Part 26. Kasih Tak Sampai
Merlyn kekasih Ramdan. Gadis cantik berpostur tubuh ala model dengan banyak kawan. Sangat serasi bersama Ramdan. Sementara Aku? sudahlah cupu, tak punya kawan dengan wajah pas-pasan malah nyaris buruk rupa. Pikir Mala saat melihat kedekatan Ramdan dan Merlyn.
"Jadi kamu yang bernama Mala? pintar sih, tapi nggak punya teman, Kan? duhh kasihan sekali, Yah," cibir Merlyn menghampiri Mala saat sedang duduk di kantin kampus. "Eh hati-hati, loh, ntar kita dilaporin ke Ramdan kalau bersikap kasar sama Mala," ejek Santi yang ikut bergabung bersama kedua kawannya. "Ah masa sih? Ramdan siapa? Cowok aku?" tanya Merlyn dengan nada mengejek. "Duhh atut akuh," timpal yang lain tertawa.&nbs
Part30. Ingin Menikah Setelah mengikuti rangkaian meeting bersama jajaran direksi dan beberapa pengusaha dan pemerintah setempat. Ramdan segera kembali ke Bontang. Kali ini ia tak bersama Gita, mengingat perbuatan gadis itu kemarin malam membuatnya memutuskan untuk memesan mobil lain untuknya. Hal itu dilakukan untuk menghindari situasi tak diinginkan saat berdua dengannya. Ia tahu seseorang yang memiliki obsesi berlebihan akan bertindak di luar nalar. Rasa di hatinya bercampur antara marah dan kecewa dengan sikap rendah gadis itu. "Bapak kok tega banget sih sama saya?" kata Gita tak terima saat diminta untuk naik taksi online. "Itu biar kamu nggak bertindak macam-macam. Sudah, naik saja, atau mau tinggal di sini!" ucap Ramdan ketus.
Part 27. Ditinggal Bos Sakit hati atas perlakuan geng Marlyn sewaktu kuliah, memang menjadi rasa perih yang tak terobati bagi Gita alias Mala. Benih-benih cinta yang dulunya ada untuk Ramdan pun kini berubah menjadi obsesi untuk bisa membalas rasa sakit hatinya. Meskipun Ramdan sempat menolong gadis itu dari bully geng Merlyn, namun tetap saja ia masih sakit hati saat pernyataan cintanya ditolak. "Aku harus bisa taklukkan kamu, Bos. Apapun caranya, harus bisa," gumam Gita saat duduk di depan cermin sembari memegang foto Ramdan. *** Pagi itu, penampilan Gita terl
Part 28. Jebakan Selepas acara mereka lalu menuju ke kamar hotel yang telah disediakan. Dua kamar telah dipesan Ramdan. Pintu kedua kamar tersebut tampak berhadapan. Entah suatu kebetulan atau sengaja dipesan khusus untuk memudahkan komunikasi. Namun yang jelas bagi Gita, ini menjadi kesempatan besar baginya untuk bisa lebih dekat dengan Ramdan. "Ah pas, sesuai rencana," gumamnya. Sebelum memasuki pintu kamar, tak lupa Gita menyapa Ramdan yang tampak begitu lelah. "Kalau perlu bantuan bapak bisa hubungi saya," ujar Gita tersenyum. "Iya. Kamu istirahat saja dulu. Nanti malam ada pertemuan lagi dengan direksi. Jadi harus bersiap," kata Ramdan. &
Part29. Nyaris Tergelincir Dengan menggunakan lingerie berwarna ungu yang berbahan transparan, perlahan Gita mendekati Ramdan. Sementara lelaki itu masih berpaling sambil menundukan pandangannya. "Yah, inilah gadis cupu itu sekarang. Sudah jauh berubah. Kini lebih cantik dan seksi kan, Pak?" bisik Gita di telinga Ramdan sambil perlahan memeluk tubuh pria berbadan kekar itu. Meskipun Ramdan sudah berusaha berpaling dari Gita, namun nalurinya sebagai laki-laki membuatnya tak kuasa menahan hasratnya yang ikut terbawa suasana. Terlebih saat hangat tubuh gadis itu menyentuh punggungnya, membuat pria itu nyaris tak mampu menahan diri. "Hadirmu tempat berlindungku ... dari kejahatan syahwatku ..." tiba-tiba terdengar suara nada dering
Part31. Gayung Bersambut "Kamu masih ingat dengan Akira?" tanya Ramdan. "Akira? bentar -bentar ... Oh wartawan berjilbab yang sering liputan kriminal itu? ingat dong. Kenapa? apa kamu menyukai gadis itu?" tanya Seno. "Iya. Tapi ... apa aku pantas untuknya ya?" ucapnya ragu. "Yah ... coba saja dulu. Menurutku dia gadis yang baik. Sepertinya cocok untuk kamu, Dan. Aku cukup mengenal gadis itu," ucapnya. "Beberapa kali bertemu ia tak pernah mau bersentuhan dengan lawan jenis. Selain itu, dia juga cantik, nggak jauh beda dengan Merlyn, kan? Tapi ini lebih baik. Bagaimana, apa perlu aku bantu sampaikan?" tanya Seno bersemangat. "Eh jangan. Biar aku saja ya
Part32. Backstreet Akira merasa bingung bercampur khawatir, bila hubungan mereka diketahui oleh Edy. Ia tahu pria itu masih marah padanya lantaran cinta yang ia tolak berkali-kali. "Bagaimana kalau untuk sementara masalah ini kita rahasiakan dulu, Pak?" tanya Akira ragu. "Mengapa harus dirahasiakan? pada akhirnya semua orang akan tahu, kan. Termasuk Edy," ucap Ramdan tak setuju. Ia bahkan berniat ingin mengumumkan kepada seluruh karyawan, rencana untuk menikahi gadis di depannya. Kenapa harus disembunyikan? baginya urusan Edy tak menjadi masalah. Toh Akira sudah memilihnya. Akan tetapi Akira bersikeras merahasiakan hubungan mereka. Akhirnya Ramdan mengalah dan berjanji bertemu kembali di luar jam kerja.
Part 33. Dinner Time Setelah melaksanakan solat magrib, Akira tertegun si depan cermin lemari pakaiannya. Menatap penampilannya malam ini. Berbeda dari hari-hari biasanya, kali ini ia mengenakan baju gamis berwarna biru muda dengan jilbab senada. Lalu memoleskan bedak tipis ke pipi dan lipgloss merah muda di bibir. Jantungnya berdegub kencang, perasaannya bercampur antara rasa senang dan khawatir, karena pria yang akhir-akhir ini banyak mengisi hari-harinya akan menjemput dan mengajak ke suatu tempat. Ini pertama kalinya ia mau memenuhi ajakan seseorang lelaki untuk keluar malam, di luar jam kerja. Karena itu ia meminta Meta menemaninya. "Kira-kira diajak jalan kemana ya?" pikir Akira. Sambil menunggu Ramdan menjemput, Akira menghubungi kakaknya-Sari. Ingin mengabarkan soa
Part 34 Sakit HatiSatu Jam Sebelumnya Sore itu, Edy sengaja pulang lebih awal dari tempatnya bekerja. Sebab, pria itu berencana ingin menemui Akira di kos, sambil membawakan makanan favorit gadis berhijab itu. Dia pun berharap Akira mau memaafkan atas tingkah lakunya yang kurang baik belakangan ini. Pria itu kemudian melajukan kendaraannya sambil membayangkan Akira akan senang dengan hadiah yang dibawakannya. Namun saat tiba di persimpangan, Edy mendapati sebuah Pajero Hitam metalik masuk menuju kos Akira. Ya, tak salah lagi, kendaraan itu adalah milik Ramdan, pimpinannya di perusahaan. Seketika pikiran Edy berkecamuk. Perlahan pria itu kemudian menepikan kendaraan dari kejauhan sambil mengamati yang sedang terjadi. "Lho ngapain Ramdan ke kos Akira. Bukannya ini sudah di luar jam kerja?" tanyanya dalam ha