"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki.
"Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.
Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.
Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.
Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.
Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia berdiri tepat ditengah-tengah mereka berdua.
"Ada apa?" tanya Freya penasaran.
Wajah kepala koki pucat pasi, "Maaf Nona Freya, sepertinya udang yang baru saja dimasak memang bermasalah."
"Kalian..." Freya menekan kalimatnya dan menunjuk wajah kepala koki dengan raut marah.
Patricia bertepuk tangan dengan pelan dan elegan. "Pak Wilson, bukankah kamu harusnya meminta maaf pada menantuku? Siapa yang dirugikan dalam hal ini?" Jika Patricia sudah memanggil nama seseorang, itu tandanya dia sangat kesal. "Besok malam aku tunggu permintaan maafmu di rumahku. Jangan lupa bawa semua hidangan restoran ini agar bisa kunilai lebih teliti," katanya sambil berlalu.
"Kita pulang sekarang, Nyonya." Samantha menunduk saat melihat Patricia keluar dari lobby.
"Ya."
Keesokan hari, Mikail tiba di rumah Ayah Omar pada pukul satu siang. Sarah yang sehari-hari WFH menoleh ke arah pintu pagar. Begitu dilihat Mikail datang, dia berseru... "Wow, cepat sekali dinasnya. Sudah makan siang?"
Mikail menggeleng, dia menarik kursi dan duduk di meja makan berhadapan dengan Sarah.
"Makanlah, bocah itu baru tidur siang sehabis minum obat." Sarah mengambil seporsi makanan untuk Mikail. Sejak dulu, Sarah selalu menyiapkan makanan untuk mereka bertiga ketika datang ke rumah. Jadi seberapa banyak porsi dan apa saja makanan kesukaan mereka, Sarah sudah hafal.
"Bagaimana kondisinya?"
"Ya, lumayan. Dokter baru itu sepertinya cukup mahir." Sarah sengaja memancing Mikail. Kemarin Hanna cerita tentang dokter itu. Hanna tidak menganggap spesial, Sarah saja yang iseng.
Mikail tetap melanjutkan makannya dengan tenang. Selesai makan, dia menaruh bekas piringnya di wastafel. Sarah tidak suka perabotannya dibersihkan oleh orang lain. "Aku naik ke atas," pamit Mikail.
Di dalam kamar minimalis bernuansa cokelat, Hanna sedang tidur siang dengan bibir yang masih agak bengkak. Efek obat alergi memang buat mengantuk.
Ranjang Hanna hanya berukuran queen, termasuk mungil jika dinaiki oleh dua orang. Tapi siapa peduli. Mikail sudah menahan rasa jengkelnya sejak semalam! Meski begitu, Mikail tetap membersihkan diri dan mencari pakaian ganti yang bisa dia pakai. Mikail tidak mungkin berada di sebelah Hanna menggunakan pakaian bekas dari luar.
Gadis itu tidur tanpa kewaspadaan. Sekali Mikail dorong, Hanna berguling sampai sisi bagian ujung. Dengan begitu Mikail bisa ikut naik ke ranjang dan menyandarkan tubuhnya pada headboard, telapak tangannya dia taruh di kepala Hanna.
Kringggggg, kringgggg, kringgggg
Nada dering vintage terdengar dari ponsel Hanna. Mikail membuka mata dengan cepat. Tidurnya memang tidak pernah pulas sejak menikah. Dilihat nama Mama Patricia di ponsel.
"Ya Ma," jawab Mikail dengan suara serak.
Di seberang telepon Patricia sedikit terkejut. "Mikail? Kenapa kamu sudah pulang?"
"Dipercepat," Mikail menjawab singkat. Dia tidak mau menjelaskan bahwa dia sedikit khawatir pada istrinya. Mikail tahu bahwa sampai detik ini Ibunya belum bisa menerima pernikahan mereka.
"Ya sudah kalau begitu nanti malam kalian datang ke rumah, Wilson mau minta maaf."
"Oke."
Mikail mematikan ponsel dan menoleh ke arah ranjang. Ternyata Hanna sudah bangun dan sedang memandang aneh ke arah Mikail. Tubuhnya bergulung selimut hingga menampilkan wajahnya saja.
"Masih sakit?" Mikail mendekat dan menaruh tangannya pada kening Hanna. Dia berlutut hingga sejajar dengan Hanna yang masih di atas ranjang.
"Sejak kemarin aku nggak pernah demam," Hanna menyahut dengan canggung.
Jemari Mikail berpindah dari kening ke bibir. Diusapnya bibir yang tebal dan berwarna merah dengan lembut. "Kalau ini, apa masih sakit? Masih ada sedikit bengkak."
Mata Hanna menatap gerakan tangan dan wajah Mikail yang begitu serius. Dari balik selimut, detak jantung Hanna sudah naik turun. Bagaimanapun Hanna adalah wanita biasa yang mudah lemah pada wajah tampan. Hanna hanya bisa menggeleng lemah.
"Biar aku periksa," diraihnya dagu Hanna dan diciumnya bibir merah itu tanpa peringatan.
"Mikail..." pekik Hanna tertahan.
***
Epilog:
"Ah, maaf! Aku nggak lihat, aku nggak lihat!" Jerit Hanna yang baru saja melihat adegan dewasa berupa ciuman antara Mikail dan Freya.
"Ada apa? Ada apa?" Irene menyusul di belakangnya ikut panik.
Siang itu Hanna dan Irene mau mengambil es batu di dalam kulkas rumah kaca. Mereka tidak tahu bahwa Freya menyusul karena setahu mereka, ada perjanjian bahwa dilarang membawa pasangan ke sini.
