Video tentang seseorang yang mengatakan tentang kerja sama bersama dokter yang menangani Ayu di depan toilet membuat Harsa tercengang dan Ayu yang mendengar pun langsung ingin memberitahukan hal tersebut kepada Nyiur. Namun, Harsa belum terlalu yakin karena kalau Ayu yang dimaksud itu pasti Ayu Renjana, dan belum tentu juga maksud dari kerja sama tersebut adalah perkara buruk. Satu lagi tentang foto Nyiur memberikan amplop ke dokter yang menangani Ayu, belum pasti juga hal itu buruk. "Sayang, hal itu belum jelas. Kita analisa berdua dulu!" Harsa menutup pintu kamar. "Mas! Ini buktinya sudah jelas, mau tunggu sampai separah apa, hah! Sampai keluarga Mas berhasil dipermalukan Nyiur, iya!" bentak Ayu. Sementara di luar Nyiur kaget mendengarkan Harsa dan Ayu tahu keberadaannya memberi amplop dokter yang memang ia ajak kerja sama. Nyiur sengaja melakukan hal ini dengan tujuan utama supaya Ayu dibenci sang mertua, tetapi lagi-lagi tuduhan tersebut sekalipun dipercaya tetap saja Ayu
“Katakan apa yang sebenarnya kamu tahu,” Kata Harsa. “Ada rasa takut yang sangat dalam, aku takut kena baby blues, Mas! Jangan jauh-jauh ya, jangan tinggalin aku. Aku tidak pernah mempermasalahkan bagaimana sikap orang lain kepadaku, asal kamu tidak pernah mengabaikanku dan anak-anak, sekalipun sekarang ada Ayu yang benci Nyiur." Nyiur menunduk. Harsa mengangkat wajah sang istri untuk dihadapkan dengan tatapannya. “Sayang, kalau ada yang kurang … bilang ya. Kalau kamu tidak kuat dengan sikap Mama dan Papa, bilang ya. Kalau sekiranya capek banget sampai nggak kuat untuk berbuat baik lagi dan dengan terpaksa akhirnya merajut hal-hal yang dilarang … kamu nggak perlu ketakutan menyembunyikan itu semua dari saya. Kita ini bukan musuh dan saya tidak mungkin mengabaikan kamu serta anak-anak. Apa yang terjadi sekarang ini jika dipandang dari sisi manusia ya memang ini sudah menjadi pilihan kita. Kita udah diberi pilihan, konsekuensi yang menyakitkan mau tidak mau harus diusahakan un
“Biar Harsa yang ngeberesin, Ma. Nyiur lagi mau ngasih ASI ke Adik Chali,” jawab Harsa. “Kamu tuh jangan dikit-dikit manjain istri kamu ini! Akibatnya dia jadi pemalas dan membiarkan rumah berantakan! Hari ini ada arisan satu jam lagi di rumah ini, tapi semua masih berantakan. Ngapain aja istri kamu ini!” bentak Zalfa. “Mama kamu benar, Har. Jangan dengan alasan punya anak jadi pemalas! Mama kamu dulu waktu ngelahirin kamu juga tidak selebay Nyiur. Semua tetap dilakukan untuk menjaga kebersihan rumah,” imbuh Zulfikar. Suasana yang seperti ini yang membuat Harsa dan Nyiur sangat sesak. Mau dilawan dengan keras juga, tetapi itu adalah orang tua. Bagaimana pun, pernah berjuang keras bagi berdirinya seorang Harsa. Namun, berbeda dengan Nyiur yang kini justru main belakang dengan terpaksa mengorbankan Ayu. Bahayanya orang yang sedang sakit hati itu ya seperti ini, kembali menyerang dengan caranya sendiri. “Ma, Pa. Mohon maaf, mulai besok Harsa harus mencari pembantu! Semakin ke
"Parah deh, kenapa rajin-rajin amat, sih orang-orang itu? Oh, sambil mau nengok Chala Chali, tapi Mama tetap saja bicara yang begitu-begitu. Sayang, kita temani Nyiur yuk! Kita harus bisa melawan apa yang Mama ucapkan, apalagi saat di depan Nyiur,” kata Harsa. “Hah? Melawan?” Ayu bangkit dari bersandar. “Maksudnya tuh mencari tameng untuk melindungi Nyiur, kamu tahu kan? Gimana kondisi seorang ibu yang baru saja melahirkan. Saya nggak ingin Nyiur sampai kena mentalnya,” ungkap Harsa. “Siap! Ayo-ayo berangkat!” Ayu segera ganti kostum. Jika mengingat fitnah yang masih berantakan itu, Ayu memang kesal, siapa yang tidak marah dan emosi dengan keadaan yang dibegitukan. Hanya saja, Ayu mengingat betapa baiknya seorang Nyiur, betapa sabarnya seorang Nyiur menghadapi ini semua yang sudah berjalan lebih dari tiga tahun. Seburuk apapun manusia itu tetap pernah berbuat baik, seburuk-buruknya perilaku manusia, ada hati yang sebenarnya tidak tega untuk melakukannya, tetapi rasa sakit hati
"Hahahh, boleh dicoba kalau kamu berani,” jawab Harsa. “Beraninya sih berani, tapi kok nggak sopannya kebangetan. Dah ah, terlalu konyol wkwkwk.” Ayu kembali terkekeh. Mereka istirahat sejenak kemudian kembali bersih-bersih dan sholat Ashar berjamaah satu keluarga. Lingkungannya di situ masih sangat minim agama, bisa dikatakan sebenarnya Ayu, Nyiur, dan Harsa adalah perintis hanya saja belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat jika mereka bertindak layaknya di tempat yang mayoritas paham agama. Akibat dari faktor lingkungan juga sebenarnya, Ayu dan Harsa terjebak dalam maksiat di bidang pacaran. *** Ayu: “Sayang, aku kok tiba-tiba sedih lagi.” Harsa: “Udah makan belum?” Ayu: “Belum, Mas.” Harsa: “Kita makan di luar ya, ada yang mau Mas omongin.” Ayu: “Sama Nyiur juga?” Harsa: “Enggak, Sayang. Kita berdua saja.” Ayu: “Jam berapa? Ayu sudah sangat lapar, tetapi masih bertahan menahan lapar karena biasanya sang suami lebih suka makan bersama di rumah. Ia sudah ke
Nyiur: “Ay, kamu disuruh buka blokiran dan disuruh makan sama Mas Harsa.” Ayu: “Ogah banget. Udah nggak mood.” Nyiur: “Hahha, gara-gara Mas Harsa sibuk kerja kan? Sama sih, aku juga habis blokir nomornya dan sosial media yang lain.” Ayu: “Heem. Iya kah? Kenapa kamu juga blokir Nyiur?” Nyiur: “Aku tuh curhat, tapi jawabnya ditunda. Kayak nggak dihargai, padahal kan bisa dijawab gimana gitu dulu walaupun cuma sekata, tapi yang nyangkut dengan apa yang aku curhatin.” Ayu: “Ya udah kita kerjain aja sekalian.” Nyiur: “Apaan?” Ayu: “Nggak tahu juga sih wkwkw.” Nyiur: “Wkwkw bentar, masih mikir.” Nyiur: “Kita sembunyikan kopiah dan sarung kesayangannya. Gimana? Setuju gak? Pasti Mas Harsa marah kalau dua hal ini hilang.” Karena sama-sama sedang berada di zona yang bagi mereka sangat menggugah emosi, Nyiur dan Ayu mencoba ingin iseng ke Harsa. Mereka saling berpikir untuk menemukan ide dan dapatlah ide untuk menyembunyikan sarung dan kopiah Harsa. Sudah lama mereka tidak be
Harsa terkejut saat ia masuk rumah dan melihat Nyiur menangis, tetapi tidak menjawab apa-apa dan langsung lari menutup pintu kamar. Sedangkan, ketika ia masuk di kamar Ayu juga demikian, Ayu tetap di kamar, tetapi ia menangis dengan sesenggukan. Ternyata letak kekhawatirannya berada di sini. Sudah bisa ditebak bahwa mereka sedang bertengkar. Bukan lagi soal pendewasaan diri maupun hal-hal yang berkaitan dengan itu. Akan tetapi, yang terjadi pada mereka ini adalah tentang hati bisa sakit untuk sosok seseorang yang sudah dewasa maupun belum, semua bisa sakit hati. Bukan berarti seseorang yang menangis itu lemah. Bukan berarti orang yang sikapnya masih seperti anak kecil itu merupakan sosok yang dirinya tidak bisa berpikir dewasa. Pada dasarnya, pikiran dewasa atau tidaknya seseorang itu tidak bisa dipahami secara kasat mata. Hal tersebut berporos pada pikiran dan hati mereka. Akan tetapi, hal tersebut berproses menjadi sebuah perilaku. Namun, bukan berarti setiap perilaku yang t
Nyiur: “Ayah 😞🥺.” Zulkifli: “Jangan nyerah ya anaknya ayah. Kamu pasti bisa.” Nyiur: “Bisanya bisa, Yah, tapi sakit.” Zulkifli: “Itu artinya kamu masih mampu. Tuhan nggak mungkin kasih yang kamu nggak mampu, Sayang. Jangan fokus sama sakitnya, fokus pada apa yang menjadi alasan kamu untuk tetap berjuang.” Nyiur: “Emang Ayah tahu sebenarnya permasalahan Nyiur gimana?” Zulkifli: “Nggak tahu.” Nyiur: “Kok Ayah sedikit pun gak penasaran, gak ngasih celah juga buat Nyiur cerita. Ayah pasti begini.” Zulkifli: “Bukan ranah ayah, Sayang. Bicarakan ini dengan Harsa. Baru, kalau nanti perlu minta pendapatnya ayah, disitulah ayah boleh ikut bicara.” Nyiur: “Boleh nggak, Yah kalau aku nyesel. Aku nyesel mau dinikahin Mas Harsa, padahal sudah tahu yang diharapkan itu Ayu.” Zulkifli: “Nyesel terus bangkit boleh, tapi kalau nyesel buat kamu pesimis begini ya gak boleh. Ya sudah, kalau pengen ketemu ayah, pengen peluk ayah … ayah yang ke sana ya Sayang.” Nyiur: “Iya Ayah😭, Ny
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga