"Mau coba yang itu gak?" "Boleh." Saat ini, aku dan Kyohei sedang berada di pusat perbelanjaan di dekat stasiun. Sudah makan sejak tadi, kini kami ingin mencoba berbagai kue cantik di sebuah cafe. Banyak pernak-pernik dan ada juga buku-buku untuk dibaca di sini. Pelayanan yang diberikan juga sangat memuaskan. Tak sia-sia menghabiskan uang kalau pikiran fresh sebagai gantinya. Uang bisa dicari, menata mental lebih penting. Kami berkeliling ke sekitar setelah keluar dari cafe. Menghampiri kios yang menjual odeng di pinggir jalan. Dingin-dingin gini kan, enak dong makan yang hangat-hangat? Karena matahari semakin terbenam, aku mengajaknya untuk pulang. Kyohei pun setuju. Saat sedang menunggu kereta, ia pakaikan syal miliknya di leherku. Ah iya! Dimana syalku?? "Aku gak sadar daritadi, ini punya kamu pakai aja. Aku aman kok, gak kedinginan," kataku sembari melepas syal miliknya. Namun tangannya menahanku, "udah pakai aja dulu. Aku cuma pinjemin sampai depan kos kok." B
“Sebelah ini, Pak? Rumah yang sebelah betul??”“Betul, coba saja.”"Baik, terima kasih Pak. Maaf merepotkan."Hikaru menunduk sampai setengah badannya. Dia langsung pergi ke rumah yang di sebelah seusai berterima kasih dan meminta maaf atas gangguannya malam-malam seperti ini.Ada sebuah bel yang menempel di dinding dekat pagar. Aimi menekan bel itu berkali-kali, sampai akhirnya pintu terbuka. Seorang wanita keluar dari sana, membukakan gerbang dengan pelan. Aimi dan Hikaru bertanya tentang Shima. Ya benar, memang ini rumah Shima.Akhirnya perjuangannya menekan banyak bel rumah terbayar juga.“L-loh!? Kak, ada apa?” tanya Shima setelah dia dibangunkan oleh mamanya. Dua orang tadi langsung bertanya apa Shima tahu di mana Yuuki berada saat ini. Namun, sayang sekali, Shima dan Yuuki tak bertukar pesan seharian ini. Raut wajahnya turut kacau mengetahui Yuuki hilang.Karena tak ingin melibatkan anak sekolah, Hikaru memaksa Shima untuk tetap berada di rumah dan mencoba untuk menghubungi te
“Kak!” seru seseorang yang mengangkat ponselnya sembari melambaikan satu tangannya pada Hikaru. Dengan cepat, Hikaru berlari ke arahnya, “gimana? Udah ketemu siapa dalangnya?!” tanyanya. Orang tadi mengangguk yakin, ia serahkan ponselnya ke Hikaru. Laki-laki itu mengambil alih panggilan yang masih tersambung. Setelah selesai percakapannya dengan seorang informan, raut wajah Hikaru terlihat geram seperti ingin menerkam. Beberapa orang otomatis mundur dari posisinya, bahkan ada yang menunduk takut. Hikaru menarik nafas panjang, “setelah ini, biar aku, Aimi, Shin dan Usa yang urus. Kalian semua bisa pulang sekarang. Atas bantuan kalian, aku berterima kasih sekali!” teriaknya sembari menunduk sampai setengah badannya. Semua orang yang ada di sana membalas kesopanan ketua geng mereka dulu dengan menunduk lebih dari setengah badannya. Tak lama setelah itu, mereka bubar dan menyisakan Hikaru, Aimi, Shin dan Usa saja. Kembali ke kos, mereka memastikan Yuuki baik-baik saja sebelum akhirny
“Sudah kuputuskan!” jerit Kak Aimi bersemangat. Kakak cantik itu memutuskan untuk mengajak kami liburan sebelum tahun berganti. Aku sempat menolaknya karena tak bisa bermain ski, tetapi ya namanya juga Kak Aimi, mana bisa ditolak. Akhirnya kami pergi ke tempat ski terdekat. Begitu keluar dari gerbang stasiun, kami langsung disuguhi konter tiket untuk area ski. Selesai menyewa peralatan ski dan berganti pakaian, kami habiskan waktu untuk bersenang-senang. Berkat ini, semua luka yang ada dalam diriku terbuang satu per satu. “Yuuki kan belum bisa, dah sana sama kamu aja.” ucap Kak Usa memajukan dagunya pada Kak Hikaru. Aku ngapain? Diem aja lah, lagian mau siapa yang ngajarin juga aku oke aja. Kak Hikaru terlihat sedikit kaku sih, apalagi setelah penculikanku. Meskipun canggung, dia tetap mengikuti saran Kak Usa. “Pelan-pelan aja,” lirih Kak Hikaru mengulurkan tangannya untuk kuraih. Aku melangkah penuh hati-hati sambil memegang tangannya. Gugup? Jelas lah! Ini musim dingin
“Indah ya, cahaya yang kembali hadir setelah gelapnya malam ….” kata Kak Usa tersenyum yang diangguki oleh semua orang. Akhirnya, pagi pertama di tahun baru semakin pasti setelah matahari terbit. Beberapa jam yang lalu, kami memutuskan untuk jalan pagi menuju bukit untuk menyaksikan matahari bersama di atas sana. Hiromi menertawakan mataku yang sudah tak kuat menahan kantuk. “Gimana kalau kita pulang, Kak? Yuuki udah bentar lagi tidur ini,” ucapnya terus tertawa. “Ayo!” “E-eh?!” “Ayo kita pulang, katanya ngan-“ “Ih ngeledek banget sih, Kak. Umm yah, emang beneran ngantuk sih, ya udah deh ayo pulang.” Saat kuraih tangan Kak Hikaru, aku melihat dia tersenyum. Manis banget, apalagi dua matanya yang menyipit itu. Ingin rasanya meleleh di tempat. Sesampainya di kos, kami istirahat di waktu yang sama sebelum kembali beraktivitas. Hiromi tidur bersamaku, sedangkan yang lain tidur di kamar masing-masing tentunya. Sebelum tidur, aku dan Hiromi saling berbagi rasa. Sesi curhat se
Lelaki dewasa itu sudah mulai terang-terangan kini. Dengan santai, dia duduk mendekati Yuuki yang jelas-jelas kursinya sangat sesak jika untuk mereka berdua.Cahaya redup di ruang itu membuat pipi merah Yuuki tak begitu tertera kalau tak dilihat dengan saksama.Suara televisi sepertinya tak didengar lagi oleh Yuuki. Gadis malang itu sibuk mengedipkan matanya mengingat Hikaru yang ada di sebelahnya, sangat dekat.Hikaru terkadang menyimpulkan tawa tipisnya karena acara yang sedang mereka tonton. Dia belum memperhatikan gadis di sebelahnya yang seakan sedang kelabakan.“K-kak,” panggil Yuuki seketika, “misi dulu sebentar kak, a-aku pindah ke kursi itu aja.”Hikaru memiringkan kepalanya, tak memberi Yuuki jawaban. Anak itu seakan canggung dilihat lekat oleh Hikaru, akhirnya dia hampir berdiri dari duduknya. Namun, sayang aksinya itu gagal karena Hikaru beraksi lebih dulu.“Kurang luas, emang?” tanya Hikaru dengan tangan kanannya yang sudah ada di sandaran kanan sofa, menghalangi Yuuki un
“Yuuki,” sapa laki-laki di hadapannya, sembari ia lambaikan tangan itu. Yuuki menuruti kemauan laki-laki itu saat dia diajak untuk mengobrol di luar cafe. Sesi tanya dan jawab, untuk saling mengenal. Hanya saja, laki-laki itu yang lebih terlihat menikmati momen ini. Sementara Yuuki, dia merespon seadanya dan sebisanya.Kencan buta.Mungkin itulah sebutannya. Saat ini, Yuuki dan teman-temannya sedang kencan bersama murid laki-laki dari sekolah lain. Atas dasar ajakan Hiromi, Yuuki menyanggupinya.Awalnya dia menolak, dan terus menolak. Namun, sahabatnya itu benar-benar sedang kesulitan. Hiromi kehilangan satu temannya yang mendadak tak bisa datang. Demi Hiromi, Yuuki terpaksa mau akan ajakan itu.Mulai terlihat tak nyaman, Yuuki mengajak laki-laki itu untuk masuk, kembali bergabung dengan yang lain. Seperti maklumnya siswa sekolahan, mereka pergi ke tempat karaoke setelahnya. Yang ada di mall dan diperbolehkan untuk siswa sekolah tentunya.Kebetulan, Hikaru dan lainnya sedang ada di ma
Sudah hampir satu minggu aku menghindari Yuuki. Selain karena pekerjaan yang harus cepat kelar demi ketepatan waktu untuk pembuatan video musik, aku juga kebingungan atas perasaanku pada gadis itu.Tak seharusnya lelaki dewasa sepertiku ini mendekati gadis polos sepertinya bukan?Berkali-kali aku membayangkan bagaimana raut wajahku ini jika bertatap muka lagi dengannya, mengingat rasa gelisahku sejak ada di mall beberapa hari yang lalu.Aimi dan lainnya sudah sangat cerewet padaku karena aku jarang pulang ke kos. Tetapi aku tak mungkin bercerita tentang rasa ini pada mereka. Akan dipandang seperti apa aku ini. Menyukai gadis yang masih sekolah, haha … aku saja selalu tertawa jika sadar akan hal itu.Lihat, bahkan mata panda yang terukir dengan jelas di bawah kedua mataku seakan menyadarkan betapa anehnya aku jika menjalin hubungan dengan anak itu. Gadis yang belum benar-benar memulai kehidupannya di masyarakat, tidak sepertiku, lelaki dewasa yang masih saja mengejar mimpi.Salah satu