Bab 3
“Salah satu yang paling Mas suka darimu adalah kamu yang begini, Vie. Mas suka sikap manjamu,” ucapnya dengan suara pelan di sisi telinga Viona. Lalu, ia kembali mengecup pelipis wanita itu.
“Katanya nggak ngaruh, tapi bilang nggak bisa melupakan. Nggak nyangka ternyata seorang Dion itu juga munafik!” ejek Viona sambil memutar bola mata. Dion tersenyum.
“Soalnya ‘kan Mas tahu apapun tentang kamu. Makanya, tenang aja,” sahut Dion.
“Ih, curang!” Dion kembali tergelak di samping Viona.
Beberapa saat suasana hening. Mereka larut dengan rasa kasih antara satu dengan yang lainnya.
“Mas, janji, ya?”
“Janji apa?”
“Mas nggak akan menduakan aku sampai kapanpun,” ucap Viona.
“Boleh! Asal ada syaratnya!” ucap Dion dengan gaya santai. Spontan Viona berbalik dan menatap Dion.
“Kok pakai syarat? Syarat apa?” tanya Viona sambil mengerutkan keningnya.
“Beri aku seorang bayi dari rahim kamu!” ucap Dion mantap sambil menatap netra Viona. Viona terdiam beberapa saat dengan dua netra melebar. Ia tidak menyangka, Dion akan mengucapkannya lagi.
“Apa? Bayi?” Ia terpaku beberapa saat. “Nggak deh, Mas!”
“Harus!”
“Nggak! Aku nggak mau, Mas! Pokoknya aku tetap ‘nggak’ sampai kapanpun itu!” sahut Viona sambil melipat dua tangan depan dada.
“Harus! Pokoknya aku mau anak!” ulang Dion lagi sambil tersenyum curang.
“Aku nggak mau!”
“Aku akan cari cara supaya kamu bisa hamil!”
“Apa?!” Viona kembali berbalik dengan mata membelalak menatap Dion.
“Mas, apaan sih? Kan sudah kubilang berkali-kali, aku nggak mau ada anak lagi setelah Kanaya. Aku nggak mau Kanaya merasa terabaikan. Ia bisa terluka, Mas! Aku nggak mau ia bersedih. Masa, saat umur segini, Mas masih ingin aku punya baby lagi? Kemudian aku dengan tanpa sengaja akan larut dengan bayi itu. Lalu, Kanaya akan berpikir aku telah mengabaikannya. Ia akan menajuh dariku dan … akh! Enggak, Mas! Pokoknya, aku nggak mau! Aku nggak mau Kanaya membenciku dan menganggap aku tidak menyayanginya,” cecar Viona panjang lebar dengan wajah tegang, membuat Dion terpana menatap wajah panic Viona itu.
“Kenapa harus terluka? Kita akan tetap memberikan kasih sayang dan perhatian seperti biasa pada Kanaya,” jawab Dion.
“Nggak, Mas! Itu tidak semudah yang kita ucapkan. Kehadiran seorang adik akan membuat Kanaya merasa terabaikan. Masing-masing kita akan larut dengan kehadiran anak baru. Aku pasti lebih terfokus pada bayiku. Kemudian, Kanaya akan merasa aku tidak sayang lagi padanya. Trus, ia akan menjauh dari kita, Mas. Aku nggak mau semua itu terjadi. Aku nggak mau menggeser keberadaan Kanaya dengan siapapun. Aku nggak mau ia bersedih!” ucapnya seperti kesetanan. Dua matanya yang lumayan besar membelalak menatap Dion yang terpana menatapnya.
“Kita bisa memberinya pengertian dan tetap memberikan perhatian lebih padanya, Vie! Nggak serumit yang kamu bayangkan.”
“Pokoknya, aku nggak mau, Mas! Aku nggak mau mengambil resiko untuk Kanaya,” ucapnya lagi. “Lagian, aku hampir tiga puluh lima, Mas. Bayu udah gede, Kanaya juga udah! Bagaimana mungkin aku punya baby lagi? Aku juga nggak mau nanti Kanaya cemberut karena aku membagi perhatian untuknya dengan adik bayi. Trus, kalau dia ngambek gimana? Lagian, kalau udah seumuran ini aku masih tenteng dedek bayi, Ya Allah, Mas, masa, sih?” cerocos Viona tanpa jeda yang benar-benar membuat Dion cekikikan tidak tahan melihat tingkah istrinya yang terlihat panic luar biasa itu.
