Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.
Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah.
"Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.
Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"
Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.
Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.
Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hanya masa lalu Mikail. Suka nggak suka, suatu hari pasti akan bertemu karena kita berada di satu bumi yang sama."
Hanna mendengus, perumpamaan yang aneh!
Perlahan air mata Hanna menetes dan kepalanya tertunduk lemas. "Tadi aku lihat Mama Patricia begitu terkesima, Ayah Louis begitu bangga dan Mikail yang sedikit tertarik."
Meski Garvin sudah sering berceramah, Hanna tetap saja bebal. Semua yang baru saja Hanna katakan hanya omong kosong. Garvin memutar otak dan berusaha merangkai kata-kata yang mudah dipahami Hanna.
"Halooooo, aku bawa bir dan ayam panggang. Ayo kita bersenang-senang," suara merdu Irene muncul dari pintu. Diperjalanan menuju Kebun Rahasia, Hanna mengadu tentang beberapa hal dan Irene langsung meluncur. Pekerjaannya sebagai kepala pemasaran laboratorium bisa dirapel besok lagi.
Irene pikir Hanna akan cerita masalah hari ini, sayangnya tidak. Hanna hanya merancu tentang masa sekolah mereka yang penuh dengan kehangatan, bir yang Irene bawa telah merasuk ke dalam tubuh Hanna.
"Kenapa Mikail nggak mau aku panggil Kak seperti Garvin? Apa aku nggak pantas jadi adiknya?" Hanna mengungkapkan hal random yang mengganjal di hatinya selama ini.
Kalau tidak kasihan, mungkin Irene sudah menyentil kening Hanna. Tentu saja Mikail tidak mau menganggpnya sebagai adik.
Bicara tentang masa lalu, Irene jadi ingat seseorang.
"Hanna, apa kamu ingat Julian?" Hari ini ada dokter penanggung jawab baru di kantor, namanya Julian Adam. Seingat Irene, Julian adalah kakak kelas Hanna dan Irene ketika Sekolah Menengah Atas.
Dengan wajah memerah Hanna berusaha mengingat. "Oh, Julian yang tampan itu?" Tepat saat mengucapkannya, muncul satu sosok yang tidak disadari Hanna.
Irene dan Garvin saling mencengkram.
Mikail menyandarkan tubuh pada pintu. Wajahnya menatap datar, namun auranya seperti ingin menelan hidup-hidup.
Mikail memberi kode agar mereka melanjutkan pembicaraan.
"Kamu sudah mabuk Hanna, sebaiknya tidur saja ya. Cupcupcup..." Irene menidurkan Hanna dan menutup tubuhnya dengan selimut tipis.
Ketika Hanna sudah mengeluarkan suara dengkuran halus, Irene baru bisa bernafas lega. Dia pun mengambil tas dan melarikan diri dari rumah kaca.
Garvin tidak bisa melarikan diri, jadi dia mempersilahkan Mikail masuk dan berniat basa basi dengannya.
"Hanna pasti membahas Freya," Mikail yang bicara terlebih dahulu.
Seraut tawa muncul di wajah Garvin. "Mikail, Mikail... Kalian sudah menikah selama 2 tahun, masa belum ada kemajuan."
Tanpa menyahut Mikail mengambil korset Hanna yang tergeletak dan menggendong tubuhnya yang masih berselimut. "Jangan berisik, sudah kami pulang dulu. Terima kasih."
Sesaat setelah Hanna sampai di Kebun Rahasia, Lucas melapor kepada Mikail. Tentu saja Mikail minta dijemput langsung meski acara belum selesai.
Hal itu membuat pembicaraan mereka bertiga terdengar oleh Mikail, dan dia hentikan ketika membicarakan lelaki bernama Julian.
Di dalam maybach yang sunyi Mikail berpikir bahwa yang dikatakan Garvin ada benarnya.
Hanna sudah tertidur pulas di ranjang. Meski begitu, mimpinya penuh dengan kejadian 2 tahun lalu. Saat dimana dia membuat masalah dan menyebabkan hidupnya dan Mikail terikat seperti ini.
"Mikail, ayo kita ikuti Irene."
Malam itu ketika mereka berempat liburan ke luar kota, Hanna membuntuti Irene yang menyelinap masuk ke salah satu kamar lain dengan lelaki asing yang baru mereka temui di bar.
"Jangan ikut campur, Irene sudah dewasa dan berhak membuat keputusan sendiri."
Mata Hanna berkaca mendengar kalimat Mikail. Hanna tahu jika Irene mudah terpengaruh oleh lelaki, namun dia tidak ingin Irene merugikan diri sendiri. "Tapi aku nggak mau Irene ditipu lelaki asing."
Dengan bantuan Paman Mikail yang memiliki tempat ini, Mikail berhasil mendapat kamar yang berada di sebelah kamar Irene.
Hanna berdiam diri di balkon selama hampir satu jam, sesekali dia mendengar suara tawa dari dalam kamar Irene.
"Hatchu!" Hidung Hanna yang memiliki sinus berulah.
Malam itu Mikail sedikit merasa sial karena hanya ada dirinya yang di sebelah Hanna ketika membuntuti Irene. Sedangkan Garvin sudah asik-asikan kenalan dengan para wanita.
"Tidurlah, nanti kalau Irene sudah selesai akan aku bangunkan." Mikail membawa Hanna menuju ranjang, sedangkan dia menarik kursi kecil ke dekat beranda.
Entah karena efek alkohol yang Hanna minum di bar, dia tidak ingat melewati malam itu seperti apa. Yang jelas pada pagi hari terjadi keributan besar. Kamarnya didobrak oleh Ayahnya dan tiba-tiba Mikail diminta untuk bertanggung jawab.
Hanna akui pagi itu dia terbangun di dalam pelukan Mikail, namun pakaian mereka masih lengkap. Dan seingat Hanna mereka tidak melakukan apapun yang melanggar norma.
"Kenapa kita harus menikah? Bukankah kita nggak melakukan apapun?" tanya Hanna yang sudah putus asa. Seminggu setelahnya terjadi perdebatan sengit antara Ayah Hanna dan pihak keluarga Mikail.
"Kita berciuman," jawab Mikail singkat.
Mulut Hanna terbuka lebar dan merasa konyol. Masa iya dia harus menikah hanya karena sebuah ciuman yang mungkin dilakukan karena Hanna berhalusinasi atau mabuk. "Jangan konyol!"
***
Epilog:
Hanna memandang leher jenjang Irene yang terdapat beberapa tanda kemerahan, sangat kontras dengan seragam sekolah mereka yang berwarna putih. Hal itu baru Hanna sadari ketika mereka sudah sampai di dalam rumah kaca.
"Irene, berhenti merugikan diri sendiri!" omel Hanna yang merasa kesal.
Irene hanya melotot dan merasa kalau Hanna begitu kolot. "Ini namanya tanda cinta, masa begitu saja nggak paham. Sekali-kali kamu harus coba."
Hanna menggeleng dengan tidak minat. "Buatku itu sama saja merugikan diri sendiri. Jangankan leher, bibirpun hanya akan aku berikan kepada suamiku."
Garvin terkekeh mendengar perdebatan dua wanita yang duduk santai di sofa. Dia sendiri sedang bertanding PS dengan Mikail.
Meski wajahnya begitu dingin, diam-diam Mikail mencatat sesuatu di dalam ingatannya.
"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang."Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang."Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa
Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah."Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hany
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin