“Kendra, boleh tanya sesuatu, tidak?” tanya Aiden tiba-tiba.
“Silakan,” sahut Kendra.
“Apa kamu pernah pengin ikut menjadi salah satu peserta untuk acara Dating with Celebrity ini?”
Pertanyaan itu direspons Kendra dengan tawa geli dan gelengan kepala. Mendadak dia teringat Maxim yang pernah serius mengira dia akan mengikuti seleksi pra kencan untuk lelaki itu. Maxim yang sesumbar akan memilih Kendra karena sudah mengenal gadis itu ketimbang peserta lain yang sangat asing.
“Kenapa?” desak Aiden lagi.
Dulu, di depan Maxim, Kendra pernah bicara jujur tentang ketidaktertarikannya mengikuti acara berlabel perjodohan, apa pun kemasannya. Namun, tentu saja Kendra tak bisa melakukannya di depan Aiden. Tak hanya karena pria ini dan keluarganya adalah teman lama Rossa. Melainkan juga karena Kendra tak ingin mendapat penilaian negatif di depan kliennya. Hanya di depan Maxim dia bisa mengatakan apa pun t
Akhir pekan itu menjadi hari yang ditunggu-tunggu Kendra. Karena dia akan menghabiskan waktu bersama Maxim walau cuma beberapa jam. Pagi-pagi, Kendra harus mampir dulu ke kantornya. Dia harus mengikuti rapat yang digelar Rossa dan harus dihadiri oleh semua pegawai The Matchmaker.Sedianya, rapat itu digelar hari Senin yang lalu. Namun karena tiap orang memiliki banyak pekerjaan yang harus dituntaskan akibat menyiapkan lima episode spesial Dating with Celebrity, rapat pun ditunda.“Hari ini aku harus ke kantor dulu untuk rapat. Agak siang, sekitar jam sepuluh. Setelah urusan pekerjaan selesai, baru aku ke kantormu ya, Max,” kata Kendra via sambungan telepon.“Kamu nggak usah bawa mobil ya, Ken. Naik taksi online saja. Atau, perlu kujemput ke The Matchmaker?” Maxim memberi tawaran.“Tidak usah dijemput, Max. Mentang-mentang jadi pacarmu, lantas aku harus diantar jemput? Aku tidak mau berubah jadi cewek manja,&
“Aku memang beruntung sekali ya, Max. Punya pacar yang begitu istimewa sampai-sampai tidak bisa membedakan wangi jeruk dan bau keringat,” kelakar Kendra. Gadis itu berinisiatif melepaskan pelukan lebih dulu. “Aku mau ke toilet dulu, ya? Mau cuci muka. Supaya kalau kamu cium lagi, bau keringatnya sudah tidak dominan.”Maxim tertawa. “Mau kubuatkan susu?”“Duh, pacarku memang istimewa,” Kendra menepuk pipi kanan Maxim. “Terima kasih tapi tidak usah! Aku masih kekenyangan karena tadi ada banyak makanan enak saat rapat,” tolak gadis itu.Kendra berada di toilet selama hampir sepuluh menit. Dia benar-benar mencuci muka yang berminyak. Gadis itu juga membubuhkan bedak di wajahnya yang berkilat. Serta memulas lipstik di bibirnya. Kendra menyisir rambutnya yang lumayan berantakan. Dia baru meninggalkan toilet setelah merasa penampilannya sudah lumayan rapi.Suasana kantor Buana Bayi lumayan sepi hari itu
“Rahasia gelap apa? Aku tidak punya rahasia sama sekali, apalagi jenis yang gelap,” bantah Maxim.“Kamu tidak adil! Aku sudah menceritakan semua rahasia gelapku. Tapi kamu?” Kendra merengut. “Kamu tidak pernah membahas apa pun yang berkaitan dengan kehidupan pribadi. Itu sama sekali tidak adil, tahu!”Maxim tampak bingung. “Aku betul-betul tak punya rahasia untuk dibagi, Ken. Hidupku datar-datar saja, nyaris tak ada masalah berarti. Apalagi yang bisa dimasukkan ke dalam kategori skandal. Darien tuh yang punya banyak rahasia gelap.”“Aku tidak percaya! Bukan karena Darien itu aktor lantas sudah pasti hidupnya penuh skandal. Orang biasa juga banyak yang menjalani hidup yang tak biasa-biasa saja. Contohnya aku,” kata Kendra, enggan menyerah.Maxim tentu saja membela diri dengan gigih. “Aku tidak punya rahasia apa pun! Hidupku tidak menarik sama sekali, lurus-lurus saja. Alias membosankan. Kena
“Maxim! Kamu benar-benar menjengkelkan,” oceh Kendra dengan bibir cemberut.“Aku serius, Ken,” ulang Maxim. “Dijawab salah, tak dijawab lebih salah lagi,” keluhnya dengan suara tak berdaya. “Memang itu rahasia gelapku. Sudah ya, aku tak mau membahas masalah itu lagi dan malah bertengkar denganmu. Jawabannya sudah final.”Suara ponsel kembali terdengar, menginterupsi obrolan pasangan itu sekali lagi. Kali ini, gawai milik Kendra yang berbunyi. Ketika menatap nama yang terpampang di layar, Kendra mengernyit. Panggilan telepon itu berasal dari Aiden. Namun, meski keheranan, tetap saja dia tak mungkin mengabaikan panggilan itu.Seperti halnya Maxim tadi, Kendra pun bangkit dari sofa untuk berbicara dengan peneleponnya. Begitu Kendra menyapa, Aiden pun membalas dengan suara ramah. Lelaki itu mengawali perbincangan dengan permintaan maaf karena menelepon di hari libur.“Saya baru dapat info dari Mbak Rossa s
“Kenapa begitu?” Kendra tak menutupi rasa herannya. Dia menautkan kedua alis sambil duduk di sebelah Maxim. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam tas karena tak mau benda itu tertinggal lagi. “Kamu tidak percaya padaku?” tanya Kendra lagi.“Sama sekali bukan karena itu. Aku cuma tak yakin Aiden hanya klien yang begitu tertarik pada jadwalnya saja. Aku lebih cemas kalau dia tertarik padamu,” sahut Maxim tanpa basa-basi. Pernyataan itu membuat Kendra melongo.“Dia klien yang peduli dengan jadwal. Mungkin karena dia sibuk dan punya setumpuk pekerjaan. Belum lagi Aiden itu kenal baik dengan Mbak Rossa. Dia jadi klien The Matchmaker dan sekarang ikutan Dating with Celebrity pun karena didesak Mbak Rossa. Kurasa, kalau dia sekarang mencari tahu jadwalnya dengan detail, ya karena itu,” urai Kendra. “Apalagi, Mbak Rossa selalu minta dia untuk menghubungiku untuk informasi detailnya. Mau tak mau, Aiden meneleponku
Setelah meninggalkan kantor Buana Bayi, mereka menuju salah satu mal terdekat untuk menonton di bioskop dan makan malam. Kendra sempat menggoda Maxim, meminta izin pada lelaki itu untuk menyetir, tapi ditolak mentah-mentah.Selama berjam-jam ini, Kendra begitu menikmati waktunya bersama Maxim. Hubungan mereka jauh lebih baik dibanding dulu. Adu mulut yang kadang dirindukan Kendra itu, sudah menurun drastis persentasenya. Maxim yang sekarang lebih bisa menahan diri. Itu poin yang positif, kan?“Besok kamu naik pesawat jam berapa, Max?” tanya Kendra saat mereka baru selesai makan malam. Setelah ini, mereka akan menonton film di bioskop.“Jam sepuluh. Kenapa? Kamu mau mengantarku ke bandara?” tebak Maxim, sok tahu. “Kalau iya, sebaiknya tak usah. Aku akan baik-baik saja dan kamu tak perlu mencemaskanku.”Kendra tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. “Aku tidak mencemaskanmu. Besok aku ingin istirahat seharian di
Bertemu dengan Judith dan teman-temannya bukanlah hal yang diinginkan Kendra. Baik di alam mimpi apalagi dunia nyata. Gadis itu bahkan sudah tak terlalu mengingat tentang pertemuan dan perbincangannya dengan Judith. Setelah resmi memacari Maxim, Kendra dan sang kekasih -bisa dibilang- melupakan Judith. Meski sesekali Kendra masih menyebut namanya untuk menggoda Maxim.Namun tak dinyana, kali ini mereka malah berdiri berhadapan. Ekspresi dingin Judith saat melirik Kendra, sudah menjelaskan banyak hal. Perempuan itu tentunya tak menyukai apa yang dilihatnya saat ini. Kendra bukannya tak mencoba menyapa dengan sikap seramah mungkin, tapi cuma ditanggapi dengan senyum samar yang nyaris tak terlihat.“Hai, Judith. Kabarku baik. Bagaimana denganmu? Semoga sehat selalu, ya.” Maxim akhirnya bersuara sembari mengangguk sopan. Lelaki itu menoleh ke kiri sekilas untuk menatap Kendra. “Kamu sudah pernah bertemu pacarku, kan?” tunjuk Maxim ke arah kiri.
Kendra menarik napas luar biasa lega karena Maxim memilih untuk tidak memberi penjelasan panjang lebar. Untuk apa? Tidak akan ada gunanya. Menjauh dari Judith dan teman-temannya adalah keputusan bijak.“Ayo pergi dari sini. Orang-orang ini membuatku muak,” komentar Maxim dengan suara rendah.Lelaki itu memeluk pinggangnya saat mereka meninggalkan Judith dan teman-temannya yang bergaya. Kendra bukannya tak bisa membela diri, tapi dia senang karena Maxim sudah melakukannya. Dia tak ingin berlindung di balik sang kekasih. Namun di sisi lain, Kendra juga tak ingin masalah bisa semakin panjang jika dia membuka mulut. Apalagi saat gadis itu mendadak teringat hubungan antara Judith dengan Rossa. Tampaknya, ini bisa menjadi bumerang yang mungkin saja akan merugikan posisi Kendra.Kecemasan Kendra mendadak berlipat ganda. Mengingat dekatnya hubungan Rossa dan Judith, paling tidak menurut informasi dari Neala. Bisa dibilang, mirip dengan relasi antara Rossa de
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k