dalam penggorengan. "Bibi bilang apa adanya. Habis masak, langsung mandi dan dandan yang cantik ya. Pukul lima sore Joko dan Jelita akan datang." "Iya, Bibi." Ayu memperhatikan Rianti yang sedang membuat minuman dingin. Bisa dilihatnya jika wanita itu tidak mengenakan pakaian dalam. Saat Rianti membungkuk, Ayu bisa melihat dengan jelas ada bercak-bercak merah di tubuhnya. Meskipun Ayu masih murni dan t
"Mas Faisal!" teriakan Rianti dari lantai bawah membuat Faisal tersentak. Dia segera melepaskan pegangannya dari dada Rianti.Wajah Faisal merah padam karena merasa malu dengan apa yang dia lakukan kepada gadis muda di hadapannya. Faisal mundur hingga menyentuh pintu dan segera berbalik keluar. Pria itu sempat menoleh ke arah Ayu dan melihat raut wajah kecewa gadis itu.Faisal segera turun ke lantai bawah untuk menemui istrinya. Tetapi di tangga dia baru menyadari jika ada tonjolan yang terlihat jelas di balik sarung yang dia kenakan. Faisal kebingungan bagaimana menidurkan tonjolan tersebut.Diam-diam Faisal melirik ke arah bawah tangga, ketika melihat keadaan sepi, Pria itu berlari dengan cepat menuju ke kamar mandi pembantu. Dia kunci dengan rapat dan terpaksa meredam 'miliknya' di dalam gayung air."Kenapa sih, Mas Faisal lama sekali." sayup-sayup Faisal mendengar keluhan Rianti dari dapur.Setelah berhasil menenangkan miliknya dan menunt
Sudah dua minggu Ayu tinggal bersama di rumah Faisal. Sudah dua minggu pula sejak kejadian di kamar mandi berlalu. Penampilan gadis itu sudah mulai berubah dari sekedar memakai kaos ketat murahan, kini Ayu mulai tahu cara berpenampilan dan berdandan.Jelita yang baru lulus kuliah dan masih belajar bekerja di perusahaan milik Faisal, seringkali mendandani Ayu. Gadis itu pula memberikan beberapa barang dan pakaian terbaiknya untuk Ayu.Hari itu rumah Rianti dipenuhi dengan beberapa teman arisan. Mereka duduk dan menggosipkan banyak hal. Mulai dari sekolah online hingga harga barang yang tak menentu. Mulai dari vaksin hingga bintang terkenal yang sering memamerkan kekayaan mereka di situs online."Rianti, siapa dia?"Rianti menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Sulastri, teman Sma sekaligus sahabat terbaiknya. Dia tersenyum ke arah Ayu yang masuk dengan senyum tipis. Di tangan gadis itu tampak nampan berisi beberapa gore
"Mas, apa ada yang perlu Ayu bantu?" Ayu menghampiri Joko saat pria itu sedang memotong tanaman di kebun.Hari sabtu sore itu rumah Faisal tampak sepi, hanya ada Jelita. Ayu dan Joko di rumah. Faisal sejak kemarin menemani Rianti untuk mengunjungi orang tua Rianti yang berada di daerah Lumajang dan mereka berencana menginap selama satu hari.Joko menghabiskan waktu senggangnya dengan merapikan tanaman di kebun. Pria itu sangat menyukai bercocok tanam dan lebih memilih mengurus taman di rumah sendiri daripada membayar tukang kebun."Tidak ada, Yu. Sebentar lagi mas Joko selesai." Joko mengusap peluh di wajahnya.Sinar matahari yang sejak tadi membakar dirinya tidak membuat pria muda itu lelah. Kulit kecoklatannya semakin legam terbakar sinar matahari. Ayu mengamati raut wajah Joko yang cukup tampan, hidung mancung, mata lebar dan bibir penuh. 'Kalau aku jadi menikah dengan Mas Faisal, apa mas Joko mau memanggilku ibu
Sementara itu di lantai atas, Ayu mengetuk pintu kamar Jelita dengan segelas es Cao di tangannya."Mbak Jelita, ini Ayu bawakan es cao.""Masuk, Yu, tidak dikunci." teriak Jelita di dalam kamar.Ayu membuka pintu kamar Jelita dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamar tersebut. Kamar yang lebih luas daripada kamar yang ditempatinya dengan banyak pernak-pernik berwarna merah muda. Beberapa boneka yang lucu, Ayu lihat di atas tempat tidur Jelita,"Makasih ya, Yu." bisik Jelita yang masih memegang handphone di tangannya.Ayu mengangguk dan hendak melangkah keluar kamar, ketika dengan cepat tangan Jelita menahannya. Kedipan di mata Jelita menandakan jika dia ingin Ayu tetap menamninya.Ayu memperhatikan Jelita yang masih menikmati percakapan di telepon, membuat Ayu yang tidak pernah pacaran menjadi heran. 'Mba Jelita bicara dengan siapa ya, kok pakai sayang-sayangan,' batin Ayu.Saat itu tib
Senja itu, Ayu bersama dengan Joko, Jelita dan Arjuna berjalan-jalan di Mall. Gadis yang berasal dari desa tersebut tidak dapat menutupi rasa senang di wajahnya ketika melihat pertokoan besar dan mewah tersebut. Menelusuri pertokoan yang menjual berbagai macam hal menarik, perhatian Ayu tertuju pada toko yang menjual pernak pernik wanita. Gadis itu pernah melihat hal tersebut di pasar, tetapi apa yang ada di tempat itu terlihat lebih bagus dan menarik. "Ayu mau beli jepit atau karet?" tanya Jelita yang melihat ketertarikan di mata gadis itu "Enggak, Mbak, Ayu hanya senang lihat warna-warna di toko itu terlihat indah." Ayu tersipu malu. "Ayo, kita masuk saja biar yang cowok menunggu di depan." Jelita menarik tangan Ayu. "Lihat Ayu, ini bagus."
Ini pertama kalinya pula Ayu menjejakkan kakinya di atas karet tebal di dalam gedung bioskop. Dia mengedarkan pandangan di sekeliling ruangan besar itu dan memperhatikan iklan film yang terpasang. Semua terlihat begitu menarik bagi gadis desa tersebut. "Ayu, pernah nonton bioskop?" bisik Jelita yang penasaran melihat raut wajah gadis itu. "Pernah, tetapi tidak di dalam gedung sebagus ini," sahut Ayu. "Ooo …." Jelita menggumam. "Biasanya nonton di lapangan, mbak. Kita bawa tikar atau kursi sendiri," lanjut Ayu. "Wah asyik dong, romantis, di bawah sinar bulan dan kerlip bintang-bintang." Jelita membayangkan dirinya berpelukan dengan Arjuna di lapangan sambil menonton kisah romantis.
Pagi itu, Ayu bangun lebih awal karena semalaman dia tidak dapat tidur dengan lelap. Gadis itu dengan menggunakan daster selututnya, memutuskan untuk keluar kamar dan menghirup udara segar di belakang rumah. Membayangkan kakinya bisa menjejaki bebatuan di taman belakang, membuatnya merasa senang.Ayu perlahan turun melewati kamar utama di rumah ini di lantai bawah. Dia berhenti sesaat membayangkan Faisal yang sedang berpelukan dengan Rianti di dalam kamar. Pagi tadi sepasang suami istri itu baru saja kembali dari Lumajang, sehingga kerinduan Ayu mulai terbayarkan.Seperti saat ini dengan hanya memandang pintu kamar Faisal, hatinya sudah berdebar-debar. Bisa dibayangkan bagaimana rasa jantungnya nyaris copot saat bertemu Faisal pagi tadi. Pipinya bersemu merah membayangkan saat itu, di mana mata mereka bertemu. Ayu yakin ada kilatan rindu juga dari pandang
[Jatah aku kasih aja ke mbak Rianti, Mas.]Lalu setelah itu telepon terputus, tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada ucapan 'i love you Mas', bahkan Ayu juga tak merengek minta dibelikan ini itu seperti kebiasaannya saat hari pertama menstruasi. Faisal menatap ponselnya dengan hati geram, ia juga kesal dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ayu bersikap aneh begini?"Masa sih mens doang sampai enggak balas pesanku dari pagi? Dia juga bahkan menolak kedatanganku." Walaupun Faisal berusaha untuk berpikiran positif, namun tetap saja hatinya yang resah membuat dirinya terus menerus memiliki pikiran buruk. Bayangan Ayu berselingkuh, mengkhianati dia setelah semua hal yang ia lakukan untuk bisa bersama dengan gadis dusun itu."Enggak mungkin Ayu mengkhianati aku. Dia enggak kenal siapapun di sini, satu-satunya orang yang dia percaya dan bisa dia andalkan ya hanya aku."Faisal menghibur dirinya sendiri, namun tetap juga dirinya merasa kesal. Sebab dalam bayangannya har
Faisal menutup laptopnya dengan cukup kasar, deretan angka-angka yang tersaji di layar monitor membuatnya mual. Padahal biasanya dia santai-santai saja mengecek laporan harian pabrik minyak goreng kecil-kecilannya.Malah biasanya Faisal senang, sebab dia bisa melihat perkembangan usahanya dari hari ke hari. Hanya saja untuk hari ini dirinya sedang tak konsentrasi, dan tak mood untuk melakukan apapun.Semua itu terjadi karena Ayu tak kunjung membalas pesannya."Ke mana sih, dia? Memangnya dia sibuk banget sampai-sampai pesanku juga enggak dibalas?"Faisal meraih ponselnya dari atas meja, kemudian mengecek aplikasi pesan di beda pipih keluaran terbaru itu. Tadinya ia mengira jika saat ini Ayu mungkin telah membalas pesannya, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Padahal Faisal sudah sejak tadi pagi mengirimi perempuan itu chat."Bener-bener deh perempuan itu, bisa-bisanya dia cuekin aku sampai begini. Padahal biasanya dia paling
Setelah Rianti menebar jala pembalasan dendamnya pada Dilla, sekarang ia akan menebar jala lainnya pada Ikka. Perempuan muda yang tak jauh berbeda dengan Dilla, dan juga Ayu sang pelakor tak tahu diri itu.Rianti mematut dirinya di depan cermin, mengenakan setelan terbaiknya yang membuatnya terlihat lebih berkelas dan elegan. Hanya celana panjang dan kemeja satin, namun pembawaannya yang tenang membuat Rianti terlihat lebih menarik. Dipulaskannya lipstick coral di bibirnya yang lembap, terlihat cantik dan sesuai dengan warna kulitnya. Usianya yang matang tak nampak sedikit pun penuaan di wajahnya, ia malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Sekarang aku harus memastikan Ikka pun melakukan apa yang kuinginkan. Bermain cantik, Rianti. Kamu bisa melakukannya.”Rianti bicara sendiri di depan cermin, menatap sepasang mata yang menatapnya balik dari cermin di hadapannya itu. Sepasang mata yang sudah lelah menangis hingga akhirnya tak bisa mencucurkan air mata lagi.Sepasang m
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu
Rumah ini … meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Faisal, tetapi Ayu merasa puas. Rumah ini jauh lebih baik daripada rumah orang tuanya di kampung. Apalagi Faisal rutin memerintahkan pekerja untuk membersihkan rumah yang tidak pernah di tempati itu.Ayu menghempaskan dirinya di atas tempat tidur. Gadis itu memandang langit- langit kamar dengan perasaan puas. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki terbuka dan tertutup, seperti gerakan orang yang sedang berenang.“Mas, sini dong bubuk sama aku.” Ayu menepuk tempat tidur di sisinya yang kosong. Faisal masih berdiri dengan kaku di dalam ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa. “Mas … sini dong, kita kan sudah lama tidak berduaan begini.” Ayu memiringkan tubuhnya dan menumpu kepala dengan satu tangan.Gadis itu mengedipkan matanya manja. Dia meletakkan satu jari berputar di belahan dadanya. Ayu melepaskan satu bagian kancing blouse, sambil matanya menatap Faisal dengan penuh kei
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m