“Ha … ha … ha …!”
“Apaan, sih? Dibilangin malah ketawa.”
“Pokoknya kita bikin anak!”
“Issh!” Viona menepis rangkulan Dion yang seakan memang ingin menyeretnya ke suatu tempat. Lagi-lagi laki-laki itu tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Tok! Tok! Tok!
Serentak Viona dan Dion menoleh ke arah pintu dengan wajah kaget, terlebih Viona. Seorang pekerja tiba-tiba sudah berdiri di pintu. Dion dan Viona buru-buru menetralkan diri. Viona menjauhi Dion seketika sambil menghela napas dalam. Rautnya memerah menyadari kehadiran orang asing di saat mereka berdebat tentang ‘membuat anak’ itu. Berbeda dengan Dion, ia hanya mengulum senyum lucu serta mengembalikan wibawanya yang berantakan saat mengusili Viona tadi.
“Maaf, Pak Dion! Desainer interiornya sudah datang. Dia nunggu Bapak di bawah.”
“Oh, okey! Suruh dia langsung ke atas saja, Mas! Aku ingin ia melihat kamar ini dulu untuk desainnya. Kebetulan, ada isteriku di sini,” sambung Dion. Lelaki itu mengangguk ramah dan segera pamit berlalu dari Dion dan Viona.
“’Kan, Mas! Bikin malu aja. Sampe ketahuan orang Mas bilang mau bikin anak. ish! Tadi pasti kedengaran deh sama Bapak itu,” gerutunya pada Dion setelah pekerja itu pergi.
“Masa bodo!” jawab Dion cuek yang membuat Viona kembali memukul lengannya pura-pura kesal. Padahal, ia memang tahu, Dion memang selalu begitu. Meskipun suaminya itu sangat berwibawa di luar sana, bersamanya tetap saja, Dion adalah orang yang urakan begini.
Tak berapa lama, bunyi derap langkah heels beradu ubin terdengar dari luar. Viona dan Dion menoleh ke pintu. Seorang wanita muda, cantik dan modis sudah berdiri di pintu sambil tersenyum. Wanita itu memasuki ruangan. Viona sedikit terdiam kaku menatapi kehadiran wanita cantik dan elegan yang memasuki calon kamarnya itu. Wanita itu mendekat dengan langkah ringannya yang disangga hells tinggi.
Ia terlihat sangat cantik. Sorot matanya mengingatkan Viona pada sesosok wajah yang ia rasa sangat falimiar. Namun, ia tidak ingat kenal wanita serupa di mana? Viona balas tersenyum tipis saat wanita itu juga tersenyum padanya.
“Selamat siang Bapak Dion dan Ibu. Senang bertemu dengan kalian,” ucap wanita itu elegan sambil mengulurkan tangannya pada Dion. Lalu, bergantian pada Viona untuk memperkanalkan diri. Viona menyambut uluran tangan itu dengan raut tenang.
“Selamat siang, Mbak,” sahut Dion.
“Ohya, perkenalkan saya Verille, perwakilan dari CV. Agatha Wijaya yang akan membantu Bapak dan Ibu dalam mendekor bangunan ini.” Dion mengernyitkan dahi.
“Tunggu! Perasaan semalam saya ngobrolnya sama lelaki. Bukankah sebelumnya desain bangunan ditangani oleh Bapak Danu?” sela Dion tiba-tiba. Gadis muda itu tersenyum. Wanita itu kembali tersenyum dan menekur beberapa detik. “Mbak masih dari CV. Agatha, ‘kan?” sambung Dion lagi.
“Iya, Pak Dion. Agatha namaku, Verille Agatha. Sebelumnya, memang ditangani oleh timku sebagai Desainer. Tapi, khusus untuk dekorasi aku yang langsung terjun untuk klien special seperti Bapak. Karena, aku percaya, Bapak adalah klien penting CV. Agatha. Kemaren Bapak bicara dengan tim management saya, Pak Danu,” terangnya yang membuat Dion manggut-manggut. “Bapak adalah klien istimewa bagi saya. Maka, saya sendirilah yang akan terjun dalam pekerjaan ini secara langsung. Kami berusaha memberikan yang terbaik sebagai pelayanan kami kepada Bapak.”
