"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang.
"Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.
Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.
Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.
Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa bebas keluar masuk kamar Hanna tanpa ijin.
"Mandi dan sarapan, hari ini kamu nggak perlu masuk kerja. Aku sudah bilang Alina untuk memback-up tugasmu," Mikail sudah mengatur jadwal Hanna untuk hari ini.
"Kenapa?" tanya Hanna penasaran. Hanna bekerja sebagai Asisstant General Manager di resort milik Mikail.
Mikail memberinya pekerjaan, menggaji besar, memberikan Alina sebagai asisten. Di mata seluruh karyawan, Hanna adalah istri kesayangan. Namun bagi Hanna, dirinya seperti bayangan Mikail yang tidak bernilai.
Jemari panjang Mikail masih sibuk mengetik. "Aku ada perjalanan dinas keluar kota 2 hari. Selama itu kamu mau tinggal di rumah Mama Patricia atau Ayah Omar?"
"Ayah Omar," jawab Hanna singkat. Tentu saja dia memilih tinggal dengan Ayah dan Kakaknya daripada sang Ibu Mertua.
Mikail membereskan laptop dan berjalan menuju pintu kamar Hanna. Dia menoleh untuk memberitahu sesuatu, namun pandangan matanya malah tidak fokus pada pakaian Hanna yang sedikit berantakan. "Bilang pada Samantha, jika dia memberimu pakaian seperti itu lagi, akan kupatahkan tangannya!" ancam Mikail sambil membanting pintu.
Hanna bangkit dan memberi pukulan dari balik pintu kamar yang telah ditutup. "Wah, kenapa dia malah marah padaku? Harusnya dia memarahi Samantha sendiri! Lagipula kenapa dia harus marah sih? Apa tubuhku nggak semenarik itu sampai nggak cocok pakai dress seksi?" Hanna berputar pada cermin besar di sudut kamar.
Tinggi badan Hanna 152 centimeter, dengan berat 47 kilogram. Bisa dibilang pendek dibandingkan dengan Irene, Garvin dan Mikail. Meski begitu Hanna yakin jika dirinya tampak cukup seksi dan tidak kurus. Mungkin tipe ideal Mikail yang bertubuh jenjang.
Di atas meja makan sudah tersaji satu piring pancake sirup maple dan segelas iced latte non sugar. Hanna duduk dengan manis dan memakannya dengan suka cita. Selalu seperti ini, Mikail bisa membuat Hanna jengkel dan senang dalam waktu bersamaan.
Perjalanan dari rumah mereka menuju rumah Ayah Omar memakan waktu setengah jam. Sesampainya di sana, Sarah sudah menyambut. Dia mempersilahkan Mikail masuk dan menyiapkan makanan berupa udang panggang saus mangga mayones yang jadi andalannya.
Hanna duduk di sebelah Mikail dan menatap iri. Sarah bilang dia baru buat satu porsi, mengingat Mikail akan langsung berangkat kerja setelah mengantar Hanna. Itu tandanya Mikail tidak memakan pancake yang tadi dia buat.
Jemari yang tadi sibuk mengetik, kini memakan udangnya dengan slow motion. Mikail memastikan kualitas makanan itu.
"Buka mulut!" Mikail menyodorkan sepotong udangnya ke mulut Hanna.
Tanpa pikir dua kali Hanna membuka mulut dan menyergap udangnya di dalam mulut. Rasanya sungguh nikmat dan Hanna ingin lagi.
"Jangan serakah, setelah aku berangkat kamu bisa minta Sarah untuk membuatnya lagi," sindir Mikail yang tidak terpengaruh oleh wajah sendu Hanna.
Sebelum berangkat Mikail akan naik ke kamar Hanna dan memeriksa isinya. Apakah suhu udara sudah sesuai, apakah sudah bersih dari debu, seberapa banyak pakaian Hanna yang masih tersimpan, sedetail itu. Sarah sudah maklum dan tidak tersinggung sama sekali.
"Bye, Mikail." Hanna dan Sarah melambaikan tangan dari pagar rumah.
Saat ini rumah hanya ditinggali Sarah, kakak satu-satunya Hanna. Ayahnya sedang melakukan dinas ke desa terpencil sebelum masa jabatannya sebagai Walikota berakhir beberapa bulan lagi.
Sarah adalah seorang janda tanpa anak berusia 29 tahun. Sejak memutuskan bercerai dari lelaki toxic 5 tahun lalu, Sarah kembali tinggal di rumah ini untuk mengurus Ayah dan Hanna karena Ibu mereka tidak pernah kembali setelah melahirkan Hanna.
Ponsel Hanna bergetar, satu panggilan masuk dari Mama Patricia.
"Halo Ma, ada yang bisa aku bantu?" sapa Hanna.
Di seberang telepon, Patricia terdengar muak. "Kamu itu bukan operator telepon."
Hanna mengangkat kepala, berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. "Iya," jawabnya singkat.
