"Tuan, Nyonya Hanna mengalami sedikit masalah." Nomor ponsel Mikail tidak aktif, Lucas hanya bisa mengirim pesan suara.
Freya menatap Hanna dengan raut kesal. Dia baru saja memulai perjalanan restoran ini, namun diganggu oleh anak kecil yang disebut-sebut sebagai istri dari Mikail, mantan kekasihnya.
Dulu mereka bilang mereka adalah sahabat tanpa rasa lebih. Siapa sangka baru ditinggal keluar negeri beberapa tahun, persahabatan mereka berubah jadi pernikahan.
Patricia melihat sinyal buruk dari Freya. Sebelum terjadi perang terbuka, Patricia menarik tubuh Hanna menuju toilet. Cukup patricia yang menyiksa Hanna, orang lain jangan!
"Jangan merusak apa yang baru saja dibuat oleh Louis," ancam Patricia sambil meremas bahu Hanna.
Bukan hanya karena tenaga Patricia yang cukup kuat, kukunya yang dipasang nail art menancap sempurna. "Maaf Ma, hanya saja rasa masakannya tidak en..."
"DIAM!" sentak Patricia, dia menarik nafas dengan kasar. "Tutup mulutmu, jangan sampai ada yang mendengarnya."
Hanna mengangkat wajahnya, memunculkan mata merah dan area bibirnya yang sedikit bengkak. Hanna diam dan tidak berbicara apapun sampai Patricia pergi meninggalkannya.
Di kota Palis, Mikail baru saja landing dan menyalakan ponsel. Perjalanan kali ini dia ditemani oleh Ryan, sedangkan Lucas diberi tugas mengawal Hanna jika keluar rumah.
Mikail tidak memprediksi kemungkinan Ibunya akan membawa Hanna pergi, jadi dia santai saja. Ketika Hanna muncul di The Carino, anak buah Mikail segera menghubungi Lucas dan terjadilah tragedi tersebut.
"Bawa Hanna ke tempat Irene, sekarang!" Perintah Mikail dengan suara tegas.
"Baik, Tuan Mikail."
Lucas mencari Hanna dan memintanya untuk masuk ke dalam mobil. Dengan wajah yang sudah bengkak Hanna hanya bisa pasrah.
Dalam mobil sudah terpasang suhu yang nyaman agar rasa gatal Hanna tidak menyebar. Raut wajah Nyonya-nya begitu sendu. Pasti menyedihkan dibentak depan umum.
Tuan Mikail bilang alergi Nyonya tidak cukup parah. Berarti ada yang salah dengan makanan itu. Lucas menghubungi kepala koki. Jika masalah ini tidak diatasi tentu saja bisa merusak citra restoran. "Pak, bisakah cek kembali menu udangnya. Nyonya Hanna makan itu dan alerginya langsung kambuh. Aku yakin kualitas udangnya tidak baik."
Mikail sudah menelepon Irene untuk menemani Hanna. Walau hanya berupa laboratorium, tempat itu juga memiliki dokter konsultasi yang handal dan jadi langganan Hanna sejak sekolah.
Dari kejauhan mobil Mikail terlihat.
Irene mengetuk kaca mobil lalu terkejut begitu melihat wajah Hanna yang sudah bengkak. "Aduh, bagaimana ini? Dokter Eddie sudah pulang. Bagaimana kalau aku antar ke Rumah Sakit lain?"
"Tuan Mikail pesan hanya boleh dibawa ke sini," kata Lucas.
Arghhh, Irene merasa frustasi. Matanya memandang sekeliling lobby, berharap masih ada dokter jaga karena jam operasional dokter hanya sampai pukul 2 siang.
"Ah, itu dia. Dokter Julian Adam. Kak Julian!" Irene berteriak sambil melambaikan tangan. Tidak ada yang berani memarahi Irene karena dia adalah seorang manager pemasaran sekaligus putri dari pemilik laboratorium ini.
Julian yang baru keluar lift sedikit memincing. Dia melihat Irene bersama dengan perempuan yang terlihat familiar.
"Hanna Smith?" Panggil Julian dengan senyum merekah.
Hanna hanya tersenyum canggung dan malu karena wajahnya yang sedang berantakan.
"Kamu baik-baik saja?" Dari penampilannya, alergi Hanna ini bukan termasuk kategori parah. Wajah Hanna justru terlihat menggemaskan.
Air mata menggenang di kedua mata indah berwarna cokelat milik Hanna. Sejak alerginya kambuh tadi, semua orang sibuk menyalahkan dan menggangap dia berisik. Tidak ada satu orangpun yang bertanya bagaimana keadaan Hanna. Dari dulu hingga kini, Julian Adam selalu perhatian.
"Jangan nangis, aku akan beri resep obat yang bisa menyembuhkan secara kilat." Julian berpikir Hanna menangis karena sakit.
Irene merasa seperti penonton bayaran, dia tidak dilibatkan sama sekali dalam obrolan mereka berdua. "Hemn."
Julian menanggapi dengan senyum. Dia rasa akan membuat janji dengan Irene. Kalau Hanna berhasil sembuh dalam waktu singkat, Julian akan meminta dokter Eddie untuk mundur dari status dokter konsul Hanna.
"Terima kasih Kak, kalau begitu aku pamit dulu." Setelah merasa lebih baik, Hanna memutuskan untuk pulang ke rumah Ayahnya seperti rencana awal.
"Tunggu, mau aku antar? Rumah kita searah dan aku sudah jam pulang kerja."
Hanna melirik Lucas yang berdiri tegap di pintu keluar dan menggeleng sopan. "Terima kasih tawarannya Kak, tapi aku sudah ada yang antar."
Julian ikut melihat arah pandang Hanna. Lelaki itu seperti seorang pengawal. Dari yang Julian dengar, 3 tahun lalu Ayah Hanna diminta untuk menggantikan Walikota yang terlibat kasus korupsi. Pasti karena itu, Hanna jadi punya pengawal. "Ya sudah, kalau ada sesuatu yang mau ditanyakan kamu bisa kirim chat. Sini ponselmu," Julian menengadahkan tangan, mengetik nomor pada ponsel Hanna dan mengembalikannya. "Semoga lekas sehat Hanna, sampai bertemu kembali."
Hanna mengangguk dengan senyum manis tanpa menjawab. Tampaknya Julian ini agak-agak, Hanna tidak berniat sama sekali untuk bertemu kembali dengannya di tempat ini.
Mobil sudah terparkir di halaman rumah Ayah Hanna. Sebelum Lucas membukakan pintu, Hanna sudah membuka sendiri terlebih dahulu. "Lucas, kamu nggak perlu berjaga di sini. Kembalilah ke kantor dan selesaikan tugasmu."
Lucas enggan pergi, dia hanya berdiam diri di dekat pintu masuk. Sarah ikut menunggu mereka berdua di depan pintu.
Mau tidak mau Hanna menelepon Mikail. Pada nada sambung kedua, Mikail sudah mengangkat ponselnya.
"Aku sudah sampai rumah dengan selamat. Sekarang Lucas boleh pergi kan?" pertanyaan Hanna lebih mirip dengan perintah.
Di ujung telepon Mikail menghembuskan nafas kencang. "Baiklah, tapi kalau ada sesuatu harus hubungi Lucas. Bagamana gatalnya? Apa sudah lebih baik?"
Hanna tidak menyangka jika Mikail akan perhatian. "Sudah, obat dari dokter Julian cukup ampuh."
"Julian?"
***
Epilog:
"Pst, lihat lihat, Julian tampan sekali," Irene mencengkeram tangan Hanna dan memandang takjub ke arah Julian yang sedang bermain basket. Pertandingan tinggal 10 menit lagi, itu membuat Irene sedikit meruntuk karena dia lupa jadwal pertandingan.
Dari arah belakang, tiba-tiba Mikail menarik tangan Hanna dan menyerahkan selembar uang seratus ribu. "Tolong beli satu americano dingin, sisanya untukmu."
Segelas americano harganya dua puluh lima ribu, berarti Hanna masih mendapat tujuh puluh lima ribu. Hanna sedang menimbang apakah uang dari Mikail sebanding dengan antriannya yang cukup panjang. "Oke aku belikan," Hanna menyetujui.
Pertandingan sudah selesai saat Hanna datang memegang satu gelas americano dingin dan satu gelas latte non sugar dingin. Mikail mencegat Hanna agar tidak menoleh ke arah lapangan, dimana terdapat para pemain basket yang sedang melepas pakaian. "Ayo kita minum di mobil," perintah Mikail.
"Tapi..." tangan Hanna sudah ditarik oleh Mikail.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lagi
“Mama Patricia beneran membuang semua pakaianku ya?” Pagi ini Hanna muncul dari dalam kamar mandi menggunakan rok span di atas lutut dan kemeja tanpa lengan dibalut cardigan yang semuanya bernuansa pink pastel.Mikail sudah selesai ganti pakaian lebih dulu. Dia menoleh ke arah Hanna dan menganggapi dengan senyum samar. “Mungkin Mama mau membuat hidupmu lebih berwarna.”Hanna hanya merengut. Dia merasa malu sekali karena memakai sesuatu yang baru ke kantor. Biasanya kan, dia hanya memakai celana panjang dan kemeja sederhana."Emn... kamu langsung naik ke dalam mobil saja. Nanti aku bawakan sarapan." Melihat pakaian Hanna yang sedikit membentuk lekukan tubuh, Mikail tidak akan membiarkan orang rumah melihatnya."Oke," Hanna bergegas berjalan turun dan masuk ke dalam mobil. Begitu menutup pintu mobil, dia baru teringat... Jangan-jangan Mikail tidak membiarkannya ke ruang makan karena ada Freya?Hasrat untuk berburuk sangka begitu kuat. Oh iya, kalau dipikir Hanna belum berpamitan pada Mam
"Kenapa harus bertemu di The Carino sih?" Hanna berdiri di depan gedung dengan wajah galak. Begitu lihat mobil Irene datang, dia segera protes.Irene mengulum senyum, dia sengaja keluar mobil karena yakin Hanna tidak akan masuk ke dalam mobilnya dengan sukarela. "Karena aku sedang berada di daerah dekat sini. Nggak ada salahnya kan mampir ke tempat Ayah Louis?""Tapi di wilayah ini ada banyak restoran. Gimana kalau kita makan ayam crispy saja? Please..." pinta Hanna dengan wajah melasnya.Irene yang memiliki tinggi badan 170 centi menunduk, kemudian memegang erat kedua bahu Hanna. "Kamu takut pada Freya? Dengar ya, dia itu hanya mantan kekasih yang entah kenapa tiba-tiba muncul, sedangkan kamu adalah istri sah."Bibir Hanna merengut, Irene selalu membuat Hanna kalah telak. "Aku nggak takut!""Kalau begitu, ayo cepat kita ke sana!" Sebelum masuk mobil, Irene memastikan make up dan pakaian Hanna sempurna, meski tanpa make up pun Hanna sudah cantik dari sananya.Dari persimpangan jalur,
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Selamat siang Bu Paula, ada yang bisa kami bantu?" Ryan sudah mendapat kabar berantai dari Lucas. Kini dia berdiri di depan pintu ruangan Mikail untuk menghadang.Paula menatap tajam, kemudian berkata dengan sedikit lemah lembut karena tahu jika 2 asisten Mikail sangat kaku. "Aku mau bertemu dengan Mikail," katanya singkat.Ryan melihat tab yang berisi jadwal harian Mikail dan menunjukkannya kepada Paula. "Maaf tapi Bu Paula belum memiliki janji untuk hari ini. Karena jadwal Pak Mikail sangat padat, sebaiknya Bu Paula membuat janji terlebih dulu.""Aku ini Bibinya, mana mungkin Mikail menolak meski aku nggak buat janji," mata Paula melebar dan alisnya berkerut.Ryan sudah memasang kuda-kuda untuk menghadang Paula, hingga satu panggilan pada ponsel Paula menggema dan memunculkan nomor Patricia.Dibanding Paula yang seorang janda tanpa anak dan peninggalan harta, Patricia jauh lebih berkuasa. Entah apa yang dikatakan Patricia, namun Paula terlihat cemas dari kejauhan. Tidak lama kemudi
"Jangan jauh-jauh dari Alina dan Lucas. Jangan terlalu ramah pada warga sekitar. Jangan terlalu baik pada orang yang baru dikenal," ceramah Mikail berlangsung selama perjalanan dari rumah menuju pelabuhan. Dia seperti seorang kakek yang hendak mengantar cucunya pertama kali masuk sekolah."Iya."Hari ini Mikail dan Ryan ada tugas keluar kota dan kemungkinan sampai sore, jadi tidak bisa menemani Hanna berkunjung ke Pulau Summer. Namun dia sudah meminta Alina dan Lucas untuk mengawal. Harusnya hari ini aman. Ditambah Irene ikut mengawal jalannya medical check up hari ini menggantikan Jasmine.Mikail memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Lucas yang sudah menjemput Alina sejak pukul 6 pagi. Alina dan Lucas menyambut dengan wajah cerah, merasa liburan berkedok kerja."Pagi Pak Mikail dan Bu Hanna," sapa Alina dan Lucas bersamaan."Pagi," wajah Hanna ketika menyapa Alina juga lebih ceria daripada di dalam mobil tadi.Matahari cukup terik, Mikail memakaikan topi hitam polos seharga jutaan pad
"Selamat siang Bu Paula, ada yang bisa kami bantu?" Ryan sudah mendapat kabar berantai dari Lucas. Kini dia berdiri di depan pintu ruangan Mikail untuk menghadang.Paula menatap tajam, kemudian berkata dengan sedikit lemah lembut karena tahu jika 2 asisten Mikail sangat kaku. "Aku mau bertemu dengan Mikail," katanya singkat.Ryan melihat tab yang berisi jadwal harian Mikail dan menunjukkannya kepada Paula. "Maaf tapi Bu Paula belum memiliki janji untuk hari ini. Karena jadwal Pak Mikail sangat padat, sebaiknya Bu Paula membuat janji terlebih dulu.""Aku ini Bibinya, mana mungkin Mikail menolak meski aku nggak buat janji," mata Paula melebar dan alisnya berkerut.Ryan sudah memasang kuda-kuda untuk menghadang Paula, hingga satu panggilan pada ponsel Paula menggema dan memunculkan nomor Patricia.Dibanding Paula yang seorang janda tanpa anak dan peninggalan harta, Patricia jauh lebih berkuasa. Entah apa yang dikatakan Patricia, namun Paula terlihat cemas dari kejauhan. Tidak lama kemudi
Satu minggu kemudian, medical check up sudah digelar untuk Snail Resort. Dari pengambilan sampel darah, urine, ronsen, juga fisik dengan dokter. Karena tempat ini adalah kantor utama, jadi dikirim dokter Eddie yang cukup senior untuk mendampingi pemeriksaan fisik. Semuanya bisa dilakukan satu minggu lebih awal daripada jadwal tahunan."Selamat pagi. Perkenalkan aku Jasmine, marketing yang akan mendampingi tim medical check up." Seorang wanita berpakaian warna kuning terang menjulurkan tangan ke arah Hanna."Pagi... Aku Hanna, Assistant General Manager. Silahkan dimulai check up-nya."Karyawan yang hari ini melakukan pemeriksaan hanya berjumlah 230 orang. Semua berjalan lancar tanpa drama.Hanna sempat bertanya bagaimana pelayanan tim yang baru ini, 60% menjawab lebih baik daripada tim check up tahun kemarin. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika Mikail melakukan review.Mikail, Hanna, Alina, Lucas dan Ryan mendapat giliran terakhir setelah memastikan semua karyawan berjalan dengan
"Abe hanya milik Irene," Hanna tertawa geli dengan kalimat yang Mikail ucapkan.Sejak Sekolah Dasar, Abelard Winston begitu mencintai Irene dan berniat melamarnya setelah lulus kuliah. Tentu saja ditolak, selain tidak ingin terikat, penampilan Abe begitu culun. "Jangan bikin aku nggak minat makan karena membahas Abe. Lebih baik kamu cek daftar harga yang aku berikan," sungut Irene.Mikail menarik kursi hingga mendekat di sebelah Hanna. Dia memperhatikan perbandingan yang telah Hanna buat antara Laboratorium milik Irene dan Rumah Sakit yang lama. Dari harga per-pemeriksaan, jenis alat, lama hasil pengecekan dan harga vaksin, terlihat bahwa Laboratorium Irene lebih unggul. Mikail harus memeriksa berkas General Manager yang lama, kenapa dia terus memakai Rumah Sakit itu selama bertahun-tahun dan merugikan perusahaan.Tanpa banyak bicara, Mikail memberikan tanda tangan digital pada lembar penawaran yang Hanna buat."Wah, langsung di acc?" Wajah Hanna begitu sumringah."Ya," jawaban singkat
"Kenapa harus bertemu di The Carino sih?" Hanna berdiri di depan gedung dengan wajah galak. Begitu lihat mobil Irene datang, dia segera protes.Irene mengulum senyum, dia sengaja keluar mobil karena yakin Hanna tidak akan masuk ke dalam mobilnya dengan sukarela. "Karena aku sedang berada di daerah dekat sini. Nggak ada salahnya kan mampir ke tempat Ayah Louis?""Tapi di wilayah ini ada banyak restoran. Gimana kalau kita makan ayam crispy saja? Please..." pinta Hanna dengan wajah melasnya.Irene yang memiliki tinggi badan 170 centi menunduk, kemudian memegang erat kedua bahu Hanna. "Kamu takut pada Freya? Dengar ya, dia itu hanya mantan kekasih yang entah kenapa tiba-tiba muncul, sedangkan kamu adalah istri sah."Bibir Hanna merengut, Irene selalu membuat Hanna kalah telak. "Aku nggak takut!""Kalau begitu, ayo cepat kita ke sana!" Sebelum masuk mobil, Irene memastikan make up dan pakaian Hanna sempurna, meski tanpa make up pun Hanna sudah cantik dari sananya.Dari persimpangan jalur,
“Mama Patricia beneran membuang semua pakaianku ya?” Pagi ini Hanna muncul dari dalam kamar mandi menggunakan rok span di atas lutut dan kemeja tanpa lengan dibalut cardigan yang semuanya bernuansa pink pastel.Mikail sudah selesai ganti pakaian lebih dulu. Dia menoleh ke arah Hanna dan menganggapi dengan senyum samar. “Mungkin Mama mau membuat hidupmu lebih berwarna.”Hanna hanya merengut. Dia merasa malu sekali karena memakai sesuatu yang baru ke kantor. Biasanya kan, dia hanya memakai celana panjang dan kemeja sederhana."Emn... kamu langsung naik ke dalam mobil saja. Nanti aku bawakan sarapan." Melihat pakaian Hanna yang sedikit membentuk lekukan tubuh, Mikail tidak akan membiarkan orang rumah melihatnya."Oke," Hanna bergegas berjalan turun dan masuk ke dalam mobil. Begitu menutup pintu mobil, dia baru teringat... Jangan-jangan Mikail tidak membiarkannya ke ruang makan karena ada Freya?Hasrat untuk berburuk sangka begitu kuat. Oh iya, kalau dipikir Hanna belum berpamitan pada Mam
“Polisi bilang ada penyusup yang masuk ke hutan bawah. Kalau dari kita ada yang keluar, bisa membahayakan dan jadi sandera.” Louis baru saja melewati hutan bawah ketika mendapat telepon dari pos jaga.Mengingat ada banyak security yang mengelilingi rumah ini, mustahil jika Louis merasa takut. Hanna jadi berpikiran buruk. Apa mereka sengaja berbohong agar Freya bisa menginap?"Jeremy. Lalu bagaimana dengan Jeremy? Jemput dia sekarang!" Patricia panik, salah satu putranya belum pulang karena masih mengerjakan tugas sekolah.Particia memiliki 3 orang putra. Yang pertama Mikail, kedua Kael, ketiga Jeremy. Kael yang seorang Pegawai Negeri Sipil sedang dinas keluar kota, jadi tidak perlu dirisaukan. Yang jadi masalah adalah Jeremy. Sebagai putra bungsu keluarga Owen, dia memiliki kebiasaan makan dari masakan rumah yang bersih dan memiliki nilai gizi baik. Dia juga memiliki alergi debu yang membuatnya tidak bisa sembarang tidur di luar.Hanna menggaruk tengkuknya, masa dia harus menawari lagi
"Mama Patricia meminta kita datang ke rumah nanti malam. Wilson mau meminta maaf padamu."Hanna yang sudah memejamkan mata terpaksa membukanya kembali begitu mendengar Mikail bicara. Padahal Hanna sudah siap jika Mikail melakukan hal yang lebih daripada berciuman. Sayangnya lelaki itu malah pergi setelah berbicara.Tengkuk Hanna meremang, air mata itu kembali muncul. Dia berjalan ke arah pintu dan menguncinya, kemudian duduk di meja rias, memandangi wajah yang mungil dan cukup cantik meski tanpa make up."Kenapa? Apa aku nggak cukup menarik? Huaaaa," Hanna menangis tersedu-sedu setelah dia mengencangkan suara tv di kamar.Mikail turun tangga dengan tergesa, tidak menyadari suara kencang dari dalam kamar Hanna. Dia hanya ingin mengambil air dingin untuk meredakan gairahnya. Semua ini karena perjanjian konyolnya dengan Hanna saat menikah dulu.Sarah muncul dari dalam toilet, sedikit terkejut melihat wajah Mikail yang merah padam. "Ada apa?""Ada anak kucing nakal," Mikail menjawab asal.
"Tingkat alergi Hanna nggak terlalu tinggi. Kalau sampai muncul, berarti makanan ini nggak benar!" Patricia lebih dulu datang ke dapur umum dan bicara empat mata dengan kepala koki."Baik Bu Patricia, akan aku periksa makanannya." Belum sampai di buffet, Lucas menelepon.Kejadian ini memang bukan urusannya, apalagi masalah alergi Hanna. Namun begitu Freya membentak Hanna di depan umum, Patricia merasa panas. Sudah dibilang bahwa hanya Patricia yang berhak menyakiti Hanna. Ditambah sejak semalam suaminya begitu perhatian kepada Freya. Mau tidak mau Patricia harus turun tangan.Patricia kembali berjalan dengan anggun menuju buffet. Senyum di wajahnya tampak begitu cantik, juga berbahaya.Freya mengatur kembali formasi yang telah dia buat. Dia sedikit senam wajah agar kembali cantik dan mempesona. Namun itu tidak berlangsung lama. Kepala Koki muncul di buffet bagian udang, dimakannya udang tersebut kemudian alisnya mengernyit.Patricia berjalan santai mendekati Kepala Koki dan Freya. Dia