Share

Bab 4

last update Last Updated: 2023-12-21 17:28:02

Zahra diam, tak langsung menanggapi pertanyaan Zyan. Gadis itu juga mengalihkan pandangan ke depan. Dia tak habis pikir dengan apa yang dilontarkan oleh bosnya itu. Pernikahan kontrak? Seperti di novel-novel yang sering dia baca saja.

“Kenapa diam? Kamu tidak setuju?” Zyan menaikkan sebelah alisnya seraya menoleh pada sekretarisnya.

“Menikah itu ikatan yang suci, Pak. Perjanjian dengan Allah, tidak hanya dengan manusia. Kita tidak boleh mempermainkannya,” sergah Zahra. Menolak dengan tegas ide gila CEO di tempatnya bekerja itu.

Rahang Zyan mengetat, tidak sependapat dengan jawaban sang sekretaris. “Terus maumu apa? Kita benar-benar menikah?” timpalnya dengan kesal.

“Sama seperti jawaban saya tadi. Saya tidak mau menikah dengan Bapak,” tegas Zahra. Meskipun berhutang budi pada Zyan, dia tetap tidak mau mengorbankan masa depannya demi ambisi sang bos.

Pria berusia 32 tahun itu mengembuskan napas kasar. Bagaimanapun dia harus menikah dengan Zahra agar tidak kehilangan warisan. Karena itu Zyan harus bisa mengambil hatinya. “Aku akan menaikkan gajimu dua kali lipat dan memberikan apa pun yang kamu mau asal mau nikah kontrak denganku,” bujuknya kemudian.

Zahra tersenyum tipis. “Tawaran Pak Zyan sangat menarik. Tapi maaf, saya sama sekali tidak tertarik.”

“Serius, kamu sama sekali tidak tertarik?” Zyan tidak mau percaya begitu saja. Wanita mana yang tidak tertarik dengan harta?

“Saya serius, Pak.” Gadis berhijab itu kembali menegaskan sikapnya.

Zyan mengeratkan genggamannya pada kemudi. Kalau sampai Zahra tidak mau menikah dengannya, dia akan menggunakan berbagai macam cara untuk membuat sekretarisnya itu setuju. Pekerjaan rumahnya sekarang mencari siasat agar Zahra dengan sukarela mau menjadi istrinya, walau hanya untuk sementara.

Setelah itu, tak ada lagi yang bersuara sampai mereka tiba di rumah orang tua Zahra. Setelah mengucapkan terima kasih, gadis berhijab itu turun dari mobil mewah milik sang pimpinan.

Saat itu di jalan depan rumah Zahra ada mobil putih yang berhenti di sana. Entah milik siapa, Zyan tidak peduli dan tidak berniat mencari tahu. CEO itu langsung melajukan lagi kendaraannya meninggalkan tempat tersebut.

Zahra melangkahkan kaki masuk ke halaman. Dari sana dia bisa mendengar suara ribut dari dalam rumah. Gadis itu kemudian mempercepat langkahnya agar tahu apa yang sedang terjadi.

“Apa? Mau minta kelonggaran waktu lagi? Tidak bisa! Aku sudah berbaik hati memberi perpanjangan waktu satu bulan. Itu sudah lama, biasanya hanya satu minggu,” teriak seorang pria bertubuh tambun yang duduk di hadapan Umar, ayah Zahra.

“Tolonglah, Pak Binsar. Saya mohon. Kami masih mengusahakan menjual tanah di desa.” Umar sampai mengatupkan kedua tangan demi memohon pada rentenir yang sudah meminjamkan uang padanya.

Pria dengan perhiasan emas di leher, tangan, dan jarinya itu menggeleng. “Pokoknya tidak bisa! Bayar utangmu sekarang, atau tanah ini jadi milikku!” tegasnya.

“Ada apa ini?” tanya Zahra begitu masuk ke rumah. Dia memandang Umar dan Binsar dengan tatapan heran.

