“Ay, dapat surat dari Nyiur."
Ayu yang sedang tertidur di brankar rumah sakit sontak terbangun. Dipaksanya diri untuk bangun meskipun kepalanya masih pusing. “Surat apa? Kok surat? Anak kalian sudah lahir dan keadaannya baik-baik saja bukan?” tanya gadis itu, bingung. Harsa menahan kepala Ayu. "Sambil tiduran gini aja bacanya, anak kami sudah lahir dengan selamat, tapi ...." Segera, pria itu menjelaskan situasinya. Ayu sontak membelalakan mata, tak percaya. "Bodoh! Kamu bodoh Mas! Sesuatu yang merugikan kenapa Mas sepakati!" teriak Ayu yang entah mau berkata apa setelah tahu apa yang menimpa Harsa. "Karena saya tidak mau meninggalkan Nyiur, kamu tahu itu 'kan? Tolong, kamu mau nikah sama saya demi anak saya tidak dibawa ke panti asuhan, tolong ya ...." Harsa menatap tulus ke arah Ayu yang tetap memaksa duduk, kebetulan juga habis kecelakaan saat anak dari Harsa lahir. Perdebatan dalam ruang rumah sakit pun berlangsung panas. Ayu yang sudah dengan susah payah berusaha move on dan menghapus nama Harsa yang selama ini menggetarkan hatinya pun, sekarang justru dihadapkan untuk menjadi yang kedua. Ia menangis histeris dan tertangkap ke dalam pelukan Harsa ketika hampir saja terjatuh karena dirinya yang belum terlalu kuat. “Gak, aku nggak mungkin melakukan ini pada sahabat sendiri, gak mungkin! Tidak satu jam Mas usaha aku untuk melupakan kamu ... kenapa kamu datang dan menaruh luka baru!" teriak Ayu. “Maaf ... saya berusaha menolak, tapi ini memang keputusan pra nikah kami," jawab Harsa. “Mas paham bukan untuk berbagi dalam mencintai itu tidak mudah? Sekalipun mulut Nyiur rela, tapi Mas nggak tahu sesakit apa yang sesungguhnya Nyiur rasakan saat Mas poligami!" Ayu menarik dirinya untuk kembali tertidur. “Kalau menyalahkan, saya memang salah. Saya tidak tegas, tapi apa boleh buat? Nasi sudah jadi bubur, kamu juga sudah tahu ketegasan orang tua saya modelnya seperti apa, mereka nggak hanya tegas lagi, tapi keras," jawab Harsa. Ya, ada satu hal yang bagi Ayu sangat mengecewakan. Dia tidak menyangka, hanya dirinya yang tidak tahu apapun soal perjanjian tersebut. Hal ini menurutnya tidak adil, bahkan orang tua Ayu juga menyembunyikan ini darinya. "Tapi itu tidak adil! Apa alasannya aku yang terlibat, tapi justru tidak tahu soal itu? Apa alasannya>" bentak Ayu. "Panjang dan rumit ceritanya. Saya nggak tega anak kembar yang baru lahir itu harus terpisah dengan ibunya," jawab Harsa. Baru kali ini Ayu menyaksikan air mata laki-laki terjatuh. Kalaupun ia mau diajak menikah, ini tidak murni karena keinginan Harsa dan bisa dibayangkan kehidupan Ayu pasti lebih berantakan. Jika boleh jujur, sebenarnya Harsa masih tetap menjadi orang yang Ayu cintai, hanya saja ia berusaha mendiamkan karena sadar juga posisi yang seharusnya tidak ia ambil. "Oke ... biar aku yang bicara sama Om Zulfikar, aku nggak terima apapun alasannya kenapa perjanjian itu tanpa sepengetahuan aku!" "Arggghhh!" Ayu hendak menarik sekuat tenaganya selang infus yang masih menempel di punggung tangan. Harsa segera berdiri dan menahan tangan Ayu. "Ay, Ayu, berhenti jangan seperti ini cara kamu!" Tanpa unsur kesengajaan, hidung Harsa bertabrakan dengan bibir Ayu saat membalikkan badan. Hal tersebut sempat terjeda lumayan lama karena posisinya Ayu sulit