“Alana... bangun... sadarlah!” pekik Arshaka putus asa sambil menekan-nekan dada Alana seraya memberikan nafas buatan padanya di atas deck kapal.“Sadar, Alana!” gumamnya lagi. Entah sudah berapa puluh kali ia mencoba melakukan pertolongan pertama pada Alana untuk membantunya sadar. Namun, sepertinya hal itu seakan sia-sia.Kuatnya deru ombak di bawah tebing tak ayal mengombang-ambingkan keduanya setelah nekat terjun bebas untuk menghindari musuh.Arshaka sekuat tenaga berenang dan berusaha menyelamatkan Alana yang nyaris tenggelam. Dalam kondisi normal, Alana cukup mahir berenang. Tapi, dengan riak ombak seganas itu ditambah kondisi fisiknya yang kelelahan sejak semalam juga tanpa makanan membuatnya lemah. Bahkan seorang atlet renang profesional sekalipun akan berpikir dua kali untuk melakukannya.Beruntung bagi keduanya, Alex datang secepat mungkin dengan membawa serta beberapa pengawal terlatih setelah mengetahui ada yang mengintai dan mencoba membunuh Arshaka.Sifat loyalnya tentu
“Apakah kau sudah tahu sebelumnya?” Alex bertanya kepada Arshaka dengan tatapan penuh arti.Arshaka mengangguk pelan. “Awalnya aku belum sadar, tapi kemarin saat aku sedang bersembunyi, aku mendengar salah satu dari mereka membahas orang itu!”“Kalau kau mau, kau bisa memerintahku untuk melenyapkan mereka segera!”“Tidak perlu! Biarkan saja untuk sementara waktu. Kau hanya perlu memantau pergerakan mereka,” titah Arshaka, seringainya terlihat begitu menakutkan dengan sorot mata bengis.“Mari kita lihat, sejauh mana mereka bermain-main dengan kita!”Alex mengaguk patuh. “Ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan. Tapi ... ” Alex berkata dengan ragu.Arahaka melirik ke arahnya lagi, ia merasa heran, tidak biasanya seorang Alex ragu-ragu. Karena, ia akan selalu menyampaikan sesuatu yang akurat dan tidak bertele-tele.“Katakan saja!”Alex tidak tahu, apakah keputusannya memberi tahu Arshaka itu hal yang baik atau tidak. Tapi, jika tidak, ia takut semuanya akan terlambat.Alex mendesah pel
Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka tiba di Mansion Arshaka.Setelah memastikan Alana aman dengan menambahkan sejumlah pengawal yang berjaga untuknya, Arshaka yang di dampingi Alex langsung bergegas meluncur ke Rumah Sakit.Arshaka terpekur diam tanpa ekspresi, memandangi papanya yang terbaring dengan banyak alat yang menempel di tubuhnya.Bahkan Alex juga tak mampu berkata-kata. Baru beberapa hari yang lalu, ia membahas tentang hal ini dan sekarang kejadian yang dikawatirkannya sudah terjadi.Arshaka yang begitu marah ketika Alex membahas hal pribadi dengannya kala itu, langsung berubah cemas ketika ia mendengar bahwa papanya tengah terbaring koma. Meskipun mimik wajahnya masih dingin dan datar, tapi bagi Alex yang selalu menemaninya bertahun-tahun tentu saja mengetahui perasaan Arshaka seperti apa.Suara langkah kaki mendekat, tanpa menoleh, mereka sudah bisa menebak siapa gerangan yang datang.“Wow, Anak Tiriku, Sayang. Bolehkah aku tidak terkejut aka