Mata Irene membelakak. "Mikail, bisa nggak kalian kalau bermesraan jangan di depan umum? Uuhhh, sayang mata Hanna-ku harus ternoda." Diraih wajah Hanna dan ditutup kedua matanya.
"Maaf, aku hanya terbawa suasana." Freya tersenyum canggung dan langsung pamit dari rumah kaca.
Mikail diam saja, dipandangnya Hanna yang seperti baru lihat hantu.
Lalu pada malam itu, saat Hanna dan Mikail membuntuti Irene di kamar sebelahnya. Pikiran Hanna sedikit kacau karena pengaruh alkohol.
Niat awal terbangun karena haus, Hanna malah sibuk memandang Mikail yang tertidur di kursi dekat beranda.
Bagaimana rasanya dicium bibir seksi itu?
Bagaimana rasanya dipeluk tubuh tinggi dan tegap itu?
Hanna penasaran. Hatinya gelisah membayangkan hal yang pernah Mikail lakukan dengan mantan-mantan kekasihnya.
Mikail terbangun, matanya menyipit dan menatap sekitar. Hanna terdiam di sana, matanya sayu dengan bibir yang dia gigit kencang. Mikail mendekat ke ranjang. "Kenapa?" tanya Mikail.
Tidak menjawab, Hanna masih sibuk dengan pikirannya.
"Hey, kalau kamu gigit bibir terus bisa jadi bengkak." Yang sedang dibayangkan malah memegang dagu Hanna agar berhenti menggigit bibir.
"Nggak apa-apa," Hanna menjawab singkat dan menunduk, ditariknya selimut untuk menutupi wajahnya yang merah.
Mikail memegang tangan Hanna agar tidak tertutup selimut. Sesuatu yang dia tahan selama ini meluap begitu saja.
Mikail naik ke ranjang dan mencium bibir lembut Hanna yang belum pernah dijamah siapapun. Kini, Hanna adalah miliknya.
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin
Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah."Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hany
"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang."Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lag
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en...""DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."Ha
"Ughhh, kepalaku." Hanna memijat kepalanya yang terasa nyeri. Matanya menatap langit-langit kamar, pasti Mikail yang membawanya pulang."Sudah sadar?" dari sofa dekat jendela, suara Mikail terdengar begitu jernih.Dengan gerakan pelan Hanna bangun dari tidurnya. Kini dia duduk serta menyandarkan tubuh pada headboard ranjang. Dilihat Mikail sedang menyilangkan kaki dan mengetik sesuatu di laptop. Kemeja berwarna cream yang digulung sampai siku begitu serasi dengan celana navy potongan reguler.Hanna melirik pakaiannya yang masih sama seperti semalam. Perasaan dingin tiba-tiba muncul di tengkuknya. Meski terkesan naif, terkadang Hanna membayangkan jika Mikail bisa memperlakukan Hanna selayaknya seorang istri. Entah itu berhubungan fisik atau hal romantis lainnya yang membuat berdebar.Hanna tahu jika dia yang meminta untuk pisah kamar meski di dalam rumah hanya ada Hanna dan Mikail. Saat itu Mikail menyetujui, dengan syarat tidak ada yang boleh mengunci pintu kamar. Makanya Mikail bisa
Kebun Rahasia adalah nama tempat bermain mereka berempat. Lokasinya masih di perkebunan keluarga Garvin dan di dalamnya terdapat rumah kaca serta mini playground.Garvin baru saja membuka sekaleng soda ketika melihat Hanna masuk ke dalam rumah kaca dengan wajah muram. Rasa lelahnya setelah membuat konsep lukisan makin bertambah parah."Kemarin suaminya, sekarang istrinya. Kalian kan sudah punya rumah, kenapa harus ganggu hidupku sih!" omelan Garvin bagai angin lalu.Hanna menuju toilet dan membuka korset penyiksa. Dilemparnya konset itu di sebelah sofa, kemudian membuka lemari es dan mengambil sekaleng jus jeruk. "Kak Garvin, tebak barusan aku lihat siapa?"Alis Garvin mengerenyit. "Mikail?" tebaknya asal.Tuk, Hanna sengaja menghentak kaleng minuman ke meja. "Kak Garvin pasti tahu kalau Freya sudah kembali." Dengan melihat gelagat Garvin, Hanna tahu jika Garvin barusan hanya berpura-pura tidak tahu.Garvin duduk di sebelah Hanna dan menepuk bahunya pelan. "Lalu kenapa? Freya itu hany
“Aw!” jerit Hanna ketika tubuhnya merasa tertekan oleh korset."Memang harus seperti ini, Nyonya Patricia berpesan korsetnya harus ditekan kuat agar tubuhmu terlihat lebih berbentuk," ujar Samantha si asisten Patricia, atau lebih tepatnya orang suruhan sang Ibu Mertua untuk mengerjai Hanna.Dari pantulan di cermin, sudah jelas bahwa Samantha sengaja melakukannya. "Samantha, ini agak keterlaluan. Bukankah masih banyak bentuk gaun yang lain?"Bibir Samantha menyeringai, dengan sarkas dia berkata. “Memang kenapa Nona Hanna, bukankah bagus jika perutmu terlihat rata. Tidak ada bayinya juga.”Hanna menggelengkan kepala. Lihat betapa kurang ajar bibi tua ini. Sudah tidak sopan karena masih memanggil Nona, lalu menyiksa tubuh Hanna. Anak buah dan Nyonya sama saja!Gaun sudah melekat sempurna, Samantha pergi turun untuk membayar. Waktu singkat itu Hanna pakai untuk melonggarkan sedikit jeratan korset.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Hanna, Samantha dan Benny sang supir keluarga berhenti di pin