"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang.
"Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.
Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.
Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.
Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa bebas keluar masuk kamar Hanna tanpa ijin.
"Mandi dan sarapan, hari ini kamu nggak perlu masuk kerja. Aku sudah bilang Alina untuk memback-up tugasmu," Mikail sudah mengatur jadwal Hanna untuk hari ini.
"Kenapa?" tanya Hanna penasaran. Hanna bekerja sebagai Asisstant General Manager di cottage milik Mikail.
Mikail memberinya pekerjaan, menggaji besar, memberikan Alina sebagai asisten. Di mata seluruh karyawan, Hanna adalah istri kesayangan. Namun bagi Hanna, dirinya seperti bayangan Mikail yang tidak bernilai.
Jemari panjang Mikail masih sibuk mengetik. "Aku ada perjalanan dinas keluar kota 2 hari. Selama itu kamu mau tinggal di rumah Mama Patricia atau Ayah Omar?"
"Ayah Omar," jawab Hanna singkat. Tentu saja dia memilih tinggal dengan Ayah dan Kakaknya daripada sang Ibu Mertua.
Mikail membereskan laptop dan berjalan menuju pintu kamar Hanna. Dia menoleh untuk memberitahu sesuatu, namun pandangan matanya malah tidak fokus pada pakaian Hanna yang sedikit berantakan. "Bilang pada Samantha, jika dia memberimu pakaian seperti itu lagi, akan kupatahkan tangannya!" ancam Mikail sambil membanting pintu.
Hanna bangkit dan memberi pukulan dari balik pintu kamar yang telah ditutup. "Wah, kenapa dia malah marah padaku? Harusnya dia memarahi Samantha sendiri! Lagipula kenapa dia harus marah sih? Apa tubuhku nggak semenarik itu sampai nggak cocok pakai dress seksi?" Hanna berputar pada cermin besar di sudut kamar.
Tinggi badan Hanna 152 centimeter, dengan berat 47 kilogram. Bisa dibilang pendek dibandingkan dengan Irene, Garvin dan Mikail. Meski begitu Hanna yakin jika dirinya tampak cukup seksi dan tidak kurus. Mungkin tipe ideal Mikail yang bertubuh jenjang.
Di atas meja makan sudah tersaji satu piring pancake sirup maple dan segelas iced latte non sugar. Hanna duduk dengan manis dan memakannya dengan suka cita. Selalu seperti ini, Mikail bisa membuat Hanna jengkel dan senang dalam waktu bersamaan.
Perjalanan dari rumah mereka menuju rumah Ayah Omar memakan waktu setengah jam. Sesampainya di sana, Sarah sudah menyambut. Dia mempersilahkan Mikail masuk dan menyiapkan makanan berupa udang panggang saus mangga mayones yang jadi andalannya.
Hanna duduk di sebelah Mikail dan menatap iri. Sarah bilang dia baru buat satu porsi, mengingat Mikail akan langsung berangkat kerja setelah mengantar Hanna. Itu tandanya Mikail tidak memakan pancake yang tadi dia buat.
Jemari yang tadi sibuk mengetik, kini memakan udangnya dengan slow motion. Mikail memastikan kualitas makanan itu.
"Buka mulut!" Mikail menyodorkan sepotong udangnya ke mulut Hanna.
Tanpa pikir dua kali Hanna membuka mulut dan menyergap udangnya di dalam mulut. Rasanya sungguh nikmat dan Hanna ingin lagi.
"Jangan serakah, setelah aku berangkat kamu bisa minta Sarah untuk membuatnya lagi," sindir Mikail yang tidak terpengaruh oleh wajah sendu Hanna.
Sebelum berangkat Mikail akan naik ke kamar Hanna dan memeriksa isinya. Apakah suhu udara sudah sesuai, apakah sudah bersih dari debu, seberapa banyak pakaian Hanna yang masih tersimpan, sedetail itu. Sarah sudah maklum dan tidak tersinggung sama sekali.
"Bye, Mikail." Hanna dan Sarah melambaikan tangan dari pagar rumah.
Saat ini rumah hanya ditinggali Sarah, kakak satu-satunya Hanna. Ayahnya sedang melakukan dinas ke desa terpencil sebelum masa jabatannya sebagai Walikota berakhir beberapa bulan lagi.
Sarah adalah seorang janda tanpa anak berusia 29 tahun. Sejak memutuskan bercerai dari lelaki toxic 5 tahun lalu, Sarah kembali tinggal di rumah ini untuk mengurus Ayah dan Hanna karena Ibu mereka tidak pernah kembali setelah melahirkan Hanna.
Ponsel Hanna bergetar, satu panggilan masuk dari Mama Patricia.
"Halo Ma, ada yang bisa aku bantu?" sapa Hanna.
Di seberang telepon, Patricia terdengar muak. "Kamu itu bukan operator telepon."
Hanna mengangkat kepala, berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. "Iya," jawabnya singkat.
"Siang ini ada food taste di The Carino, dua jam lagi Samantha akan datang menjemput." Patricia selalu bicara langsung ke inti, seolah Hanna adalah anak buahnya di tingkatan paling bawah.
"Baik Ma," sesaat setelah Hanna menyahut, telepon diujung sudah berbunyi nada tuutttt.
Patricia tidak bilang kalau Samantha akan membawakan pakaian, jadi Hanna memilih pakaiannya sendiri. Sebuah dress di atas lutut 5 centi dengan lengan panjang berwarna merah maroon. Rambut Hanna yang ikal panjang berwarna cokelat gelap tidak perlu diberi asesoris apapun.
Setelah pembukaan semalam, The Carino masih tahap soft opening. Beberapa pelanggan bebas mencicipi semua menu dan hanya perlu membayar 50% ketika memesan makanan porsi full.
Hanna mengambil udang panggang saus asam manis yang jadi salah satu best seller. Baru satu gigitan mulutnya sudah mual dan muncul rasa terbakar pada lidahnya. Meski belum tahap muntah, gerakan mulut Hanna membuat siapa saja yang melihat merasa jijik.
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Freya yang sejak tadi memperhatikan Hanna. Dia berpikir bahwa Hanna sengaja datang untuk mengacau.
***
Epilog:
Sudah 3 hari hujan turun pada jam berangkat sekolah. Semua anak meminta drivernya mengantar sampai lobby, hanya Hanna yang tidak sabaran. Dia berlari keluar mobil dengan jarak 50 meter sambil hujan-hujanan karena selalu lupa membawa payung. Meski begitu dia juga merasa kasihan pada Ayah kalau harus ikut antri ke lobby.
"Hatchu!" suhu tubuhnya Hanna semakin naik begitu jam pelajaran kedua. Ketiga temannya khawatir dan membawanya pulang.
Lain waktu, Hanna diminta untuk membersihkan gudang olahraga bersama teman sekelas lainnya. Dia kembali bersin-bersin sampai hidungnya merah.
Terakhir, mereka berempat memakan seafood yang masih berbau amis. Itu pun membuat lidah Hanna seperti terbakar. Dia sampai memuntahkan kembali makanannya.
Mikail yang penasaran membawa Hanna periksa ke laboratorium keluarga Irene. Hasilnya disebutkan bahwa Hanna terkena sinusitis, alergi debu dan beberapa makanan. "Anak kecil ini menyusahkan sekali."
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin
Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah."Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hany
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang."Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa
Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah."Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hany
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin