“Sudah kuputuskan!” jerit Kak Aimi bersemangat. Kakak cantik itu memutuskan untuk mengajak kami liburan sebelum tahun berganti. Aku sempat menolaknya karena tak bisa bermain ski, tetapi ya namanya juga Kak Aimi, mana bisa ditolak. Akhirnya kami pergi ke tempat ski terdekat. Begitu keluar dari gerbang stasiun, kami langsung disuguhi konter tiket untuk area ski. Selesai menyewa peralatan ski dan berganti pakaian, kami habiskan waktu untuk bersenang-senang. Berkat ini, semua luka yang ada dalam diriku terbuang satu per satu. “Yuuki kan belum bisa, dah sana sama kamu aja.” ucap Kak Usa memajukan dagunya pada Kak Hikaru. Aku ngapain? Diem aja lah, lagian mau siapa yang ngajarin juga aku oke aja. Kak Hikaru terlihat sedikit kaku sih, apalagi setelah penculikanku. Meskipun canggung, dia tetap mengikuti saran Kak Usa. “Pelan-pelan aja,” lirih Kak Hikaru mengulurkan tangannya untuk kuraih. Aku melangkah penuh hati-hati sambil memegang tangannya. Gugup? Jelas lah! Ini musim dingin
“Indah ya, cahaya yang kembali hadir setelah gelapnya malam ….” kata Kak Usa tersenyum yang diangguki oleh semua orang. Akhirnya, pagi pertama di tahun baru semakin pasti setelah matahari terbit. Beberapa jam yang lalu, kami memutuskan untuk jalan pagi menuju bukit untuk menyaksikan matahari bersama di atas sana. Hiromi menertawakan mataku yang sudah tak kuat menahan kantuk. “Gimana kalau kita pulang, Kak? Yuuki udah bentar lagi tidur ini,” ucapnya terus tertawa. “Ayo!” “E-eh?!” “Ayo kita pulang, katanya ngan-“ “Ih ngeledek banget sih, Kak. Umm yah, emang beneran ngantuk sih, ya udah deh ayo pulang.” Saat kuraih tangan Kak Hikaru, aku melihat dia tersenyum. Manis banget, apalagi dua matanya yang menyipit itu. Ingin rasanya meleleh di tempat. Sesampainya di kos, kami istirahat di waktu yang sama sebelum kembali beraktivitas. Hiromi tidur bersamaku, sedangkan yang lain tidur di kamar masing-masing tentunya. Sebelum tidur, aku dan Hiromi saling berbagi rasa. Sesi curhat se
Lelaki dewasa itu sudah mulai terang-terangan kini. Dengan santai, dia duduk mendekati Yuuki yang jelas-jelas kursinya sangat sesak jika untuk mereka berdua.Cahaya redup di ruang itu membuat pipi merah Yuuki tak begitu tertera kalau tak dilihat dengan saksama.Suara televisi sepertinya tak didengar lagi oleh Yuuki. Gadis malang itu sibuk mengedipkan matanya mengingat Hikaru yang ada di sebelahnya, sangat dekat.Hikaru terkadang menyimpulkan tawa tipisnya karena acara yang sedang mereka tonton. Dia belum memperhatikan gadis di sebelahnya yang seakan sedang kelabakan.“K-kak,” panggil Yuuki seketika, “misi dulu sebentar kak, a-aku pindah ke kursi itu aja.”Hikaru memiringkan kepalanya, tak memberi Yuuki jawaban. Anak itu seakan canggung dilihat lekat oleh Hikaru, akhirnya dia hampir berdiri dari duduknya. Namun, sayang aksinya itu gagal karena Hikaru beraksi lebih dulu.“Kurang luas, emang?” tanya Hikaru dengan tangan kanannya yang sudah ada di sandaran kanan sofa, menghalangi Yuuki un
“Yuuki,” sapa laki-laki di hadapannya, sembari ia lambaikan tangan itu. Yuuki menuruti kemauan laki-laki itu saat dia diajak untuk mengobrol di luar cafe. Sesi tanya dan jawab, untuk saling mengenal. Hanya saja, laki-laki itu yang lebih terlihat menikmati momen ini. Sementara Yuuki, dia merespon seadanya dan sebisanya.Kencan buta.Mungkin itulah sebutannya. Saat ini, Yuuki dan teman-temannya sedang kencan bersama murid laki-laki dari sekolah lain. Atas dasar ajakan Hiromi, Yuuki menyanggupinya.Awalnya dia menolak, dan terus menolak. Namun, sahabatnya itu benar-benar sedang kesulitan. Hiromi kehilangan satu temannya yang mendadak tak bisa datang. Demi Hiromi, Yuuki terpaksa mau akan ajakan itu.Mulai terlihat tak nyaman, Yuuki mengajak laki-laki itu untuk masuk, kembali bergabung dengan yang lain. Seperti maklumnya siswa sekolahan, mereka pergi ke tempat karaoke setelahnya. Yang ada di mall dan diperbolehkan untuk siswa sekolah tentunya.Kebetulan, Hikaru dan lainnya sedang ada di ma
Sudah hampir satu minggu aku menghindari Yuuki. Selain karena pekerjaan yang harus cepat kelar demi ketepatan waktu untuk pembuatan video musik, aku juga kebingungan atas perasaanku pada gadis itu.Tak seharusnya lelaki dewasa sepertiku ini mendekati gadis polos sepertinya bukan?Berkali-kali aku membayangkan bagaimana raut wajahku ini jika bertatap muka lagi dengannya, mengingat rasa gelisahku sejak ada di mall beberapa hari yang lalu.Aimi dan lainnya sudah sangat cerewet padaku karena aku jarang pulang ke kos. Tetapi aku tak mungkin bercerita tentang rasa ini pada mereka. Akan dipandang seperti apa aku ini. Menyukai gadis yang masih sekolah, haha … aku saja selalu tertawa jika sadar akan hal itu.Lihat, bahkan mata panda yang terukir dengan jelas di bawah kedua mataku seakan menyadarkan betapa anehnya aku jika menjalin hubungan dengan anak itu. Gadis yang belum benar-benar memulai kehidupannya di masyarakat, tidak sepertiku, lelaki dewasa yang masih saja mengejar mimpi.Salah satu
Pagi yang ramai, adalah pagi di mana Shima berjalan bersamaku dari depan sampai masuk ke kelas. Tak ada henti-hentinya, dia terus berbicara dan terkadang memberiku pertanyaan yang membuatku kewalahan. Sepertinya sekarang aku sudah terbiasa dengan tatapan tak suka dari anak-anak lain yang jelas iri saat Shima mendekatiku.Entahlah, mungkin saja aku sudah mulai bodoamat terhadap mereka.“Pagi,” sapaku cepat pada beberapa temanku saat mata kami bertatapan.Baru juga masuk kelas, sudah ada catatan tugas saja di papan tulis. Karena guru sedang mengadakan rapat hari ini, semua murid diberi tugas untuk beberapa jam kedepan. Untung saja bukan tugas kelompok, karena sejujurnya aku malas untuk kegiatan seperti itu.Mengeluarkan headset berkabel saat jam istirahat tiba, aku berniat mendengarkan musik yang akan Kaze band bawakan untuk lomba. Sepertinya moodku hari ini sedang aneh, atau ini karena perceraian papa dan mama ya?Kunaikkan volume musik mendekati full volume, kulihat beberapa anak y
[“Ashita koso wa" tteKyou mo shimyureeshonKimi to no koi waAmai musuku no kaori ga shitanda~]Menahan malu, akhirnya kami sudah memulai latihan untuk lagu Suki Dakara di mana aku turut bernyanyi di dalamnya. Sungguh, mood yang sangat dipaksakan.“Bagus bukan? Kalau dinyanyikan bersama Yuuki??” tanya Kak Kenta dengan muka sombongnya seakan ia minta dipuji.“Iya, iya. Ide bagus Ken!” balas Kak Masao menanggapi sahabatnya dengan ekspresi datar. Walaupun dia tahu temannya tak begitu menanggapi, Kak Kenta tetap cengengesan dengan bangga. Dia keluar dari zona drumnya, lalu merangkul Kak Masao. “Kalau gitu, kita istirahat dulu lima belas menit. Setelah itu, kita latihan lagu yang kemarin dan pastinya kita mainkan Suki Dakara lagi, fufufu~”Biarpun mereka ini cukup menyebalkan dan tak jarang aku kewalahan mengikutinya, aku sangat senang dengan keseharianku ini. Meskipun Kyohei tak ada lagi di dalam hari-hariku, aku rasa, tak apa. Ya, aku tak apa.***“Mau ngapain?”“Ah, mau balik ke
Malam ini, aku mempersiapkan diri untuk lomba besok pagi.Akhirnya, tiba juga saat band kami akan berhadapan dengan band dari sekolah-sekolah lain. Ada rasa bersemangat, ada juga rasa takut. Belum sempat bisa membayangkan bagaimana penampilan kami, hati ini sudah berdegup tak berirama.Membuatku sulit untuk tidur pasti nanti.Entah terlelap di pukul berapa, mata ini akhirnya terbuka karena suara alarm berbunyi dengan nyaring di telinga. Bangun dari tidur, aku duduk terdiam cukup lama sambil mengumpulkan seluruh nyawa.Rasa malas untuk keluar dari zona nyaman, bercampur dengan perasaan yang menggebu-gebu. Waktu juga terus berlalu, membuatku terpaksa untuk keluar dari kamar dan pergi mandi.Karena ini pertama kalinya bermain band di hadapan banyak orang dan dari luar sekolah, tentu saja aku berpakaian serapi mungkin. Tak lupa juga rambut yang kuhiasi dengan beberapa jepit rambut, sedikit aku mengepangnya.Memakai jaket dan syal yang melingkar di leher, kubuka pintu dengan semangat. “Ak