"Ayu, ada apa?" Gegas Harsa memeluk Ayu yang terlihat ketakutan.
"Nyiur sama anak-anak nggak ada, mereka ke mana, Mas? Jangan-jangan kabur karena keberadaan aku. Gimana ini? I-itu kenapa ada pisau besar juga?" Dengan wajah yang sangat resah dan khawatir Ayu menatap suaminya. "Tenang dulu ya, saya akan segera mencari mereka. Kalau pisau bukan apa-apa, Nyiur emang suka naruh pisau di kamar." Harsa mengecup lama kening sang istri. Tidak lama kemudian, orang tua Harsa juga datang. Meskipun Ayu menjadi istri kedua, orang tua Harsa sangat meratukan Ayu, bahkan ini lebih dari Nyiur. Hal ini sebenarnya menjadi ketakutan tersendiri bagi Harsa dan juga Ayu. "Ma, Pa. Mama sama Papa tahu Nyiur dan Chala Chali ke mana?" tanya Harsa. "Halah, paling juga ke rumah orang tuanya. Nggak usah terlalu khawatir, dia udah gede gak mungkin juga celakain anak-anaknya! Udah kalian kembali aja ke kamar, nikmati jadi pengantin baru," celetuk Zalfa. "Astaghfirullahal'adziim, Mama boleh sayang sama Ayu, tapi gak gini juga perlakuan Mama ke Nyiur. Harsa udah lakuin persyaratan restu itu, apalagi yang kurang? Harusnya sikap Mama udah semakin baik ke Nyiur. Dia itu baru melahirkan Ma, Mama juga tahu gimana pola pikir orang yang baru saja melahirkan, segitu bencinya ya Mama dengan Nyiur dan Chala Chali?" timpal Harsa. Terlihat Zulfikar berjalan ke arah mereka sembari bertelepon. "Nyiur ada di situ?" [ "Oh ... iya. Nyiur lagi pengen di sini, tadi saya disuruh kasih kabar lupa, Bro. Nyiur mau izin takut ganggu katanya." ] Zulfikar menloudspeaker jawaban dari Zulkifli yang merupakan Ayah dari Nyiur. Harsa dan Ayu merasa sangat lega. Berbeda dengan mertua Ayu, sikapnya selalu datar jika tentang kebaikan Nyiur. "Sudah beres, kembali aja ke kamar kalian," kata Zalfa---Ibu dari Harsa. Ayu terdiam. Entah mengapa, ia merasa keluarga Harsa cukup aneh. Ada banyak kejanggalan dalam keluarga tersebut. Namun, entah apa yang terjadi Ayu belum tahu semuanya. Kedua mata Ayu sudah memberi kode untuk segera dipejamkan. Karena kejadian Nyiur yang menegangkan, mie yang tadi dibuat tidak jadi dimakan dan diberikan ke satpam. Hasrat Harsa yang memuncuk pun sekarang seperti tidak berdaya teringat Zalfa yang masih saja berlaku tidak pantas pada menantu pertama. *** "Mas. Waduh, udah jam berapa ini? Kenapa nggak dibangunin? Yah, jadi telat sholat shubuh!" Ayu terkejut kala telat bangun. Namun, Harsa malah terkekeh. "Kamunya yang nggak bangun-bangun." Pria itu memperlakukan Ayu secara romantis, ia belai rambut istrinya yang masih acak-acakan dengan tatapan lembut. "Nyiur hari ini Mas jemput 'kan? Kalau gak mau gak usah dipaksa deh," saran Ayu. Mendengar itu, Harsa terkejut. Selama ini, Ayu selalu khawatir dengan keadaan Nyiur. Tapi, sekarang kenapa tiba-tiba acuh? "Why? Nggak mau kalah ya? Maaf semalem belum jadi, padahal saya yang minta. Kamu marah karena ini?" goda Harsa. "Ciih, tidak sama sekali! Aku kan emang belum siap kalau masalah itu!" tolak Ayu. "Lalu? Kenapa kamu jadi jeles begini sama Nyiur?" Ayu menangis lagi sembari memeluk gulingnya. Godaan untuk mencari gara-gara supaya bisa lari dari keluarga itu juga sangat berat. Kenyataannya, menjadi istri seorang Harsa ialah impiannya. Tapi, chat Nyiur menyakiti hatinya.... "Sayang, mending sekarang kamu ke kamar mandi dulu, qodho' sholat, mungkin bisa buat kamu lebih tenang," ucap pria itu tiba-tiba. Ayu menarik napas panjang. "Cek ponsel sana! Sorry ya, Ayu udah sholat Mas waktu Mas masih tidur, tapi karena liat chat dari Nyiur ... ya aku lanjut pura-pura tidur aja karena kesel banget, sakit hatiku! Pasti Mas Harsa lebih percaya sama Nyiur, secara ... dia orang yang memang Mas cintai dengan tulus, beda denganku yang dari dulu hanya ...." Ayu terisak tangis tidak mampu untuk melanjutkan bicaranya lagi. Harsa tercengang. Segera, dia melihat chat dari Nyiur. [Mas, Ayu gak suka aku sama anak-anak di rumah] Seketika, kekecewaan muncul di wajah Harsa. "Mas ... aku difitnah," kilah Ayu kala menyadari itu. "Jelas-jelas yang di kamar ini cuma kita berdua, yang bisa foto kita waktu saya memeluk kamu itu ya hanya kamu. Oh, jadi tadi sok-sokan lihat jam ternyata untuk menyakiti hati Nyiur! Ternyata sok-sokan histeris waktu Nyiur nggak ada, itu karena kamu usir! Mana, katanya nggak tega dengan Nyiur, itu terus yang kamu ucapkan saat saya mau menyentuh kamu! Sebenarnya mau kamu apa, Ay?" Ayu berusaha mendongakkan kepala dan menatap Harsa. "Ayu tidak tahu apa-apa! Kalau memang Mas percaya sama Nyiur dan mau menceraikan Ayu, Ayu terima. Gak peduli mau Mas anggap benar atau fitnah chat tersebut!" "Permasalahannya bukan cerai! Saya ingin istri-istri saya tidak mengulangi kekejaman seperti yang dilakukan orang tua saya!" timpal Harsa. Pria itu sama sekali tidak marah pada Ayu jika cemburu. Namun, perceraian sangat jauh dari angan Harsa. Ia hanya tidak ingin perasaan tak berdaya sebagai kepala keluarga, seperti saat menghadapi orang tuanya itu, terulang. "Sekarang Ayu tanya. Mas tuluskah mencintai Ayu? Atau ... takut menceraikan hanya karena takut kehilangan anak?" "Ayu ... mungkin niat awal saya terlihat tidak tulus, tapi kenyataannya saya tulus. Saya sayang kamu, saya sangat mencintai kamu ... bahkan leb---" Hampir saja ia mengungkap perasaan yang sesungguhnya. Jujur, meskipun ia juga bisa memperlakukan Nyiur dengan baik, perasaan cintanya selama ini ke Ayu tetap saja bersimpuh. Ia seperti tidak bisa melepaskan keduanya, dan di balik ia benci kekejaman orang tuanya, ada hikmah yang selalu menguatkan dia, yakni sejahat-jahatnya orang tua mereka lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya, terbukti sampai saat ini Harsa belum bisa melupakan Ayu seutuhnya. "Apa?" Ayu membelalakkan mata, sedikit mengerti apa yang dimaksud Harsa. "Kamu harus adil Mas!" "Maafkan saya Sayang, bukan begitu maksudnya. Kita cari jalan keluarnya sama-sama nanti waktu Nyiur sudah Mas jemput," ucap Harsa. Ayu beranjak ke kamar mandi. Ia masih sangat marah dengan Harsa maupun Nyiur. Sampai-sampai saat keluar dari kamar mandi ia bertekad untuk naik ke dinding kamar. "Sayang, Astaghfirullahal'adziim ... mau kamu apa naik di dinding begitu?" tanya panik Harsa. "Gak usah sok peduli! Mau mati juga bukan urusan Mas!" celetuk Ayu. "Ayu ... hhhh! Jangan kayak gini, turun hati-hati saya ambilkan matras dulu." "Gak perlu! Aaaaaaaaaaaaaaaaa!" Ayu jatuh tidak sengaja kakinya terpeleset. "Ayuuu!" Bugh! "Ayu ....!" pekik Harsa lagi, beruntungnya matras bisa tepat menanggulangi jatuhnya Ayu. "Hehe, gak sakit. Udah biasa," kata Ayu justru terkekeh. "Kita ke dokter ya, saya khawatir kal---" "Suuud! Nggak mau Mas, nggak suka bau obat!" Ayu melajukan jari telunjuknya ke bibir Harsa. Luluh sekali hati Harsa mendapati perilaku Ayu yang demikian. Harsa dan Ayu saling memberikan tatapan cinta. Sungguh indah kelopak mata yang terpancar dari mata Ayu. "Ya ... tapi kamu baru saja sembuh dari kecelakaan, Sayang," lanjut Harsa. "Nggak mau ah pokoknya nggak mau!" rengek Ayu yang tiba-tiba kelihatan begitu manja. "Iya-iya ... tapi kalau sakit bilang." Harsa menenggelamkan kepala mungil itu ke dada bidangnya. "Okey. Aku terima apa yang Mas kasih, tolong jangan sakiti aku ya, Mas!" pinta Ayu. Tampak kekhawatiran yang dahsyat mengenai hubungannya dengan Harsa. Ayu mulai paham strategi Nyiur, ia paham Nyiur punya misi tersendiri akan kedatangan dirinya. Perasaan bersalah itu sudah berhasil Ayu tepis karena ia yakin dengan fitnah yang semalam datang berarti ada rencana busuk dari sahabatnya sendiri. Ayu dan Nyiur sudah bersahabatan sejak kecil, begitupun Ayu dengan Harsa, dulu Ayulah yang mengenalkan Harsa dengan Nyiur. "Tidak akan menyakiti kamu, Ayu Sayang!" Harsa memeluk erat sang istri. Ayu tersenyum. Hanya saja, dia lupa .... Pengaruh Nyiur begitu luar biasa di hidup Harsa setelah wanita itu menyelamatkannya .....Waduh... Harsa belum tahu saja itu ulah licik istri pertamanya. Tapi, Ayu kayanya udah sadar, ya.... Kira-kira, dia bisa nemuin bukti valid, kah?
"Mas tetap percaya aku yang ngusir Nyiur?" tanya Ayu setelah Harsa bicara empat mata dengan Nyiur. "Buktinya jelas, CCTV yang waktu kamu dorong Nyiur juga jelas. Jangan diulangi lagi!" perintah Harsa yang segera berlalu ke kamar putri kembarnya. Sebegitu singkatnya Harsa menetapkan Ayu yang salah. Ingin rasanya marah-marah di depan Nyiur dan disaksikan mertua. Bukan mencari pembelaan, biar tahu rasa saja dia terpojok dan mungkin dengan desakan mertua, Nyiur bisa mengakui yang sebenarnya. Namun, lagi-lagi dalam keadaan seperti ini, Ayu masih tidak tega dengan imbas yang nantinya berujung di Chala dan Chali. Sekitar sepuluh menit kemudian, Harsa datang dan memeluk Ayu yang matanya masih terlihat begitu sembab. "Sayang, saya nggak marah lama kok, mungkin kemarin itu memang kamu juga butuh prioritas. Oh iya, kamu tetap mau jadi sekretaris saya?" "Berisik! Iyalah, emang gak boleh? Udah dipecat ya, Tuan Gondrong!" celetuk ketus Ayu. "Dipecat dari Sekretaris, Disahkan Jadi Istri. Ju
"Hamil? Ya nggak apa-apa," jawab Zulfikar. "Pa! Maksud Papa apa? Cucu papa yang darah daging dari Harsa saja tega mau Papa buang, ini anak tidak jelas asal usulnya, Pa!" Harsa memejamkan mata sejenak dan tetap menurunkan nada jika itu untuk orang tuanya. "Pa, Ayu nggak hamil! Lebih baik cek ulang biar kalian tahu ini semua cuma fitnah!" kilah Ayu. "Nggak perlu! Percuma kalau kamu mau beli testpeck online. Saya tutup akses ada kurir tanpa seizin saya di rumah ini. Saya juga menutup akses dokter manapun atau siapa pun yang bertemu tanpa seizin saya! Sesuatu yang sudah jelas tidak perlu diperjelas! Itu prinsip saya dari dulu. Gak perlu juga kamu kabari keluarga kamu kalau tidak mau permasalahan semakin rumit." Lagi dan lagi Harsa dibuat kecewa oleh Zulfikar. Tidak ada habis-hanisnya orang tuanya itu selalu membela Ayu daripada Nyiur. Pengorbanan mengikuti perintah orang tuanya Harsa rasa sia-sia. Namun, ia kembali menepis seluruh amarah itu, menenangkan diri walaupun belum tenang, dan
"APA?!" "Tadi bukannya baik-baik saja?" Harsa segera bangun dan turun dari ranjang. "Ya paham feeling anak kecil dong, Mas! Mereka tuh cemburu ayah kandungnya justru meluk-meluk anak orang lain!" jawab ketus Nyiur. "Ouh, anak apa ibunya nih, Sayang?" goda Harsa. Saat suasana yang seperti itu, Harsa tidak pernah lupa untuk menggoda istrinya. Dia memang sosok yang romantis, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Kecemburuan antar istri pun segera bangkit. "Mas! Aku nggak lagi canda ya, emang kapan sih aku cegah kalian berduaan. Bahkan aku saranin untuk honeymoon, tapi kalau soal anak beda ya Mas!" timpal Nyiur. "Kamu tahu diri juga dong Ay! Jangan mentang-mentang kamu diratukan semuanya terus bisa sewena-wena bikin anak aku kekurangan kasih sayang!" bentak Nyiur. "Kamu itu semakin ke sini semakin kurang ajar!" Ayu langsung mendekati Nyiur. "Ay, Nyiur. Kita sama-sama ke kamar Chala Chali. Stop ributnya, kalian ini ... sesuatu yang sangat berarti untuk saya. Kalian ju
"Kayaknya perlu dibawa ke psikiater nih istri kedua kamu, Mas! Dia benar-benar stres!” kilah Nyiur. “Kamu yang stres!” bentak Ayu. “Jelas-jelas kamu yang stres!” sahut Nyiur. Meredakan emosi, Ayu mau ke rumah sakit satu mobil dengan mereka. Tidak menyangka, persahabatannya bisa retak sampai sini. Nyiur adalah orang yang banyak tahu juga tentang Ayu, ini pasti membuat Nyiur lebih mudah untuk menghancurkannya. “Bagaimana, Dok? Istri saya benar-benar hamil dan keadaannya bagaimana?” tanya Harsa dengan menahan jantungnya yang berdebar-debar. “Kabar bahagia, selamat ya istri Pak Harsa memang sedang hamil 5 minggu. Keadaannya baik, hindari berpikir berat!” ungkap sosok dokter tersebut. “Alhamdulillah, tuh Sayang. Jangan mikir yang aneh-aneh.” Harsa tersenyum manis sembari mengusap perut datar istrinya. Ayu terpaksa untuk senyum dan hanya bisa marah dalam batin. ‘Udah ketebak bakal begini hasilnya! Oke, Nyiur main duit, aku juga bisa main duit.’ *** Ayu sangat kesal dengan di
"Sebenarnya apa Mas? Mas tahu sesuatu?” tanya Ayu serius. “Hahhaa serius amat wajahnya. Entar aja, sekarang katanya mau ke cafe, yuk berangkat!” ajak Harsa. “Enggak mau! Ceritain dulu!” rengek Ayu penasaran. “Entar aja, enaknya waktu mau tidur ceritanya,” jawab Harsa. Harsa masih lahap makan mendol buatan istrinya. Jika mengingat masa lalu itu lengkap sudah perasaannya. Ada penyesalan, ada manis yang tak bisa dilupakan, ada kebencian, bahkan kalau dituruti mungkin ada juga yang namanya dendam. Pintarnya, Harsa tidak fokus pada hal yang berbau ketidaknyamanan, penyesalan hanya akan menjadi sebuah hal yang menghalangi, kebencian hanya akan memberinya keresahan, dan dendam hanya akan memberinya kerusakan. “Ya udah ayo! Makan terus kayak gitu kok ngajak berangkat!” omel Ayu. “Hehe, abis enak banget. Kamu tuh kecil-kecil pintar juga kalau bikin makanan,” puji Harsa. “Aku dari dulu pinter, masa baru inget sekarang, sih! Tega banget dilupain!” Ayu bermanja beralih menjatuhkan di
Zulkarnain: "Oh itu wkwk. Tahulah, satu hal nih PR kamu. Kalau jadi suaminya anak Daddy tuh harus banyak-banyak koleksi game. Semenjak kamu tinggal nikah, Ayu suka main game entah itu game apapun, katanya sih biar bisa move on sama kamu." Mas Harsa: "Aduh ada-ada aja, emang gamenya gimana Dad?" Zulkarnain: "Ini nih (Kirim video) Mas Harsa: "Allahu Akbar haha, makasih sekali Daddy. Ehmm, tapi sekarang kan udah nggak perlu move on, kenapa anak Daddy tetap suka game?" Ayu belum tahu kalau Harsa bertanya ke Zulkarnain. Mengetahui hal tersebut, Harsa menahan tawa di depan istrinya yang masih memanyunkan bibir. Jadi semakin sayang sama Ayu, Harsa jadi lebih mengerti jikalau Ayu adalah perempuan yang hebat dalam mengelola cinta. Ia berhasil melawan tanpa harus mengganggu. Zulkarnain: "Ibaratnya kayak kamu kalau semalem aja nggak berinteraksi dengan pasukan dalamnya tubuh anak Daddy🤣🤣. Dah sana rawat anak Daddy dengan baik." Sama saja, Harsa dan Zulkarnain adalah kelompok lelaki
“Hei! Di mana kamu Mas!” Ayu turun dari mobil dan mengikuti jejak suaminya tadi. Ayu: “Mas, jangan bikin panik dong!” Mas Harsa: “Haha, lagi kebelet Ay.” Ayu: “Nggak percaya! Jangan-jangan ketemuan sama istri pertama!” Mas Harsa: “Tidak, Sayang” Ayu: “Nggak percaya! Toilet samping masjid kosong tuh pintu terbuka.” Kembali membuat Ayu panik dan kesal. Ia sampai masuk ke toilet depan yang entah mengapa sangat bau. Hampir saja muntah, demi suaminya ia rela meneliti di sudut-sudut kamar mandi tersebut. Mas Harsa: “(Kirim foto) Nggak percaya, hmm?” Ayu lupa kalau di belakang masih ada toilet. Baru sadar setelah Harsa mengirim foto sedang buang air besar di toilet tersebut. Harsa yang mengetahui Ayu berada di toilet depan merasa sangat diperhatikan sekali, ada wanita yang sepanik itu dengan dirinya. Mas Harsa: “Kamu ngapain di toilet laki-laki? Di situ bau Ay, belum lagi kalau ada cowok yang kebelet. Saya gak mau istri saya ternodai matanya.” Ayu: “Iya udah kelu
Video tentang seseorang yang mengatakan tentang kerja sama bersama dokter yang menangani Ayu di depan toilet membuat Harsa tercengang dan Ayu yang mendengar pun langsung ingin memberitahukan hal tersebut kepada Nyiur. Namun, Harsa belum terlalu yakin karena kalau Ayu yang dimaksud itu pasti Ayu Renjana, dan belum tentu juga maksud dari kerja sama tersebut adalah perkara buruk. Satu lagi tentang foto Nyiur memberikan amplop ke dokter yang menangani Ayu, belum pasti juga hal itu buruk. "Sayang, hal itu belum jelas. Kita analisa berdua dulu!" Harsa menutup pintu kamar. "Mas! Ini buktinya sudah jelas, mau tunggu sampai separah apa, hah! Sampai keluarga Mas berhasil dipermalukan Nyiur, iya!" bentak Ayu. Sementara di luar Nyiur kaget mendengarkan Harsa dan Ayu tahu keberadaannya memberi amplop dokter yang memang ia ajak kerja sama. Nyiur sengaja melakukan hal ini dengan tujuan utama supaya Ayu dibenci sang mertua, tetapi lagi-lagi tuduhan tersebut sekalipun dipercaya tetap saja Ayu
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga