Mata sembab membuat Ashley agak susah membuka mata. Mengingat peristiwa menyedihkan yang terjadi pada Ashley tadi malam, rasanya enggan untuk bangun. Adanya orang tua selalu membuat hidup Ashley berwarna.
Sepi. Biasanya, ada sapaan selamat pagi setelah bangun tidur. Sekarang, siapa yang akan menyapa? Siapa pula yang akan Ashley sapa?
"Kekuatanmu akan bertambah dua kali lipat. Ingat tujuanmu hidup, tidak boleh menyerah, apalagi gagal fokus pada hal apa pun. Papa ingin kamu fokus pada apa yang telah kamu janjikan pada kami. Kamu dengar, Ashley?"
Ucapan Ashton telah tertanam di kepala Ashley. Ya, ingat tujuan hidup, tidak boleh menyerah, jangan gagal fokus. Akan tetapi, bisakah beri Ashley waktu untuk tidak mengingat tujuan, menyerah, dan gagal fokus?
Ashley hanya ingin mengenang kepergian orang tua. Seperti yang orang lain lakukan pada jasad, memberi nama di nisan.
Tempat di mana semua telah menjadi abu masih ada. Banyak kenangan di tempat tersebut. Tawa, canda, senyum, dan saling membantu.
Terdapat dua serpihan kayu di dekat pohon. Ashley menggunakan itu untuk dibuat nisan berbentuk papan. Satu untuk Ashton Collins, dan satunya untuk Stanley Collins. Dibuat menggunakan kuku Ashley yang panjang. Setelah itu, Ashley menancapkan nisan papa ke tengah tanah.
"Selesai. Sekarang, Ashley akan fokus ke tujuan hidup. Sebelum itu, aku akan membuat kalian ada di dalam tubuh." Ashley dengan santai menelan sedikit abu dari kantung kain.
Jubah bertudung dari kain lusuh dibuat oleh Stanley untuk Ashley, sedangkan yang mencari kain tersebut adalah Ashton. Itulah mengapa Ashton telat menemani Ashley mengambil buah delima.
Rambut Ashley sudah berwarna abu-abu dari lahir. Ashton memiliki warna rambut yang sama dengan Ashley, sedangkan Stanley dan Tony juga memiliki kesamaan warna rambut.
Tudung sudah menutup kepala Ashley. Saatnya Ashley berjelajah sendiri.
Mata Ashley jeli dengan pergerakkan orang lain. Masalah di hari pertama tidaklah terlalu parah. Karena dari lahir Ashley tinggal di tempat sunyi dan sedikit orang, Ashley tidak bisa berbaur dengan banyak orang yang berlalu lalang di jalan. Ditambah lagi, dengan adanya kendaraan.
Wanita dengan kacamata hitam dan ponsel di telinga adalah orang yang tepat untuk Ashley ikuti. Bukan mengikuti seperti penguntit, tetapi menyebrang jalan.
Menunggu lampu pejalan kaki berubah hijau, Ashley menoleh pada orang-orang yang sibuk sendiri. Masing-masing dari mereka berbicara pada benda pipih di tangan. Entah apa yang mereka bicarakan, Ashley hanya bisa terdiam.
Ashley mulai melangkah di saat lampu pejalan berwarna hijau. Masalah berikutnya adalah Ashley tidak tahu harus apa.
Suara lapar dari perut menandakan Ashley harus makan. Di kota seperti ini tidak ada buah delima yang masih bergantungan di pohon. Tempat yang Ashley pijak bukanlah hutan. Bisa dibilang, pohon di kota hanyalah sedikit. Itu pun juga hanya sebagai hiasan.
Ada wangi sedap yang sempat lewat di depan Ashley. Bau sedap tersebut tentu saja bukan dari buah delima, melainkan roti yang baru matang.
Ada anak sekolahan yang mengambil roti, lalu memberi lembaran uang. Jika anak sekolahan itu bisa mengambil roti, maka Ashley juga. Sangat polos sekali Ashley ini.
"Paman, aku ingin roti yang sama seperti orang tadi," pinta Ashley dengan mudah. Namun, permintaan Ashley tidak disambut dengan baik.
Paman penjual roti melihat Ashley dari atas hingga bawah. Anak di depan penjual roti sangat kotor dan lusuh, sudah dipastikan anak tersebut tidak memiliki uang. Karena anak tersebut adalah pembeli, maka penjual harus tetap menawarkan. "Harganya lima ribu rupiah. Apa kamu punya uang untuk membeli roti?"
"Uang? Tidak punya." Ashley menatap sang penjual seakan tidak mengerti apa pun. Memang tidak mengerti, karena selama hidup belum pernah pergi ke kota.
"Kalau tidak ada uang, pergi dari sini!" usir penjual begitu saja. Penjual tidak ingin ada orang miskin berada di sekitar kedai roti kecil miliknya.
Ashley menjauh, tetapi tidak mengalah. Cara mengambil buah delima di hutan terlintas di kepala Ashley. Jika tidak bisa meminta, maka Ashley akan mengambil. Tidak bisa berbuat baik, maka berbuat jahat adalah jalan terbaik.
Pergi ke bagian belakang kedai. Penjual hanya seorang diri berjualan, jadi Ashley bisa sepuasnya mengambil roti. Dengan kekuatan abu, empat roti panjang hilang dari tempat, lalu dipindahkan dalam tas. Serasa tidak melakukan apa pun, Ashley pergi dengan wajah tanpa dosa.
Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ashley memilih membaur dengan kota, sambil memakan roti hasil curian.
Mata Ashley menangkap wanita yang baru saja keluar dari toko pakaian. Sempat muncul pertanyaan. Apakah semua orang kaya raya harus bergaya elegan?
Hal yang Ashley inginkan saat masih bisa bermain bersama Jordi. Menjadi putri kerajaan seperti di cerita dongeng.
Berbicara mengenai pakaian. Ashley membutuhkan pakaian baru. Patung yang memajang pakaian anak-anak terlihat sangat bagus. Tidak mungkin untuk Ashley bisa membeli. Tidak mungkin juga menggunakan kekuatan abu. Toko pakaian tersebut tidak seperti kedai roti tadi.
Semenjak Ashley tumbuh besar, pakaian terakhir yang dipakai sudah tidak muat. Pakaian Erine saat masih berumur enam tahun telah dibuang.
Sebelum pergi menjadi abu sepenuhnya, Stanley memakaikan Ashley pakaian seadanya. Celana pendek kotor yang sudah dibuang, serta bagian dada dililit perban, terakhir jubah bertudung lusuh. Jubah tersebut menutupi keseluruhan tubuh atas hingga bawah.
Lupakan pakaian mewah. Ashley tidak akan sanggup memilikinya. Tidak ada yang spesial juga, jika memakai pakaian tersebut.
"Pasar Ramai." Ashley membaca nama pasar di gapura yang berdiri kokoh. "Pasar itu benar-benar sangat ramai. Sepertinya, aku bisa mengambil beberapa barang dan makanan dikeramaian." Pikiran buruk kembali muncul.
Keberuntungan tidak akan datang dua kali. Ashley akan menggunakan cara tersebut dengan berhati-hati. Ternyata, keramaian bisa membantu Ashley.
"Silakan, bu, pak. Pakaian anak-anak diskon tiga puluh lima persen!" Penjual menawari para pejalan kaki yang lewat. "Silakan, Bu, dilihat dulu pakaian untuk anak cantiknya."
Satu baju berwarna ungu membuat Ashley terpukau. Tidak bagus dan tidak buruk. Ashley menginginkan baju tersebut. Namun, tanpa dilihat orang lain, bisakah Ashley melakukannya?
Abu mulai muncul dari telapak tangan, saatnya membuat baju tersebut menghilang. Akan tetapi, belum juga abu tersebut sampai di baju pilihan, seseorang menarik tangan Ashley hingga menjauh dari toko baju anak-anak.
"Lepas! Tolong! Ada yang ingin menculikku!" Ashley berteriak, membuat para pejalan kaki menoleh.
Mereka siap menyelamatkan anak yang berteriak tadi, tetapi wanita tua mengatakan sesuatu, hingga mereka pun percaya dan tidak jadi menyelamatkan.
"Jangan salah paham! Cucu saya kabur dari rumah. Dia memang suka bercanda. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Aku tidak kenal denganmu. Lepaskan tanganku!" Ashley bisa saja menghilang dengan berubah menjadi abu, tetapi tidak pada tempat, yang di mana banyak orang berlalu lalang.
"Aku tahu apa yang ingin kamu lakukan. Mencuri baju?"
Ashley terdiam. Memberontak bukanlah hal bagus, jika lawan bicara mengetahui apa yang Ashley lakukan.
"Namaku Annie Zeth. Aku janji tidak akan melukaimu. Dengarkan baik-baik." Wanita bernama Annie Zeth melepas pegangan dari tangan Ashley. "Ikutlah denganku. Melihat kondisimu seperti ini, aku yakin kamu sedang membutuhkan tempat tinggal."
"Kenapa kamu ingin aku tinggal di rumahmu? Kita belum saling kenal." Ashley memperhatikan gerak-gerik Annie. Tidak terlihat mencurigakan, tetapi waspada tetap harus ada.
"Akan kujelaskan semuanya di rumah. Ayo!" Annie mengulurkan satu tangan, mengajak Ashley untuk bergandeng tangan. "Aku sudah berjanji."
Akhirnya, Ashley menggandeng tangan Annie. Menerima keberadaan di rumah baru, bukan lagi rumah orang tua ataupun goa.
Mobil sedan putih sudah menunggu di depan supermarket. Annie baru saja keluar dari tempat belanja. Ketika tidak sengaja melihat anak perempuan ingin mencuri baju, Annie langsung mendekat untuk mengajak tinggal bersama.
"Rumah Penampungan Anak." Ashley membaca tulisan yang berada di atap rumah besar Annie. Entah kenapa, nama tersebut seperti membuat hati Ashley tertohok.
"Ini adalah rumah barumu. Ada banyak anak-anak lain di sana. Kamu bisa bermain dengan mereka. Sebelum itu, kamu harus membersihkan diri, lalu temui aku di ruang tamu. Pelayanku akan membantumu." Annie berjalan lebih dulu. Disusul Ashley dari belakang.
Ada beberapa anak yang bermain di halaman depan. Melihat cara bermain mereka, membuat Ashley teringat akan masa lalu.
Stuart memilih diam dan Erine tertawa, ketika melihat Ashley disiksa. Tidak seperti Jordi, yang selalu berusaha membantu Ashley. Pada akhirnya, Jordi juga tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya kata maaf yang keluar dari bibir Jordi.
Ashley tidak ingin hal itu terjadi. Kepala pun semakin ditutup oleh tudung, sehingga membuat anak-anak menjadi penasaran.
