Share

Mimpi buruk

Seorang wanita tengah bercumbu mesra dan bermain panas dengan seorang pria di sebuah hotel. Mereka berdua saling meluapkan hasrat seksnya dibalik king bed yang megah. Suara nafsu menggema diruangan tersebut dan keduanya begitu menikmati percintaan mereka yang panas dan menggelora hingga keduanya tiba-tiba berhenti melakukan aktivitas panas tersebut ketika pintu kamar mereka dibuka paksa oleh beberapa orang dan alangkah terkejutnya wanita tersebut ketika melihat siapa yang mendobrak pintunya.

"Karel..."

Karel terbangun dari tidurnya, lagi-lagi mimpi buruk itu datang kepadanya. Ia beranjak dari tempat tidurnya menuju dapur untuk mengambil segelas air. Karel merasa haus dan frustasi mengingat mimpi yang menyakitkan itu, tentang bagaimana sosok wanita didalam mimpinya yang tidak lain dan tidak bukan adalah mantan istrinya, Febe. Kejadian dimana Karel menangkap basah Febe berselingkuh dengan pria lain membuat rasa trauma yang mendalam hingga terbawa mimpi. Meskipun pada akhirnya ia memutuskan untuk bercerai, nyatanya bayangan perbuatan zinah mantan istri membuatnya sangat stress bahkan beberapa bulan terakhir menyerahkan pekerjaan kepada Andreas dan memilih untuk menenangkan dirinya dengan jalan-jalan ke luar negeri dan sering melakukan konsultasi dengan psikolog. Meskipun ia tidak mendapat support dari keluarga yang sudah mengetahui kejadian ini dan memilih melakukan tindakan menutup mulut media dengan sejumlah uang agar nama keluarganya tidak tercemar, Karel setidaknya jauh lebih lega dan menganggap keluarganya peduli meskipun hanya ingin berniat melindungi citra keluarga saja. Kehadiran sahabatnya yaitu Alfa, Andreas, dan Kath sudah cukup membuatnya merasa mendapat support terhadap mentalnya. Waktu menunjukkan pukul dua pagi ketika Karel terbangun dari tidurnya karena mimpi tersebut. Ia kemudian melanjutkan tidurnya di sofa yang ada di ruang tengah apartemennya dan memilih untuk menonton tv membiarkan suara di tv menghipnotisnya untuk tertidur kembali.

Viona sibuk berkelut dibalik monitor besar yang terpampang di meja kerjanya. Siang ini moodnya sangat buruk karena dihadapkan dengan banyaknya tugas kantor yang dibebankan atasan. Bagaimanapun juga, sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang auditor untuk merekap dan menganalisa laporan anggaran perusahaan. Meskipun berat karena  peak season seperti ini dan para pekerja tidak memiliki jam tidur yang cukup hingga subuh dan bahkan ada yang memilih untuk bermalam dikantor, akan tetapi gaji yang didapatkan seorang auditor sangatlah fantastis hingga kisaran puluhan juta perbulan. Hal ini yang membuat Viona tetap berusaha banting tulang demi membahagiakan orang tuanya dan mengejar impiannya menjadi orang kaya, ya hanya itu yang dipikirkannya.

"Gimana Vi hasil audit kamu?" Tanya Maya, teman sejawatnya di kantor yang juga merupakan seorang auditor. "Baru 35% direkap, May." Balas Vio sembari sibuk berkutik dengan excel di monitornya. "Buset 35% berapa lama lo selesainnya? kok gak tipes sih? gue aja baru 15% itupun udah dua minggu masih ngestuck."

"Ck, makanya jangan malas. Gue kerjain ini dalam seminggu!"

"What? seminggu?."

"y."

Maya sangat terkejut mendengar penuturan Vio bagaimana cekatannya dia mampu mengerjakan audit dalam seminggu, tiga puluh lima persen dalam seminggu adalah rekor yang sangat luar biasa. "Lo gak sakit kan? lo udah makan? lo gak papa kan?" Tanya Maya sambil memegang wajah Vio memastikan sahabatnya tidak dalam keadaan drop. Vio yang merasa sensitif jika kulitnya disentuh berusaha menghindar dari Maya. "Maya apaan sih geli banget, gue fine aja kok. Emang sengaja menyibukkan diri gue." 

"Loh kenapa?."

"Gak, lagi pengen sibuk aja, gue juga mau ngejar target."

"Target nikah ya?"

"Apaan sih bacot banget!"

Maya tergelitik melihat raut wajah Vio yang langsung berubah ketika disinggung soal pernikahan. Vio sendiri sangat sensitif jika ditanya soal pernikahan. Entahlah, dilingkungan kantor perihal percintaan orang-orang tidak sering mengungkitnya hanya saja jika ada yang menjalin hubungan dengan teman sekantor tentu saja akan menjadi bahan omongan bukan. Hal itu dirasakan juga oleh Vio soalnya dirinya sempat dikabarkan menjalin hubungan dengan managernya sendiri di kantor yaitu Rivan dan hal tersebut menyebar menjadi desas desus dikantor. Meski keduanya sudah mengklarifikasi tidak memiliki hubungan spesial namun tetap saja beberapa kali ia sering digoda oleh teman kantornya yang lain sehingga membuatnya frustasi terlebih jika ada yang menanyakan apakah ia dan Rivan akan menuju jenjang lebih serius. Rasanya tidak dikantor dan dirumah kepala Vio ingin pecah mendengarkan kata keramat tersebut.

                                                            ********************

Setelah 3 hari di Bali, Karel kembali ke Jakarta untuk mengurus pekerjaannya. Ini adalah kedatangan perdana Karel ke Jakarta kembali untuk menduduki jabatannya sebagai CEO setelah kurang lebih hampir 5 bulan memilih untuk menenangkan diri ke luar negeri pasca bercerai dan menyerahkan perusahaannya sementara kepada Andreas sampai Andreas melangsungkan pernikahannya. Sejak tiba di Jakarta sehari sebelumnya, Karel tidak langsung pulang ke rumah, melainkan ia memilih untuk tinggal di apartementnya beristirahat sembari mempersiapkan mental untuk menemui kedua orang tuanya.

Karel menghela nafas dan hanya fokus memandangi jendela mobil karena saat ini ia sedang berada dalam perjalanan pulang kerumahnya. Atas permintaan orang tuanya, ia dijemput oleh Pak Banyu yang merupakan sopir keluarga Winata. Keadaan sepanjang jalan menuju rumah terasa hening, hanya sesekali suara Pak Banyu berdeham membuat irama. "Pak, mama papa saya ada dirumah?" Tanya Karel memecah keheningan. "Iya den, Nyonya sama Tuan ada dirumah, anu karena den Karel balik jadi Nyonya bikin jamuan makan malam khusus buat den Karel." Karel hanya bergumam mengerti mendengar jawaban Pak Banyu namun sepertinya Karel cukup muak dan sedikit menyesal ketika Pak Banyu mengatakan bahwa akan ada jamuan makan khusus untuknya dari sang mama. Kini Karel telah sampai dirumah yang sangat besar dan luas tersebut, terlihat seperti mansion ketimbang sebuah rumah. Karel turun dari mobil mengalungkan jas hitam mahalnya ditangan dan berjalan membawa koper kecilnya meskipun Pak Banyu menawarkan untuk dibawakan. Karel hanya meminta Pak Banyu membawakan koper yang sedikit lebih besar yang ada di bagasi. Langkah demi langkah Karel menginjakkan kaki menuju pintu berukir dari kayu gaharu tersebut dan tiba-tiba saja pintu itu terbuka seolah sudah menunggu kedatangannya. Pintu itu dibuka oleh dua pelayan yang sudah menanti kedatangan Karel. Ia kemudian berjalan diikuti oleh dua pelayan barusan dan langkahnya terhenti diruang tengah yang megah dan besar membuat pelayan yang mengikutinya ikut berhenti.

"Ck, kenapa ngekor?" Tanya Karel dengan nada ketusnya, tidak suka jika diikuti.

"Mma-maaf Tuan, sudah menjadi tugas kami jika Tuan perlu bantuan atau mau meminta sesuatu." Jawab salah seorang pelayan disitu.

"Mama sama papa dimana?"

"Tuan dan nyonya Winata sudah menunggu tuan muda diruangan rekreasi lantai 3."

Karel lagi-lagi menghela nafas panjang. Daripada risih diikuti oleh para pelayan, ia akhirnya meminta mereka untuk membawakan jas serta tasnya ke dalam kamar pribadinya. Setelah pelayan pergi ia kemudian melangkahkan kakinya menuju lift untuk ke ruang rekreasi menemui kedua orang tuanya. Rasanya seperti dirinya memang sudah diawasi, pintu ruang rekreasi tiba-tiba terbuka sendiri meskipun tidak ada pelayan yang membukanya. Memang pintu tersebut adalah pintu sensorik otomatis yang akan terbuka sendiri jika merasakan kehadiran orang yang ingin masuk kedalamnya. Karel masuk kedalam ruangan rekreasi yang memiliki dua lantai  tersebut yang dimana penuh dengan ornamen-ornamen klasik khas renaisans, lukisan-lukisan klasik lokal maupun eropa di abad pertengahan, hingga furniture mewah dengan motif yang klasik dari kayu gaharu dan jati menjadikan ruangan rekreasi ini terkesan antik. Ruangan ini cukup besar dan berisi perpustakaan kecil, ruangan kerja, mini theater, hingga permainan keluarga seperti table hockey dan table football dan beberapa alat musik seperti gittar, saxophone, dan keyboard menghiasi ruangan tersebut.

"Halo anakku."

Suara lembut itu berasal dari lantai dua ruang rekreasi. Seorang wanita parubaya berusia 50 tahunan turun melalui anak tangga spiral. Dengan dress hijau tosca bermotif yang elegan wanita tersebut berjalan dengan anggun dan perlahan mendekati anak tercintanya tersebut. Dia adalah Novelia Winata, Ibu kandung dari Karel. "Anakku akhirnya ingat pulang juga." Tuturnya membelai wajah putra tampannya yang sudah sangat ia rindukan sejak lama. "Mama sehat?" Balas Karel memeluk mamanya dengan erat.

"Ya sehat, terlebih-..."

"Gimana surat perceraianmu?"

Suara bariton yang penuh dengan tekanan menggelegar di ruangan tersebut. Seorang pria parubaya dengan coat abu yang mewah turun melalui tangga lantai dua ruangan rekreasi. Dialah ayah Karel, suami dari Novelia, Francolius Adi Winata. Tatapan Karel yang sedikit teduh, tiba-tiba berubah menjadi rasa emosi mendengar perkataan dari sang ayah yang kini menatapnya angkuh. Menyadari hal tersebut Novelia berusaha melerai keduanya karena hubungan ayah dan anak sudah lama memang tidaklah baik.

"Sudah, saya sudah urus semuanya. Saya dan Febe resmi bercerai."

Tatapan tajam dari Franco tidak membuat Karel takut hanya saja dia semakin dendam menatap wajah angkuh ayahnya. "Cih, masih ingat rumah ternyata." Franco kemudian keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Karel dan Novelia yang masih didalam namun sesaat langkah kakinya terhenti diambang pintu dan menoleh ke arah anaknya.

"Mari kita makan malam."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status