Share

Antara sadar diri dan berharap

Jadwal peak season bagi seorang auditor memang sangatlah melelahkan dan hal itu juga yang dirasakan oleh Vio. Dia merasa bahwa peak season kali ini adalah yang terberat untuknya. Bayangkan saja selama seminggu berturut-turut Vio memilih untuk tinggal dikantor, memesan gofood hanya dimalam hari untuk stok makan malam dan cemilan, mandi dikantor, hingga baru bisa tidur di jam 3 pagi dan harus bangun lagi di jam 5 pagi. Sungguh waktu yang bisa dia pakai istirahat sangatlah terbatas tapi bukan berarti tidak ada kesempatan untuk istirahat. Seperti saat ini, di Selasa pagi yang ceria, Vio bisa beristirahat di ruang istirahat khusus pegawai dikantornya lantaran mengerjakan hasil audit selama seminggu  membuat mental dan fisiknya lelah. Sebagai hadiah dari atasannya, Vio diberi kesempatan untuk beristirahat selama 3 hari berturut-turut untuk membantu mengurangi tekanan dan kelelahan yang dia hadapi. Hal tersebut membuatnya temannya iri.

"Ck, enak bener Vio disayang bu bos." Tutur Maya dengen bibir yang sudah maju lima centimeter karena cemburu melihat Vio diperlakukan istimewa oleh bosnya. Kini Vio dan Maya sedang berada diruang istirahat untuk berbaring sejenak memanfaatkan waktu yang ada. "Yaelah, kayak lo gak dapat aja nanti may, may" Ujar Vio yang merasa bingung apa yang perlu dicemburui dari dirinya. "Lagipula ini pasti akal-akalan bu bos aja ngasih trial 3 hari buat gue istirahat tanpa kerja lembur bagai kuda, soalnya sehari setelah trial gue ini kan laporan pertanggung jawaban bakal dilaksanakan seperti yang dia lakuin sama karyawan sebelumnya. Apa gak puyeng tuh gue sebentar." Sambungnya. Maya hanya mengangguk paham karena apa yang dikatakan Vio memanglah benar. Bosnya akan memberikan trial kepada siapa saja karyawan yang sangat memuaskan hasil kerjanya di peak season ini yang sebenarnya bertujuan mengisi tenanga sebelum digempur habis-habisan dalam rapat Laporan Pertanggung Jawaban. Tidak semua pegawai mendaptkan kesempatan ini meskipun sifatnya trial maka hal ini yang membuat Maya sedikit cemburu dan merasa iri Viona mendapatkan trial tersebut. " Gak usah iri deh May, gue cuman trial. Orang-orang disini yang dapat jatah trial berarti dia yang kepilih ikut rapat tahunan laporan ini jadi please stop iri. Lo habis ini bakal tidur nyenyak seminggu." Ujar Vio meyakinkan Maya.

"Vi," Panggil Maya.

"Apa?" Jawab Vio. "Menurut lo, kita bakal sanggup bertahan gak kerja diperusahaan ini?" Tutur Maya yang membuat Vio mengernyitkan dahinya karena suasana yang tiba-tiba menjadi mellow menurutnya. "Cowok di divisi mana lagi yang menyakitimu May?" Jawab ceplos yang membuat Maya mencubit pinggang Vio membuat yang empunya kesakitan. "Sakit tolol." Ucap Vio.

"Lo sih diajak serius lo gak bisa. Ini itu udah bener-bener serius gue ngomongnya."

"Ck, kita baru jadi kartap setahun ya. Nyari kerja susah. Gue sih sebelum jadi kartap pasti lo tahu kita itu susah banget awal-awal. Sering dikerjai senior, dikasih tugas gak ngotak, dituntut ini itu. Untungnya sih dikasih Management Trainee, at least kita bisa survive karena punya basic. Kata gue mah mending banting tulang nangis darah pas kerja dari pada banting tulang nangis darah pas nyari kerja. Kita digaji iya, fasilitas iya tapi pressure tetap imbang."

"Jadi menurut lo, lo bisa survive?"

"Ya bisa untuk beberapa tahun kedepan, kalau nemu kerjaan yang lebih cocok dan menjanjikan, gue bakal resign."

Maya mengangguk paham. Kedua orang itu kemudian menceritakan banyak hal didalam ruangan tersebut menikmati satu jam waktu istirahat yang didaptkan sebelum Maya kembali harus mengerjakan bagiannya dan Vio yang tidak perlu khawatir harus lanjut bekerja karena sudah diberi privillege selama 3 hari kedepan. Waktu ini akan dimanfaatkan dia untuk mengisi tenaga sebelum digempur cercaan atas habis-habisan.

Drrtttt...

Handphone Vio berbunyi, ia kemudian mengambil handphone yang terletak diatas meja tempat ia berbaring dan melihat sebuah notifikasi panggilan masuk dari sang mama. Tanpa basa-basi, Vio kemudian menekan tombol jawab di benda pipih tersebut.

"Halo ma," Sapa Vio dengan ramah.

"Hai sayang, kamu dimana?" Tanya mamanya diseberang sana.

"Di kantor lah ma, dimana lagi coba."

"Loh kamu gak balik ke apart kah? bukannya kamu bilang dikasih jatah istirahat sama atasan kamu?"

"Iya, tapi aku masih mager pulang jadi aku ada di restroom buat isi tenaga dulu habis itu balik apart."

"Udah makan kamu?"

"Belum ma."

"Loh, loh. Kalau gitu mama kirimin makanan ya, mama ada masak tumis tempe tahu kesukaan kamu sama cah kangkung, nanti mama antar ke apart kamu pakai ojol. Habis ini siap-siap balik aja."

"Okay, makasih mama."

Sambungan itu kemudian terputus. Vio menarik nafas panjang, ia kelihatan sangat lelah setelah hampir 3 minggu lamanya berkelahi dengan audit. Beberapa minggu terakhir, ia hanya makan dua kali bahkan sehari saja yang membuat dirinya sempat dimarahin habis-habisan oleh mamanya karena tidak memperhatikan jadwal makannya. Tapi sepertinya tubuh Vio ini kebal sehingga teman-temannya pun takjub selama beberapa minggu dirinya tidak makan teratur, Vio tetap saja sehat bugar dan belum pernah drop hingga harus di opname dirumah sakit perkara tidak makan teratur atau kelelahan berlebih. Hanya saja ia sering merasa letih, lesu, dan pegal sehingga Vio hanya perlu minum vitamin dan memakai koyo untuk meredakan sakitnya. Ia kemudian beranjak dari sofa bed, kemudian bersiap-bersiap merapihkan barangnya untuk pulang menuju apartemennya dan menanti masakan rumah yang dibuat mamanya sepenuh hati yang sudah sangat dirindukannya selama hampir sebulan ini.

Vio saat ini sudah berada di lift menuju lobby. Saat ia menunggu, ada seseorang yang memanggilnya dari arah lain yang membuatnya menoleh ke arah sumber suara tersebut dan ternyata orang yang memanggilnya adalah,

"Loh, Pak Rivan." Ujar Vio sedikit tersentak kaget melihat siapa yang memanggilnya.

"Hai Viona, kamu sudah mau balik?" Tanya pria berkacamata bernama Rivan tersebut. Rivandra Adinata adalah manager ditempat Vio bekerja dan mereka cukup akrab karena setahun sebelumnya, dialah mentor Vio pada saat pelatihan pegawai dan sempat bekerja sama dengan dirinya di divisi yang sama sebelum akhirnya ia naik jabatan menjadi general manager. "Iya Pak, saya sudah mau balik. Bapak sendiri mau kemana?" Saat Vio menanyakan hal tersebut, Pintu lift baru saja terbuka sehingga ia bersama Rivan kemudian masuk kedalam lift. "Saya mau makan, kamu makan bareng sama saya?" Vio membelalak kaget ketika Rivan mengajaknya makan yang kemudian membuat Vio terlihat memasang ekspresi bingung entah harus menjawab apa. Rivan hanya terkekeh melihat wajah Vio yang terlihat antara salting dan bingung mau menjawab ajakannya hingga tanpa sadar keduanya sudah sampai di lobby. Rivan kemudian keluar terlebih dahulu disusul oleh Vio yang masih terlihat sedikit canggung. Langkah Vio terhenti ketika Rivan mengatakan sesuatu kepadanya sebelum ia pergi meninggalkan Vio menuju kantin karyawan.

"Saya gak ada maksud apa-apa kok Vi, maksud saya kalau kamu belum makan kita sama-sama ke kantin. Kamu jangan berpikiran aneh-aneh ya." Ujar Rivan dengan senyum manisnya menatap Vio, pria blasteran Chinese tersebut membuat muka Vio tiba-tiba saja memerah memikirikan bahwa tujuan Rivan bukanlah seperti yang ia bayangkan. Memangnya apa yang terlintas dibenaknya ketika Rivan mengajaknya makan tadi?

"Eh enggak kok Pak, maaf saya gak bermaksud. Saya kebetulan hari ini sudah diantarkan makanan sama mama di Apartement, jadi saya pulang lebih awal karena sudah gak ada kerjaan tambahan lagi dari atasan saya, tinggal persiapkan diri ikut rapat 3 hari lagi." Jawab Vio sedikit tergagap sambil menahan rasa malunya.

"Oke Viona, good luck yah dan hati-hati dijalan." Rivan kemudian berjalan meninggalkan Vio dengan kedua tangannya mengantongi saku jalannya ditambah cara jalannya yang masukulin membuat Vio terpesona. Pesona pria matang dengan body besar dan kekar membuat kaum hawa jatuh cinta kepada pesona Rivan tersebut termasuk Vio. Tapi sepertinya Vio lebih ke sadar diri untuk bisa jatuh cinta kepada Rivan mengingat saingan untuk mendapatkannya adalah wanita-wanita kelas atas yang memiliki posisi yang setara dengan Rivan atau setingkat diatasnya dan dirinya hanyalah karyawan biasa yang banting tulang mencari rezeki menjadi auditor yang tidak kenal tidur tepat waktu dengan wajah kusamnya satu hari mengahdap layar LCD komputer besarnya setiap hari. Vio menghela nafas panjangnya sebelum akhirnya keluar dari kantor menuju apartemennya dengan memesan ojol.

Di lain tempat, Karel sedang sibuk menandatangani berkas-berkas yang sudah lama menumpuk di meja kerjanya. Meskipun selama empat bulan terakhir ada Andreas yang mengurus kantornya, tetap saja Andreas tidak memiliki tanggung jawab untuk menandatangani berkas-berkas penting yang harus membubuhkan tandatangan CEO sehingga membuat Karel pening dan merasa dahinya nyeri melihat berkas yang banyak yang harus ia tandatangani satu persatu. Saat sibuk berkelut dengan dokumen, tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka menampakkan Alfa yang datang dengan santa menenteng americano di kedua tangannya.

"Minimal ada etika sama sopan santun." Ujar Karel dengan ketus. Singkat, padat, dan menyakitkan terdengar namun bagi Alfa itu hanya gurauan semata dan justru ia hanya menatap Karel dengan cengengesan. "Ck, emang orang kaya lo juga ada sopan santun?" Karel menatap nyalang sahabatnya itu yang membuat Alfa sedikit ketakutan melihatnya. "Maaf." Sambungnya sambil menyodorkan americano yang ada ditangannya yang memang ia niatkan untuk diberikan kepada Karel satu dan dirinya satu. Karel hanya berdecih dengan sogokan kecil dari Alfa yang membuat Alfa hanya terkekeh melihatnya.

"Gimana bokap lo?" Tanya Alfa hati-hati membuka percakapan yang sedikit intens.

"Biasa, semena-mena lagi. Gilanya kambuh tu orang." Jawab Karel ketus. 

"Disuruh nikah lagi lo?"

Karel hanya berdeham membuat Alfa hanya bisa tertawa. Menurutnya Karel sekeluarga adalah orang-orang yang sangat unik. Semakin unik melihat bagaimana kesuksesan keluarga Karel dalam berbisnis adalah dengan melakukan pernikahan kontrak dengan perusahaan atau keluarga berpengaruh dalam jangka waktu tertentu sebelum akhirnya berpisah sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. Sedikit gila, namun nyatanya hal itu berhasil membangun raksasa bisnis keluarga besar Karel hingga sekarang. Pernikahan kontrak seperti ini akan berlangsung tergantung keuntungan yang didapatkan kedua belah pihak. Jika semakin untung laba bisnis kerjasamanya, makan pernikahan itu akan bertahan lama dan tiap tahunnya perjanjian pernikahannya akan diperbaharui bahkan dalam kasus kedua orang tua Karel, pada akhirnya baik Franco ataupun Novelia keduanya menikah tanpa landaskan cinta. Namun karena kedua keluarga yang sangat berpengaruh, terlebih keluarga Novelia adalah keluarga old money pemilik bank terkemuka membuat kehidupan pernikahannya dengan Franco awet selama 34 tahun hingga melahirkan pemuda tampan dan berkharisma seperti Karel. Entahlah bahkan Karel tidak mengetahui apakah ayah dan ibunya akhirnya bisa saling mencintai sekarang lalu kemudian ia harus mengikuti jejak ayahnya yang menjijikkan untuk bisa mengembangkan ekspansi bisnis keluarganya.

"Lo harus bekerja keras sampai warisan kakek lo sepenuhnya milik lo." Ujar Alfa sembari menyesap americanonya. "Jangan biarkan kudusnya pernikahan ternodai gara-gara bisnis." Sambungnya

"Cih, gue juga tahu. Gue perlu selangkah lagi terbebas dari semua ini dan bakal gue dapat kembali warisan itu."

"Habis itu, kalau lo dapat semuanya apa yang akan lo lakukan?"

Karel tidak menjawab, matanya teralihkan pada sebuah bingkai foto yang retak yang masih tersimpan di atas meja kantornya yang diletakkan diatas tumpukan beberapa dokumen. Mata Alfa ikut memandang arah mata Karel yang kemudian Alfa berjalan mendekat kearah benda tersebut. Ia mengambil bingkai itu dan melihat secara teliti foto dibalik bingkai yang sudah retak tersebut.

"Lo masih mengharapkan Febe ya?"

"Selalu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status