"Kamu suka kue kering dan susu?" Annie menepuk sofa di sebelah, menyuruh Ashley duduk. Ketika Ashley ingin bicara, Annie menyela. "Hasil curian tidak boleh berada di rumah ini. Jadi, rotimu kuberikan pada orang yang membutuhkan."Susah payah Ashley mengambil roti itu. Tidak susah, hanya saja, Ashley menyayangkan usaha terbaik yang sudah dilakukan.Ashley pun duduk di sebelah Annie. Kue kering di hadapan Ashley terlihat enak. Tanpa malu, Ashley memakan kue tersebut, sambil mendengarkan semua ucapan yang Annie katakan."Ada alasan dibalik aku mengajakmu tinggal bersama. Dari dulu, aku sedang mencari orang yang memiliki kekuatan abu."Tentang itu, tubuh Ashley membeku. Annie tadi berkata melihat Ashley ingin mencuri baju. Cara mencuri Ashley pasti sudah dilihat Annie. Kue kering yang baru digigit sekali, ditaruh kembali ke piring. Ashley bahkan membayangkan tubuhnya dibakar hidup-hidup."Jangan takut. Aku sudah berjanji padamu." Annie menunjukkan keli
Tidak ada kegiatan yang menyenangkan untuk Ashley saat ini. Teman-teman baru sedang asik dengan dunia masing-masing. Ashley hanya menyaksikan dunia mereka dari sofa panjang di ruang tamu.Sambil menyaksikan, Ashley menebak-nebak siapa yang memiliki kekuatan abu. Dua anak. Entah antara Michael dan Brandon, atau anak lain."Aku suka rambutmu." Michael membuat Ashley terkejut, dengan berbisik tepat di belakang telinga Ashley. "Ada apa, Ash? Kenapa kamu diam saja sedari tadi? Tidak punya teman, ya?"Tidak hanya Ashley dan Michael saja yang duduk di sofa panjang, masih ada beberapa anak lain. Namun, jarak dari anak-anak dan Michael serta Ashley agak jauh."Apa kamu pengguna kekuatan abu?" Michael sudah membuat Ashley terkejut dua kali. Bukan terkejut karena dikejutkan, melainkan terkejut karena mendadak tahu hal tersebut. Mungkinkah Michael percaya kekuatan itu, atau memang Michael juga pengguna kekuatan abu?Ashley memilih tidak menjawab. Michael bisa
Anak kecil laki-laki sedang asik melempar bola ke atas, lalu menangkapnya. Dia melakukan itu sambil menunggu sang ibu yang tengah asik berbincang dengan teman.Tidak disengaja, bola tersebut tidak bisa ditangkap, dan menggelinding ke tengah jalan. Sang anak pun mencoba mengambil sendiri.Suara klakson dari truk pembawa pasir terdengar sangat jelas.Orang-orang yang berada di sekitar jalan memperingati anak tersebut. Akan tetapi, anak itu terlalu fokus pada bola.Ibu dari anak itu pun baru tersadar, jika sang anak tidak ada di sebelah. Dengan inisiatif ingin menyelamatkan sang anak, tetapi temannya menahan. "Anakku dalam bahaya! Seseorang tolong dia!"Kekuatan abu pun keluar dari tangan wanita muda. Dengan cepat, abu tersebut membuat anak laki-laki menghilang dari tempat. Truk itu tidak menabrak anak laki-laki, melainkan kekuatan abu yang baru menghilang.Tentu saja semua orang menjadi bingung, terutama sang ibu. "D-di mana anakku?"Ab
"Bagaimana perasaan Anda saat melihat sekumpulan abu tadi?" Seorang reporter cantik sedang mewawancarai korban, yang hampir saja menabrak pembatas tinggi truk."Saya menjadi tambah panik, ternyata abu tadi menyelamatkan saya. Saya pikir, abu tadi ingin membuat saya tewas, sebelum terkena pembatas truk," jawab korban pria tua dengan wajah bahagia. "Kekuatan abu itu memang ada!"Pria tua itu berlari sambil meneriaki hal yang sama berulang-ulang. "Kekuatan abu memang ada!"Reporter menjadi bingung dengan tingkah pria tua tadi. Dalam hal pribadi, sang reporter tidak yakin dengan pernyataan pria yang diwawancarai. Namun, dalam hal pekerjaan, sang reporter harus terlihat profesional."Terlihat jelas sekali, jika kekuatan abu memang ada. Selama ini, banyak yang mengira kekuatan abu hanyalah sebuah dongeng ....""Kak Donny? Jangan-jangan ...." Pria dengan janggut tipis merasa ketakutan. Ditatapnya pria yang lebih tua. Masa lalu yang pernah terjadi, muncul
