Karena semua kejadian itu, membuat Ridwan jatuh sakit dan harus dilarikan kerumah sakit. Anjani yang mengetahui akan hal itu merasa bersalah karena menganggap dialah penyebab ayahnya jatuh sakit. Dia bahkan tidak pernah pergi mengunjungi sang ayah karena merasa tidak sanggup untuk bertemu.
Dikamarnya, dia memandangi foto keluarganya di mana di foto itu dia masih belasan tahun, ia terseyum sendu sambil mengamati ekspresinya yang kala itu terlihat begitu ceria.
"Aku merindukan masa kecilku, aku rindu dimana aku bisa bermain dan bercanda gurau tanpa harus memikirkan masalah yang aku alami, aku rindu kehidupanku yang dulu, hiks." Ia memeluk foto itu sambil menangis.
______
Di sisi lain, Bryan mengetahui jika Ridwan masuk rumah sakit. Ia pun langsung pergi untuk menjenguknya, namun setibanya disana dia justru mendapat cacian dari Anita.
"Apa yang lakukan di sini, apakah sekarang kau sudah puas melihat keluarga ku hancur, hah, kau sudah puas!" Anita berteriak pada Bryan dengan emosi sambil meneteskan air mata.
"Mama, tolong jangan katakan itu, aku kesini untuk melihat keadaan papa." Bryan mencoba memberi pengertian pada Anita.
"Stop, Jangan panggil aku mama, kau bukan anakku, kau adalah orang asing yang menjadi penyebab kehancuran keluargaku!" Anita lagi-lagi membatah ucapa Bryan.
Bryan pun terdiam mendengar semua apa yang dikatakan Anita. Dia tidak menduga akan berada dalam kondisi ini, dia disalahkan atas apa yang tidak ia dilakukan. Oleh karena itu, ia terpaksa meninggalkan rumah sakit dengan perasaan sedih. Namun, seketika ia sadar jika didalam ia tidak melihat Anjani. Ia berasumsi bahwa Anjani saat ini ada dirumah dan merasa jika ini adalah kesamaptaannya untuk bisa bertemu Anjani.
Tanpa menunda waktu, ia langsung bergegas menujuh rumah Anjani dengan kecepatan tinggi. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kekasihnya dan ingin mencari tahu siapa dalang dibalik semuanya. Singkat waktu, akhirnya Bryan sampai di rumah Anjani. Bi Imah menyambutnya lalu Bryan langsung bertanya perihal Anjani.
"Bi, Anjani ada di rumah kan?"
"Iya den, non Anjani ada di kamarnya."
Setelah mendapat jawaban dari bi Imah, Bryan langsung bergegas kekamar Anjani dengan tergesa-gesa, dan kebetulan pintu kamarnya tidak dikunci hingga memudahkan Bryan untuk masuk kedalam. Akan tetapi pada saat masuk dia tidak melihat Anjani yang ternyata ada di balkon kamarnya, untunglah Bryan langsung ngeh dan perlahan-lahan berjalan menuju balkon.
"Anjani!" Ujarnya yang langsung menyebut nama.
Mendengar ada yang memanggilnya, sontak Anjani melirik ke arah Bryan dan terkejut saat melihatnya. Empat mata saling bertemu dan memandang satu sama lain untuk beberapa saat. Mata Anjani berkaca-kaca hingga air matanya menetes yang langsung terkuai lemas di hadapan Bryan. Spontan Bryan langsung duduk dan memeluknya.
"Anjani!" Ujarnya sekali lagi.
"Maafkan aku hiks, maaf!" Anjani terus mengucap kata maaf.
"Tidak, ini bukan kesalahanmu, ini kesalahanku." Bryan justru menyalah dirinya.
Ia kemudian melepaskan pelukannya dari Anjani, dan langsung menyeka air matanya lalu menghiburnya.
"Sudah jangan menangis, kata padaku siapa dia aku tidak akan mengampuninya?" Tanya Bryan. Anjani yang terseduh berusaha untuk mengatakannya, tapi entah kenapa mulutnya terasah berat untuk menyambut nama Rahtore.
Bryan tahu akan kondisi pacarnya, ia pun tidak memaksa Anjani untuk mengatakannya. Ia kemudian menuntun Anjani untuk duduk di kursi dan kembali mencoba membuatnya tenang. Dengan sabar ia menunggu Anjani tenang, melihat wajah sendu sang kekasih hampir membuatnya menetaskan air mata juga, akan tetapi dia berusaha untuk tegar di hadapan Anjani.
Hampir 1 jam ia menunggu dan akhirnya Anjani pun berhenti menangis. Ia lalu menatap wajah Bryan dengan tatapan seperti orang yang minta tolong dan sekali lagi ia menjatuhkan dirinya kedalam pelukan Bryan.
"Kenapa semua ini terjadi padaku." Ujar Anjani.
Bryan hanya terdiam karena tidak tahu apa yang akan Ia katakan. Dia hanya mengelus kepala Anjani.
"Aku berjanji akan memberi pelajaran ke orang yang sudah melakukan ini padamu, aku berjanji." Dengan perasaan marah Bryan mengatakan itu.
"Aku takut Bryan,aku takut, kehidupan ku kini telah hancur." Ujar Anjani.
"Jangan katakan itu, Aku akan selalu ada untukmu, melindungimu, kau jangan pernah berpikir tidak ada orang yang peduli denganmu aku ada di sini." Bryan menghibur Anjani.
"Semua orang menganggap ku wanita murahan, aku sudah tidak tahan lagi, Bry!" Ujar Anjani.
"Apa yang kau katakan, biarkan mereka mengatakan hal buruk tentang mu, tapi aku akan selalu ada di pihak mu, katakan sayang siapa orangnya, aku benar-benar tidak akan mengampuninya." Ujar Bryan dengan tegas.
"Jangan Bry, dia bukan orang biasa, bajingan itu bukan orang biasa." Ujar Anjani.
"Maksudnya, kau katakan saja, meskipun dia presiden sekalipun, aku tidak akan mengampuninya." Bryan terus memaksa Anjani.
"Hiks, dia adalah Rahtore sing, hiks!" Anjani kembali menangis kala menyebut nama itu.
Bryan melotot saat mengatahui orang yang telah melecehkan kekasihnya adalah gengster terkuat di kota ini bukan karena takut dia justru semakin marah.
"Rathore Sing!!!" Gumamnya dengan api dendam yang seketika menyala.
Hingga tiba-tiba, Anita memergoki Bryan ada bersama Anjani dan terlihat dia begitu sangat marah.
"Kau, lancang kau datang kesini di saat kami tidak ada di rumah, plak!" Anita langsung menarik Bryan dan menamparnya.
"Mama!" Anjani terkejut hingga ia menutup mulutnya. Sedangkan Bryan hanya diam menerima tamparan itu.
"Berani-beraninya kau datang menemui putriku setelah kau menghancurkan hidupnya!" Bentak Anita.
"Mama, Bryan__." Ucapan Anjani langsung di hentikan oleh Anita.
"Diam, kau masih membelanya, padahal jelas-jelas dialah orang yang membuatmu seperti ini. Tidak, kau harus keluar dari sini." Anita langsung menarik tangan Bryan dan mengusirnya pergi. Tapi Bryan tetap diam menerima semua itu, Anjani mencoba menghentikan ibunya namun sia sia.
Setelah Bryan sudah berada di luar rumah, Anita langsung menutup pintu dengan kasar. Dan terpaksa Bryan pergi dari sana.
____
"Mama, kenapa mama seperti itu pada Bryan, dia tidak bersalah." Anjani mencoba membela Bryan.
"Anjani, apa kau sudah tidak waras, dia penyebab kau seperti ini, keluarga kita hancur, reputasi kita hancur dan sekarang papa terkapar di rumah sakit, itu semua karena Bryan, apakah kau tidak peduli pada kami lagi, semua terjadi juga karena dirimu!" Anita berkata dengan emosi, hingga tanpa sadar dia menyakiti hati putrinya.
Anjani dengan perasaan sedih berlari kemarnya, dan itu membuat Anita menyesal dengan ucapannya.
"Sayang maafkan mama, mama tidak bermaksud mengatakan itu." Anita mengejar putrinya untuk meminta maaf, akan tetapi Anjani sudah lebih dulu menutup pintu kamar dan menguncinya.
Anita merasa bersalah dan terus membujuk putrinya namun Anjani tidak menghiraukannya, dia terlanjur sakit hati dengan ucapan ibunya. Lalu bagaimana caranya Anita tahu kalau Bryan ada di rumahnya?.
Setelah Bryan pergi ke kamar Anjani, bi Imah langsung menghubungi Anita untuk memberitahukannya. Dan saat mengatahui itu, Anita langsung memutuskan pulang.
_____
Bryan akhirnya mengetahui dalang dibalik semua kejadian ini, dia begitu sangat marah dan langsung mendatangi markas Rahtore. Saat tiba di sana, ia terkejut melihat semua anak buah Rahtore memegang senjata api di tangannya. Benar yang dikatakan Anjani, tidak mudah untuk bisa mengalahkan gengster ini.
"Brengsek, pengecut itu bersembunyi dengan memgagalkan anak buahnya, aku harus menyusun rencana untuk bisa bertemu langsung dengannya. Tunggu pembalasanku Rahtore, kau telah mengahancurkan hidup orang yang aku cintai, aku juga akan mengahancurkan hidupmu." Kecam Bryan, setelah itu dia pergi dari tempat tersebut.
Bryan pulang kerumahnya dengan perasaan marah. setelah tiba, adiknya menagur untuk bertanya dari mana dia, akan tetapi Bryan tidak menjawab dan justru langsung pergi ke kamarnya. Mustika pun di buat bingung dengan sikap kakaknya itu. Pasalnya tadi pagi seingatnya saat berangkat ke kantor bersama ayahnya Bryan baik-baik saja, namun kenapa saat ia kembali sikapnya begitu dingin. Siska yang melihat putrinya kebingungan lantas bertanya."Tika, ada apa kok bengong begitu?" Tegur Siska yang baru keluar dari dapur."Mom, ini loh kak Bryan baru saja kembali, tapi sikapnya aneh." Mustika menjawabnya kebingungan."Hah, secepat ini Bryan kembali dari kantor, ini kan masih jam kerja." Ujar Siska ikut bingung."Entahlah Mom, mungkin Kakak masih memikirkan kejadian yang menimpa ke Anjani." Ujar Mustika.Sedangkan di kamarnya, karena marah Bryan menghancurkan
"Benar kata mama Bry, aku tidak pantas lagi untuk mu, kau mungkin bisa menemukan wanita yang lebih baik dan pantas untukmu, bukan seperti aku."Ucapan Anjani terus tergiang dipikirkan Bryan, dia benar-benar sangat patah hati dengan keputusan Anjani. Dia mengandarai mobilnya tanpa arah bahkan ia menyadari jika telah menerobos lampu merah. Tak berapa lama dia menghentikan mobilnya didepan sebuah clup. Karena frustasi dia ingin melampiaskannya dengan minuman.Kini dia telah berada di dalam clup itu, lampu yang remang serta musik rock menyambut kedatangan. Dia kemudian menuju bartender untuk memesan minuman."Tolong beri saya minuman." Bryan langsung meminta minum pada bartender disana."Anda ingin minum seperti apa?" Tanya sang bartender."Apa saja, yang penting bisa membuat ku lupa masalah ku sejenak." Bryan menyerahkannya pilihannya pada bartender"Sepertinya anda sedang mengalami masalah
Setelah mereka membawah Ridwan kekamar untuk istirahat, Anjani berniat untuk kembali kamarnya lagi tapi langsung dihentikan oleh Anita."Anjani tunggu nak!" Anita memanggilnya dan alhasil Anjani menghentikan langkahnya."Iya Mom!" Ia lalu berbalik menghadap Anita"Mama ingin bicara padamu, tapi bukan di sini, ayo ikuti mama." Anita kemudian berjalan menuju balkon kamar dan diikut oleh Anjani.Di balkon, Anita langsung memeluk Putrinya sambil meminta maaf atas kejadian kemarin yang membuat Anita terus kepikiran dan merasa jika dia bersikap terlalu berlebihan."Maafkan mama, sayang." Ujarnya dengan suara khas orang menangis.Anjani tidak berkutik, dia terpaku dipelukan sang ibu, air matanya pun tak menetes lagi seolah sudah kering."Mengapa mama meminta maaf, mama tidak salah.""Tidak
"Apa yang akan papa lakukan, apa papa ingin pergi memukuli mereka satu persatu, yang ada papa akan di pukuli mereka, sadar pah, sadar." Dengan emosi Anita memarahi suaminya.Sejenak Ridwan terdiam mendengar ucapan istrinya. Dia akhirnya sadar jika apa yang di katakan Anita ada benarnya juga. Ia dengan langkah lunglai berjalan menuju putrinya dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya."Maafkan papa nak, karena sudah gagal menjadi ayah yang baik untukmu. Papa gagal menjagamu hingga kejadian ini terjadi padamu." Dengan derai air mata ia memeluk putrinya dengan erat. Bi Imah menyaksikan ketiga majikan menangis, membuatnya tidak bisa menahan air matanya juga."Hiks, kenapa hidupku bisa seburuk ini pah, kenapa!" Dengan perasaan yang hancur lebur, Anjani mengeluh akan nasibnya yang begitu malang. Ridwan hanya terdiam mendengarnya karena tidak tahu apa yang haru
Di saat panggilan itu berahir, Anjani langsung membanting ponselnya ke lantai hingga hancur berkeping-keping. Ia benar-benar deprsi dengan keadaannya, karena sudah tidak tahan lagi ia berteriak seperti orang gila. Namun, suara yang serak menghalau orang mendengar teriakannya. "Kenapa ... kenapa... kenapa!" Anjani menjambak rambutnya sendiri serta menariknya , rasa sakit pun tidak ia rasakan sama sekali. "Aku sudah tidak tahan lagi, aku tidak kuat lagi. Aku ingin mati!" Kesadaran akan nalurinya sudah benar-benar hilang, di dalam pikirannya saat ini hanya satu yaitu ingin mengakhiri semuanya. Dengan kondisinya yang seperti orang gila, dia bangkit dari tempat tidur berniat mencair sesuai untuk di pakai mengakhiri hidupnya. "Dimana... dimana!" Ia menghancurkan semua barang-barang di kamarnya sampai akhirnya ia menemukan sebotol obat di dalam laci. Ada hal yang tidak
"Oh ya sudah hati hati." Siska pun mengijinkannya pergi. Bryan hanya mengangguk, setelah itu bergegas pergi menuju kediaman keluarga Ridwan. Setelah tiba di sana, Bryan dengan ragu ragu memencet bel rumah berharap ada yang membukanya. Benar saja, baru sekali ia memencetnya, Bu Imah langsung membuka pintu. "Den Bryan, ada apa den?" bi Imah kemudian bertanya mengapa Bryan datang kesana. "Bi, A-aku ingin bertemu Anjani Bi." Jawab Bryan dengan terbata. Mendengar niat Bryan membuat ni Imah menundukkan kepala karena bersedih. Bryan heran mengapa bi Imah seperti itu, kemudian ia pun bertanya. "Loh, bi ada apa?" Bi Imah kemudian menceritakan apa yang tadi pagi di saksikan kepada Bryan. Sontak Bryan syok mendengar perkataan bi Imah hingga tanpa pamit ia cepat cepat masuk ke mobil dan tancap