"Siang ini ada food taste di The Carino, dua jam lagi Samantha akan datang menjemput." Patricia selalu bicara langsung ke inti, seolah Hanna adalah anak buahnya di tingkatan paling bawah.
"Baik Ma," sesaat setelah Hanna menyahut, telepon diujung sudah berbunyi nada tuutttt.
Patricia tidak bilang kalau Samantha akan membawakan pakaian, jadi Hanna memilih pakaiannya sendiri. Sebuah dress di atas lutut 5 centi dengan lengan panjang berwarna merah maroon. Rambut Hanna yang ikal panjang berwarna cokelat gelap tidak perlu diberi asesoris apapun.
Setelah pembukaan semalam, The Carino masih tahap soft opening. Beberapa pelanggan bebas mencicipi semua menu dan hanya perlu membayar 50% ketika memesan makanan porsi full.
Hanna mengambil udang panggang saus asam manis yang jadi salah satu best seller. Baru satu gigitan mulutnya sudah mual dan muncul rasa terbakar pada lidahnya. Meski belum tahap muntah, gerakan mulut Hanna membuat siapa saja yang melihat merasa jijik.
"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Freya yang sejak tadi memperhatikan Hanna. Dia berpikir bahwa Hanna sengaja datang untuk mengacau.
***
Epilog:
Sudah 3 hari hujan turun pada jam berangkat sekolah. Semua anak meminta drivernya mengantar sampai lobby, hanya Hanna yang tidak sabaran. Dia berlari keluar mobil dengan jarak 50 meter sambil hujan-hujanan karena selalu lupa membawa payung. Meski begitu dia juga merasa kasihan pada Ayah kalau harus ikut antri ke lobby.
"Hatchu!" suhu tubuhnya Hanna semakin naik begitu jam pelajaran kedua. Ketiga temannya khawatir dan membawanya pulang.
Lain waktu, Hanna diminta untuk membersihkan gudang olahraga bersama teman sekelas lainnya. Dia kembali bersin-bersin sampai hidungnya merah.
Terakhir, mereka berempat memakan seafood yang masih berbau amis. Itu pun membuat lidah Hanna seperti terbakar. Dia sampai memuntahkan kembali makanannya.
Mikail yang penasaran membawa Hanna periksa ke laboratorium keluarga Irene. Hasilnya disebutkan bahwa Hanna terkena sinusitis, alergi debu dan beberapa makanan. "Anak kecil ini menyusahkan sekali."
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lagi
“Mama Patricia beneran membuang semua pakaianku ya?” Pagi ini Hanna muncul dari dalam kamar mandi menggunakan rok span di atas lutut dan kemeja tanpa lengan dibalut cardigan yang semuanya bernuansa pink pastel.Mikail sudah selesai ganti pakaian lebih dulu. Dia menoleh ke arah Hanna dan menganggapi dengan senyum samar. “Mungkin Mama mau membuat hidupmu lebih berwarna.”Hanna hanya merengut. Dia merasa malu sekali karena memakai sesuatu yang baru ke kantor. Biasanya kan, dia hanya memakai celana panjang dan kemeja sederhana."Emn... kamu langsung naik ke dalam mobil saja. Nanti aku bawakan sarapan." Melihat pakaian Hanna yang sedikit membentuk lekukan tubuh, Mikail tidak akan membiarkan orang rumah melihatnya."Oke," Hanna bergegas berjalan turun dan masuk ke dalam mobil. Begitu menutup pintu mobil, dia baru teringat... Jangan-jangan Mikail tidak membiarkannya ke ruang makan karena ada Freya?Hasrat untuk berburuk sangka begitu kuat. Oh iya, kalau dipikir Hanna belum berpamitan pada Mam
"Kenapa harus bertemu di The Carino sih?" Hanna berdiri di depan gedung dengan wajah galak. Begitu lihat mobil Irene datang, dia segera protes.Irene mengulum senyum, dia sengaja keluar mobil karena yakin Hanna tidak akan masuk ke dalam mobilnya dengan sukarela. "Karena aku sedang berada di daerah dekat sini. Nggak ada salahnya kan mampir ke tempat Ayah Louis?""Tapi di wilayah ini ada banyak restoran. Gimana kalau kita makan ayam crispy saja? Please..." pinta Hanna dengan wajah melasnya.Irene yang memiliki tinggi badan 170 centi menunduk, kemudian memegang erat kedua bahu Hanna. "Kamu takut pada Freya? Dengar ya, dia itu hanya mantan kekasih yang entah kenapa tiba-tiba muncul, sedangkan kamu adalah istri sah."Bibir Hanna merengut, Irene selalu membuat Hanna kalah telak. "Aku nggak takut!""Kalau begitu, ayo cepat kita ke sana!" Sebelum masuk mobil, Irene memastikan make up dan pakaian Hanna sempurna, meski tanpa make up pun Hanna sudah cantik dari sananya.Dari persimpangan jalur,
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Jangan jauh-jauh dari Alina dan Lucas. Jangan terlalu ramah pada warga sekitar. Jangan terlalu baik pada orang yang baru dikenal," ceramah Mikail berlangsung selama perjalanan dari rumah menuju pelabuhan. Dia seperti seorang kakek yang hendak mengantar cucunya pertama kali masuk sekolah."Iya."Hari ini Mikail dan Ryan ada tugas keluar kota dan kemungkinan sampai sore, jadi tidak bisa menemani Hanna berkunjung ke Pulau Summer. Namun dia sudah meminta Alina dan Lucas untuk mengawal. Harusnya hari ini aman. Ditambah Irene ikut mengawal jalannya medical check up hari ini menggantikan Jasmine.Mikail memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Lucas yang sudah menjemput Alina sejak pukul 6 pagi. Alina dan Lucas menyambut dengan wajah cerah, merasa liburan berkedok kerja."Pagi Pak Mikail dan Bu Hanna," sapa Alina dan Lucas bersamaan."Pagi," wajah Hanna ketika menyapa Alina juga lebih ceria daripada di dalam mobil tadi.Matahari cukup terik, Mikail memakaikan topi hitam polos seharga jutaan pad
"Selamat siang Bu Paula, ada yang bisa kami bantu?" Ryan sudah mendapat kabar berantai dari Lucas. Kini dia berdiri di depan pintu ruangan Mikail untuk menghadang.Paula menatap tajam, kemudian berkata dengan sedikit lemah lembut karena tahu jika 2 asisten Mikail sangat kaku. "Aku mau bertemu dengan Mikail," katanya singkat.Ryan melihat tab yang berisi jadwal harian Mikail dan menunjukkannya kepada Paula. "Maaf tapi Bu Paula belum memiliki janji untuk hari ini. Karena jadwal Pak Mikail sangat padat, sebaiknya Bu Paula membuat janji terlebih dulu.""Aku ini Bibinya, mana mungkin Mikail menolak meski aku nggak buat janji," mata Paula melebar dan alisnya berkerut.Ryan sudah memasang kuda-kuda untuk menghadang Paula, hingga satu panggilan pada ponsel Paula menggema dan memunculkan nomor Patricia.Dibanding Paula yang seorang janda tanpa anak dan peninggalan harta, Patricia jauh lebih berkuasa. Entah apa yang dikatakan Patricia, namun Paula terlihat cemas dari kejauhan. Tidak lama kemudi
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat
"Kenapa harus bertemu di The Carino sih?" Hanna berdiri di depan gedung dengan wajah galak. Begitu lihat mobil Irene datang, dia segera protes.Irene mengulum senyum, dia sengaja keluar mobil karena yakin Hanna tidak akan masuk ke dalam mobilnya dengan sukarela. "Karena aku sedang berada di daerah dekat sini. Nggak ada salahnya kan mampir ke tempat Ayah Louis?""Tapi di wilayah ini ada banyak restoran. Gimana kalau kita makan ayam crispy saja? Please..." pinta Hanna dengan wajah melasnya.Irene yang memiliki tinggi badan 170 centi menunduk, kemudian memegang erat kedua bahu Hanna. "Kamu takut pada Freya? Dengar ya, dia itu hanya mantan kekasih yang entah kenapa tiba-tiba muncul, sedangkan kamu adalah istri sah."Bibir Hanna merengut, Irene selalu membuat Hanna kalah telak. "Aku nggak takut!""Kalau begitu, ayo cepat kita ke sana!" Sebelum masuk mobil, Irene memastikan make up dan pakaian Hanna sempurna, meski tanpa make up pun Hanna sudah cantik dari sananya.Dari persimpangan jalur,
“Mama Patricia beneran membuang semua pakaianku ya?” Pagi ini Hanna muncul dari dalam kamar mandi menggunakan rok span di atas lutut dan kemeja tanpa lengan dibalut cardigan yang semuanya bernuansa pink pastel.Mikail sudah selesai ganti pakaian lebih dulu. Dia menoleh ke arah Hanna dan menganggapi dengan senyum samar. “Mungkin Mama mau membuat hidupmu lebih berwarna.”Hanna hanya merengut. Dia merasa malu sekali karena memakai sesuatu yang baru ke kantor. Biasanya kan, dia hanya memakai celana panjang dan kemeja sederhana."Emn... kamu langsung naik ke dalam mobil saja. Nanti aku bawakan sarapan." Melihat pakaian Hanna yang sedikit membentuk lekukan tubuh, Mikail tidak akan membiarkan orang rumah melihatnya."Oke," Hanna bergegas berjalan turun dan masuk ke dalam mobil. Begitu menutup pintu mobil, dia baru teringat... Jangan-jangan Mikail tidak membiarkannya ke ruang makan karena ada Freya?Hasrat untuk berburuk sangka begitu kuat. Oh iya, kalau dipikir Hanna belum berpamitan pada Mam
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lagi
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia