"Dik, perkenalkan dia adalah putri sahabatku yang sudah meninggal." Faisal yang baru saja pulang dari luar pulau datang membawa seorang gadis cantik yang masih muda.
Rianti melepaskan pelukannya pada Faisal dan tersenyum lebar ke arah gadis cantik yang berdiri dengan kepala tertunduk, di belakang suaminya. Gadis muda berkulit sawo matang itu terlihat sangat cantik, tubuh kurus dengan bagian padat di tempat yang seharusnya.
"Ah ... gadis yang sangat cantik, kasihan sekali dirimu. Ayo kemarilah, Nduk." Rianti, istri Faisal segera membuka kedua tangannya menyambut gadis tersebut.
"Siapa namamu, Nak?" Rianti yang masih berusia empat puluh dua tahun itu terlihat sangat menyukai gadis muda yang dibawa Faisal, dia melepaskan pelukannya dan menatap gadis di hadapannya dengan lekat.
"Ayu Kusumawati." Bibir mungil itu bergerak perlahan.
"Nama yang indah sesuai dengan wajahmu yang cantik." Rianti menoleh ke arah suaminya sebelum melanjutkan pertanyaan. "Berapa umurmu, Nduk?"
"Delapan belas tahun, Nyonya," sahut Ayu dengan wajah tertunduk.
"Jangan panggil aku Nyonya, Nduk. Panggil Bibi saja, ya?" Rianti mengangkat dagu Ayu dan memegang bahu gadis itu dengan lembut. Dia bisa melihat sorot mata yang malu-malu ciri khas gadis desa. Rianti merasakan kepolosan dari sikap Ayu.
Ayu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Faisal seakan meminta pendapatan. Anggukan kepala dari pria setengah baya berusia empat puluh delapan tahun itu merupakan jawaban yang dia nanti.
"Baik, Bibi." Ayu kembali tersenyum malu-malu ke arah Rianti.
"Duh, suaramu selembut wajahmu. Ayo sini Bibi antar masuk ke dalam kamar mu agar kau bisa beristirahat." Rianti menggamit tangan Ayu. "Sudah, biar Paman yang membawa tas pakaiannmu." Rianti tersenyum ke arah suaminya.
"Saya bisa membawanya sendiri, Mm ... Paman." Ayu menatap ke arah Faisal, hendak mengambil tas yang sudah ada di pegangan tangan pria itu.
"Sudah, jangan malu-malu. Biar suamiku saja." Rianti menarik tangan Ayu yang hampir menyentuh tangan suaminya.
Wanita yang masih cantik diusia matangnya itu menggandeng tangan Ayu ke kamar di lantai atas. Mereka berjalan melewati lorong hingga berada di kamar paling belakang. Dia bisa melihat bagaimana canggungnya Ayu ketika menatap sekeliling ruangan. Meskipun bukan rumah terbesar di komplek perumahan elit, tetapi kediaman mereka termasuk mewah.
"Maaf ya, cuma kamar ini yang kosong." Rianti membuka pintu kamar dan memperlihatkan sebuah kamar dengan ukuran enam kali empat meter.
Rianti tersenyum ke arah Ayu, dia bisa melihat mata gadis polos itu berpijar seakan mendapatkan sesuatu yang selama ini diharapkannya. Sikap Ayu semakin membuat Rianti tersentuh, karena dia yakin ini adalah pertama kalinya gadis itu mengenal kemewahan.
"Kamar ini bagus sekali, Bibi. Terimakasih." Ayu masuk ke dalam kamar yang jauh lebih luas dari kamar miliknya dulu. Di meja dalam kamar telah tersedia air minum dan makanan ringan dalam wadah tertutup. Semua terlihat telap dipersiapkan hanya untuk menyambut kehadirannya.
"Syukurlah kau suka. Bibi harap Ayu betah tinggal bersama kami. Nanti malam akan bibi kenalkan dengan kedua anakku Joko dan Jelita, mereka pasti senang melihatmu." Rianti melirik ke arah suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamar dan meletakkan tas pakaian Ayu di atas meja.
Sudah hampir satu bulan Faisal pergi ke Sulawesi untuk menyelesaikan proyek kerja pengembangan kelapa sawit, usaha kecil yang mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Rianti begitu merindukan kehadiran suaminya, setelah malam-malam dingin yang dilaluinya sendiri selama satu bulan ini.
Tiga minggu yang lalu, Faisal menghubungi dirinya untuk mengabarkan jika sahabatnya baru saja wafat dan meninggalkan seorang anak gadis yang baru beranjak dewasa. Rianti yang mendengarkan hal itu merasa tersentuh, dia meminta suaminya untuk membawa pulang Ayu agar bisa tinggal bersamanya.
Betapa senangnya Rianti ketika melihat perawarakan Ayu yang cantik, semampai, lembut dan sangat sopan. Bisa dibayangkannya jika gadis itu sangat cocok berpasangan dengan putra sulungnya Joko yang berusia dua puluh tiga tahun.
"Kau beristirahatlah dulu dan rapikan pakaianmu. Bibi akan memasak untuk makan malam nanti," ujar Rianti ramah.
"Biar saya bantu, Bi." Ayu dengan sopan menawarkan diri.
"Tidak perlu. Kau beristirahatlah saja, perjalanan jauh dengan kapal laut pasti sangat melelahkan." Rianti menepuk bahu Ayu perlahan kemudian menghampiri suaminya. "Kau juga beristirahatlah dulu, Mas." ujarnya sambil mengecup pipi kanan Faisal dengan lembut.
"Kami permisi dulu ya, Ayu." Rianti keluar dari kamar Ayu dengan menarik tangan suaminya.
Ayu menatap punggung sepasang suami istri dari pintu kamarnya. Dia melihat bagaimana Rianti bergelayut manja di lengan kekar Faisal. Senyuman dan tatapan mata yang Faisal tujukan untuk istrinya membuat gadis itu terbakar cemburu.
"Sampai kapan aku bisa menyembunyikan perasaanku ini, Mas Faisal. Aku sangat ingin berada di pelukanmu," gumam Ayu lirih saat melihat mereka sudah menuruni tangga.
Gadis itu menutup pintu kamarnya perlahan. Dia beranjak menuju ke tas yang di letakkan Faisal di atas meja. Ayu mengeluarkan pakaiannya satu persatu untuk disimpan di dalam lemari. Lemari tersebut terlalu besar untuk pakaiannya yang hanya beberapa potong saja.
Setelah merapikan pakaian, Ayu mengeluarkan sebuah foto dengan bingkai pigura kecil dua sisi yang bisa dilipat dan meletakkannya di atas meja di samping tempat tidur. Foto dirinya saat remaja disatu sisi dan foto keluarga yang satu-satunya dia miliki. Ayu memandang foto masa kecil dengan ayah dan ibunya, mengusapnya lembut sebelum mendaratkan ciuman.
"Ayah … Ayu sudah aman bersama Mas Faisal. Ayah tenang saja di alam sana, ya. Mas Faisal pasti akan menjaga Ayu dengan baik di sini."
Ingatan Ayu melayang saat detik-detik di mana ayahnya akan meninggal akibat kejatuhan kelapa tepat di otak belakang. Sehari sebelum bencana itu terjadi, entah firasat apa yang membuat Malik, ayahnya menyerahkan masa depan Ayu ke tangan Faisal.
"Faisal kau adalah orang yang paling aku percaya. Tolong bawalah Ayu ke kota dan jagalah dia baik-baik. Aku tidak ingin dia hidup di perkebunan ini dengan banyak pria kasar yang mengelilinginya," tutur Malik sambil menepuk tangan Ayu, puterinya.
"Ayah …." Ayu mendesah tak percaya mendengar perkataan Malik.
"Dia sangat cantik bukan, Faisal?" Malik memperhatikan raut wajah Faisal yang tampak serba salah.
"I--iya, Mas." sahut Faisal dengan gugup.
"Meskipun pendidikan Ayu hanya sampai SMA. Tapi aku yakin dia akan menjadi istri yang baik dan perhatian." Malik tampak sangat bangga pada anaknya. "Tolong jaga dia, Faisal. Aku serahkan masa depan Ayu ke tanganmu."
"Ayah, apaan sih ngomong begitu. Ayu tidak akan meninggalkan Ayah sendiri di sini. Ayu akan menjaga Ayah sampai tua." Ayu memeluk lengan ayahnya dengan manja.
Ibunya sudah meninggal sejak dia berusia sepuluh tahun membuat dirinya sangat dekat dengan Malik, satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Kini, di rumah ini dia harus berkumpul dengan keluarga Faisal, pria tampan penuh kharismatik yang diam-diam dikaguminya. Faisal sosok pria kota berkulit coklat bersih dan selalu menebarkan aroma wangi yang sangat disukai Ayu.
Sementara Ayu membaringkan diri di atas tempat tidur sambil melamun tanpa terasa dia terlelap, terbuai semilir angin Ac yang baru pertama kali dirasakannya.
Di dalam kamar lain Rianti dengan lembut membantu melepaskan pakaian kotor suaminya, membongkar isi koper dan menata pakaian bersih dengan rapi di dalam lemari. Faisal duduk di pinggiran kasur sambil menatap pantat Rianti yang padat berisi.
"Sudahlah, Dik, biarkan saja dulu. Duduk sini dekatku." Faisal menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang terasa dingin di sisinya.
"Sebentar, Mas, tinggal sedikit lagi." Rianti membalikkan badannya dan tersenyum manis ke arah Faisal.
Dia bergegas memunguti pakaian kotor dan meletakan dalam keranjang terpisah. Rianti melakukan semuanya dengan terampil. Dia adalah tipe wanita yang suka kebersihan dan kerapian. Meskipun memiliki pembantu harian, Rianti tak pernah diam saja dan selalu menemukan banyak hal yang membuat dirinya sibuk.
Rianti menghampiri Faisal setelah menyelesaikan membereskan pakaian. Dia tersenyum manis dengan debaran kerinduan ketika tatapan mata hangat suaminya terarah lekat ke arahnya. Rianti duduk di sebelah suaminya dan melingkarkan kedua tangan di pinggang ramping nan berotot.
"Aku merindukanmu, Sayang." Faisal membalas pelukan Rianti dan merebahkan wanita itu di atas tempat tidur.
"Aku juga sangat merindukan dirimu, Mas." Rianti mendesah ketika jari jemari Faisal mulai membuka resleting depan dari jumpsuit yang dikenakannya.
Faisal tak dapat menahan diri ketika melihat dada Rianti yang membusung saat pakaian luarnya telah sepenuhnya terbuka. Pria itu mencium istrinya dan menuntaskan kerinduan setelah sebulan terpisah.
Rianti tergeletak lemas di sisi suaminya, dia menatap sayu ke arah wajah Faisal yang mendekati dirinya. Faisal memagut bibir Rianti penuh kemesraan berbagi sisa-sisa cairan yang dia hisap sebelumnya."Mas, kita lanjutkan nanti malam, ya. Aku capek," ucap Rianti lemah.
Faisal menatap istrinya yang terlelap dengan pakaian berantakan. Dia menghela napas perlahan sambil menutup resleting pakaian Rianti. Faisal tidak pernah memaksakan kehendaknya, meskipun gairah dalam dirinya belum tuntas.Dia menatap bagian pusat inti tubuhnya yang masih memberontak, tetapi Faisal memilih untuk mengalah. Dikecupnya Rianti dengan lembut dan penuh cinta. Faisal merebahkan diri dengan meletakan kedua tangannya sebagai bantalan kepala.Mata Faisal terpaku pada langit-langit kamar. Ingatannya melayang pada saat pertama kali dia menikah dengan Rianti. Hari-hari penuh kemesraan itu masih jelas dalam ingatannya. Hampir setiap hari mereka melalui malam-malam yang panas penuh gairah. Tidak hanya di malam hari, tapi setiap saat dan kesempatan mereka akan membakar kalori dengan bersemangat.Faisal menoleh ke arah istrinya yang baru saja mendesah perlahan dalam tidur. Dia sangat mencintai wanita yang setia mendampinginya selama dua puluh empat tahun in
"Hai Ayu, sedang masak apa, Nduk?" Rianti yang baru saja selesai melayani Faisal segera ke dapur dengan hanya menggunakan daster. "Maaf, Bibi. Ayu melihat bahan masakan di kulkas lalu membuat capcay dan ayam goreng tepung," sahut Ayu dengan malu-malu. "Kau pintar sekali Ayu. Baunya harum sekali, pasti sangat lezat." Rianti menatap Ayu kagum. "kamu pasti akan menjadi istri yang baik." "Ah, Bibi. Ayu cuma bisa memasak ala kadarnya, jangan terlalu memuji, Ayu jadi malu." Gadis cantik itu membalikkan ayam dari dalam penggorengan. "Bibi bilang apa adanya. Habis masak, langsung mandi dan dandan yang cantik ya. Pukul lima sore Joko dan Jelita akan datang." "Iya, Bibi." Ayu memperhatikan Rianti yang sedang membuat minuman dingin. Bisa dilihatnya jika wanita itu tidak mengenakan pakaian dalam. Saat Rianti membungkuk, Ayu bisa melihat dengan jelas ada bercak-bercak merah di tubuhnya. Meskipun Ayu masih murni dan t
"Mas Faisal!" teriakan Rianti dari lantai bawah membuat Faisal tersentak. Dia segera melepaskan pegangannya dari dada Rianti.Wajah Faisal merah padam karena merasa malu dengan apa yang dia lakukan kepada gadis muda di hadapannya. Faisal mundur hingga menyentuh pintu dan segera berbalik keluar. Pria itu sempat menoleh ke arah Ayu dan melihat raut wajah kecewa gadis itu.Faisal segera turun ke lantai bawah untuk menemui istrinya. Tetapi di tangga dia baru menyadari jika ada tonjolan yang terlihat jelas di balik sarung yang dia kenakan. Faisal kebingungan bagaimana menidurkan tonjolan tersebut.Diam-diam Faisal melirik ke arah bawah tangga, ketika melihat keadaan sepi, Pria itu berlari dengan cepat menuju ke kamar mandi pembantu. Dia kunci dengan rapat dan terpaksa meredam 'miliknya' di dalam gayung air."Kenapa sih, Mas Faisal lama sekali." sayup-sayup Faisal mendengar keluhan Rianti dari dapur.Setelah berhasil menenangkan miliknya dan menunt
Sudah dua minggu Ayu tinggal bersama di rumah Faisal. Sudah dua minggu pula sejak kejadian di kamar mandi berlalu. Penampilan gadis itu sudah mulai berubah dari sekedar memakai kaos ketat murahan, kini Ayu mulai tahu cara berpenampilan dan berdandan.Jelita yang baru lulus kuliah dan masih belajar bekerja di perusahaan milik Faisal, seringkali mendandani Ayu. Gadis itu pula memberikan beberapa barang dan pakaian terbaiknya untuk Ayu.Hari itu rumah Rianti dipenuhi dengan beberapa teman arisan. Mereka duduk dan menggosipkan banyak hal. Mulai dari sekolah online hingga harga barang yang tak menentu. Mulai dari vaksin hingga bintang terkenal yang sering memamerkan kekayaan mereka di situs online."Rianti, siapa dia?"Rianti menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Sulastri, teman Sma sekaligus sahabat terbaiknya. Dia tersenyum ke arah Ayu yang masuk dengan senyum tipis. Di tangan gadis itu tampak nampan berisi beberapa gore
"Mas, apa ada yang perlu Ayu bantu?" Ayu menghampiri Joko saat pria itu sedang memotong tanaman di kebun.Hari sabtu sore itu rumah Faisal tampak sepi, hanya ada Jelita. Ayu dan Joko di rumah. Faisal sejak kemarin menemani Rianti untuk mengunjungi orang tua Rianti yang berada di daerah Lumajang dan mereka berencana menginap selama satu hari.Joko menghabiskan waktu senggangnya dengan merapikan tanaman di kebun. Pria itu sangat menyukai bercocok tanam dan lebih memilih mengurus taman di rumah sendiri daripada membayar tukang kebun."Tidak ada, Yu. Sebentar lagi mas Joko selesai." Joko mengusap peluh di wajahnya.Sinar matahari yang sejak tadi membakar dirinya tidak membuat pria muda itu lelah. Kulit kecoklatannya semakin legam terbakar sinar matahari. Ayu mengamati raut wajah Joko yang cukup tampan, hidung mancung, mata lebar dan bibir penuh. 'Kalau aku jadi menikah dengan Mas Faisal, apa mas Joko mau memanggilku ibu