“Shaka, apa yang mau kau lakukan?” tanya Alana ketika tubuh Arshaka perlahan-lahan merangkak ke atas tubuh Alana. Matanya melotot dengan tubuh gemetar ketakutan.Bibit Arshaka menampilkan smirk andalannya. “Tentu saja meminta jatahku padamu malam ini,” ucapnya lirih ketika wajahnya tepat di atas wajah Alana.Hembusan nafas hangatnya menerpa wajah Alana membuatnya merinding. Jantungnya berdetak bertalu-talu, ia pun tak tahu apakah karena rasa takutnya atau karena hal lain.Yang jelas, ia tak bisa memikirkannya untuk saat ini ketika netra mereka beradu dan saling pandang dalam jarak yang begitu dekat.Alana seakan merasa devaju, manik mata itu rasanya ia pernah melihatnya sebelumnya. Tapi di mana? Kenapa terasa begitu hangat dan seakan ada kerinduan di dalamnya? Begitu pula dengan dirinya, manik mata Arshaka membuatnya tenggelam jauh, memberikan efek tenang seakan tak asing baginya.Arshaka menempelkan dahinya di atas dahi Alana sejenak, lalu beralih menghirup dalam aroma Alana di ceruk
Arshaka baru kembali dari perjalanan bisnisnya dan langsung meluncur pulang. Ia bergegas pulang, ia sudah tak sabar ingin bertemu Alana.Setelah turun dari Lamborgini merah miliknya, ia menuju ke kamar Alana dengan langkah lebar.Membuka gagang pintu dengan pelan agar ia tak di sangka merindukannya, meskipun hal itu benar adanya.“Alana ... kau di mana?” Arshaka setengah berteriak. Sepi dan dingin seakan-akan tak pernah ada yang menghuni kamar itu sebelumnya.Arshaka menelusuri setiap sudut kamar, bahkan kamar mandi sudah ia periksa. Namun nihil, Alana tidak ada di sana.Seketika Arshaka menjadi cemas, buru-buru keluar dengan setengah berlari menuruni tangga dengan gusar.“Alana! Kau ada di mana?” teriaknya, membuat para penjaga datang dengan tergopoh-gopoh.Arshaka melihat para pengawal dan pelayan datang dan berbaris rapi sambil menundukkan kepala, ia menatapnya dengan tatapan setajam burung elang.“Ada apa, Tuan?” Monic yang baru tiba bertanya pada Arshaka yang terlihat menahan ma
“Alex, apakah semua persiapan persenjataan kita sudah lengkap?” tanya Arshaka.Alex mengangguk. “Semua persenjataan juga anak buah kita sudah siap. Kau bisa memerintahkan mereka kapan saja!” ucapnya.“Juga, aku sudah menghubungi penguasa di daerah sana, mereka bersedia membantu kita semaksimal mungkin,” imbuhnya.“Kalau begitu, jangan buang-buang waktu lagi. mari kita berangkat segera!” titah Arshaka.Namun, belum sempat mereka beranjak, dering telepon Arshaka menginterupsi keduanya.Arshaka mengernyitkan dahinya melihat nomor pemanggil yang tak diketahui.Arshaka menoleh ke arah Alex, ia mengerti kode yang diberikan oleh Arshaka, seketika ia membuka laptopnya dan menyadap telepon Arshaka dan memindainya.Setelah siap Arshaka menekan slide tombol hijau dan tanpa basa basi si penelepon langsung menyebut namanya.“Hallo, Arshaka. Masih ingat dengan suaraku?”“Jimmy keparat! Beraninya kau bermain-main denganku!” geram Arshaka membuat Jimmy tertawa terbahak-bahak dari seberang telepon.“H
Suara tembakan terdengar yang diiringi pekikan kesakitan membuat Alana dan yang lainnya menahan nafas.Tiba-tiba Adrian mengerang kesakitan, tangan kirinya memegang tangan kanannya yang semula memegang pistol saat ini tengah mengucurkan darah segar terkena tembakan.Entah dari mana asal suara tembakan itu, tang jelas saat ini suara tembakan kembali terdengar bersahutan dan beruntun.Jimmy yang menyadari ada baku tembak segera melarikan diri, sikap licik dan pengecutnya membuatnya tak memedulikan keselamatan anak buah juga yang lainnya.Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana harus melarikan diri dan bersembunyi agar anak buah Arshaka tidak menangkapnya.Alex masuk menerobos dengan di kawal beberapa pengawal terlatihnya, merekapun mulai menembaki anak buah Jimmy dengan lihai. Mereka bevitu terlatih dan terampil menggunakan senjata hingga dengan sekali tembakan mampu melumpuhkan targetnya.Begitu juga dengan Bang Jack beserta anak buahnya ikut membantu menumpas komplotan Jimmy. Dalam sekej