bergerak. "Mas, lepas Mas!" Ayu terpejam dan rasanya semakin lemas saja menhadapi posisi yang seperti ini. "Hhh, maaf ... saya tidak bermak---" Harsa langsung bergerak untuk melepaskan. "Ya, aku mengerti. Tolong tinggalkan aku sendiri dulu." "Baiklah." Harsa pun undur diri. Sepertinya, dia memang perlu memberi ruang kan? *** "Gimana, Ay? Keeadaan kamu baik-baik saja 'kan? Kata dokter sempat pingsan." Harsa tergopoh-gopoh mendatangi Ayu lagi setelah tadi membiarkannya dulu untuk berpikir. "Gak baik-baik saja! Siapa coba yang biasa kalau disuruh jadi istri kedua!" rajuk Ayu. "Ay ... jadi kamu tetap menolak?" tanya Harsa dengan wajah yang sangat iba. "Kamu di sini yang terlalu jahat, Mas. Kamu pikir ini hal yang mudah untuk ditentukan? Semua laki-laki egois, kamu mengambil kesempatan di atas penderitaan orang lain! Nggak semua wanita mampu untuk dipoligami! Nggak semua siap untuk menjadi yang kedua!" Ayu kembali menurunkan air matanya dalam mengucapkan kata-kata yang tidak jauh beda dari sebelumnya. Malas bisa dilawan, bodoh bisa belajar. Namun, perasaan tidak bisa dipaksakan. Hati seorang Ayu bukanlah hati yang mati, bukanlah hati yang hanya dipenuhi hasrat tanpa peduli hikmah di balik nikmat! Mungkin ia bisa bahagia karena rasa cinta yang selama ini memeluknya bisa tercurahkan untuk orang yang memang ia cintai. Hanya saja, menjadi yang kedua bukan pilihannya apalagi tujuannya! "Insyaallah saya siap dan bisa berlaku adil buat kamu dan Nyiur," kata Harsa berusaha menenangkan. "Bulshit! Dulu saja berani menentang orang tuaku dan orang tua Mas Harsa sendiri padahal kita sudah bertunangan. Ahhh, demi Nyiur ... Mas sakitin aku dan keluarga, sekarang demi anak-anak Mas ... Mas sakiti Nyiur dan kembali menyakitiku! Aku dah nggak percaya lagi sama kamu, Mas!" Ayu membuang muka dari sorot mata Harsa. "Gak usah ungkit masa lalu yang telah terselesaikan masalahnya!" bentak Harsa geram mengingat masa lalu yang membuatnya sekarang di posisi ini. Sebenarnya, Harsa juga tidak mau seperti ini! Ia tidak bermaksud dan tidak mau menyakiti Nyiur, keluarga, maupun Ayu. Dari dulu sampai saat ini, Harsa merasa terjebak oleh keadaan. Perjodohan antara Harsa dan Ayu pernah gagal karena Harsa yang merasa hutang budi pada Nyiur yang berhasil menyelamatkan dirinya saat kebakaran sampai Nyiur kritis. "Kamu tahu kan ... alasannya kenapa saya menikahi Nyiur dan bukannya permasalahan ini sudah selesai?" "Mas ...." Ayu tak sanggup berkata-kata, hanya tangis sesenggukan yang mampu ia berikan. Bahkan, lelaki tegas dan arrogant ini pun pelupuk matanya kembali penuh dengan lautan bening. Hari ini adalah hari di mana Ayu bisa menyaksikan seorang lelaki juga bisa menangis tidak hanya satu kali. Padahal, dulu saat perjodohan mereka gagal saja, Ayu tidak menemukan raut wajah Harsa yang sesedih sekarang. "Kamu boleh benci saya, kamu boleh melakukan apapun, tapi saya mohon ... bantu menghilangkan beban bayi saya." Harsa hendak memeluk Ayu, tetapi segera Ayu tepis. Hah? Entah, siapa yang paling hancur? Ayu meraba dada Harsa yang sempat ia dorong. Bayangan tentang masa lalu menggerogoti mereka! Kenangan mereka terlalu manis untuk dilupakan. Ayu menghela napas panjang dan kembali menyadarkan diri, meminta tolong Harsa supaya melihat bayi dari Harsa dan Nyiur. Hanya saja, entah mengapa Ayu berdebar kencang melihat bayi-bayi itu. "Ya Tuhan ... bayi kembar secantik ini nggak salah apa-apa! Nggak pantas juga dijauhkan dari orang tuanya. Tidak, bayi ini tidak boleh ditaruh di panti asuhan! Nyiur juga pasti sangat hancur, Mas!" "Kalau begitu ... ka-kamu mau menjadi is-istri kedua saya?" tanya Harsa dengan gugup karena baru sadar dengan waktu yang semakin mendesak. Terlebih, ia sepertinya melihat Zulfikar berjalan ke arah keduanya!"Satu menit lagi tidak ada keputusan, Papa anggap bayi itu tidak layak menginjak lantai rumah kita!" "Pa, tolong beri waktu lagi ya," pinta Harsa. "Om Zulfikar keterlaluan!" bentak Ayu. "Ayu!" Seburuk-buruknya Harsa dalam bertindak, ia paling tidak mau ada orang yang membentak orang tuanya, ia pun menatap tajam ke arah Ayu. Ayu memang sosok yang pemberani, selama ini dia adalah orang yang selalu berbakti terhadap orang yang lebih tua. Namun, dengan kejadian yang seperti ini, entah akan dipercaya atau pun malah ditertawakan ia mencoba untuk mengubah sikapnya menjadi berbanding balik. Ucapannya menjadi kasar dan memang ia sengaja menghina-hina Zulfikar supaya beliau marah sehingga menggagalkan perjodohan. "Ayu Sayang, kamu bukan orang asing di mata om. Kamu tetap anak yang manis, putri yang pantas menjadi bidadari Harsa. Gak perlu akting jahat begitu, hahaha ... om tetap nggak berubah pikiran, Sayang." Zulfikar terkekeh sembari memandangi Harsa dan Ayu secara bergantian. Ah
Ada sedikit drama sejenak. Ayu sempat merasakan tatapan tajam dari Nyiur saat akad berlangsung. "Aku berubah pikiran, a-aku perlu berpikir lagi." "Ayu! Ka-kamu tega membiarkan Nyiur terpisah dengan Chala Chali!" bentak Harsa. Ayu terdiam. Ditatapnya Nyiur tak enak. Terlebih, kala temannya itu tiba-tiba menangis menatap anaknya. Ya, mungkin dia harus melanjutkan pernikahan ini. *** "Ay, saya punya sesuatu untuk kamu," ucap Harsa di malam pertama mereka setelah semuanya pulang dari rumah sakit. "Apa, Mas? Mas nggak usah kasih yang berlebih-lebih, tahu kan aku orangnya kayak gimana?" Ayu masih menata bajunya di almari baru. Dia tak sadar Harsa mendekat dan memeluk pinggangnya! "Nggak berlebihan kok," ucap pria itu. DEG! "Mas ...." Sentuhan yang sangat membuatnya hancur. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya sentuhan tersebut bertahta. Ayu kira orang seperti Harsa yang sudah berhasil move on darinya dan sangat menyayangi Nyiur sudah tak akan lagi punya perhatian untuk
"Ayu, ada apa?" Gegas Harsa memeluk Ayu yang terlihat ketakutan. "Nyiur sama anak-anak nggak ada, mereka ke mana, Mas? Jangan-jangan kabur karena keberadaan aku. Gimana ini? I-itu kenapa ada pisau besar juga?" Dengan wajah yang sangat resah dan khawatir Ayu menatap suaminya. "Tenang dulu ya, saya akan segera mencari mereka. Kalau pisau bukan apa-apa, Nyiur emang suka naruh pisau di kamar." Harsa mengecup lama kening sang istri. Tidak lama kemudian, orang tua Harsa juga datang. Meskipun Ayu menjadi istri kedua, orang tua Harsa sangat meratukan Ayu, bahkan ini lebih dari Nyiur. Hal ini sebenarnya menjadi ketakutan tersendiri bagi Harsa dan juga Ayu. "Ma, Pa. Mama sama Papa tahu Nyiur dan Chala Chali ke mana?" tanya Harsa. "Halah, paling juga ke rumah orang tuanya. Nggak usah terlalu khawatir, dia udah gede gak mungkin juga celakain anak-anaknya! Udah kalian kembali aja ke kamar, nikmati jadi pengantin baru," celetuk Zalfa. "Astaghfirullahal'adziim, Mama boleh sayang sama Ayu,
"Mas tetap percaya aku yang ngusir Nyiur?" tanya Ayu setelah Harsa bicara empat mata dengan Nyiur. "Buktinya jelas, CCTV yang waktu kamu dorong Nyiur juga jelas. Jangan diulangi lagi!" perintah Harsa yang segera berlalu ke kamar putri kembarnya. Sebegitu singkatnya Harsa menetapkan Ayu yang salah. Ingin rasanya marah-marah di depan Nyiur dan disaksikan mertua. Bukan mencari pembelaan, biar tahu rasa saja dia terpojok dan mungkin dengan desakan mertua, Nyiur bisa mengakui yang sebenarnya. Namun, lagi-lagi dalam keadaan seperti ini, Ayu masih tidak tega dengan imbas yang nantinya berujung di Chala dan Chali. Sekitar sepuluh menit kemudian, Harsa datang dan memeluk Ayu yang matanya masih terlihat begitu sembab. "Sayang, saya nggak marah lama kok, mungkin kemarin itu memang kamu juga butuh prioritas. Oh iya, kamu tetap mau jadi sekretaris saya?" "Berisik! Iyalah, emang gak boleh? Udah dipecat ya, Tuan Gondrong!" celetuk ketus Ayu. "Dipecat dari Sekretaris, Disahkan Jadi Istri. Ju
"Hamil? Ya nggak apa-apa," jawab Zulfikar. "Pa! Maksud Papa apa? Cucu papa yang darah daging dari Harsa saja tega mau Papa buang, ini anak tidak jelas asal usulnya, Pa!" Harsa memejamkan mata sejenak dan tetap menurunkan nada jika itu untuk orang tuanya. "Pa, Ayu nggak hamil! Lebih baik cek ulang biar kalian tahu ini semua cuma fitnah!" kilah Ayu. "Nggak perlu! Percuma kalau kamu mau beli testpeck online. Saya tutup akses ada kurir tanpa seizin saya di rumah ini. Saya juga menutup akses dokter manapun atau siapa pun yang bertemu tanpa seizin saya! Sesuatu yang sudah jelas tidak perlu diperjelas! Itu prinsip saya dari dulu. Gak perlu juga kamu kabari keluarga kamu kalau tidak mau permasalahan semakin rumit." Lagi dan lagi Harsa dibuat kecewa oleh Zulfikar. Tidak ada habis-hanisnya orang tuanya itu selalu membela Ayu daripada Nyiur. Pengorbanan mengikuti perintah orang tuanya Harsa rasa sia-sia. Namun, ia kembali menepis seluruh amarah itu, menenangkan diri walaupun belum tenang, dan
"APA?!" "Tadi bukannya baik-baik saja?" Harsa segera bangun dan turun dari ranjang. "Ya paham feeling anak kecil dong, Mas! Mereka tuh cemburu ayah kandungnya justru meluk-meluk anak orang lain!" jawab ketus Nyiur. "Ouh, anak apa ibunya nih, Sayang?" goda Harsa. Saat suasana yang seperti itu, Harsa tidak pernah lupa untuk menggoda istrinya. Dia memang sosok yang romantis, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Kecemburuan antar istri pun segera bangkit. "Mas! Aku nggak lagi canda ya, emang kapan sih aku cegah kalian berduaan. Bahkan aku saranin untuk honeymoon, tapi kalau soal anak beda ya Mas!" timpal Nyiur. "Kamu tahu diri juga dong Ay! Jangan mentang-mentang kamu diratukan semuanya terus bisa sewena-wena bikin anak aku kekurangan kasih sayang!" bentak Nyiur. "Kamu itu semakin ke sini semakin kurang ajar!" Ayu langsung mendekati Nyiur. "Ay, Nyiur. Kita sama-sama ke kamar Chala Chali. Stop ributnya, kalian ini ... sesuatu yang sangat berarti untuk saya. Kalian ju
"Kayaknya perlu dibawa ke psikiater nih istri kedua kamu, Mas! Dia benar-benar stres!” kilah Nyiur. “Kamu yang stres!” bentak Ayu. “Jelas-jelas kamu yang stres!” sahut Nyiur. Meredakan emosi, Ayu mau ke rumah sakit satu mobil dengan mereka. Tidak menyangka, persahabatannya bisa retak sampai sini. Nyiur adalah orang yang banyak tahu juga tentang Ayu, ini pasti membuat Nyiur lebih mudah untuk menghancurkannya. “Bagaimana, Dok? Istri saya benar-benar hamil dan keadaannya bagaimana?” tanya Harsa dengan menahan jantungnya yang berdebar-debar. “Kabar bahagia, selamat ya istri Pak Harsa memang sedang hamil 5 minggu. Keadaannya baik, hindari berpikir berat!” ungkap sosok dokter tersebut. “Alhamdulillah, tuh Sayang. Jangan mikir yang aneh-aneh.” Harsa tersenyum manis sembari mengusap perut datar istrinya. Ayu terpaksa untuk senyum dan hanya bisa marah dalam batin. ‘Udah ketebak bakal begini hasilnya! Oke, Nyiur main duit, aku juga bisa main duit.’ *** Ayu sangat kesal dengan di
"Sebenarnya apa Mas? Mas tahu sesuatu?” tanya Ayu serius. “Hahhaa serius amat wajahnya. Entar aja, sekarang katanya mau ke cafe, yuk berangkat!” ajak Harsa. “Enggak mau! Ceritain dulu!” rengek Ayu penasaran. “Entar aja, enaknya waktu mau tidur ceritanya,” jawab Harsa. Harsa masih lahap makan mendol buatan istrinya. Jika mengingat masa lalu itu lengkap sudah perasaannya. Ada penyesalan, ada manis yang tak bisa dilupakan, ada kebencian, bahkan kalau dituruti mungkin ada juga yang namanya dendam. Pintarnya, Harsa tidak fokus pada hal yang berbau ketidaknyamanan, penyesalan hanya akan menjadi sebuah hal yang menghalangi, kebencian hanya akan memberinya keresahan, dan dendam hanya akan memberinya kerusakan. “Ya udah ayo! Makan terus kayak gitu kok ngajak berangkat!” omel Ayu. “Hehe, abis enak banget. Kamu tuh kecil-kecil pintar juga kalau bikin makanan,” puji Harsa. “Aku dari dulu pinter, masa baru inget sekarang, sih! Tega banget dilupain!” Ayu bermanja beralih menjatuhkan di
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya, yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional, garis bawahi dari segi sifat. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini Harsa berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut, tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya terjamin karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui Harsa yang memang poligami, seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayu langsung emosi mendengar hal tersebut. Ia langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan Nyiur dengan keadaan wajah yang sangat marah. Namun, de
Itu semua adalah bayangan Harsa. Mereka saat ini sedang di kamar tidur tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. Sebentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. Meskipun Harsa dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang, di mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana, Ayu merasa sangat iri sekali, sangat ingin segera ke sana dengan Harsa. Namun, setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga. Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang Bobo Cabin Coban Rondo tersebut, tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. Tidak keberatan untuk Harsa meskipun habis perjalanan jauh malam tersebut harusnya
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga