Kendra akhirnya menjawab panggilan telepon itu dengan suara seramah mungkin.
“Halo. Kendra, ya? Saya Aiden Erlangga. Masih ingat?” sapa suara bariton dari seberang sana setelah Kendra mengucapkan salam.
Tentu saja Kendra mengingat lelaki ini. Karena baru kemarin mereka diperkenalkan saat Aiden datang ke kantor Kendra. Lelaki ini adalah klien reguler The Matchmaker yang tidak berniat untuk mengikuti acara Dating with Celebrity.
Setahu Kendra, Aiden sudah bergabung dengan the Matchmaker sejak empat bulan silam. Tim psikologi The Matchmaker sempat menemukan kecocokan antara Aiden dengan dua orang klien lainnya. Namun ternyata tidak berhasil berlanjut ke mana-mana.
Mungkin karena pada dasarnya Aiden memang tak serius ingin mencari jodoh. Menurut bisik-bisik yang didengar Kendra, Aiden menjadi klien The Matchmaker karena bujukan Rossa yang sudah dikenalnya lumayan lama. Karena jika mengenal Aiden, tak disangsikan bahwa lelaki ini tidak aka
Maxim mengejutkan Kendra karena ternyata pria itu bisa bersikap lembut dan penuh perhatian padanya. Maxim bahkan mengajaknya ke Singapura. Meski tak mengutarakan tujuannya secara gamblang, Kendra paham alasan pria itu. Maxim tak ingin mereka berjauhan. Mungkin itu keinginan yang agak berlebihan, karena Maxim cuma pergi selama seminggu. Namun tetap saja membuat Kendra merasa senang dan bahagia.“Sabtu ini aku masih harus ke kantor. Minggu siang aku terbang ke Singapura. Kita masih bisa memanfaatkan hari Sabtu untuk pacaran. Setuju?” tanya Maxim saat mengantar Kendra ke halaman parkir.“Oke,” sahut gadis itu tanpa pikir panjang. “Aku akan datang ke sini. Aku juga masih harus bekerja walau mungkin hanya setengah hari saja.” Gadis itu berhenti di dekat mobilnya. “Tapi sampai Sabtu ini sepertinya aku tidak bisa menemuimu dulu. Pekerjaanku bertumpuk. Jadi, akhir pekan nanti kamu harus merindukanku,” katanya sambil memandang Max
Aiden adalah pria simpatik yang usianya sebaya dengan Maxim. Penampilannya santai dengan rambut melewati bahu yang diikat satu. Aiden bertubuh jangkung, berkulit sawo matang, serta memiliki tato di tangan kanan. Aiden jelas-jelas tergolong pria menawan karena wajahnya enak dipandang. Apalagi ditambah dengan sikap ramahnya.Saat lelaki itu datang, Aiden langsung menyapa semua orang. Dia juga membawa banyak makanan dari restorannya sendiri. Secara keseluruhan, mengingat prestasi restoran keluarganya yang cukup prestisius, Aiden adalah sosok yang sama sekali jauh dari kesan sombong. Bahkan para karyawati The Matchmaker yang sudah terbiasa melihat aneka sosok pesohor menawan mendatangi kantor mereka, antusias dengan kehadiran Aiden.“Jujur saja, Ken, saya sebenarnya tidak tertarik menjadi anggota biro jodoh semacam ini,” kata Aiden. Mereka sedang berada di ruang rapat berdua. Mumpung Aiden mampir, Rossa menugaskan Kendra membahas tentang kriteria perempuan yang
Mengobrol dengan Aiden ternyata mengasyikkan dan membuat betah. Hingga tak terasa waktu terus bergulir. Sebenarnya, Kendra ingin mengingatkan alasan utama mereka berada di ruang rapat itu, tapi dia tak mau dianggap kurang sopan. Jadi, gadis itu membiarkan Aiden dengan ringan bercerita tentang pekerjaan dan keluarganya.Untung saja kemudian pria itu menyinggung tentang kriteria calon pasangan yang diidamkannya. Aiden mengulangi semua poin yang diinginkannya, sementara Kendra mencocokkan dengan data di dalam tablet.“Saya suka perempuan berkulit sehat, tak peduli apa warnanya. Untuk usia, tentunya yang lebih muda dibanding saya, antara dua hingga lima tahun. Entah kenapa, sejak dulu saya tak pernah berhasil jika berhubungan dengan perempuan sebaya. Cantik atau tidak, itu relatif. Tinggi badan tak jadi masalah. Saya mungkin agak bawel untuk urusan pekerjaan. Bukan profesinya yang penting tapi saya lebih suka jika bertemu wanita karier yang sibuk. Karena saya b
“Kendra, boleh tanya sesuatu, tidak?” tanya Aiden tiba-tiba.“Silakan,” sahut Kendra.“Apa kamu pernah pengin ikut menjadi salah satu peserta untuk acara Dating with Celebrity ini?”Pertanyaan itu direspons Kendra dengan tawa geli dan gelengan kepala. Mendadak dia teringat Maxim yang pernah serius mengira dia akan mengikuti seleksi pra kencan untuk lelaki itu. Maxim yang sesumbar akan memilih Kendra karena sudah mengenal gadis itu ketimbang peserta lain yang sangat asing.“Kenapa?” desak Aiden lagi.Dulu, di depan Maxim, Kendra pernah bicara jujur tentang ketidaktertarikannya mengikuti acara berlabel perjodohan, apa pun kemasannya. Namun, tentu saja Kendra tak bisa melakukannya di depan Aiden. Tak hanya karena pria ini dan keluarganya adalah teman lama Rossa. Melainkan juga karena Kendra tak ingin mendapat penilaian negatif di depan kliennya. Hanya di depan Maxim dia bisa mengatakan apa pun t
Akhir pekan itu menjadi hari yang ditunggu-tunggu Kendra. Karena dia akan menghabiskan waktu bersama Maxim walau cuma beberapa jam. Pagi-pagi, Kendra harus mampir dulu ke kantornya. Dia harus mengikuti rapat yang digelar Rossa dan harus dihadiri oleh semua pegawai The Matchmaker.Sedianya, rapat itu digelar hari Senin yang lalu. Namun karena tiap orang memiliki banyak pekerjaan yang harus dituntaskan akibat menyiapkan lima episode spesial Dating with Celebrity, rapat pun ditunda.“Hari ini aku harus ke kantor dulu untuk rapat. Agak siang, sekitar jam sepuluh. Setelah urusan pekerjaan selesai, baru aku ke kantormu ya, Max,” kata Kendra via sambungan telepon.“Kamu nggak usah bawa mobil ya, Ken. Naik taksi online saja. Atau, perlu kujemput ke The Matchmaker?” Maxim memberi tawaran.“Tidak usah dijemput, Max. Mentang-mentang jadi pacarmu, lantas aku harus diantar jemput? Aku tidak mau berubah jadi cewek manja,&
“Aku memang beruntung sekali ya, Max. Punya pacar yang begitu istimewa sampai-sampai tidak bisa membedakan wangi jeruk dan bau keringat,” kelakar Kendra. Gadis itu berinisiatif melepaskan pelukan lebih dulu. “Aku mau ke toilet dulu, ya? Mau cuci muka. Supaya kalau kamu cium lagi, bau keringatnya sudah tidak dominan.”Maxim tertawa. “Mau kubuatkan susu?”“Duh, pacarku memang istimewa,” Kendra menepuk pipi kanan Maxim. “Terima kasih tapi tidak usah! Aku masih kekenyangan karena tadi ada banyak makanan enak saat rapat,” tolak gadis itu.Kendra berada di toilet selama hampir sepuluh menit. Dia benar-benar mencuci muka yang berminyak. Gadis itu juga membubuhkan bedak di wajahnya yang berkilat. Serta memulas lipstik di bibirnya. Kendra menyisir rambutnya yang lumayan berantakan. Dia baru meninggalkan toilet setelah merasa penampilannya sudah lumayan rapi.Suasana kantor Buana Bayi lumayan sepi hari itu
“Rahasia gelap apa? Aku tidak punya rahasia sama sekali, apalagi jenis yang gelap,” bantah Maxim.“Kamu tidak adil! Aku sudah menceritakan semua rahasia gelapku. Tapi kamu?” Kendra merengut. “Kamu tidak pernah membahas apa pun yang berkaitan dengan kehidupan pribadi. Itu sama sekali tidak adil, tahu!”Maxim tampak bingung. “Aku betul-betul tak punya rahasia untuk dibagi, Ken. Hidupku datar-datar saja, nyaris tak ada masalah berarti. Apalagi yang bisa dimasukkan ke dalam kategori skandal. Darien tuh yang punya banyak rahasia gelap.”“Aku tidak percaya! Bukan karena Darien itu aktor lantas sudah pasti hidupnya penuh skandal. Orang biasa juga banyak yang menjalani hidup yang tak biasa-biasa saja. Contohnya aku,” kata Kendra, enggan menyerah.Maxim tentu saja membela diri dengan gigih. “Aku tidak punya rahasia apa pun! Hidupku tidak menarik sama sekali, lurus-lurus saja. Alias membosankan. Kena
“Maxim! Kamu benar-benar menjengkelkan,” oceh Kendra dengan bibir cemberut.“Aku serius, Ken,” ulang Maxim. “Dijawab salah, tak dijawab lebih salah lagi,” keluhnya dengan suara tak berdaya. “Memang itu rahasia gelapku. Sudah ya, aku tak mau membahas masalah itu lagi dan malah bertengkar denganmu. Jawabannya sudah final.”Suara ponsel kembali terdengar, menginterupsi obrolan pasangan itu sekali lagi. Kali ini, gawai milik Kendra yang berbunyi. Ketika menatap nama yang terpampang di layar, Kendra mengernyit. Panggilan telepon itu berasal dari Aiden. Namun, meski keheranan, tetap saja dia tak mungkin mengabaikan panggilan itu.Seperti halnya Maxim tadi, Kendra pun bangkit dari sofa untuk berbicara dengan peneleponnya. Begitu Kendra menyapa, Aiden pun membalas dengan suara ramah. Lelaki itu mengawali perbincangan dengan permintaan maaf karena menelepon di hari libur.“Saya baru dapat info dari Mbak Rossa s
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k