“Jadi, Agatha itu?” tanya Dion dengan wajah tanya.
“Iya, CV Agatha adalah milik saya Verille Agatha, Pak Dion,” ucap wanita itu lagi. Viona terdiam. Sementara, Dion tersenyum menanggapi ucapan wanita itu.
“Oh, baiklah! Mbak Verille bisa memulainya.” Dion lalu memperlihatkan ruang demi ruang pada gadis cantik ber-heells tinggi itu. Verille mengikuti sambil menyimak. Wanita itu memberikan pendapatnya pada Dion tentang rencana yang akan ia persiapkan untuk dekor ruang demi ruang milik Dion ini sambil memperlihatkan sketsa yang telah ia buat. Sementara, Viona hanya berdiam saja untuk waktu yang cukup lama.
“Bagaimana? Apa kira-kira Bapak setuju dengan rancangan saya?” tanya Verille kemudian setelah mereka tiba di lantai bawah.
“Saya kira rancangan Mbak sangat mengagumkan. Saya dengan senang hati menerimanya,” ucap Dion lagi. Gadis muda itu tersenyum sambil menekurkan wajahnya karena sanjungan dari Dion. Lalu, ia kembali berucap, “Okey, untuk selanjutnya, kami akan bekerja seminggu ke depan. Setelah itu, rumah ini sudah bisa Bapak huni,” ucapnya lagi. Dion mengangguk dan tersenyum.
Sementara, Viona tak sedikitpun mampu berbicara. Ia merasa tak punya bahan untuk berkata-kata pada perempuan itu. Semua sudah diwakilkan oleh Dion. Selama gadis muda itu mempresentasikan rancangannya, Viona dapat merasakan bahwa, gadis itu adalah gadis yang sangat cerdas dan mempunyai daya tarik yang sangat luar biasa. Tatapannya mampu meluruhkan siapa saja yang memandang di mata indah berbulu lebat dan lentik itu. Ketika ia bertanya tentang pendapat Dion, Viona merasakan, sebuah rasa asing di kalbunya. Ia sedikit tidak menyukai senyum manis yang tercetak indah di bibir sensual wanita cantik itu. Walau ia tahu, Dion tidak begitu acuh tentang pesona yang di miliki wanita itu. Namun, tetap saja, ia merasa sesuatu yang begitu ia takutkan. “Okey! Saya rasa semua sudah clear. Tinggal pelaksanaan saja. Ohya, Pak Dion, sebagai deal-nya kerja sama ini, saya harap Bapak mensyahkan akad kita. Tolong tanda tangangi surat ini dan mohon kirimkan uang jadinya kesepakatan. Nanti akan saya kirimkan
***Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, Dion sudah siap untuk berangkat ke kantor seperti biasanya. Namun, ia harus tetap melakukan kegiatan rutin keluarga, yaitu sarapan bersama. Seberapa harus cepatnya ia ke kantor, Dion tidak pernah mengabaikan kegiatan satu itu. Karena, selain cuma waktu makan bersamalah ia bisa bertegur sapa dengan seluruh anggota keluarga secara sempurna, ia juga tidak ingin mengecewakan Viona yang selalu dengan senang hati menyiapkan sarapan pagi untuknya dan keluarga kecil mereka.“Pagi, Sayang!” ucap Dion menyapa Viona pagi itu. Kebetulan, kali ini ia lebih cepat selesai berberes-beres. Jadi, bisa turun lebih cepat dari biasanya. Ketika baru muncul di ruang makan, ia sudah melihat Viona yang sedang menyajikan dan menata makanan di meja. Serta-merta ia melayangkan sebuah kecupan di pelipis isterinya itu. Viona yang memang karakter wanita yang suka menyenangkan hati suami, menyambutnya dengan senyum bahagia. Tentu saja tidak di hadapan Bu Widia dan Kanaya.
Bab 1 Rumah BaruAngin sejuk berhembus menerpa pepohonan. Semilir derunya menggugurkan helai dedaunan yang jatuh di aspal. Di kejauhan sebuah mobil CR-V hitam melaju tenang. Kemudian, berbelok di persimpangan, melambat di depan sebuah pagar besi dengan tembok tinggi yang melingkari halamannya.Di balik pagar, berdiri kokoh sebuah rumah berlantai tiga yang belum sepenuhnya rampung. Bahkan, beberapa pekerja masih sibuk memaksimalkan penyelesaiannya. Beberapa material tergeletak di halaman yang dipenuhi pohon palem yang masih kecil-kecil itu.Seorang lelaki tampan tersenyum di balik kemudi. Ia melirik pada wanita yang duduk anggun di sampingnya. Mobil memasuki gerbang yang pagarnya terbuka lebar. Lalu, berhenti tepat di depan bangunan. Dion menatap Viona syahdu.‘Ini rumah kita! Sebentar lagi kita akan pindah ke sini,” ucapnya sambil menatap mesra wanita cantik berhijab di sampingnya. Lelaki gagah itu turun dari mobil dan melangkah santai ke sisi lainnya. Lalu, membukakan pintu buat Vio
Bab 2Aku Ingin Punya AnakTiba-tiba sesosok tubuh sudah ada di belakang Viona. Lelaki bertubuh tegap tinggi itu mendekap Viona dari belakang. Ia menatap lautan sambil tersenyum. Vona terperanjat. Ia menoleh ke arah suara dan tersenyum saat mendapati Dion sudah berada di belakangnya. Wajah tampan itu menghadirkan segala kehangatan buat Viona. Bisikan itu membuat ia terbuai dalam rasa syahdu. Kehangatan tubuh Dion yang menempel di punggungnya, membuat Viona seketika memejamkan dua netranya sesaat. Ia hanyut dalam rasa damai dalam pelukan Dion.Sejak mereka hidup bersama, Viona memang merasakan kebahagiaan luar biasa. Ia semakin cantik dan berbinar, meski usianya kini tidak muda lagi. Dion adalah suami terbaik yang pernah Viona miliki. Ia sangat paham bagaimana cara membahagiakan seorang isteri. Viona benar-benar merasa hidupnya sangat sempurna bersama Dion. Hari-hari yang ia lewati tak pernah luput dari rasa bahagia.Viona merapatkan punggungnya ke dada lelaki itu. Lalu, kembali mena
***Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, Dion sudah siap untuk berangkat ke kantor seperti biasanya. Namun, ia harus tetap melakukan kegiatan rutin keluarga, yaitu sarapan bersama. Seberapa harus cepatnya ia ke kantor, Dion tidak pernah mengabaikan kegiatan satu itu. Karena, selain cuma waktu makan bersamalah ia bisa bertegur sapa dengan seluruh anggota keluarga secara sempurna, ia juga tidak ingin mengecewakan Viona yang selalu dengan senang hati menyiapkan sarapan pagi untuknya dan keluarga kecil mereka.“Pagi, Sayang!” ucap Dion menyapa Viona pagi itu. Kebetulan, kali ini ia lebih cepat selesai berberes-beres. Jadi, bisa turun lebih cepat dari biasanya. Ketika baru muncul di ruang makan, ia sudah melihat Viona yang sedang menyajikan dan menata makanan di meja. Serta-merta ia melayangkan sebuah kecupan di pelipis isterinya itu. Viona yang memang karakter wanita yang suka menyenangkan hati suami, menyambutnya dengan senyum bahagia. Tentu saja tidak di hadapan Bu Widia dan Kanaya.
Sementara, Viona tak sedikitpun mampu berbicara. Ia merasa tak punya bahan untuk berkata-kata pada perempuan itu. Semua sudah diwakilkan oleh Dion. Selama gadis muda itu mempresentasikan rancangannya, Viona dapat merasakan bahwa, gadis itu adalah gadis yang sangat cerdas dan mempunyai daya tarik yang sangat luar biasa. Tatapannya mampu meluruhkan siapa saja yang memandang di mata indah berbulu lebat dan lentik itu. Ketika ia bertanya tentang pendapat Dion, Viona merasakan, sebuah rasa asing di kalbunya. Ia sedikit tidak menyukai senyum manis yang tercetak indah di bibir sensual wanita cantik itu. Walau ia tahu, Dion tidak begitu acuh tentang pesona yang di miliki wanita itu. Namun, tetap saja, ia merasa sesuatu yang begitu ia takutkan. “Okey! Saya rasa semua sudah clear. Tinggal pelaksanaan saja. Ohya, Pak Dion, sebagai deal-nya kerja sama ini, saya harap Bapak mensyahkan akad kita. Tolong tanda tangangi surat ini dan mohon kirimkan uang jadinya kesepakatan. Nanti akan saya kirimkan
Bab 3“Salah satu yang paling Mas suka darimu adalah kamu yang begini, Vie. Mas suka sikap manjamu,” ucapnya dengan suara pelan di sisi telinga Viona. Lalu, ia kembali mengecup pelipis wanita itu.“Katanya nggak ngaruh, tapi bilang nggak bisa melupakan. Nggak nyangka ternyata seorang Dion itu juga munafik!” ejek Viona sambil memutar bola mata. Dion tersenyum.“Soalnya ‘kan Mas tahu apapun tentang kamu. Makanya, tenang aja,” sahut Dion.“Ih, curang!” Dion kembali tergelak di samping Viona.Beberapa saat suasana hening. Mereka larut dengan rasa kasih antara satu dengan yang lainnya.“Mas, janji, ya?”“Janji apa?”“Mas nggak akan menduakan aku sampai kapanpun,” ucap Viona.“Boleh! Asal ada syaratnya!” ucap Dion dengan gaya santai. Spontan Viona berbalik dan menatap Dion.“Kok pakai syarat? Syarat apa?” tanya Viona sambil mengerutkan keningnya. “Beri aku seorang bayi dari rahim kamu!” ucap Dion mantap sambil menatap netra Viona. Viona terdiam beberapa saat dengan dua netra melebar. Ia ti
Bab 2Aku Ingin Punya AnakTiba-tiba sesosok tubuh sudah ada di belakang Viona. Lelaki bertubuh tegap tinggi itu mendekap Viona dari belakang. Ia menatap lautan sambil tersenyum. Vona terperanjat. Ia menoleh ke arah suara dan tersenyum saat mendapati Dion sudah berada di belakangnya. Wajah tampan itu menghadirkan segala kehangatan buat Viona. Bisikan itu membuat ia terbuai dalam rasa syahdu. Kehangatan tubuh Dion yang menempel di punggungnya, membuat Viona seketika memejamkan dua netranya sesaat. Ia hanyut dalam rasa damai dalam pelukan Dion.Sejak mereka hidup bersama, Viona memang merasakan kebahagiaan luar biasa. Ia semakin cantik dan berbinar, meski usianya kini tidak muda lagi. Dion adalah suami terbaik yang pernah Viona miliki. Ia sangat paham bagaimana cara membahagiakan seorang isteri. Viona benar-benar merasa hidupnya sangat sempurna bersama Dion. Hari-hari yang ia lewati tak pernah luput dari rasa bahagia.Viona merapatkan punggungnya ke dada lelaki itu. Lalu, kembali mena
Bab 1 Rumah BaruAngin sejuk berhembus menerpa pepohonan. Semilir derunya menggugurkan helai dedaunan yang jatuh di aspal. Di kejauhan sebuah mobil CR-V hitam melaju tenang. Kemudian, berbelok di persimpangan, melambat di depan sebuah pagar besi dengan tembok tinggi yang melingkari halamannya.Di balik pagar, berdiri kokoh sebuah rumah berlantai tiga yang belum sepenuhnya rampung. Bahkan, beberapa pekerja masih sibuk memaksimalkan penyelesaiannya. Beberapa material tergeletak di halaman yang dipenuhi pohon palem yang masih kecil-kecil itu.Seorang lelaki tampan tersenyum di balik kemudi. Ia melirik pada wanita yang duduk anggun di sampingnya. Mobil memasuki gerbang yang pagarnya terbuka lebar. Lalu, berhenti tepat di depan bangunan. Dion menatap Viona syahdu.‘Ini rumah kita! Sebentar lagi kita akan pindah ke sini,” ucapnya sambil menatap mesra wanita cantik berhijab di sampingnya. Lelaki gagah itu turun dari mobil dan melangkah santai ke sisi lainnya. Lalu, membukakan pintu buat Vio