Pria bertubuh tambun itu terkejut kala melihat seorang gadis cantik masuk ke rumah. “Siapa dia?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari Zahra. Matanya awas memindai gadis berhijab itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

“A-nak saya, Pak,” jawab Umar dengan terbata-bata.

“Boleh juga anakmu,” ucap Binsar sambil tersenyum menyeringai.

“Yah, ada apa ini sebenarnya?” Zahra mengulang pertanyaannya karena sejak tadi belum mendapat jawaban.

“Duduk sini dulu, Cantik. Abang akan jelaskan.” Binsar tiba-tiba bersikap lembut pada Zahra hingga membuat gadis itu merasa jijik.

“Anda, siapa? Kenapa membentak-bentak ayah saya?” tanya Zahra tanpa mengindahkan permintaan sang rentenir.

“Ayahmu punya utang 300 juta sama aku. Hari ini jatuh temponya, jadi aku datang menagih. Tapi ayahmu tidak tahu diri. Malah minta waktu lagi, padahal sudah kuberi kelonggaran,” jelas Binsar sambil terus memandang gadis itu.

“Ap—pa? Tiga ratus juta?” Netra Zahra membola, terkejut mendengar jumlah uang yang disebutkan oleh rentenir itu. Nominal yang jelas sangat besar untuknya dan keluarganya. Kalaupun semua gajinya dikumpulkan, butuh waktu beberapa tahun baru bisa mencapai jumlah tersebut.

Zahra kemudian menoleh pada Umar. “Apa benar, Yah?”

Umar pun mengangguk. “Benar, Ra. Maafkan ayah,” ucapnya penuh sesal.

“Lantas kalau tidak bisa membayar, apa konsekuensinya, Yah?” tanya Zahra.

“Tanah dan rumah ini akan menjadi milik Pak Binsar,” jawab Umar sambil menunduk.

“Apa?” Gadis berhijab itu kembali terkejut. “Terus kita akan tinggal di mana, Yah?”

Binsar tersenyum licik melihat interaksi ayah dan anak di depannya. “Aku punya solusi agar utangmu lunas dan tanah ini kembali jadi milikmu,” lontarnya yang membuat Umar dan Zahra sontak menoleh pada sang rentenir.

Mata Umar berbinar-binar begitu mendengar ada harapan tanahnya akan kembali. Berbeda dengan Zahra yang memandang Binsar dengan tatapan curiga. Tidak mungkin ada orang yang rela melepas uangnya tanpa punya tujuan tertentu apalagi seorang rentenir yang pekerjaan utamanya meminjamkan uang dengan bunga yang besar.

“Apa solusinya, Pak?” tanya Umar dengan senyum merekah.

“Aku menikah dengan anakmu yang cantik ini,” jawab Binsar dengan seringai di wajahnya.

Seketika senyum Umar lenyap. Kepalanya menggeleng berulang kali. “Tidak! Saya tidak akan menggadaikan anak saya demi melunasi utang,” jawabnya dengan tegas.

“Lebih baik saya kehilangan rumah ini daripada anak saya jadi istri keempat Pak Binsar,” sambungnya.

“Hei, Cantik. Apa kamu tega membiarkan ayahmu yang sudah tua ini jadi gelandangan di jalan?” Binsar tak mengindahkan Umar, dia langsung menekan Zahra.

Gadis itu tampak kalut dan tidak bisa berpikir jernih. Apa yang baru saja didengarnya bagaikan petir di siang bolong. Zahra mesti secepatnya membuat keputusan. Haruskah dia merelakan rumah yang jadi kenangan keluarganya hilang? Atau mengorbankan diri demi rumah itu?

“Rara, jangan korbankan dirimu!” lontar Umar yang melihat putri bungsunya tampak linglung.

“Cantik, sebagai anak yang baik, harusnya kamu membantu orang tuamu. Bukan malah membuat mereka kehilangan rumah. Kalau jadi istri abang, selain utang ayahmu lunas dan rumah ini kembali, abang juga akan memberikan rumah dan mobil untukmu. Kamu tidak perlu bekerja. Cukup ongkang-ongkang kaki di rumah dan melayani abang.” Binsar coba memengaruhi Zahra.

“Pergi dari sini! Saya tidak sudi menikahkan Zahra dengan pria licik seperti Anda!” seru Umar sambil mengacungkan tangan menunjuk ke arah pintu. Dia sudah tidak peduli kalau tidak punya rumah lagi dan tinggal di kontrakan. Putrinya jauh lebih berharga dari semua itu.

“Heh, Tua Bangka! Tidak salah kamu malah menyuruhku pergi? Detik ini juga kalau anakmu tidak mau menjadi istriku, tanah dan rumah ini jadi milikku. Harusnya aku yang mengusir kalian dari sini!” hardik Binsar yang sudah terpancing emosi.

Pria yang seperti toko emas berjalan itu lalu beralih pada Zahra. “Cantik, cepat ambil keputusan! Menikah dengan abang atau kalian tinggalkan rumah ini!” tekannya.

“Rara, jangan mengambil keputusan yang akan membuatmu menyesal!” Umar menggeleng berulang kali saat bertatapan dengan putri bungsunya.

“Tenang saja, Yah.” Zahra tersenyum pada Umar lalu menghela napas panjang. Dia kemudian menatap Binsar. “Saya akan menikah dengan Pak—”

“Zyan. Ya, kamu akan menikah denganku, Sayang.” Tanpa diduga Zyan tiba-tiba masuk ke rumah itu dan memotong ucapan sekretarisnya.

“Heh! Siapa kamu berani-beraninya berkata akan menikah dengan gadis itu?” bentak Binsar.

Zyan tersenyum miring seraya menatap tajam pria bertubuh tambun itu. “Anda bertanya siapa saya? Kenalkan saya Zyandaru Darmawangsa. Calon suaminya Zahra,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
makasih Kak
goodnovel comment avatar
Ayyma
ceritanya bagus..lanjut akh
goodnovel comment avatar
Rizki Landjoma
kenapa zian tiba datang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 5

    Binsar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia memindai Zyan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pria yang lebih muda darinya itu mempunyai paras tampan. Pakaian dan aksesori yang melekat di tubuh tegap Zyan, semuanya tampak berkelas dan mahal. Membuat pria bertubuh tambun itu jadi kurang percaya diri karena kekayaan pria yang mengaku sebagai calon suami Zahra itu pasti jauh di atasnya. “Hei, Anak Muda. Jangan mengaku-aku. Lagian kamu tidak akan bisa menikahi gadis itu karena dia sudah setuju jadi penebus utang ayahnya,” ucapnya dengan pongah. Binsar juga tidak mau menyambut uluran tangan Zyan. Meskipun dalam hal apa pun kalah dari Zyan, dia tidak mau mengakuinya. Rentenir itu tetap mempertahankan wibawanya. Zyan pun menarik tangannya lalu tersenyum sinis. “Anda sedang berkhayal? Zahra tidak pernah setuju menikah dengan Anda.” “Dia tadi akan mengatakannya, tapi kamu tiba-tiba datang dan memotong ucapannya,” sergah Binsar yang tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Pria bertu

    Last Updated : 2023-12-21
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 6

    Zahra langsung mengiakan tanpa berpikir lagi. Dia mengajak Zyan keluar agar pembicaraan mereka tidak didengar ayah dan ibunya. Keduanya pergi setelah berpamitan pada Maryam, ibu Zahra.“Sebelum membahas soal perjanjian, saya ingin tahu kenapa Pak Zyan tiba-tiba kembali ke rumah saya?” tanya Zahra saat mobil mewah yang mereka naiki sudah melaju di jalanan.“Untuk bertemu orang tuamu,” sahut Zyan tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.Jawaban dari bosnya itu membuat Zahra mengernyit. “Untuk apa?”“Memberi tahu kalau nanti malam Papa dan Mama akan melamar kamu.” Wajah Zyan sangat datar untuk seseorang yang ingin berniat melamar wanita.“Walaupun saya tidak setuju menikah, Pak Zyan tetap akan melamar?” Zahra memandang wajah pria yang duduk di belakang kemudi itu.“Itu urusanmu sama Papa dan Mama. Aku hanya menyampaikan pesan mereka saja,” jawab Zyan tanpa beban. Pria itu la

    Last Updated : 2024-01-08
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 7

    Zahra menelan ludah mendengar pertanyaan Zyan. Gadis itu jadi semakin gugup karena bosnya malah berdiri menghadap ke arahnya hingga semakin tampak jelas otot-otot yang terbentuk di bagian atas tubuh pria itu. “Bukan begitu, Pak. Saya hanya merasa kurang nyaman karena tidak terbiasa,” ucapnya dengan terbata-bata.“Kalau begitu mulai dibiasakan,” tukas Zyan tanpa mengindahkan permintaan sang sekretaris yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya.Karena Zyan tetap akan memakai pakaiannya di dalam kamar, Zahra memutuskan masuk ke kamar mandi. Lebih baik mengalah daripada dia jadi canggung sendiri. Gadis itu sebenarnya ingin mandi sekalian. Namun karena belum membawa baju ganti, dia memutuskan duduk di atas toilet sambil menunggu Zyan selesai berpakaian.“Zahra,” panggil Zyan sambil mengetuk pintu kamar mandi.“Ya, Pak,” sahut Zahra tanpa membuka pintu. Dia takut bosnya belum selesai berpakaian.“Aku

    Last Updated : 2024-01-08
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 8

    “Bunny, kamu melamun?” Suara Mila berhasil membuat Zyan kembali ke alam nyata. Dia tersenyum tipis pada kekasihnya itu.“Aku sedang berpikir apa yang akan aku lakukan kalau kamu tidak di sini,” kilah Zyan untuk menutupi apa yang sebenarnya tadi dia pikirkan. Sementara ini, Zyan memutuskan menutupi pernikahannya dengan Zahra dari Mila. Toh, pernikahan mereka hanya sementara dan tak banyak yang tahu. Jadi, Mila pun tak akan tahu selama tak ada yang memberi tahu.“Daripada memikirkan soal itu lebih baik kita melakukan hal yang menyenangkan, Bunny. I miss your touch.” Mila memandang Zyan dengan tatapan menggoda. Dia menangkup wajah sang kekasih dengan kedua tangan lalu menautkan bibir mereka. Ciuman yang semula pelan itu jadi semakin intens dan membuat kedua tangan mereka bergerak, menyentuh apa pun yang ingin disentuh.***Zahra baru saja berpakaian saat bel kamar hotel berbunyi. Dia beranjak menuju pintu dan meli

    Last Updated : 2024-01-08
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 9

    Zyan mondar-mandir di balkon apartemen Mila dengan gawai di samping telinga. Setelah membaca pesan dari Zahra kalau kedua keluarga mendatangi kamar hotel mereka, dia merasa gelisah sekaligus penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karenanya pria berwajah rupawan itu menghubungi sekretaris yang juga istrinya. Namun sayangnya, setelah beberapa kali melakukan panggilan, tak ada satu pun yang dijawab oleh Zahra."Apa dia sedang di kamar mandi? Kenapa teleponku tidak diangkat?" gumam Zyan dengan kening mengerut.CEO muda itu kemudian menghubungi asistennya. Berbeda dengan Zahra, panggilan pada Faisal itu langsung dijawab."Apa Papa atau Mama telepon kamu?" tanya Zyan tanpa basa-basi begitu sang asisten menjawab panggilannya."Tidak, Pak. Apa ada masalah?" sahut Faisal dari seberang telepon.Zyan menghela napas lega setelah mendengar jawaban asistennya. "Tidak ada. Ingat, Fai! Kalau Papa dan Mama tanya soal aku, kamu jawab seperti yang aku katakan tadi," pesannya."Baik, Pak. Apa ada

    Last Updated : 2024-01-17
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 10

    Zyan langsung masuk ke kamar begitu tiba di hotel tempatnya melangsungkan akad nikah dengan Zahra. Dia sengaja membawa keycard kamar waktu pergi tadi agar bisa masuk sendiri tanpa harus menunggu dibukakan pintu oleh wanita yang sudah dihalalkannya itu. Karena itu Zyan melarang Zahra keluar dari kamar.Betapa terkejutnya Zyan saat mendapati sekretaris yang juga istrinya sedang tertidur pulas di atas ranjang hotel. Dia tadi cemas memikirkan apa yang terjadi saat keluarga mereka datang, sampai mengebut agar cepat sampai di hotel, malah Zahra enak-enakan tidur.Pria berparas tampan itu sebenarnya ingin mengamuk dan membangunkan istrinya, tapi entah kenapa jadi tidak tega. Rasa bersalah karena menyeret Zahra dalam pernikahan kontrak mereka membuatnya urung melakukannya. Mama dan Papanya sama sekali tidak menghubunginya, bukankah itu artinya baik-baik saja? Kenapa dia jadi secemas tadi padahal juga sudah menjelaskan lewat pesan?CEO itu mendekat pada Zahra. B

    Last Updated : 2024-01-22
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 11

    Zahra terkejut karena wajah Zyan begitu dekat dengannya. Bahkan embusan napas saat pria itu berbicara, bisa dirasakannya. Tubuhnya seketika meremang apalagi melihat senyuman Zyan yang seolah mengejeknya.“Mak—sud Bapak apa?” tanyanya dengan gugup dan jantung berdebar.Melihat sekretarisnya jadi gugup, Zyan menjauhkan diri. Dia menikmati perubahan ekspresi gadis berhijab itu. Membuatnya gemas dan jadi ingin terus menggoda Zahra.“Masa kamu tidak tahu kegiatan yang biasa dilakukan penganti baru, Ra?” pancingnya.Zahra menelan ludah. Dia mulai waspada. Apa Zyan ingin menyentuhnya seperti suami pada umumnya? Bukankah dalam kontrak, mereka sudah sepakat tidak akan melakukan hubungan suami istri setelah menikah? Tidak mungkin ‘kan Zyan yang terkenal tegas dan disiplin itu mengingkari perjanjian mereka?Pria itu tersenyum miring. “Kenapa diam? Apa kamu sedang membayangkan kita melakukan kegiatan itu?” Zyan s

    Last Updated : 2024-01-22
  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 12

    Kedua alis Zahra bertaut usai mendengar kata-kata Zyan. “Memangnya setelah dari sini kita tinggal di mana, Pak?” tanyanya. Mereka memang tak pernah membahas akan tinggal di mana setelah menikah karena waktu pernikahan yang mepet.Zyan menghela napas. “Mama ingin kita tinggal bersama mereka. Kalau kamu setuju kita tidak tinggal bersama mereka, aku akan bicara sama Mama dan Papa. Aku akan bilang kita ingin hidup mandiri setelah menikah jadi mau tinggal di rumah sendiri. Kamu juga tidak mau ‘kan terus-terusan bersandiwara?” Dia menatap mata gadis berhijab itu.“Saya ikut saja mana yang terbaik, Pak. Tapi memang lebih bebas kalau tinggal berdua. Kita bisa tidur di kamar yang terpisah,” timpal Zahra.“Berarti kamu setuju ‘kan kita tinggal berdua?” Zyan memastikan.Zahra mengangguk. “Setuju, Pak.”“Kalau kita boleh tinggal berdua, kamu maunya tinggal di apartemen atau rumah bia

    Last Updated : 2024-01-22

Latest chapter

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 270 (TAMAT)

    Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 269

    Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 268

    “Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 267

    "Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 266

    Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 265

    Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 264

    Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 263

    “Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng

  • Dari Sekretaris Jadi Istri Pewaris   Bab 262

    “Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status