Setelah mengantarkan Alana ke poli kandungan dengan segala drama yang dibuatnya, Alana meminta Alex mengantarkannya membeli sesuatu. Tanpa curiga Alex mengiyakan, siapa yang akan mengira ia akan mendapat kesialan hari ini.Ketika sudah berada di jalan, anak buahnya mengabari kalau Arshaka sudah selesai di operasi. Setelah melewati masa observasi, Arshaka di pindahkan ke ruangan VVIP dengan pelayanan terbaik.Alex sangat ingin menjadi orang pertama yang mengawal tuannya, tapi, apalah daya. Makhluk paling ribet sedang mengerjainya saat ini.Dengan dalih sedang ngidam, Alana menginginkan banyak sekali makanan tak masuk akal. Cireng, seblak, batagor dan banyak lagi makanan yang membuat Alex uring-uringan.Dengan wajah datar dan tertekuk kesal, Alex tetap pergi mengantarnya. Entah apa yang dipikirkan Alana, sejenak bisa melupakan kekawatiran tentang kondisi Arshaka ketika mendengar bahwa dirinya tengah berbadan dua.“Eh, Mas. Jutek banget sih jadi orang? Cuma temenin istri beli rujak aja e
“Bie, jangan! Jangan lakukan itu!” teriak Alex keras yang membuat Bian langsung menoleh ke arahnya.“Alex ... “ gumam Bian menatap Alex yang tengah berlari ke arahnya seraya bertelanjang dada.Dengan secepat kilat disertai nafas yang memburu Alex berlari, ketakutannya semakin menjadi ketika ia melihat Bian berada tepat di sisi jurang.“Bie, tolong jangan lakukan, aku mohon!” Pinta Alex sekali lagi ketika dirinya berjarak hanya beberapa jengkal dari Bian.Bian menyunggingkan senyum penuh arti yang membuat Alex tambah ketar-ketir.“Jika aku loncat ke bawah apa kau mau memaafkanku?” Bian bertanya masih dengan senyum masgul.Alex menggeleng lemah. “Apa cintaku tak mampu membuatmu berkeinginan untuk hidup? Apakah cintaku sangat tak layak hingga kau mau meninggalkan aku? Meninggalkan dunia?” tanya Alex frustasi dengan mata yang memerah menahan air mata.“Aku tahu, penderitaan yang kau alami sangatlah berat. Tapi, bisakah kau memberikanku kesempatan untuk mengobati luka itu?”“Alex, kau tahu
Seakan tak percaya dengan penglihatannya, Bian melangkah perlahan, berjalan dengan hati-hati melawati setiap tas dan kardus yang terisi berbagai macam barang yang disediakan oleh Arshaka. Bian mulai memeriksa satu persatu dengan saksama, kebutuhan mereka dari perlengkapan mandi, skincare, baju, dress hingga dalaman begitu lengkap seakan satu toko diboyong semua. Bian menggeleng tak percaya, entah bagaimana caranya Arshaka bisa menyiapkan hal itu semua dalam waktu singkat. Bian menatap Alex seakan ingin penjelasan, akan tetapi ia hanya mengedikkan bahu seakan memberi tahu bahwa ia juga tak tahu menahu tentang itu semua. Bian melihat sekeling, masih ada beberapa tas tang belum dibuka, hingga sebuah koper besar membuatnya begitu penasaran. Ia pun menghampiri koper itu dan langsung membukanya. Terdapat note yang bertuliskan ‘selamat bersenang-senang’ di atasnya. Setelah membaca catatan itu, dengan rasa penasaran Bian mengambil sebuah kain berenda yang ia pun tak pernah menaruh curi
“Sayang, apakah tak apa-apa melakukan hal itu pada mereka berdua?” Tanya Alana dalam perjalanan pulang ke Mansion Arshaka.Arshaka tersenyum penuh arti. “Tak usah khawatir, Alex memang pernah meminta ijinku sebelumnya. Aku rasa, ia tidak akan keberatan jika aku menjahilinya kali ini. Bahkan ia harusnya berterima kasih padaku nantinya.”Alana menggeleng pelan. “Terserahlah, kalau nantinya ada masalah dengan mereka tanggung sendiri akibatnya!”“Aku jamin tidak akan ada kendala apapun, Sayang. Lagi pula, aku sudah menyiapkan seluruh kebutuhan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun. Jadi kau tak usah cemaskan mereka, ok!”Alana merasa gemas dengan suaminya itu, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. “Kau tahu bukan, Alea kondisinya masih belum sehat betul, kalau nanti ada apa-apa dengan kesehatannya, lantas bagaimana?”Arshaka memeluk Alana dengan sebal. “Kau terlalu mencemaskan mereka, Sayang. Kau tahu, kau terlalu perhatian dengan mereka berdua, dan hal itu membuatku cemburu,” rajuknya.“
“Bie, kau di mana?” teriak Alex, wajahnya kian panik ketika tak mendapati Bian berada di dalam kamar mandi.Ia pun bergegas mencari ke luar, bertanya pada beberapa petugas dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar sana.Berlarian ke sana kemari dengan wajah panik dan cemas hingga nyaris putus asa. Alex duduk dengan berbagai asumsi yang memenuhi kepalanya hingga terasa ingin pecah.Perasaannya begitu kalut, ia takut jika Bian benar-benar pergi dan berniat untuk bunuh diri.Akhirnya Alex memilih duduk di kursi penunggu, berusaha untuk menjernihkan pikiran. “Tidak! Tidak boleh! Aku tidak akan pernah membiarkannya pergi dari hidupku!” racau Alex dalam hati sambil memegangi kepalanya.Terlihat seseorang yang mendekati Alex dan berhenti di depannya. Alex memandangi kaki yang dibalut celana panjang yang menutupi sandal yang di kenakannya. “Kau sedang apa?”Alex tersentak dan langsung menengadahkan wajahnya untuk melihat suara yang telah menyapanya itu. Alex tersenyum senang, ia bangki
“Dokter, bagaimana kondisi Arshaka?” tanya Alana dengan cemas. Pasalnya tubuh Arshaka terlihat lemah hingga harus diberi cairan infus.Alex yang dikabari Alana bahwa Arshaka jatuh pingsan langsung lari terbirit-birit, begitu cemasnya karena Arshaka tak pernah pingsan dengan mudahnya.Bahkan ketika peluru masih bersarang di tubuhnya, ia masih bisa bertahan dan mampu terjaga tanpa menunjukkan kelemahan juga rasa sakit yang dirasa.“Kondisi tubuh Tuan Arshaka menunjukkan kondisi yang prima, juga tanda-tanda vitalnya berfungsi dengan baik. Hanya saja sedikit lemas karena kekurangan cairan. Namun Jika ingin memastikan kondisi pastinya, saya sarankan untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,” terang Dokter Edwin, Dokter umum yang berkepala plontos itu setelah selesai memeriksa keadaan Arshaka. Karena Gilang, kepala Tim Dokter yang ditunjuk oleh Arshaka sudah dipecat dan tak lagi bekerja.Setelah Dokter dan para perawat pergi, Alana memeluk erat Arshaka. Rasa cemasnya begitu berlebihan
“Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Bian dengan nada cemas setelah melihat luka di sudut bibir Alex.Alex tersenyum seraya menggeleng pelan. “Tak apa-apa, laki-laki memiliki luka itu sudah biasa,” canda Alex.Arshaka melihat Bian dan berpikir sejenak lalu berkata, “Alea, setelah kau sembuh, apakah kau masih berminat jika kembali menjabat sebagai Kepala Tim Dokter di Rumah Sakit ini?” ucap Arshaka yang membuat Bian terperangah tak percaya.“Shaka, luka di tubuhnya masih belum sembuh. Lagi pula, identitasnya sudah berubah. Aku khawatir kredibilitasnya sebagai dokter akan diragukan mengingat sekarang ia bukanlah orang yang sama,” sela Alex.“Bukankah aku berkata jika sudah sembuh bukan? Dan ini hanya sebuah tawaran baginya, dan mengenai identitasnya bukankah sangat gampang bagi kita untuk mengurus hal tersebut?” ucap Arshaka menatap Alex dalam.“Apakah kau tak senang jika Alea kembali menekuni bidang yang disukainya? Setidaknya, ia bisa beraktivitas seperti sedia kala meskipun dengan
Secara tiba-tiba seseorang dari belakang Alex datang, membalikkan tubuhnya dan langsung meninju wajahnya dengan keras hingga membuat Alex terhuyung-huyung dan jatuh karena belum siap akan pukulan itu.Bibit Alex robek, darahnya mengalir hingga menetes ke bajunya. Alex menengadahkan wajahnya untuk melihat siapa pelaku dibalik aksi pemukulan terhadap dirinya itu.Seketika Alex terdiam melihat sosok di hadapannya itu yang menampilkan ekspresi murka dan aura membunuh.Arshaka yang terkejut lantas menolong Alex untuk berdiri, menatap laki-laki di hadapannya itu dengan tajam. “Dokter Gilang, apa kau sadar apa yang telah kau lakukan?” tanya Arshaka menahan amarah.“Maafkan saya, Tuan Arshaka. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Anda, akan tetapi, saya sudah tidak bisa menahan diri lagi ketika melihat Kiara disakiti. Jadi saya mohon untuk tidak ikut campur dalam masalah diantara kami,” ucap Gilang.“Bukankah hal ini masalah pribadi antara mereka? Seharusnya mereka berdualah yang harus men
Bian menoleh ke arah Alex dengan tatapan hampa. “Bisakah kau mengabulkan keinginanku?”Alex merasa bersemangat mendengar suara Bian untuk pertama kalinya. Ia mengangguk senang sambil tersenyum lebar.“Tentu saja, bukankah aku pernah bilang bahwa apapun yang kau inginkan, aku pasti akan berusaha mengabulkannya,” ucap Alex sambil menggenggam tangan Bian erat.“Bisakah kau membunuhku? Aku sudah tak ingin lagi hidup di dunia ini. Aku mohon Alex lepaskan aku, biarkan aku mati!” ucap Bian lirih yang membuat senyum Alex seketika menjadi luntur, terpaku diam dengan bibir terkatup rapat.Alex menatap Bian dengan pandangan nanar, hatinya begitu sakit mendengar keinginannya. Seakan dunianya runtuh seketika tak tersisa.Alex tentu sangat memahami kondisi mental Bian, namun ia memilih untuk bersikap egois dengan ingin mempertahankan Bian disisinya.“Apakah kau begitu menginginkan kematian?” tanya Alex, suaranya tercekat seakan ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Bian mengangguk seraya m
Arshaka terkejut bukan main, tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, ia langsung bergegas menuju ke tempat Alana diperiksa. Dengan setengah berlari dan dipacu jantung yang berdegup tak karuan memikirkan kondisi Alana, Arshaka bergegas tanpa menghiraukan kondisi sekitar. Hingga para perawat dan beberapa orang yang berlalu lalang tak sengaja ditabrak olehnya.Melihat mertuanya sedang berdiri di luar ruang periksa, Arshaka menghampiri mereka lantas bertanya dengan nada cemas. “Pa, Ma, apa yang terjadi?”“Shaka, kau sudah kembali, Nak? Apakah ada yang terluka?” tanya Reyhan pada menantunya itu.“Maaf, Pa. Sebenarnya aku ingin memberi kabar pada Alana, tapi masih belum sempat karena masih banyak yang harus diurus terlebih dahulu. Apalagi banyak dari anak buahku yang terluka dan harus mendapatkan penanganan langsung,” jawab Arshaka.“Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada Alana? Kenapa bisa sampai masuk rumah sakit?”“Kau jangan cemas, Alana tak terluka sedikit pun. Ia hanya terlihat lema