Tepat sekali. Wanita muda cantik tersebut menanyakan rumah Keluarga Richard, sedangkan salah satu anggota keluarga itu sedang berdiri di hadapan wanita dengan koper dan belanjaan. "Itu rumah keluargaku. Aku bisa mengantarmu, tetapi bisakah kamu menemaniku sebentar saja? Kamu tidak aa kegiatan lain, 'kan?" Jordi berniat membantu, tetapi tidak ingin menghabiskan waktu menyendiri dengan cepat. Hanya menemani saja tidak masalah. Lagipula, wanita yang pernah menjadi masa lalu Jordi juga tidak ingin terburu-buru. "Tidak ada. Aku juga kelelahan, sedari tadi berputar mencari satu tempat." Basa-basi adalah hal utama yang harus dilakukan. Cara termudah untuk mendekati satu sama lain. "Kalau boleh tahu, untuk apa kamu ke sana?" tanya Jordi ingin tahu. Jordi salah satu anggota Keluarga Rider, memang harus tahu siapa dan dengan tujuan apa wanita yang duduk di hadapan. "Sebelumnya, biar kuperkenalkan diri. Namaku Ash, hanya Ash saja. Ada masalah keluarga, d
Matahari telah diganti oleh bulan. Melihat banyak bintang tertata rapi di langit sangatlah indah. Tidak bosan-bosannya Ash menatap di mana orang tua telah bahagia di sana.Suara ketukan halus membuat Ash menoleh. Seorang wanita muda yang tidak kalah cantik tersenyum, lalu mengajak bicara. "Namaku Ava, istri dari anak pertama Keluarga Rider, Stuart Rider. Salam kenal."Ash memang tidak begitu mengenali Stuart saat masih anak-anak, tetapi hapal dengan perilaku Stuart. Pendiam dan takut untuk bertindak. Sangat berbeda dengan dua saudara."Panggil saja Ash. Salam kenal juga," balas Ash tanpa melanjutkan beberapa kalimat. Ava tidak terlalu penting untuk Ash. Bukan salah satu orang yang harus dimasukkan ke daftar pembalasan."Yang lain sudah berkumpul di ruang makan. Kami tidak tahu apa kesukaanmu. Kuharap, kamu suka dengan makanan yang telah disiapkan." Ava terlalu baik untuk bergabung di Keluarga Rider.Ash tidak mempersalahkan Ava yang menikah dengan
Semua orang telah pergi ke kamar masing-masing, kecuali Ash. Peristiwa tidak menyenangkan tadi cukup membuat Ash geram. Tumpahnya susu putih disebabkan oleh Ava yang tidak sengaja menyenggol. Seharusnya, Ava yang meminta maaf dan dipukul, bukan Tony.Masih ada satu gelas susu putih di tangan Ash. Susu putih itu akan diberikan pada Tony, yang masih bekerja di dapur.Seharusnya, sudah tidak ada siapa-siapa. Jika ketahuan, Ash bisa menggunakan alasan tentang penjelasan Ava akan kebanyakan minum susu."Ini untukmu." Ash menaruh gelas susu di dekat tempat bumbu. Senyum hangat diberi oleh Ash. "Sayang sekali, susu ini sudah dingin. Kamu bisa memanaskannya lagi, 'kan? Aku sengaja meminta dua, karena ingin memberimu satu. Selesai mencuci piring, langsung lakukan apa yang kusuruh.""Terima kasih, Nona." Tidak. Seharusnya, panggil Ash dengan kata kakak, bukan nona. Senyuman hangat yang Ash berikan berubah menjadi sedih. Tony tidak mengenali Ash sama sekali.
Sarapan berjalan lancar. Tidak ada kekacauan seperti kemarin. Jika selalu hidup bahagia seperti ini bagus, tetapi tidak untuk Ash. Ya, tidak untuk bahagia bersama Keluarga Rider, kecuali Jordi.Langkah dua orang terdengar jelas. Dua wanita menghampiri para keluarga untuk memberi tahu, jika ada tamu yang ingin bertemu dengan Jordi.Wanita pertama berpakaian pelayan. Justru dialah yang bertemu dan mengantar tamu ke ruang makan. "Permisi. Mohon maaf telah mengganggu. Saya mengantar seseorang yang ingin bertemu dengan Tuan Jordi.""Aku? Blair!" Wajah Jordi merekah, karena hadirnya sang kekasih. Jordi langsung memeluk Blair untuk tanda pertemuan pertama di dunia nyata. "Kamu bilang sore minta dijemput. Kenapa sekarang?""Kejutan?" Blair tertawa melihat reaksi Jordi. "Aku sengaja datang sendiri. Kupikir, kamu sudah berangkat sekolah. Kalau kamu sudah sampai di rumah, niatku ingin mengejutkanmu."Tatapan Ash lekat pada Blair. Cantik dan tubuh berisi. Tida
Blair menyunggingkan senyuman. Di hadapannya adalah wanita yang pernah menjadi rekan pembalasan dendam. Berani menghalangi tujuan utama. "Aku tidak terkejut dengan kehadiranmu. Kamu tidak ingin membiarkanku membawa Jordi, 'kan?""Aku tidak akan membiarkanmu membawanya, juga tidak membiarkanmu membunuh ayahnya." Ash sudah berjanji pada Jordi. Pernyataan yang cukup mengejutkan untuk Blair dan Keluarga Rider.Sudah waktunya juga untuk Ash mengaku. "Pelaku yang kalian cari selama ini bukanlah Blair, melainkan aku, Ashley Collins. Karena saat itu, aku sangat membenci Donny, yang sudah membunuh orang tuaku, dan membawa kabur Tony."Sulit untuk Jordi dan Stuart percayai, tetapi banyak peristiwa yang sudah terjadi."Kamu melanggar janji orang tuamu? Ash, mereka ingin kamu membunuh sang pelaku." Blair berusaha mencuci otak Ash untuk kembali ke jalan yang salah."Aku tahu. Akan tetapi, sudah cukup banyak korban yang kubalaskan. Jordi sudah membuatku berjanji
Entah harus berapa lama menunggu. Teman-teman Ashley hanya bisa menunggu, dan menjaga rahasia tetap aman. Tidak mudah untuk mereka tutup mulut di depan Tony, jadi harus dipastikan sangat berhati-hati."Apa menurutmu Ashley akan berhasil membalaskan dendam orang tuanya?" Michael membuka suara di keheningan di antara mereka berempat.Carla melihat pintu yang tertutup rapat. Sepertinya, ini waktu yang tepat untuk membicarakan masalah Ashley. "Aku tidak tahu. Ini sudah lama sekali. Maksudku, setelah dia keluar dari rumah ini, tidak ada kabar bahwa sudah melakukannya. Apa sebegitu lamanyakah membalas dendam?"Michelle terdiam karena teringat sesuatu. "Dia sendirian, Carla. Belum lagi, ada wanita yang memiliki kesamaan dengannya. Ingat wanita yang mengobrol dengan Tony?""Ada yang memiliki kekuatan abu kematian juga? Jika wanita, itu masih tidak masalah." tanya Michael penasaran."Aku ingat. Dia terlihat sangat menjengkelkan. Beruntung kita bertemu denga
Jordi tidak bisa berbuat banyak selain menangkap Stuart yang hampir jatuh ke lantai. Hanya ada satu pertanyaan yang keluar dari mulut Jordi. "Kak Ava sungguh berkata seperti itu. Apa benar? Mungkin saja, Tuhan belum merelakan kalian memiliki anak.""Kamu tidak mengerti, Jordi. Sudah lama aku memeriksakan diri pada dokter, dan dokter mengatakan aku baik-baik saja. Jika bukan aku yang tidak bisa memiliki anak, siapa lagi? Suamiku hanya Stuart saja." Ava menjelaskan penderitaan yang selama ini dirasakan.Tontonan menarik untuk Ash. Percintaan yang sangat merumitkan. Ash dan Blair mencintai Jordi, Ava mulai mencintai Stuart, sedangkan Stuart cinta pada Ash. Jika Gerry masih hidup, pasti akan bertambah."Cukup! Kalian semua sudah membuat saya pusing. Kalian juga sama-sama salah. Lebih baik, kalian, Stuart dan Ava keluar dari rumah ini." Dengan lantang, Donny mengusir anak pertama serta menantu."Ayah, tidak seperti ini caranya-" Jordi mencoba menyelamatkan san
Cara panggilan yang sama!Suara lembut saat mengatakan pangeran tidak ada bedanya dengan Ashley kecil. Semua orang juga bisa mengatakan pangeran dengan lembut, tetapi berbeda sekali dengan Ash.Senang dan benci bercampur. Senang karena bisa bertemu lagi dengan sahabat masa kecil, serta benci karena pelaku sebenarnya adalah wanita yang ingin dinikahi.Jordi tidak bisa mengatakan sekarang, jika tahu Ash adalah orang yang memiliki kekuatan abu kematian. Tidak ingin melihat pelaku sekaligus pujaan hati kehilangan nyawa dengan cepat."Kamu duduk saja dulu. Aku akan memanggil yang lain." Ash memberi senyuman manis pada Jordi sebelum pergi.Senyuman yang persis di mana Ashley selalu bersama Jordi, entah di kamar, maupun hutan. Suara panggilan pangeran juga membuat Jordi selalu teringat. "Kenapa di saat yang bersamaan, aku jatuh hati padanya?" gumamnya dengan memegang kepala.Ketukan halus pada pintu kamar yang terbuka membuat Donny menoleh. S
Pintu kamar tertutup dari dalam. Air mata sudah tidak menetes, tetapi masih ada basah di pipi. Kehilangan sang ibu tidak membuat Jordi melupakan hal yang membuatnya bingung tadi.Satu-satunya peti besar yang dijadikan jalan keluar dari rumah, kembali dibuka. "Ke mana semua barang-barang tadi?" Barang yang muncul untuk pengalihan sudah menghilang.Namun, mata Jordi menangkap adanya satu benda yang tersangkut pada batu panjang. Sebuah topi yang sempat dipegang Opsir Benny.Dari dalam hingga luar, Jordi memperhatikan topi tersebut berulang-ulang. "Bukankah aku pernah memberi topi ini pada seseorang?"Di hari ulang tahun, Jordi memang mendapat banyak hadiah, tetapi dia juga memberi hadiah pada pelayan yang sudah bekerja keras. "Banyak pelayan pria yang kuberi topi. Bagaimana salah satu di antara mereka bisa tahu?"Ingatan di masa lalu mengenai siapa yang tahu akan peti kembali terulang. Jordi memang pernah menyuruh pelayan untuk membuat jalan rahasia,
Seluruh anggota terduduk lesu di ruang tamu. Sudah ketiga kalinya anggota keluarga tewas, walau belum tentu. Air mata terus menetes di pipi lembut mereka.Menangis dengan dibaluti ketidakpercayaan terlihat di wajah Donny. Semua orang di ruang tamu diperhatikan satu per satu. Mau orang asing atau keluarga sekali pun, Donny akan terus mengawasi dengan ketat."Ini sudah tidak bisa dibiarkan, Yah! Jika hanya Opsir Benny yang bekerja, kita semua bisa meninggal di tangan Blair!" Stuart berseru. Lagi dan lagi, harus menahan amarah pada Ava yang telah berbohong."Kenapa? Kenapa Blair memiliki niat jahat pada kita? Balas dendam apa yang dia maksud?" Ava bersuara, setelah bisa mengontrol diri dari kesedihan. Ibu mertua yang telah dianggap sebagai ibu kandung, kini sudah tidak ada lagi.Stuart sebagai anak pertama sudah hafal dengan perilaku sang ayah. Membunuh pelayan, jika ada kesalahan besar. Pertanyaan yang membuat Donny teringat di masa lalu pun dilontarkan. "M
Kekacauan kembali muncul di pagi hari. Opsir Benny datang kembali ke rumah Keluarga Rider untuk memberitahu ada jasad di hutan. Sontak membuat Donny terkejut bukan main."Apa Anda sangat yakin, jika jasad itu adalah istri saya?" Donny kembali bertanya untuk mencari keyakinan."Itu hanya perkiraan saya. Jasad tersebut akan diautopsi terlebih dulu. Mungkin membutuhkan waktu lama,, karena jasad tersebut hampir tidak tersisa." Opsir Benny menjelaskan. "Saya tahu ini sangat berat untuk Anda. Jika hasil autopsi mengatakan benar bahwa jasad tersebut adalah istri Anda, maka saya harus tetap mengatakannya pada Anda."Tiba-tiba, kerah seragam Opsir Benny dicengkeram oleh Donny. "Anda sudah dua kali tidak menemukan pelaku pembunuhan, dan tidak bisa mendapatkan data Ashley Collins. Jika kali ini tidak bisa menemukan pelaku, saya akan menutut Anda, karena cara kerja Anda yang buruk!"Suara Donny yang menggelegar di rumah yang hening membuat anggota keluarga berkumpul.
Pintu kamar terbuka setengah. Donny melihat ada Ava berdiri di depan kamar. "Ada apa? Kenapa mengganggu?"Ava melihat ada yang tertidur di ranjang, begitu juga dengan Donny yang bertelanjang dada. "Seharusnya, aku tidak mengganggu. Kupikir, Ayah tidak ada di rumah, jadi aku yang akan mengurus ibu. Lanjutkan kembali, Yah."Belum ditutup rapat, Ava kembali bertanya. "Oh, ya. Ayah lihat Ash, tidak? Aku tidak menemukannya di rumah ini. Sudah kuhubungi, ternyata ponselnya ada di kamar.""M-mungkin, dia pergi lupa membawa ponsel. Ayah tidak melihatnya sedari tadi." Pintu kamar ditutup begitu saja di depan Ava.Melihat mertua yang sedang asik bermesraan membuat Ava agak cemburu. Tidak, Ava bukan mencintai Donny. Ava membayangkan, jika bisa bermesraan dengan Gerry, karena Gerry adalah cinta pertamanya.Terima kasih untuk Ava yang sudah mengetuk pintu. Ash memakai pakaian, dan memilih pergi dari kamar Donny. Hal ini tidak bisa dilanjutkan. "Paman, saya piki
"Ibu!" Ash dalam wujud Erine memanggil dari kamar Jordi. "Kemarilah!"Tentunya Marry merasa sangat senang. Semenjak Blair pergi, tidak ada agi wujud Erine di hadapannya. Rasa rindu dari sang ibu pada putri kesayangan kembali muncul. "Anakku!""Ikut Erine saja, Bu. Ibu pasti bosan berada di rumah ini, 'kan? Kita akan pergi dari sini melalui peti itu." Ash kembali membuka peti jalan rahasia, dan menyuruh Marry untuk turun lebih dulu.Kamar Jordi dibiarkan terbuka, tetapi tidak dengan peti. Karena Ash yang terakhir turun, peti tersebut pun ditutup dari dalam."Kita ada di mana, Erine?" Marry memperhatikan sekeliling dengan rasa takut. Sebelumnya, dia tidak berani pergi sendiri ke tempat yang jauh, jika tidak ada yang menemani. Namun sekarang, sudah ada Erine di sebelahnya. Erine palsu. Lebih tepatnya seperti itu."Seperti yang Ibu lihat sendiri. Kita sedang berada di hutan. Mereka tidak akan menemukan kita di sini. Kita pergi yang jauh, ya?" ajak Ash