Tujuh hari sudah kepergian Anjani, akan tetapi Ridwan dan Anita masih di landa kesedihan yang teramat mendalam. Kehidupan keduanya seolah mati bersama putrinya, hancur sudah harapan mereka, seperti hidup tiada artinya lagi. "Sayang hiks, mama sangat merindukanmu kenapa kau tega meninggalkan kami nak." Di dalam kamar mendiang anaknya, Anita tidur di ranjang memeluk foto putrinya. Sedangkan Ridwan, dia berada di taman belakang rumah menyendiri. Dia duduk di ayunan di mana dulunya tempat itu merupakan tempat Favorit Anjani semasa kecil dulu. "Secepat itu kau pergi nak, maafkan ayah karena telah gagal menjadi ayah yang terbalik untukmu, yang telah gagal melindungi mu, kepergian mu ini sangat menorehkan luka yang mungkin tidak akan pernah sembuh." Ridwan menangis tersedu-sedu membayang momen indah bersama dengan putrinya dahulu. ***
Brakkk... Tiba tiba mereka semua dikejutkan dengan suara kaca jendela yang pecah seperti dilempar oleh sesuatu. Semuanya berhenti dan menujuhakan Padang ke arah jendela."Papa!" Shelia memandang Rhatore dengan kebingungan.Mata Rahtore membulat karena marah dia lalu memberi kode pada beberapa anak buahnya untuk mencari siapa orang yang sudah melakukan ini semua."Shelia, jangan di pikiran sebaiknya kita lanjutkan saja." Ia lalu beralih pada Putrinya untuk meminta agar menghiraukan kejadian ini."Tapi pa!" Ucap Shelia begitu penasaran."Sudahlah, anak buah ku akan menanganinya mending sekarang kita lanjut untuk memotong kue." Rahtore meyakinkan anaknya. Shelia hanya bisa menurut dan melanjutkan untuk potong kue meskipun saat ini dia masih sangat penasaran perihal kaca jendela tadi.***Di luar, saat anak buah Rath
“Setelah sekian lama aku kembali berniat menemuai adikku, tapi karena dirimu aku tidak akan pernah bertemu denganya lagi.” Dengan perasaan sedih Leo memandangi foto dua anak kecil yang mana itu adalah fotonya bersama Anjani waktu masih kecil.Leo danuantara, dia adalah kakak tiri dari mendiang Anjani. Yang merupakan anak dari dari pernikahan pertama Ridwan yaitu ayah Anjani sebelum Anita. Dulunya dia memang tinggal bersama dengan ayah beserta ibu tirinya tapi karena melakuakn suatu kesalahan membuat Ridwan begitu marah padanya hingga memutuskan yntuk mengirimmnya keluar negri. Pada saat itu usianya 10 tahun sedangkan anjani masih berumur 5 tahun.Di London, dia tinggal bersama saudara ibunya yang mana dia begitu sangat menyayangi Leo bahklan dia memasukkanya kesekolah bergengsi pada saat itu. Kini karena jasa pamanya itu Leo sudah menjadi salah satu pengusaha yang cukup sukses dan terkenal di London. Karena dirinya pula perusha
Di dalam kamarnya, Shelia yang baru tiba langusng menjatuhkan diri di tempat tidur sambil menghela nafas lega karena dia berhasil membohongi Rhatore. Sebenarnya dia tidak bermaksud melakukan itu tapi dia tahu betul sifat ayahnya jika sampai dia tahu mungking itu adalah terahir kalinya Shelia di izinkan keluar seorang diri dan dia tidak menginginkan itu.“Maafkan Lia, karena sudah berbohong pada mu ayah.” Ucapnya sambil melihat foto Rhatore yang terpajang di meja kamarnya.Setelah istirahat sebentar ia kemudian bangkit lalu berjalan kedepan meja rias untuk melihat memar yang ada disikunya.“Aww!” seketika ia meringis kesakitan saat menyentuhnya. Setelah itu dia mengambil kotak p3K untuk mengobati lukaknya. Pada saat dia melakukan itu tib- tiba ia teringat pada Bryan“Bryan, namanya sangat bagus dan dia juga lumayan tampan tapi sifatnya terlalu sombong, uhh.” Ucapnya.“Jika aku bertemu dia lagi akan ku buat d
usai mencritakan kisah pilu sang mantan kekasih, leo heran mengapa bryan terlihat melamun dengan mata serta wajah yang memerah seolah menahan sesuatu. dia kemudian memberanikan diri menyentuh pundak bryan. "ada apa, kau terlihat tidak sehat apa kau baik baik saja?" tanya leo prihatin. bryan tidak menjawab bahkan dia sendiri tidak mendengar suara leo sama sekali, dalam penglihatan serta pendengarnya hanya ada gambaran anjani yang terlihat frustasi dan meminta tolong semua terasa bengitu nyata semua kesedihan dan trauma yang anjani alami selama dia masih hidup saat itu sangat nyata dalam pandangan mata bryan. "bro, kau kenapa?" leo panik karena bryan hanya diam seperti patung dan keringat bercucran dari wajahnya. karena tidak punya cara lain lagi, leo terpaksa menamparnya agar dia bisa sedar kembali. alhasil tamparan leo membuat bryan tersungkur dan berhasil kembali dari lamunannya tadi.
Usai menceritakan kisah tragis sang kekasih, Leo bingung menatap Bryan yang hanya diam seperti tengan melamun dengan mata serta wajah yang memerah seperti sedang menahan sesuatu. Leo sedikit panik melihatmya seperti itu hingga kemudian dia menyentuh bahu Bryan untuk menyadarkannya.“Kau kenapa sepertinya kau kurang sehat apa semua baik baik saja?” Tanya Leo.Akan tetapi tidak ada jawaban dari Bryan, bukan hanya itu bahkan bryan tidak mendengar bahkan merasakan sentuhan Leo. Saat ini dia seolah berada didalam dunia yang berbeda dimana dia menyaksikan setiap peristiwa yang Anjani alami malam itu sampai akhinya dia bunuh diri.“Ini semua salahmu, andai malam itu kau tidak membiarkan aku pergi semua ini tidak akan terjadi.” Terdengar suara rintihan Anjani yang menyalahkan Bryan atas peristiwa yang dia alami.Bryan menutup telinganya karena kalimat itu terus berulang ulang hingga membuatnya frustasi. Di sisi lain Leo m
Bryan hari mencoba pergi keluar sekalian mencari ide tentang bagiamana dia akan masuk ke tempat Rahtore nantinnya. begitu[un dengan Shelia yang sekarang ini tengah bersenag senang belanja di sebuah mall seorang diri."Wah ini sangat menyengkan setelah sekian lama akhniya aku bisa bebas untuk bersenag senag seorang diri." ucapnya begitu girang.Usai belanja ia pun akhirnya keluar dari mall dengan begitu banyak bag belanjaan di tangannya hingga dia sendiri merasa kesulitan membawanya."Loh mobilku mana kok nggak ada?" seketika ia terkejut saat tiba di parkiran dan dia tidak melihat mobilnya. Shelia kemudian buru buru menekan tombol penanda pada kunci mobilnya dan baru tersadar jika tadi dia memarkir mobil di sebrang di parkiran cafe tempat ia sebelumnya."Ohh ya ampun, shelia kenapa kau begitu pikun." ucapnya pada diri sendiri.Ia pun berjalan ketepi jalan untuk menyebrang akan tetapi karena barang belanjaannya membuatnyan tidak sad
Pagi menjelang terjadi kepanikan di kediaman Alvin , setelah Siska menemukan surat yang di tinggal Bryan. Dia pun berlari mencari suami untuk memperlihatkan isi surat tersebut."Papa... Bryan pergi pa!" Dengan wajah begitu panik dia menghampiri suami dan putrinya yang tengah sarapan."Apa yang mama katakan, kemana dia pergi?' Alvin pun merasa terkejut mendengar ucapan istrinya."Mama juga tidak tahu pa, tapi mama menemukan surat ini di kamarnya." Siske kemudian memberikan suara itu pada suaminya.Setelah membaca surat Alvin terlihat cemas, dia tahu bawah kepergian putranya adalah demi ingin membalas sakit hati atas meninggalnya Anjani. Alvin tanpa mengatakan apapun seketika pergi meninggalkan meja makan menuju keluar rumah. Mustika dan Siska kebingungan dan hanya memilihnya berlalu pergi."Ohh tuhan, Kemana anak itu pergi,
Menjalankan rencana "Kenapa pada bawel sih asisten di rumah ini, bikin emosi aja." Celoteh Shelia karena masih kesal. "Hmm, apa benar papa akan pulang larut ya, apa aku telpon saja dia untuk mencari tahu sendiri." Ucapnya berniat menelpon Rahtore. *** "Ini bos, rekaman tadi siang yang saya dapat dari cctv yang bos maksud." Ucap anak buahnya sambil menyodorkan flashdisk kepada Rahtore. "Bagus, hey kau cepat putra ini dia leptop itu." Rhatore yang sudah tidak sabar untuk melihat hasil rekamannya langsung memerintahkan anak buah yang lain untuk memutarnya segera. Pada saat rekaman itu di putar, mereka yang menyaksikannya bagitu terkejut terutama Rahtore yang terlihat begitu marah. "Apa ini hah, apa kau mencoba bermain-main denganku." Dia bangkit dan langsung menghampiri anak buahnya yang memb
Rahtore yang masih kesal langsung menghempaskan tangan Rendy hingga ia sedikit terdorong ke depan. "Argh... Sepertinya ada yang sedang bermain-main dengan ku." Rahtore yang masih di kuasai amarahnya dengan sembarang memandang meja hingga meja itu terdorong jauh. "Rahtore kau tenanglah aku yakin kita akan menemukan orang itu." Rendy kembali angkat bicara untuk mencoba menenangkan Rahtore. "Bukan yakin, tapi aku pasti menemuikan orang itu dan akan kuberi dia pelajaran." Kecam Rahtore dengan penuh amarah. "Iya kita pasti akan menemukannya tapi tolong kendalikan dirimu dan berhenti merusak barang barang, karena jika tidak kau bisa mengacuhkan semuanya." Ucap Rendy yang khawatir karena sudah banyak barang yang Rahtore hancurkan sebab marah. Rahtore duduk di sofa untuk menegakan diri, sedangkan Rendy m
Brakkk... Tiba tiba mereka semua dikejutkan dengan suara kaca jendela yang pecah seperti dilempar oleh sesuatu. Semuanya berhenti dan menujuhakan Padang ke arah jendela."Papa!" Shelia memandang Rhatore dengan kebingungan.Mata Rahtore membulat karena marah dia lalu memberi kode pada beberapa anak buahnya untuk mencari siapa orang yang sudah melakukan ini semua."Shelia, jangan di pikiran sebaiknya kita lanjutkan saja." Ia lalu beralih pada Putrinya untuk meminta agar menghiraukan kejadian ini."Tapi pa!" Ucap Shelia begitu penasaran."Sudahlah, anak buah ku akan menanganinya mending sekarang kita lanjut untuk memotong kue." Rahtore meyakinkan anaknya. Shelia hanya bisa menurut dan melanjutkan untuk potong kue meskipun saat ini dia masih sangat penasaran perihal kaca jendela tadi.***Di luar, saat anak buah Rath