Sementara itu di lantai atas, Ayu mengetuk pintu kamar Jelita dengan segelas es Cao di tangannya."Mbak Jelita, ini Ayu bawakan es cao.""Masuk, Yu, tidak dikunci." teriak Jelita di dalam kamar.Ayu membuka pintu kamar Jelita dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamar tersebut. Kamar yang lebih luas daripada kamar yang ditempatinya dengan banyak pernak-pernik berwarna merah muda. Beberapa boneka yang lucu, Ayu lihat di atas tempat tidur Jelita,"Makasih ya, Yu." bisik Jelita yang masih memegang handphone di tangannya.Ayu mengangguk dan hendak melangkah keluar kamar, ketika dengan cepat tangan Jelita menahannya. Kedipan di mata Jelita menandakan jika dia ingin Ayu tetap menamninya.Ayu memperhatikan Jelita yang masih menikmati percakapan di telepon, membuat Ayu yang tidak pernah pacaran menjadi heran. 'Mba Jelita bicara dengan siapa ya, kok pakai sayang-sayangan,' batin Ayu.Saat itu tib
Senja itu, Ayu bersama dengan Joko, Jelita dan Arjuna berjalan-jalan di Mall. Gadis yang berasal dari desa tersebut tidak dapat menutupi rasa senang di wajahnya ketika melihat pertokoan besar dan mewah tersebut. Menelusuri pertokoan yang menjual berbagai macam hal menarik, perhatian Ayu tertuju pada toko yang menjual pernak pernik wanita. Gadis itu pernah melihat hal tersebut di pasar, tetapi apa yang ada di tempat itu terlihat lebih bagus dan menarik. "Ayu mau beli jepit atau karet?" tanya Jelita yang melihat ketertarikan di mata gadis itu "Enggak, Mbak, Ayu hanya senang lihat warna-warna di toko itu terlihat indah." Ayu tersipu malu. "Ayo, kita masuk saja biar yang cowok menunggu di depan." Jelita menarik tangan Ayu. "Lihat Ayu, ini bagus."
Ini pertama kalinya pula Ayu menjejakkan kakinya di atas karet tebal di dalam gedung bioskop. Dia mengedarkan pandangan di sekeliling ruangan besar itu dan memperhatikan iklan film yang terpasang. Semua terlihat begitu menarik bagi gadis desa tersebut. "Ayu, pernah nonton bioskop?" bisik Jelita yang penasaran melihat raut wajah gadis itu. "Pernah, tetapi tidak di dalam gedung sebagus ini," sahut Ayu. "Ooo …." Jelita menggumam. "Biasanya nonton di lapangan, mbak. Kita bawa tikar atau kursi sendiri," lanjut Ayu. "Wah asyik dong, romantis, di bawah sinar bulan dan kerlip bintang-bintang." Jelita membayangkan dirinya berpelukan dengan Arjuna di lapangan sambil menonton kisah romantis.
[Jatah aku kasih aja ke mbak Rianti, Mas.]Lalu setelah itu telepon terputus, tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada ucapan 'i love you Mas', bahkan Ayu juga tak merengek minta dibelikan ini itu seperti kebiasaannya saat hari pertama menstruasi. Faisal menatap ponselnya dengan hati geram, ia juga kesal dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Ayu bersikap aneh begini?"Masa sih mens doang sampai enggak balas pesanku dari pagi? Dia juga bahkan menolak kedatanganku." Walaupun Faisal berusaha untuk berpikiran positif, namun tetap saja hatinya yang resah membuat dirinya terus menerus memiliki pikiran buruk. Bayangan Ayu berselingkuh, mengkhianati dia setelah semua hal yang ia lakukan untuk bisa bersama dengan gadis dusun itu."Enggak mungkin Ayu mengkhianati aku. Dia enggak kenal siapapun di sini, satu-satunya orang yang dia percaya dan bisa dia andalkan ya hanya aku."Faisal menghibur dirinya sendiri, namun tetap juga dirinya merasa kesal. Sebab dalam bayangannya har
Faisal menutup laptopnya dengan cukup kasar, deretan angka-angka yang tersaji di layar monitor membuatnya mual. Padahal biasanya dia santai-santai saja mengecek laporan harian pabrik minyak goreng kecil-kecilannya.Malah biasanya Faisal senang, sebab dia bisa melihat perkembangan usahanya dari hari ke hari. Hanya saja untuk hari ini dirinya sedang tak konsentrasi, dan tak mood untuk melakukan apapun.Semua itu terjadi karena Ayu tak kunjung membalas pesannya."Ke mana sih, dia? Memangnya dia sibuk banget sampai-sampai pesanku juga enggak dibalas?"Faisal meraih ponselnya dari atas meja, kemudian mengecek aplikasi pesan di beda pipih keluaran terbaru itu. Tadinya ia mengira jika saat ini Ayu mungkin telah membalas pesannya, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Padahal Faisal sudah sejak tadi pagi mengirimi perempuan itu chat."Bener-bener deh perempuan itu, bisa-bisanya dia cuekin aku sampai begini. Padahal biasanya dia paling
Setelah Rianti menebar jala pembalasan dendamnya pada Dilla, sekarang ia akan menebar jala lainnya pada Ikka. Perempuan muda yang tak jauh berbeda dengan Dilla, dan juga Ayu sang pelakor tak tahu diri itu.Rianti mematut dirinya di depan cermin, mengenakan setelan terbaiknya yang membuatnya terlihat lebih berkelas dan elegan. Hanya celana panjang dan kemeja satin, namun pembawaannya yang tenang membuat Rianti terlihat lebih menarik. Dipulaskannya lipstick coral di bibirnya yang lembap, terlihat cantik dan sesuai dengan warna kulitnya. Usianya yang matang tak nampak sedikit pun penuaan di wajahnya, ia malah terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Sekarang aku harus memastikan Ikka pun melakukan apa yang kuinginkan. Bermain cantik, Rianti. Kamu bisa melakukannya.”Rianti bicara sendiri di depan cermin, menatap sepasang mata yang menatapnya balik dari cermin di hadapannya itu. Sepasang mata yang sudah lelah menangis hingga akhirnya tak bisa mencucurkan air mata lagi.Sepasang m
“Dil, beneran itu cowok buat aku?” Ayu tak bisa memalingkan pandangannya pada sosok pria bertubuh besar tersebut. Wajah pria itu tidak setampan Faisal, meskipun tampaknya berusia lebih muda. Tubuhnya pun membuncit di bagian perut, berbeda dengan suaminya yang rajin push up.“Iya, dia pengusaha batu bara.” Dilla mengedipkan mata.Seperti janjinya pada Ayu, gadis itu memperkenalkan sahabatnya dengan seorang pria yang bisa memenuhi semua kebutuhan -baik di ranjang maupun dompet- wanita itu.“Yakin kamu? Beneran kaya?” Ayu menyenggol lengan DIlla. “Letoy, gak?”“Kamu mau aku cobain dia dulu?” Dilla menantang Ayu.“Gak usah, ah.” Ayu menatap ke arah pusat kelakian lelaki itu. “Biar aku yang memastikan sendiri nanti, kalau gak jago aku tinggal minta putus.” “Bodoh, kamu. Gimana kalau bulanan dia lebih besar dari Mas Faisalmu?” Dilla memutar bola matanya.“Memangnya kamu dapat berapa dari dokter?” Ayu memincingkan mata.Uang bukan menjadi hal yang utama bagi wanita itu, karena dia mendapat
Rianti duduk tenang di balik kemudi. Dia menatap ke arah jalanan yang sepi. Matahari sudah masuk ke dalam peraduan dan suasana kelam di area parkiran belakang sebuah restoran makanan cepat saji, tidak membuat Rianti terganggu.Perempuan itu memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Dia saat ini sedang menanti seseorang, meskipun sudah lewat dari waktu yang disepakati, Rianti masih saja sabar menunggu.Dua puluh menit berlalu dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh orang tersebut. Rianti masih menunggu dengan sabar. Meskipun beberapa mobil sudah pergi dari area parkir dan digantikan dengan mobil lain, hanya Rianti yang masih setia di tempat yang sama.Pesan tertulis kembali masuk. Rianti melirik dan melihat orang yang dia tunggu sudah tiba. Rianti menebarkan pandangan ke segal
Rianti tersenyum tipis ke arah bayi yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingnya. Matanya menatap tajam ke arah sosok manusia kecil dengan aroma yang khas, nyaris tak berkedip.Tangan Rianti mencengkram bantal kecil di samping bayi itu. Sangat keras dia meremas bantal itu hingga tangannya memutih. Jika bergeser sedikit tangan itu akan mampu membuat si bayi kesakitan.Wanita itu memandang ke arah jam di dinding. Sekarang sudah pukul sebelas malam dan Faisal belum juga pulang. Perasaan marah semakin memenuhi hatinya. Delapan bulan sudah dia menyatakan perang dalam diam pada Ayu. Merubah diri dengan luar biasa, hingga Rianti yang sederhana menjadi wanita modern. Rambut dan kulitnya semakin indah dan lekuk tubuhnya pun padat berisi. Rianti berhasil mengambil perhatian Faisal dan membuat lelaki itu mengabaikan Ayu. Dia tersenyum sinis di balik topeng bersahaja, menertawakan Ayu yang kelimpungan karena Faisal tidak pernah mau menyentuh wanita itu lagi. Rianti ingin membuktikan satu
Rumah ini … meskipun tidak sebesar dan semewah rumah Faisal, tetapi Ayu merasa puas. Rumah ini jauh lebih baik daripada rumah orang tuanya di kampung. Apalagi Faisal rutin memerintahkan pekerja untuk membersihkan rumah yang tidak pernah di tempati itu.Ayu menghempaskan dirinya di atas tempat tidur. Gadis itu memandang langit- langit kamar dengan perasaan puas. Dia menggerakan kedua tangan dan kaki terbuka dan tertutup, seperti gerakan orang yang sedang berenang.“Mas, sini dong bubuk sama aku.” Ayu menepuk tempat tidur di sisinya yang kosong. Faisal masih berdiri dengan kaku di dalam ruangan yang pintunya terbuka. Lelaki itu seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa. “Mas … sini dong, kita kan sudah lama tidak berduaan begini.” Ayu memiringkan tubuhnya dan menumpu kepala dengan satu tangan.Gadis itu mengedipkan matanya manja. Dia meletakkan satu jari berputar di belahan dadanya. Ayu melepaskan satu bagian kancing blouse, sambil matanya menatap Faisal dengan penuh kei
Ayu merasa dirinya menjadi terdakwa dalam persidangan. Wanita itu merasa kesal ketika keesokan harinya kembali, ternyata Fitri dan Anisa masih ada di rumah. Wajah Ayu dia tekuk, malas berhadapan dengan saudara Faisal yang selalu menyudutkan dirinya.Dia tahu kalau dirinya sudah kalah telak. Ayu pun merasa sedikit demi sedikit perhatian Faisal padanya mulai berkurang. Pria itu tidak lagi mengutamakan dirinya seperti dulu, ketika mereka masih belum menikah. Tepatnya ketika perut Ayu belum membesar dan melahirkan Dewi.“Keputusan Ayu sudah bulat, Mas. Ayu ingin menjadi istri yang mandiri dan tidak selalu merepotkan Mbak Rianti.” Ayu menatap Faisal dengan tegas.“Kamu yakin bisa tinggal sendiri? Selama ini semua pekerjaan rumah tangga sudah diselesaikan o
“Kenapa mukamu bete, Yu?” Ikka yang baru saja pulang bekerja melihat Ayu sedang duduk di kontrakannya dengan wajah cemberut. “Banyak Mak lampir di rumah suamiku,” sahut Ayu asal. Wajah gadis itu terlihat ditekuk dan bola matanya berputar saat mengucapkan kalimatnya. “Mak lampir? Maksudmu?” Dilla yang baru saja muncul di depan pintu, langsung saja menceletuk ucapan Ayu “Itu, adik dan ipar suamiku datang. Ngeselin banget mulutnya nyotot sekali kalau ngomong. Pingin aku uleg jadikan rujak!” Ayu dengan bersemangat mempraktekan gerakan mengulek rujak. “Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu kesal sekali?” Dilla yang penasaran duduk di depan Ayu dengan kaki yang tertekuk. “Masa mereka bilang aku Sundal?” Ayu melotot dengan sorot mata penuh kekesalan. “Dasar pakai hijab tapi mulut tidak tahu diselametin. Nyrocos terus … mulutnya nyinyirin aku terus. Memangnya kenapa kalau aku jadi istri kedua? Bukan juga istri simpanan. Gini-gini aku juga dinikahi secara agama, sah, hamil dan m